You are on page 1of 7

2.

1 Urosepsis

2.1.2 Pengertian

Urosepsis adalah infeksi sistemik yang berasal dari fokus infeksi di traktus

urinarius sehingga menyebabkan bakteremia dan syok septik. Insiden urosepsis

20-30 % dari seluruh kejadian septikemia dan lebih sering berasal dari komplikasi

infeksi di traktus urinarius. Pasien yang beresiko tinggi urosepsis adalah pasien

berusia lanjut, diabetes dan immunosupresif seperti penerima transplantasi, pasien

dengan AIDS, pasien yang menerima obat-obatan antikanker dan imunosupresan

(Sjamsuhidayat, 2004).

Tabel 2.1. Kelainan struktur dan fungsi traktus urinarius yang berhubungan
dengan sepsis.
Obstruksi Kongenital: striktur uretra, fimosis, ureterokel,

policystic kidney disease

Didapat: calkulus, hipertrofi prostat, tumor traktus

urinarius, trauma, kehamilan, radioterapi


Instrumentasi Kateter ureter, stent ureter, nephrostomy tube,

prosedur urologik.
Impaired voiding Neurogenic bladder, sistokel, refluk vesikoureteral
Abnormalitas metabolik Nefrokalsinosis, diabetes, azotemia
Imunodefisiensi Pasien dengan obat-obatan imunosupresif,

neutropenia.

2.1.3 Etiologi

Mortalitasnya mencapai 20-49 % bila disertai dengan syok. Oleh karena

itu pertolongan harus cepat dan adekuat untuk mencegah kegagalan organ dan

komplikasi lebih lanjut. Karena merupakan penyebaran infeksi, maka kuman

penyebabnya sama dengan kuman penyebab infeksi primer di traktus urinarius


yaitu golongan kuman coliform gram negatif seperti Eschericia

coli(50%), Proteus spp (15%), Klebsiella dan Enterobacter (15%),

danPseudomonas aeruginosa (5%). Bakteri gram positif juga terlibat tetapi

frekuensinya lebih kecil yaitu sekitar 15%. Penelitian TheEuropean Study Group

on Nosocomial Infections (ESGNI-004study) dengan membandingkan antara

pasien yang menggunakan kateter dan non-kateter ditemukan

bahwa E.coli sebanyak 30,6% pada pasien dengan kateter dan 40,5% pada non-

kateter, Candida spp 12,9% pada pasien dengan kateter dan 6,6% pada non-

kateter,P.aeruginosa 8,2% pada pasien dengan kateter dan 4,1% pada non-kateter.

Pasien yang beresiko tinggi urosepsis adalah pasien berusia lanjut,

diabetes dan immunosupresif seperti penerima transplantasi, pasien dengan AIDS,

pasien yang menerima obat-obatan antikanker dan imunosupresan. Sejumlah

faktor meningkatkan risiko mengembangkan urosepsis. Tidak semua orang

dengan faktor risiko akan mendapatkan urosepsis. Faktor risiko untuk urosepsis

meliputi :

Tingkat lanjut usia


Sistem kekebalan tubuh berkompromi karena kondisi seperti HIV dan
AIDS, minum kortikosteroid, transplantasi organ, atau kanker dan
pengobatan kanker.
Diabetes
Tinja inkontinensia (ketidakmampuan untuk mengontrol buang air besar)
Jenis kelamin perempuan
Imobilitas
Pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap atau retensi urin
Penyakit ginjal polikistik
Kehamilan
Operasi atau prosedur yang melibatkan saluran kemih
Obstruksi saluran kemih oleh batu, pembesaran prostat, penyebab uretra
jaringan parut, atau lainnya.
Penggunaan kateter untuk mengalirkan urin (Sjamsuhidayat, 2004).
2.1.4 Patogenesis

Patogenesis dari gejala klinis urosepsis adalah akibat dari masuknya

endotoksin, suatu komponen lipopolisakarida dari dinding sel bakteri yang masuk

ke dalam sirkulasi darah. Lipopolisakarida ini terdiri dari komponen lipid yang

akan menyebabkan : (David C, 2001)

1. Aktivasi sel-sel makrofag atau monosit sehingga menghasilkan beberapa

sitokin, antara lain tumor necrosis factor alfa (TNF ) dan interleukin I (IL I).

Sitokin inilah yang memacu reaksi berantai yang akhirnya dapat menimbulkan

sepsis dan jika tidak segera dikendalikan akan mengarah pada sepsis berat,

syok sepsis, dan akhirnya mengakibatkan disfungsi multiorgan atau multi

organs dysfunction syndrome (MODS).

2. Rangsangan terhadap sistem komplemen C3a dan C5a menyebabkan

terjadinya agregasi trombosit dan produksi radikal bebas, serta mengaktifkan

faktor-faktor koagulasi.

3. Perubahan dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, dan oksigen.

Karena terdapatnya resistensi sel terhadap insulin maka glukosa dalam darah

tidak dapat masuk ke dalam jaringan sehingga untuk memenuhi kebutuhan sel

akan glukosa terjadi proses glukoneogenesis yang bahannya berasal dari asam

lemak dan asam amino yang dihasilkan dari katabolisme lemak berupa

lipolisis dan katabolisme protein.

2.1.5 Diagnosis

Diagnosis dari urosepsis dibuat berdasarkan dari anamnesa, pemeriksaan

fisik, laboratorium dan rontgenologik. Dari anamnesa, data yang positif adalah

adanya demam, panas badan dan menggigil dengan didahului atau disertai gejala
dan tanda obstruksi aliran urin seperti nyeri pinggang, kolik dan atau benjolan

diperut atau pinggang. Hanya 1/3 pasien yang mengeluh demam dan menggigil

dengan hipotensi. Keluhan febris yang terjadi setelah gejala infeksi saluran

kencing bagian bawah yaitu polakisuria dan disuria juga sangat mencurigakan

terjadinya urosepsis. Demikian pula febris yang menyertai suatu manipulasi

urologik.

Pada pemeriksaan fisik yang ditemukan dapat sangat bervariasi berupa

takipneu, takikardi, dan demam kemerahan dengan gangguan status mental. Pada

keadaan yang dini, keadaan umum penderita masih baik, tekanan darah masih

normal, nadi biasanya meningkat dan temperatur biasanya meningkat antara 38-40

C.

Sepsis yang telah lanjut memberikan gejala atau tanda-tanda berupa

gangguan beberapa fungsi organ tubuh, antara lain gangguan pada fungsi

kardiovaskuler, ginjal, pencernaan, pernapasan dan susunan saraf pusat (Jong wim

de, dkk. 2004)

Tabel 2.2. Definisi Sepsis

Keadaan Kriteria
SIRS (Systemic Terdapat paling sedikit dua dari beberapa kriteria dibawah

Inflammatory ini :

Respond Syndrome) 1. suhu tubuh > 38 C atau <>

2. Denyut nadi > 90 x/

3. Frekuensi nafas > 20 x/ atau PaCO2 <>


4. Leukosit > 12000/mm3 atau <4000/mm3 atau lekosit

muda > 10%


MODS (Multiple SIRS dengan disfungsi organ dan hemostasis tidak dapat

Organ Dysfunction dipertahankan tanpa adanya intervensi

Sydrome)
Sepsis SIRS dengan tanda-tanda infeksi
Sepsis Berat Sepsis disertai dengan hipotensi (sistole <>
Syok Septik Sepsis disertai dengan hipotensi dan hipoperfusi

Pemeriksaan status lokalis daerah abdomen sepanjang traktus urinarius

penting untuk menentukan pre eksisting anomalinya dan yang diketemukan sangat

bervariasi tergantung kelainan primernya. Dilakukan palpasi pada daerah

costophrenikus, abdomen bawah, regio pubis, kelenjar limfe inguinal, genital,

serta pemeriksaan transvaginal dan transrektal. Pemeriksaan laboratorium yang

mendukung diagnosa urosepsis adalah adanya lekositosis dengan hitung

deferensial ke kiri, lekosituria dan bakteriuria (Teichman J, 2001).

Untuk menegakkan diagnosis urosepsis harus dibuktikan bahwa bakteri

yang berada dalam darah (kultur darah) sama dengan bakteri yang ada dalam

saluran kemih (kultur urin). Kultur urin disertai dengan test kepekaan antibiotika

sangat penting untuk menentukan jenis antibiotika yang diberikan. Pemeriksaan

roentgen yang sederhana yang dapat dikerjakan adalah foto polos abdomen.

Pemeriksaan ini membantu menunjukkan adanya kalsifikasi, perubahan posisi dan

ukuran dari batu saluran kemih yang mungkin merupakan fokus infeksi. Yang

diperhatikan pada hasil foto adalah adanya bayangan radio opak sepanjang traktus

urinarius, kontur ginjal dan bayangan/garis batas muskulus psoas. Pemeriksaan

pyelografi intravena (IVP) dapat memberikan data yang penting dari kaliks,

ureter, dan pelvis yang penting untuk menentukan diagnosis adanya refluk
nefropati dan nekrosis papilar. Bila pemeriksaan IVP tidak dapat dikerjakan

karena kreatinin serum terlalu meningkat, maka pemeriksaan ultrasonografi akan

sangat membantu menentukan adanya obstruksi dan juga dapat untuk

membedakan antara hidro dan pyelonefrosis. Selain pemeriksaan tersebut juga

dapat dilakukan pemeriksaan CT scan dan MRI (Teichman J, 2001).

2.1.6 Penatalaksanaan

Penanganan penderita urosepsis harus cepat dan adekuat. Pada prinsipnya

penanganan terdiri dari :

1. Penanganan gawat (syok) ; resusitasi ABC

2. Pemberian antibiotika

3. Resusitasi cairan dan elektrolit

4. Tindakan definitif (penyebab urologik)

Pemberian antibiotik sebagai penanganan infeksi ditujukan unuk eradikasi

kuman penyebab infeksi serta menghilangkan sumber infeksi. Pemberian

antibiotik harus cepat dan efektif sehingga antibiotika yang diberikan adalah yang

berspektrum luas dan mencakup semua kuman yang sering menyebabkan

urosepsis yaitu golongan aminoglikosida (gentamisin, tobramisin atau amikasin)

golongan ampicilin yang dikombinasi dengan asam klavulanat atau sulbaktam,

golongan sefalosforin generasi ke III atau golongan florokuinolon. Sefalosforin

generasi ke-3 dianjurkan diberikan 2 gr dengan interval 6-8 jam dan untuk

golongan cefoperazone dan ceftriaxone dengan interval 12 jam. Penelitian oleh

Naber et al membuktikan bahwa pemberian antibiotik injeksi golongan

florokuinolon dan piperacillin/tazobaktam direkomendasikan untuk terapi

urosepsis. Penelitian selanjutnya oleh Concia dan Azzini terhadap levofloksasin


membuktikan bahwa levofloksasin sebagai terapi tambahan memiliki efek pada

ekskresi renal dan tersedia dalam bentuk injeksi intravena dan oral.

Resusitasi cairan, elektrolit dan asam basa adalah mengembalikan keadaan

tersebut menjadi normal. Urosepsis adalah penyakit yang cukup berat sehingga

biasanya oral intake menurun. Keadaan demam/febris juga memerlukan cairan

ekstra. Kebutuhan cairan dan terapinya dapat dipantau dari tekanan darah, tekanan

vena sentral dan produksi urine. Bila penderita dengan hipotensi atau syok (tensi

<>2O dan diberikan larutan kristaloid dengan kecepatan 15-20 ml/menit.

(Teichman J, 2001).

Bila terdapat gangguan elektrolit juga harus dikoreksi. Bila K serum 7

meq/L atau lebih perlu dilakukan hemodialisa. Hemodialisa juga diperlukan bila

terdapat Kreatinin serum > 10 mg%, BUN > 100 mg% atau terdapat edema paru.

Drainase yang segera perlu dikerjakan bila terdapat timbunan nanah misalnya

pyonefrosis atau hidronefrosis berat (derajat IV). Pyonefrosis dan hidronefrosis

yang berat menyebabkan terjadinya iskemia sehingga mengurangi penetrasi

antibiotika. Drainase dapat dikerjakan secara perkutan atau dengan operasi biasa

(lumbotomi). Penderita yang telah melewati masa kritis dari septikemia maka

harus secepatnya dilakukan tindakan definitif untuk kelainan urologi primernya.

(David C, 2001)

You might also like