You are on page 1of 17

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pendahuluan

Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai. Dapat terjadi


secara akut maupun kronik. Keadaan ini merupakan masalah untuk penderita,
maupun untuk dokter. Walaupun patogenesis dan penyebab yang dicungai telah
ditemukan, ternyata pengobatan yang diberikan kadang-kadang tidak memberi
hasil seperti yang diharapkan.(1)

1.2 Denisi

Urtikaria adalah reaksi vaskular dikulit akibat bermacam-macam sebab,


biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang
berlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit,
sekitarnya dapat di kelilingi halo. Keluhan subjektif biasanya gatal, rasa tersengat
atau tertusuk. Angioedema adalah urtikaria yang mengenai lapisan kulit yang
lebih dalam daripada dermis, dapat di submukosa atau subkutis, juga mengenai
saluran nafas, saluran cema, dan organ kardiovaskular.(1)

Urtikaria merupakan suatu reaksi vaskuler pada kulit yang timbul mendadak
dcngan gambaran lesi yang eritem, edema, dan sering disertai rasa gatal.
Umunmya ukuran lesi dan bentuknya belvariasi dari beberapa milimeter sampai
plakat. Lesi dapat timbul pada kulit atau membran mukosa.(2)

Urtikaria merupakan reaksi vaskular dari kulit, berwama merah atau kcputihan
akibat edema interseluler lokal yang terbatas pada kulit atau mukosa. (3,4)

1.3 Sinonim

Hives, nettle rash, biduran, kaligata. (1,2)

1.4 Epidemiologi

Urtikaria dan angioedema sering dijumpai pada semua umur, orang


dewasa lebih banyak mengalami urtikaria dari pada dengan usia muda.

1
SHELDON (1951), menyatakan bahwa umur rata-rata penderita urtikara adalah
35 tahun, jarang dijumpai pada umur kurang dari 10 tahun atau lebih dari 60
tahun. (1)

Ditemukan 40% bentuk urtikaria saja, 49% urtikaria berasama dengan


angioedema, dan 11 % angioedema saja. Lama serangan berlangsung bervariasi,
ada yang lebih dari satu tahun, bahkan ada yang lebh dari 20 tahun. (1)

Penderta atopi lebih mudah mengalami urtikaria dibandingkan dengan


orang normal. Tidak ada perbedaan frekuensi jenis kelamin, baik laki-laki maupun
wanita. Umur, ras, jabatan/pekerjaan, letak geogras, dan perubahan musim dapat
mempengaruhi hipersensititas yang disebabkan oleg IgE. Penisilin tercatat
sebagai obat yang lebih sering menimbulkan urtikaria. (1)

1.5 Etiologi

Hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Diduga penyebab urtikaria


sebagai berikut:

Obat

Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik


maupun non imunologik. Hampir semua obat sistemik menimbulkan urtikaria
secara imunologik tipe I dan II. Contohnya ialah obat-obat golongan penisilin,
sulfonamid, analgesik, pencahar, hormon, dan diuretik. Adapula obat yang secara
non imunlogik langsung menyerang sel mast untuk melepaskan histamin,
misalnya kodein, opium, dan zat kontras. Aspirin menimbulkan urtikaria karena
mcnghambat sintesis prostaglandin dari asam arakidonat. (1,6)

Makanan

Peran makanan lebih penting pada urtikaria yang akut, umumnya akibat reaksi
imunologik. Makanan berupa protein atau bahan lain yang dicampurkan
kedalamnya sepei zat warna, penyedap rasa, atau bahan pengawet, sering
menimbulkan urtikaria alergika. Contoh telur, ikan. kacang, udang, coklat, tomat,
arbei, babi, keju, bawang, dan semangka, bahan yang dicampukan seperti asam

2
nitrat, asam benzoate, ragi. CHAMPION 1969 melaporkan 2% urtikaria yang
kronik disebabkan oleh makanan. (1,6)

Gigitan serangga

Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtikaria setempat, hal ini
lebih banyak diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe selular (tipeIV). Tetapi venom
dan toksin bakteri, biasanya dapat pula mengaktivkan komplemen. Nyamuk,
kepinding, dan serangga lainnya, menimbulkan urtikaria bentuk popular disekitar
tempat gigitan biasanya sembuh sendiri setelah beberapa hari, minggu, bulan.(1)

Bahan Fotosensitizer

Bahan semacam ini misalnya griseofulvin, fenotiasin, sulfonamide. Bahan


kosmetik, dan sabun germisid sering menimbulkan uitikaria. (1)

Inhalan

Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, bulu binatang dan
aerosol umumnya lebih mudah menimbulkan umlkaria alergi (tipe I). Reaksi ini
sering dijumpai pada penderita atopi dan diseitai gangguan napas. (1)

Kontaktan

Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk tekstil,
air liur binatang, tumbuh-turnbuhan, buah-buahan, bahan kimia, misalnya insect
repellent (penangkis serangga), dan bahan kosmetik. Keadaan ini disebabkan
bahan tersebut menembus kulit dan menimbulkan urtikaria. TUFT (1975)
melaporkan urtikaria akibat sefalosporin pada seorang apoteker, hal yang terjadi;
karena kontak dengan antibiotik umumnya menimbulkan dermatitis kontak.
Urtikaria akibat kontak dengan klorida kobal, indikator warna pada tes provokasi
keringat, telah dilaporkan oleh SMTH (1975). (l)

Trauma Fisik

Trauma sik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, yakni berenang atau memegang
benda dingin; faktor panas, misalnya sinar matahari, sinar UV, radiasi, dan panas
pembakaran; faktor tekanan, yaitu goresan, pakaian ketat, ikat pinggang, air yang

3
menetes atau semprotan air, vibrasi dan tekanan berulang- ulang contohnya
pijatan, keringat, pekerjaan berat, demam, dan emosi menyebabkan urtikaria sik,
baik secara imunologik maupun non imunologik klinis biasanya terjadi di tempat
yang mudah terkena trauma. Dapat timbul urtikaria setelah goresan dengan beda
tumpul beberapa menit sampai beberapa jam kemudian. Fenomena ini disebut
dermograsme atau fenomena Darier. (1)

Infeksi

Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi bakteri,


virus, jamur, maupun infeksi parasit. Infeksi oleh bakteri contohnya pada infeksi
tonsil, infeksi gigi, dan sinusitis. Masih merupakan pertanyaan, apakah urtikaria
timbul karena toksin bakteri atau oleh sensitisasi. Infeksi virus hepatitis,
mononukleosis, dan infeksi virus Coxsackie pernah dilaporkan sebagai faktor
penyebab. Karena itu pada urtikaria yang idiopatik perlu dipikirkan kemungkinan
infeksi virus subklinis. Infeksi jamur kandida dan dermatot sering dilaporkan
sebagai penyebab urtikaria. Infeksi cacing pita, cacing tambang, cacing gelang
juga Schistosoma atau Echinococcus dapat menyebabkan urtikaria. Infeksi parasit
(1)
biasanya paling sering pada daerah beriklim tropis. Urtikaria akut mungkin
berhubungan dengan infeksi saluran napas atas, terutama infeksi streptokokus. (6)

Psikis

Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan peningkatan
permeabilitas dan vasodilatasi kapiler. Ternyata hampir 11,5% penderita urtikaria
menunjukkan gangguan psikis. Penyelidikan memperlihatkan bahwa hipnosis
menghambat eritema dan urtika. Pada percobaan induksi psikis, ternyata suhu
kulit dan ambang rangsang eritema meningkat. (1)

Genetik

Faktor genetik juga berperan penting pada unikaria dan angioedema, walaupun
jarang menunjukkan penurunan autosomal dominan. Di antaranya ialah
angioneurotik edemavherediter, familial cold urticaria, familial localized heat
urticaria, vibratory angioedema, heredo-familiai syndrome ofurticaria deafness
and amyloidosis, dan erythropoieticprotoporphyria. (1)

4
Penyakit sistemik

Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi


lebih sering disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi. Penyakit vesiko-
bulosa, misalnya pemgus dan dermatitis herpetiformis Duhring sering
menimbulkan urtikaria. Sejumlah 7-9% penderita sistemik lupus eritematosa
(SLE) dapat mengalami urtikaria. Beberapa penyakit sistemik yang sering diserai
urtikaria antara lain 1imfoma,hipertiroid, hepatitis, urtikaria pigmentosa, artritis
pada demam reumatik, dan artritis reumatoid juvenils. (1)

Tabel 1.2
Etiologi urtikaria
Sumber: Rooks Textbook of Dermatology, Eight Edition

5
Tabel 1.2
Peyebab urtikaria
Sumber: Rooks Textbook of Dermatology, Eight Edition

1.6 Klasikasi

Terdapat beberapa penggolongan urtikaria:

1. Berdasarkan lamanya serangan berlangsung (1)

a. Urtikaria akut, bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu atau


berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari. Urtikaria akut lebih
sering pada anak muda,umumnya laki-laki lebih sering daripada
perempuan
b. Urtikaria kronik, bila serangan lebih dari 6 minggu. Urtikaria kromk lebih
sering pada wanita usia pertengahan.

2. Berdasarkan morfologi klinis (1)

a. Urtikaria papular bila berbentuk papul.

b. Urtikaria gutata bila besamya sebesar tetesan air.

c. Urtikaria girata bila ukuran besar.

3. Berdasarkan luas dan dalamnya jaringan terkena (1)

a. Urtikaria lokal

b. Urtikaria generalisata

c. Angioedema

6
4. Berdasarkan penyebab dan mekanisme terjadi urtikariam (1)

a. Urtikaria Imunologik

1. Bergantung pada IgE (reaksi alergik tipe I)

a. Pada atopi

b. Antigen spesik (polen, obat, venom)

2. Ikut sertanya komplemen

a. Pada reaksi sitotoksik (reaksi alergi tipe II)

b. Pada reaksi komplek imun (reaksi alergi tipe III)

c. Desiensi C1 esterase inhibitor (genetic)

3. Reaksi alergi tipe IV (uitikaria kontak)

b. Urtikaria Nonimunologik

1. Langsung memacu sel mast, sehingga terjadi pelepasan mediator.


(misalnya obat golongan opiat dan bahan kontras)

2. Bahan yang menyebabkan perubahan metabolisme asam arakidonat


(misalnya aspirin, obat anti inamasi non-steroid)

3. Trauma sik, misalnya dermograsme, rangsangan dingin, panas atau


sinar, dan bahan kolinergik.

c. Urtikaria Idiopatik:vUrtikaria yang tidak jelas penyebab dan


mekanismenya.

1.7 Patogenesis

Sangat penting diketahui mekanisme terjadinya urtikaria, karena hal ini


akan dapat membantu pemeriksaan yang rasional. Urtikaria terjadi karena
vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang meningkat, sehingga terjadi
transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan cairan setempat. Sehingga
secara klinis tampak edema setempat diserrtai kemerahan. (1,3)

7
Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator, misalnya histamin, kinin, serotonin, slow reacting
substance of anaphylaxis (SRSA), dan prostaglandin oleh sel mast dan atau
basol. Selain itu terjadi pula inhibisi proteinase oleh enzim proteolitik, misalnya
kalikrin, tripsin, plasmin, dan hemotripsin di dalam sel mast. (1,3,6)

Bahkan Schwartz (1991), menyatakan sel mast merupakan sel efektor


utama pada patogenesis urtikaria. Hipotesis yang mendukung pernyataan bahwa
histamin merupakan mediator sentral dari urtikaria ialah: (2,5,6)

1. Respon kulit terhadap antihistamin.

2. Respon klinik terhadap terapi antihistamin.

3. Peningkatan histamin plasma pada lesi urtikaria.

4. Gambaran degranulasi sel mast kulit.

Baik faktor imunologik, maupun non imunologik mampu merangsang sel


mast atau basol untuk melepaskan mediator tersebut. (1,3)

Pada yang non imunologik mungkin sekali siklik AMP (adenosine mono
phosphate) memegang peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan
kimia seperti golongan amin dan derivat amidin, obat-obatan seperti morn,
kodein, polimiksin, dan beberapa antibiotik berperan pada keadaan ini. Bahan
kolinergik, misalnya asetilkolin, dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit secara tidak
diketahui mekanismenya, langsung dapat mempengaruhi sel mast untuk
melepaskan mediator. Fakor sik, misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X,
dan pemijatan, dapat secara langsung merangsang sel mast. Beberapa keadaan,
misalnya demam, panas, emosi, dan alkohol dapat merangsang langsung pada
pembuluh darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas. (1,2)

Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria yang akut daripada yang
kronik, biasanya IgE terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basol karena
adanya reseptor Fc, bila ada antigen yang sesuai berikatan dengan IgE, maka
terjadi degranulasi sel, sehingga mampu melepaskan mediator. Keadaan ini jelas

8
tampak pada reaksi tipe I (analaksis), misalnya alergi obat dan makanan.
Komplemen juga ikut berperan, aktivasi komplemen secara klasik maupun secara
alernatif menyebabkan pelepasan analaktoksin (C3a, C5a) yang mampu
merangsang sel mast dan basol, misalnya tampak akibat venom atau toksin
bakteri. (1,2)

Gambar 1.1
Aktivasi sel mast
Sumber: Fitzpatricks, 2008, Dennatology in General Medicine. Seventh Edition

Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi


sitotoksik dan kompleks imun, pada keadaan ini juga dilepaskan zat
analaktoksin. Urtikaria akibat kontak dapat juga terjadi, misalnya setelah
pemakaian bahan penangkis serangga, bahan kosmetik, dan sefalosporin.
Kekurangan Cl esterase inhibitor secara genetik menyebabkan edema
angineurotik yang herediter. (1,2)

9
Gambar 1.2
Perjalanan pembentukan bradikinin
Sumber: Fitzpatricks, 2008, Dermatology in General Medicine. Seventh Edition

Gambar 1.3
Approach to the patients with urticaria/angioedema
Sumber: Fitzpatricks, 2008, Dennatology in Geneml Medicine. Seventh Edition

10
1.8 Gambaran Klinis

Keluhan subjektif biasanya gatal, rasa terbakar, atau tertusuk. Klinis


tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah
tampak lebih pucat. Bentuknya dapat papular seperti pada urtikaria akibat
sengatan seranga, besarnya dapat lentikular, numular, sampai plakat. Bila
mengenai jaringan yang lebih dalam sampai dermis dan jaringan submukosa atau
subkutan, juga beberapa alat dalam misalnya saluran cema dan napas, disebut
angioedema. Pada keadaan ini jaringan yang lebih sering terkena adalah muka,
diserati sesak napas, serak, dan rinitis. (1)

Dermogarsme, berupa edema dan eritema yang linear di kulit yang


terkena goresan benda tumpul, timbul dalam waktu lebih kurang 30 menit. Pada
urtikaria akibat tertekan, misalnya di sekitar pinggang, pada penderita ini
(1)
dermogarsme jelas tcrlihat. Demogarsme muncul dengan cepat atau antara
30 menit, kulit pasien tcrasa gatal. Prevalensinya pada populasi umum sekitar 1,5-
4,2% dan pada pasien dcngan urtikaria kronik adalah 22%. (5)

Urtikaria akibat penyinaran biasanya pada gelombang 285-320 mn dan


400-500 mn, timbul setelah 18-72 jam penyinaran, dan klinis berbentuk urtikaria
(1,5)
papular. Hal ini harus dibuktikan dengan tes foto tempel. Sejumlah 7-17%
urtikaria kronikdisebabkan oleh faktor sik, antara lain akibat dingin, panas,
tekanan, dan penyinaran. Umumnya pada dewasa muda, terjadi pada episode
(1)
singkat, dan biasanya umum kortikosteroid sistemik kurang bermanfaat.
Penderita akan merasakan sakit kepala, pingsan, pusing, sesak, dan muntah
sebagai gejala sistemik. Pada sebuah studi, sebesar 48% penderita urtikaria akibat
penyinaran memiliki riwayat atopi. (5)

Urtikaria kolinergik dapat timbul pada peningkatan suhu tubuh, emosi,


makanan yang merangsang IgE, dan pekerjaan berat. Biasanya sangat gatal,
urtikaria bervariasi dari beberapa milimeter sampai numular dan konuen
membentuk plakat. Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri

11
perut, diare, muntah-muntah, dan nyeri kepala; dijumpai pada umur 15-25 tahun.
Urtikaria akibat obat ataumakanan umunya timbul secara akut dan generalisata. (1)

Gambar 1.4
Makula Eritema pada Urtikaria
Sumber: Fitspatrick s Dermatology in General Medicine

1.9 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan darah, urin, feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi
yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam. Cryoglubulin dan cold
hemolysin perlu diperiksa pada urtikria dingin. (1,2)
2. Pemeriksaan gigi, telinnga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina perlu
untuk menyingkirkan adanya infeksi lokal.
3. Pemeriksaan IgE, eosinol, dan komplemen.
4. Tes kulit, meskipun terbatas kegunaamya dapat dipergunakan untuk
membantu diagnosis. Uji gores (Scratch test) dan uji tusuk (prick test),
serta tes intrdermal dapat dipergunakan untuk mencari alergen inhalan,
makanan dermatot, dan kandida.
5. Tes eliminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan yang
dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu.
6. Perneriksaan histopatologik, walau tidak selalu diperlukan, dapat
membantu diagnosis. Biasanya terdapat kelainan berupa pelebaran kapiler
di papila dermis, geligi epidermis mendatar, dan serat kolagen
membengkak. Pada tingkat permulaan tidak tampak inltrasi seluler dan
pada tingkat lanjut terdapatinltrasi leukosit, terutama di sekitar pembuluh
darah.

12
7. Pada urtikaria sik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel
8. Suntikan mecholyl intradennal dapat digunakan pada diagnosis urtikaria
kolinergik.
9. Tes dengan es.
10. Tes dengan air hangat.

1.10 Diagnosis

Diagnosis unikaria ditegakkan dengan anamnesis dan perneriksaan sik.


Anamnesis harus dilakukan dengan lengkap dan teliti serta lebih menekankan
pada faktor-faktor etiologi yang dapat menimbulkan urtikaria. Pada berbagai
bentuk klinik urtikaria, gambaran lesi kadang- kadang dapat pula dipakai sebagai
petunjuk awal untuk menegakkan diagnosis etio1ogik. (2)

1.11 Diagnosis Banding

Beberapa penyakit mempunyai lesi yang mirip dengan urtikaria sehingga


perlu dibuat diagnosis banding. Edema pada kulit yang mirip urtikaria dapat
terjadi pada pemgoid bulosa, herpes gestationes, linear IgA dermatosis, penyakit
bula kronik pada anak, dermatitis herpetiformis, dan skabies. (2)

1.12 Penatalaksanaan

Terapi terbaik untuk urtikaria adalah mengobati penyebabnya dan jika


memungkinkan menghindari penyebab yang dicurigai. Bila tidak mungkin paling
tidak mencoba mengurangi penyebab tersebut. (1)

Pengobatan dengan antihistamin pada urtikaria sangat bermanfaat. Cara


kerja antihistamin telah diketahui dengan jelas,yaitu menghambat histamin pada
eseptor- reseptornya. Berdasarkan reseptor yang dihambat, antihistamin dibagi
menjadi dua kelompok besar, yaitu antagonis reseptor H1 dan antagonis reseptor
H2. (1)

Secara klinis dasar pengobatan pada urtikaria dan angioedema


dipercayakan pada efek antagonis tehadap reseptor H1, namun efektivitas tersebut
acapkali berkaitan engan efek samping farmakologik, yaitu sedasi. Dalam
perkembangannya terdapat antihistamin yang baru yang berkhasiat terhadap

13
reseptor H1 tetapi non sedasi, golongan ini disebut sebagai antihistamin
nonklasik. (1)

Pada umumnya efek antihistamin telah terlihat dalam waktu 15-30 menit
setelah pemakaian oral, dan mencapai puncaknya pada 1-2 jam, sedangkan lama
kerjanya bervariasi dari 3-6 jam. (1)

Obat yang digunakan antara lain: (3)

1. Antihistamin H1
a. Diphenhydramine HCl im
Dewasa : 10-20 mg/dosis, sehan' 3-4 kali
Anak I 0,5 mg/kg/dosis, sehan' 3-4 kali
b. Chlorpheniramine maleat
Dewasa : 3-4 mg/dosis, sehari 3 kali
Anak : 0,09 mg/kg/dosis, sehari 3 kali
c. Hydroxyzine HC1
Dewasa : 25 mg/dosis, sehari 3-4 kali
Anak : 0,5 mg/kg/dosis, sehari 3 kali
Terbaik untuk urtikaria kronis, urtikaria dermograk, dan urtikaria
kolinergik
Mempunyai efek antistress. Dapat dikOII1b1l12lS1 dengan
anthlstamln H1 lainnya
d. Cyproheptadine HC1
Dewasa I 4 mg/dosis, sehari 3-4 kali
Lebih efektif untuk urtikaria dingin
e. Loratadine 10 mg/dosis sehari 1 kali
f. Cetirizine 10 mg/dosis seha 1 kali
2. Kombinasi antihistamin H1 dan antihistamin H2 (Tablet cimetidine 200-
400 mg, sehari 2-4 kali atau 800 mg sehari 1 kali waktu tidur malam)
Untuk urtikaria dematograk, urtikaria dingin, dan urtikaria kronis.
3. Kortikosteroid

Digunakan untuk urtikaria yang akut dan berat.

Akibat reaksi tipe III

a. Prednisone

Dewasa 3 5-10 mg/dosis, sehari 3 kali

Anak : 1 mg/kg/hari

b. Dexamethasone

14
Dewasa : 0,5-1 mg/dosis, sehari 3 kali

Anak : 0,1 mg/kg/hari

Kombinasi dengan antihistamin, diberikan selama 2 minggu,


biasanya sesudah tidak kambuh.

4. Adrenalin injeksi subkutis, untuk yang akut, sangat luas (angioedema +


sesak, urtikaria seluruh tubuh dan tebal)

Dewasa : 0,3-0,5 ml/kali, dapat diulang 15-30 menit kemudian

Anak : 0,1-0,3 ml/kali (BB < 35 kg)

5. Tablet Ephedrin HCl

Dewasa : 0,5 tablet sehari 2 kali minimal selama 3 hari

Anak : 0,2-0,3 mg/kg/hari 2-3 kali

Pengganti injeksi adrenalin.

15
Gambar 1.5
Manajemen Urtikaria
Sumber: Rooks Textbook of Dennatology, Eight Editlon

1.13 Prognosis

Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat


diatasi. Urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit dicari. (1)

DAFTAR PUSTAKA

1. Aishah S, 2010, Uitikaria, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Empat,


lndonesia:Balai Penerbit FKU Jakarta, Hal: 169-176.
2. Adi S, 2000, Urtikaria, Ilmu Penyakit Kulit, Jakarta: Hipokrates, Hal: 200-
205
3. Sukanto, Pohan, Hutomo, 2005, Urtikaria, Pedoman Diagnosis dan Terapi
BAG/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi III, Surabaya: RSU Dr.
Soetomo Surabaya, Hal: 19-22.
4. Bag/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kela, 2005, Urtikaria, Atlas Penyakit
kulit dan Kelamin, Surabaya: RSU Dr. Soetomo Surabaya, Hal: 99-103
5. Wolff K, Goldsmith Lowell A, Katz Stephen I, Gilchrest Barbara A, Paller
Amy S, Leffell David J. Fitzpatricks, 2008, Urticaria and Angioedema
in : Dermatology in General Medicine. Seventh Edition. Mc Graw-Hill
Medical. Page 340-343.
6. James, William D. Berger, Timothy. Elston, DM, 2006, Andrews Diseases
of The Skin Clinical Dermatology. 10th edition. Saunders Elsevier.
Canada. Page: 147-154.

16
7. Burns, Tony. Breathnach, Stephen. Cox, Neil. Grifths, Christopher, 2010,
Rooks Textbook of Dennatology, Eight Edition, Wiley-Blackwell, Page:
22.1-22.30.

17

You might also like