Professional Documents
Culture Documents
HIPERTIROID
TUTOR:
KELOMPOK H 3
NAMA ANGGOTA:
2013
I. PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Hipertiroid adalah suatu keadaan klinik yang ditimbulkan oleh sekresi
berlebihan dari hormon tiroid yaitu tiroksin (T4) dan triidotironin (T3). Bentuk
umum dari masalah ini adalah Graves, sedangkan bentuk yang lain adalah
toksik adenoma, tumor kelenjar hipofisis yang menimbulkan sekresi TSH
meningkat, tiroiditis subakut dan berbagai kanker tiroid (Kusrini, 2010).
C. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi kasus hipertiroid di Amerika pada wanita sebesar 1,9% dan
pria 0,9%. Di Eropa ditemukan bahwa prevalensi hipertiroid berkisar 1%-2%,
dan di Inggris kasus hipertiroid terdapat pada 0,8 per 1000 wanita per tahun.
Menurut Asdie prevalensi hipertiroid di Indonesia belum diketahui secara pasti
dan penderita hipertiroid wanita lebih banyak dibandingkan dengan pria yaitu 5
banding 1 (Supadmi, et al., 2007).
Prevalensi hipertiroid di Indonesia belum diketahui tetapi kasusnya
semakin meningkat. Data dari Whickham survey pada pemeriksaan penyaring
kesehatan dengan Free Thyroxine Index (FT4) menunjukkan prevalensi
hipertiroid pada masyarakat sebanyak 2% (Kusrini dan Kumorowulan, 2010).
Tingkat kejadian hipertiroidisme dipengaruhi oleh sejumlah faktor,
diantaranya yang mungkin penting adalah asupan yodium dalam populasi.
Daerah dengan tingkat asupan yodium yang tinggi, hipotiroidisme lebih umum
dari hipertiroidisme, sedangkan hipertiroidisme mendominasi di daerah dengan
defisiensi yodium ringan dan sedang (Carle, 2011).
D. PATOGENESIS
Kelenjar tiroid pada penyakit hipertiroid (graves) membesar secara
difus, lunak dan hipervaskularisasi. Parenkim kelenjar mengalami hipertrofi
dan hiperflasia yang secara khas terlihat dengan adanya peninggian
epithelium dan redudanci dinding folikular sehingga memberikan gambaran
lipatan papilar dan tanda peningkatan aktivitas selular. Hiperplasi biasanya
disertai dengan infiltrasi limfositik, sebagai adanya gambaran imunitas selular
(CMI= cell mediated immunity) atau mungkin lebih menggambarkan
hubungannya dengan tiroiditis kronik. Apabila penderita mendapat terapi
yodium, akan terjadi penimbunan koloid yang kadang kadang menyebabkan
pembesaran dan bertambah kerasnya kelenjar. Penyakit graves seringkali
berhubungan dengan pembesaran limfa atau timus. Hipertiroidisme dapat
menyebabkan degenerasi serabut otot skelet dan pembesaran jantung.
Pada kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar
dua sampai tiga kali dari ukuran normalnya, disertai dengan banyak
hyperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam folikel, sehingga
jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali dibandingkan dengan
pembesaran kelenjar. Setiap sel juga meningkatkan kecepatan sekresinya
beberapa kali lipat; dan penelitian ambilan iodium radioaktif menunjukkan
bahwa kelenjar-kelenjar hiperplastik ini mensekresi hormone tiroid dengan
kecepatan 5- 15 kali lebih besar daripada normal.
Perubahan pada kelenjar tiroid ini mirip dengan perubahan akibat
kelebihan TSH. Akan tetapi dari penelitian dengan pengukuran
radioimunologik dapat ditunjukkan bahwa pada sebagian besar penderita
besarnya konsentrasi TSH dalam plasma adalah lebih kecil dari normal, dan
seringkali nol. Sebaliknya, pada sebagian besar penderita dijumpai adanya
beberapa bahan yang mempunyai kerja mirip dengan kerja TSH yang ada
dalam darah. Biasanya bahan bahan ini adalah antibody immunoglobulin
yang berikatan dengan reseptor membrane yang sama dengan reseptor yang
mengikat TSH. Bahan bahan tersebut merangsang aktivasi cAMP dalam sel,
dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme. Antibody ini disebut
immunoglobulin perangsang tiroid dan disingkat TSI. Bahan ini mempunyai
efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam,
berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya
sekresi hormone tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan
pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis.
Hipothalamus
Hipofisis
(TSH)
TSHR-Ab
T3 dan T4
Iodine
Ginjal, Hati,
Otot, Otak, Dsb
E. PATOFISIOLOGI
hipertiroidisme
hipermetabolisme
Kebutuhan metabolisme BB
Nafsu makan
G. PENEGAKAN DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Dada berdebar-debar, tangannya sering gemetar, badan mudah lelah,
sering merasa kepanasan, banyak keringat, gelisah, sulit berkonsentrasi dan
sensitif (mudah marah). Pasien menjadi mudah lapar dan makan banyak,
namun berat badan tidak meningkat bahkan cenderung menurun. Frekuensi
buang air besar pasien meningkat, tanpa disertai perubahan jumlah maupun
konsistensi fesesnya. oligomenore/amenore dan libido turun, kulit hangat
dan basah, rambut ontok, bruit. Ada riwayat keluarga yang mempunyai
penyakit sama (Sudoyo, 2007).
b. Pemeriksaan Fisik
1. KU : cemas, tidak tenang
2. Denyut nadi : takikardi (bervariasi)
3. Frekuensi napas : 20/menit
4. Kulit : hangat dan lembab, Rambut rontok, kulit basah,
berkeringat
5. Kepala : mata diplopia, eksoftalmus
6. Leher : teraba massa difus di leher depan tanpa benjolan
diskret dan dapat digerakkan
7. Thorax : disritmia cordis, : hipertensi, aritmia, palpitasi,
gagal jantung.
8. Genitourinaria : Oligomenorea, amenorea, libido turun, infertil,
ginekomasti.
9. Psikis dan saraf : Labil, iritabel, tremor, psikosis, nervositas,
paralisis periodik dispneu.
10. Ekstremitas : tremor halus
11. Darah dan limfatik : Limfositosis, anemia, splenomegali, leher
membesar.
12. Skelet : Osteoporosis, epifisis cepat menutup dan nyeri
tulang.
13. Muskular : Rasa lemah.
(Sudoyo, 2007. Djokomoeljanto, 2009).
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium TSHs, T4 atau fT4, T3 atau fT3, TSH Rab, kadar leukosit
(bila timbul infeksi pada awal pemakaian obat antitiroid).
2. Sidik tiroid (thyroid scan) terutama membedakan penyakit Plummer dari
penyakit Graves dengan komponen nodosa.
3. EKG.
4. Foto thoraks (Sudoyo, 2007).
H. DIAGNOSIS BANDING
1. Anemia
2. Hipertensi
3. Diabetes mellitus
4. Hipotiroid
5. Parkinson
6. Penyakit Jantung Koroner
(Djokomoeljanto, 2009).
I. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan hipertiroid adalah produksi hormon (obat anti
tiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi sub total).
1. Obat antitiroid
Digunakan dengan indikasi :
a. Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang
menetap pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan
tirrotoksikosis.
b. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan,
atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium radioaktif.
c. Persiapan tiroidektomi
d. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia
e. Pasien dengan krisis tiroid
(Djokomoeljanto, 2009).
3. Operasi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroid. Indikasi operasi
adalah :
a. Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap
obat antitiroid
b. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid
dosis besar
c. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium
radioaktif.
d. Adenoma toksik atau strauma multinodular toksik
e. Pada penyakit graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
Sebelum operasi biasanya pasien diberi obat antitiroid sampai eutitiroid
sampai eutiroid kemudian diberi cairan kalium yodida 100-200 mg/hari
atau cairan lugol 10-14 tetes/ hari selama 10 hari sebelum dioperasi
untuk mengurangi vaskularisasi pada kelenjar tiroid.
(Djokomoeljanto, 2009).
4. Pengobatan tambahan
a. Sekat -adrenergik
Obat ini diberikan untuk mengurangi gejala dan tanda hipertiroid.
Dosis diberikan 40-200 mg/hari yang dibagi atas 4 dosis. Pada orang
lanjut usia diberik 10 mg/6 jam.
b. Yodium
Yodium terutama digunakan untuk persiapan operasi. Sesudah
pengobatan dengan yodium radiaktif dan pada krisis tiroid. Biasanya
diberikan pada dosis 100-300 mg/hari.
c. Ipodat
Ipodat kerjanya lebih cepat dan sangat baik digunakan pada keadaan
akut seperti krisis tiroid kerja (padat adalah menurunkan konversi T4
menjadi T3 diperifer, mengurangi sintesis hormon tiroid, serta
mengurangi pengeluaran hormon dari tiroid.
d. Litium
Litium mempunyai daya kerja seperti yodium, namun tidak jelas
keuntungannya dibandingkan dengan yodium. Litium dapat digunakan
pada pasien dengan krisis tiroid alergi terhadap yodium.
(Djokomoeljanto, 2009).
b. Non farmakologi :
1. Istirahat
2. Diet cukup kalori dan vitamin
3. Diet tinggi kalori 2600 3000 kal / hari
4. Protein tinggi 100 125 gr / hari/ (2,5 gr/ bb), untuk pemecahan
protein jaringan
5. Olahraga teratur
6. Hindari merokok karena dapat menigkatkan metabolism, Menghindari
rokok, dikarenakan dapat memperparah keadaan dari ophthalmopathy,
7. Memakai penutup mata untuk menyiasati terjadinya penekanan di kornea
yang disebabkan oleh ophthalmopathy.
(Djokomoeljanto, 2009).
CONTOH RESEP
Demikian surat rujukan ini kami kirim, kami mohon balasan atas surat
rujukan ini. Atas perhatian Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih.
Hormat Kami