You are on page 1of 5

Rendahnya kadar kolesterol HDL serum dapat meningkatkan progresifitas terjadinya

stroke iskemik melalui pengaruhnya terhadap penyakit kardiovaskular, diabetes melitus, dan

hipertensi yang merupakan komponen dari Framingham Stroke Risk Score tersebut (Chan et al.,

2006).

Rendahnya konsentrasi kolesterol HDL serum akan mengakibatkan meningkatnya sekresi

hepatik lipoporotein yang kaya akan trigliserida. Akibatnya terjadi hipertrigliseridemia yang

berkontribusi pada proses aterogenesis (Alenezi et al.,2004). Peningkatan trigliserida akan

memicu kerja CETP (Rohrer et al., 2004). CETP yang tinggi akan mengakibatkan

ketidakstabilan partikel HDL yang kaya akan trigliserida, sehingga akan secara cepat dikeluarkan

dari plasma. Proses transfer kolesterol ester dari HDL ke partikel lipoprotein yang mengandung

apo B untuk ditukar dengan trigliserida yang dimediasi oleh CETP, akan bertambah

kecepatannya (Chan et al., 2006).

Simpanan trigliserida yang berlebihan itu sewaktu-waktu potensial sebagai bahan

pembentukkan VLDL dan LDL di hepar (Payne, 1995). Peningkatan VLDL kemudian akan

menjadi small dense LDL. Small dense LDL lebih bersifat aterogenik dan toksik terhadap

endotel. Small dense LDL akan memasuki dinding pembuluh darah, mengalami oksidasi dan

memicu proses aterosklerosis (Brousseau et al., 2004).

Hal ini dapat menimbulkan berbagai penyakit kardiovaskular seperti trombosis arteri

koroner dan penyakit jantung koroner. Dampaknya pada tekanan darah dapat menyebabkan

hipertensi. Timbunan plak aterosklerosis yang terjadi membuat pembuluh darah menyempit

sehingga menghambat kelancaran aliran darah (Amarenco et al., 2009).

Di samping itu, hipertrigliseridemia mempengaruhi peningkatan insulin dalam darah,

sehingga terjadi resistensi insulin. Resistensi insulin merupakan suatu kondisi yang berhubungan
dengan kegagalan organ target yang secara normal merespon aktivitas hormon insulin (Lee et al.,

2006). Resistensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa yang dimediasi oleh insulin di

jaringan perifer menjadi berkurang. Hal ini akan menyebabkan kegagalan fosforilasi kompleks

IRS, penurunan translokasi GLUT-4 dan penurunan oksidasi glukosa sehingga glukosa tidak

dapat masuk ke dalam sel dan akan terjadi kondisi hiperglikemia (Williams et al., 2002).

Sel pankreas pada awalnya akan melakukan kompensasi untuk merespon keadaan

hiperglikemi dengan memproduksi insulin dalam jumlah banyak dan kondisi ini menyebabkan

keadaan hiperinsulinemia. Kegagalan sel dalam merespon kadar glukosa darah yang tinggi,

akan menyebabkan abnormalitas jalur transduksi sinyal insulin pada sel dan terjadi resistensi

insulin (Lee et al., 2006).

Resistensi insulin pada sel pankreas menyebabkan aktivasi jalur caspase dan

peningkatan kadar ceramide yang menginduksi apoptosis sel fase ini akan diikuti oleh

berkurangnya massa sel di pankreas. Pengurangan massa sel -pankreas ini akan menyebabkan

sintesis insulin berkurang dan menyebabkan DM tipe 2 (Svetlana et al., 2004).

Selain itu hiperinsulinemia akan memacu jalur yang tergantung MAPK menyebabkan

ketidakseimbangan antara efek insulin melalui jalur PI3K dan MAPK. Hal ini mengakibatkan

peningkatan sekresi ET-1, aktivasi pompa kation, dan peningkatan ekspresi VCAM-1 dan

molekul adhesi lainnya melalui jalur MAPK (Muniyappa, R., et al. 2007). Penurunan sinyal

melalui PI3K dan peningkatan sinyal melalui jalur MAPK akan menyebabkan penurunan

produksi NO dan meningkatkan produksi ET-1 yang merupakan tanda - tanda disfungsi endotel

(Arcaro G et al., 2002).

Insulin melalui jalur MAPK bersifat proaterogenik karena meningkatkan potensi platelet

derived growth factor (PDGF) sehingga terjadi proliferasi sel otot polos vaskular dan
merangsang produksi PAI-1 (Hsueh et al., 2001). Manifestasi awal terjadinya peningkatan stres

oksidan vaskular ditandai dengan penurunan ketersediaan NO akibat penghambatan terhadap

eNOS dan katabolisme cepat NO oleh reactive oxygen species (ROS) menjadi peroksinitrit dan

hidrogen peroksida yang dapat meningkatkan stress oksidatif vaskular. Akibatnya terjadi

kelainan aktifitas vasomotor, pembentukan prokoagulan pada permukaan endotel, inflamasi dan

pembentukan plak (Cohn et al., 2004).

Hiperinsulinemia kompensasi yang terjadi pada resistensi insulin dapat mengakibatkan

kerja vasodilator insulin yang tergantung NO menjadi berkurang. Dalam kondisi seperti ini,

hiperinsulinemia dapat menyebabkan hipertensi dan penyakit kardiovaskular melalui efek

antinatriuretik dan simpatomimetik dan aktivasi RAS dan peningkatan sekresi ET-1 (Muniyappa,

R., et al. 2007).

Insulin menyebabkan reabsorpsi natrium pada tubulus proksimalis ginjal meningkat

(Kaplan, 1989). Reabsorpsi natrium yang meningkat akan diikuti dengan peningkatan volume

reabsorpsi atau retensi air. Dengan demikian maka terjadi hipervolemia relatif yang akan diikuti

dengan peninggian tekanan darah (Baum, 1987).

Insulin juga mempunyai efek pacu terhadap sistem saraf simpatik Mekanismenya belum

jelas diketahui. Diduga melalui aktivasi sentral di daerah hipotalamus. Aktivasi saraf simpatik,

terutama pada reseptor 1-adrenergik menyebabkan kadar norepinefrin meningkat. Peningkatan

norepinefrin menyebabkan detak jantung bertambah cepat, vasokonstriksi, dan retensi natrium,

sehingga tekanan darah akan meninggi (Landsberg, 1986).

Draznin et al., (1988) melaporkan bahwa peningkatan insulin menyebabkan perubahan

transportasi ion positif pada membrane sel, sehingga natrium, kalium, magnesium dan kalsium

masuk ke intraseluler. Masuknya natrium dan kalsium ke dalam sel dinding vasa akan
menyebabkan dinding vasa menjadi lebih peka terhadap angiotensin II, noradrenalin dan NaCL.

Selain itu, kenaikan Na intraseluler akan diikuti dengan masuknya air ke dalam sel, termasuk sel

dinding vasa sehingga lumen vasa lebih sempit dan tahanan vasa akan meningkatkan dan diikuti

dengan peninggian tekanan darah (Kaplan, 1989).

Disamping aksi cepat insulin dalam metabolisme intermedia, insulin mempunyai efek

pacu ringan terhadap pertumbuhan, pembelahan dan diferensiasi sel. Efek ini diduga melalui

reseptor khusus yang berbeda dengan reseptor untuk metabolisme. Reseptor khusus tersebut

disebut insulin - like growth factors (IGFs) (Kasuga et al., 1981; Nakao et al., 1985). Dengan

adanya hiperinsulinemia kronik, maka timbul perubahan pada sel dinding vasa akan meningkat

(Lever, 1986). Proliferasi tunika media arteri dipacu pula oleh faktor nitrogen yang berasal dari

trombosit (platelet- derived growth factor, PDGF) dan faktor pertumbuhan lain yang dikeluarkan

oleh dinding pembuluh darah. Hipertrofi otot polos vaskuler merupakan sekunder akibat efek

mitogenetik dari insulin (Dzau & Gibbons, 1988).

Dapat disimpulkan bahwa rendahnya kadar kolesterol HDL serum dapat meningkatkan

probabilitas faktor risiko stroke iskemik yaitu penyakit kardiovaskular, hipertensi dan diabetes

melitus. Faktor risiko stroke iskemik tersebut dapat secara independen maupun gabungan

menyebabkan stroke iskemik (Demarin et al., 2010)

You might also like