Professional Documents
Culture Documents
Mineral halide separti klorida, sulfat dan nitrat hadir dalam batubara
biasanya sebagai produk infiltrasi diendapkan dari air asin yang
bermigrasi melalui sediment sequence. Mineral halide akan menjadi
hal yang signifikan pada operasi penambangan, contoh nitrate akan
menyebabkan korosi yang serius, clorin menyebabkan corosi juga
pada boiler.
Coalification(Rank)
Coalification
Coalification adalah perubahan vegetasi membentuk gambut,
diakhiri dengan transformasi gambut menjadi lignit, subbituminus,
bituminous, semi anthracite, anthracite dan meta anthracite.
Derajat transformasi tersebut dikenal dengan istilah rank. Proses
coalification pada dasarnya diawali dengan fasa biokimia yang
diikuti dangan fasa geokimia atau metamorfik.
Fasa biokimia mencakup proses-proses yang terjadi pada rawa
gambut yang mengikuti deposition dan burial, yaitu selama
diagenesis. Proses ini ada sebelum tahapan hardbrowncoal dicapai.
Perubahan biokimia yang paling intensif terjadi pada kedalaman
yang sanagat dangkal dari rawa gambut. Pada kondisi ini utamanya
terjadi pembentukan aktivitas bakteri yang mendegradasi gambut,
dan yang dapat dibantu dengan kecpatan burial, pH dan level muka
airtanah. Dengan bertambahnya burial, aktivitas bakteri berakhir,
dan diperkirakan absent pada kedalaman lebih dari 10m. Kompinen
yang kaya akan karbon dan kandungan volatile dari gambut sedikit
berpengaruh pada proses biokimia, bagaimanapun, dengan
bertambahnya kompaksi pada gambut, kandungan lengas
berkurang dan jumlah kalori bertambah.
Perubahan sifat fisik dan kimia dari batubara ini dalam kenyataanya
merupakan perubahan kandungan bawaan batubara. Selama proses
coalification, tiga group maceral menjadi kaya akan karbon. Setiap
group maceral yaitu exinite, vitrinie, dan inertinite mengikuti jalan
coalifikasi yang berbeda. Properti petrografik dari vitrinite berubah
seiring bertambahnya rank.
Pada cahaya yang dipantulkan reflektansi vitrinit makin bertambah,
sebaliknya, pada cahaya transmisi, material organic menjadi opak,
dan struktur tumbuhan makin sulit dikenali. Propeti optic dari vitrinit
ini telah dapat digunakan sebagai indicator rank.
Penyebab Coalification
Penyebab coalificasi yang paling utama adalah penambahan
temperature dan waktu selama proses ini terjadi.
Perubahan temperature
Perubahan temperature dapat dicapai dengan 2 jalan. Pertama
dengan kontak langsung batubara dengan material batuan beku,
baik sebagai intrusi minor atau deep seated intrusion. Dengan
kondisi ini batubara akan memperlihatkan kehilangan zat terbang,
oksigen, metan, dan air, dan sediment disekelilingnya akan
memperlihatkan bukti metamorf kontak, seperti perkembangan rank
yang lebih tinggi di tempat tertentu.
Waktu
Temperatur coalification biasanya lebih rendah dari temperature
eksperimen. Untuk mencapai rank yang tinggi, temperature yang
tinggi deperlukan dengan kecepatan pemanansan yang tinggi
(metamorf kontak) daripadan slower heating rates(subsidence dan
kedalaman burial)
Ketika temperatur sangat rendah terjadi selama waktu yang lama,
coalifikasi akan terjadi hanya sebagian kecil. Pengaruh temperature
oleh karenanya akan lebih besar pada temperature yang lebih
tinggi. Time akan mempunyai efek yang nyata ketika temperaturnya
cukup tinggi untuk terjadinya reaksi kimia.
Tekanan
Pengaruh tekanan lebih besar selama proses kompaksi dan lebih
berarti pada tahapan gambut-subbituminous, pada saat
pengurangan porositas dan reduksi kandungan lemngas.
Stach(1982) menyatakan bahwa tekanan mendorong terjadinya
physico-structural coalification, sebaliknya, penambahan
temperature mempercepat coalificasi kimia. Dengan
berangsurnya penurunan batubara, keduap pengaruh tersebut
berjalan parallel, tapi kadang kadan physico structural coalification
mendahului checimal coalification. Chemical coalification akan
meningkat jika panas tambahan tersuplaikan. dengan
bertambahnya chemical coalification, tekanan mempunyai
pengaruh yang kecil.
Radioactivity
Peningkatan rank oleh radioaktivitas jarang diamati, hanya secara
microscopik diseketiar uranium atau thorium.
Coal Quality
Kualitas batubara adalah sifat fisika dan kimia dari batubara yang
mempengaruhi potensi kegunaanya. Kualitas dari batubara
ditentukan oleh penyusun maceral dan mineral matternya, dan juga
oleh derajat coalification (rank).
Moisture (lengas)
1 Surface moisture :ini merupakan lengas tambahan (adventitious),
tidak asli berasal dari batubara, dan dapat dihilangkana dengan
pengeringan udara 400 C. Tahap pengeringan ini biasanya
merupakan tahap pertama dari analisa apapun, dan moisture yang
tersisa setelah pengeringan ini adalah air-dried moisture.
2 As received atau as delivered moisture : ini merupakan moisture
total dari sample batubara ketika diterima atau dikirim ke
laboratorium. Biasanya lab akan mengeringkan batubara dengan
udara, dan dengan begitu akan diperoleh loss on air drying. Hasil
ini kemudian ditambah dengan air dried moisture mengahasilkan as
delivered moisture.
3 Total moisture. Ini semua moisture yang dapat dihilangkan dengan
pengeringan (1500 C pada vakum atau nitrogen atmosfer).
Ash
Kandungan ash dari batubara berarti residue anorganik yang tersisa
setelah pembakaran. mesti diingat bahwa menentukan kandungan
ash tidak sama dengan kandungan mineral matter pada batubara.
Pada steam coal, kandungan ash yang tinggi akan mengurangi
jumlah kalor. Kandungan ash yang direkomendasikan untuk steam
coal yang digunakan sebagai pulverized fuel adalah sekitar 20% (air
dried), tapi untuk stoker-fired boilers bisa lebih rendah. Untuk coking
coals, maksimum 10-20% (air-dried). Konsentrasi ash yang lebih
tinggi akan mengurangi efisiensi tungku pembakaran.
Fixed Carbon
Kandungan karbon tertambat pada batubara adalah karbon yang
ditemukan pada residue yang tersisa setelah volatile matter telah
dibebaskan. Fixed carbon tidak ditentukan secara langsung, tapi
didapat dari pengurangan presentasi component, yaitu moisture,
ash dan volatile matter lain terhadap 100%.
Analisa ultimate
Analisa ultimate dari batubara terdiri dari penentuan karbon dan
hydrogen sebagai produk gas, dari pembakaran sempurna,
penentuan sulfur, nitrogen dan ash dalam material secara
keseluruahan, dan perhitungan oksigen dari selisihnya.
Carbon dan hydrogen. Dibebaskan sebagai CO2 dan H2O ketika
batubara dibakar. CO2 bisa berasal dari mineral karbonat yang ada,
dan H2O bisa berasal dari mineral lempung atau inherent moisture
pada air-dried coal atau pada keduanya.
Nitrogen. kandungan nitrogen dari batubara merupakan hal yang
signifikan, khususnya dengan hubungan polusi udara. jadi batubara
dengan nitrogen yang rendah lebih diharapkan pada industri.
Batubara tidak boleh mengandung nitrogen lebih dari 1.5-2.0%
(d.a.f.)
Teori Drift
Teori ini menyebutkan bahwa bahan bahan pembentuk lapisan
batubara terjadinya ditempat yang berbeda dengan tempat
tumbuhan semula hidup dan berkembang, dengan demikian
tumbuhan yang telah mati diangkut oleh media air dan
berakumulasi disuatu tempat, tertutup oleh batuan sedimen dan
mengalami proses pembatubaraan. Batubara ini mempunyai
penyebaran tidak luas, tetapi dijumpai di beberapa tempat, kualitas
kurang baik.
3. Temperatur
Temperatur panas terbentuk oleh timbunan sedimen diatas lapisan
batubara dan gradien panas bumi. Efek panas dari faktor ini
menimbulkan proses kimia dinamis (geokimia) yang mampu
manghasilkan perubahan fisik dan kimia, dalam hal ini merubah
gambut menjadi berbagai jenis dan peringkat batubara. Proses ini
merupakan tahap kedua pada proses pembatubaraan (coalification).
Selain panas yang dihasilkan karena timbunan sedimen diatas
lapisan batubara dan gradien panas bumi, juga dapat dihasilkan
oleh adanya intrusi batuan beku, sirkulasi larutan hidrotermal dan
struktrur geologi.
4. Tekanan
Tekanan sangat penting sebagai penghasil panas, namun juga dapat
membantu melepaskan unsur-unsur zat terbang dari lapisan
batubara, yang dikenal sebagai proses devolatilisasi. Proses ini
akan lebih efektif apabila lapisan batuan diatasnya bersifat
permeabel dan porous, sehingga batubara yang berada pada
lapisan batupasir akan mengalami proses devolatilisasi yang lebih
efektif dibandingkan lapisan batulempung.
5. Waktu Geologi
Pengaruh pembentukkan batubara tidak terlepas dari lamanya
waktu pemanasan dalam cekungan. Pemanasan dalam waktu yang
lama, pada temperatur yang sama akan menghasilkan batubara
yang lebih tinggi peringkatnya. Jadi harus ada keseimbangan yang
baik antara panas, tekanan dan waktu geologi.
Prinsip UBC
Pada prinsipnya proses UBC dirancang untuk menghasilkan produk
batubara dengan nilai kalor 6000 6500 kkal/kg dari batubara
peringkat rendah yang mempunyai nilai kalor 3500 4500 kkal/kg,
melalui teknik pengurangan kandungan air total dari 25 45%
menjadi <5% .
Proses UBC
Proses UBC dilakukan dengan cara mencampurkan antara batubara
asal dan minyak residu kemudian dipanaskan pada suhu 150C
dengan tekanan hanya 350 kPa (35 atm) seperti pada Gambar 2.6.
Penambahan minyak residu adalah untuk menjaga kestabilan kadar
air. Keunggulan proses ini selain suhu dan tekanan yang cukup
rendah, juga batubara yang dihasilkan cukup bersih karena minyak
residu yang ditambahkan pada saat proses dipisahkan dan dapat
digunakan kembali. Batubara produk proses UBC dapat berupa
serbuk ataupun bongkah (aglomerat) yang kemudian dibuat briket
atau dalam bentuk slurry. Polusi pada air buangan akan sangat
minimum karena proses yang berlangsung adalah secara fisika,
sehingga tidak terjadi reaksi kimia atau pirolisa
Hasil UBC
Dengan berhasilnya penelitian pilot plant ini, diharapkan batubara
peringkat rendah yang merupakan cadangan terbesar dimiliki
Indonesia ( 70% dari total cadangan 39 milyar ton) dapat
ditingkatkan kualitasnya sehingga mempunyai sifat menyerupai
batubara peringkat tinggi (bituminous), yaitu jenis batubara yang
ideal untuk diekspor. Dengan kata lain proses UBC dapat
menyiapkan batubara yang sesuai dengan spesifikasi pasar,
sehingga industri pertambangan batubara di Indonesia dapat terus
tumbuh memberikan kontribusinya sebagai pemasok energi dalam
negeri dan untuk meningkatkan ekspor di masa mendatang.
Petrografi Batubara
Petrografi batubara adalah ilmu yang mempelajari komponen-
komponen organik (maceral) dan anorganik (mineral matter) secara
mikroskopik. Seperti pada petrografi mineral, petrografi batubara
memerikan komponen-komponen penyusun batubara secara
kualitatif dan kuantitatif untuk mengetahui asal mula dan genesa
pembentukkan batubara.
Gambaran Sejarah
Lahirnya ilmu petrografi batubara sering dihubungkan dengan dua
nama tokoh penting yaitu M. Stope (1919) dan Thiessen (1920)
(dikutip dari Nining, N.S., 2001). Keduanya adalah ahli paleobotani.
Selain mereka juga ada dua ahli dari Jerman yaitu H. Potonie (1920)
dan yang banyak memberikan pemikiran penting dalam ilmu ini.
Stope dan Thiessen mengembangkan ide-ide dalam hal terminalogi
dan klasifikasi batubara dengan menggunakan mikroskop cahaya
tembus, tetapi kemudian Stope lebih lanjut memperdalam
pengamatannya menggunakan cahaya pantul. Pemikiran Thiessen
menganai klasifikasi batubara berdasarkan sistem U.S. Bureau of
Mines. Salah satu hasil penelitian mereka yang sangat penting
adalah informasi mengenai tanaman asal pembentuk batubara.
Awal tahun 1930, Thiessen, Stopes dan beberapa peneliti dari
Perancis dan Jerman, yang tergabung dalam ahli-ahli mineral dan
tanaman, menyelidiki komponen-komponen batubara dengan
metoda petrografi. Untuk memadukan pemikiran-pemikiran yang
berbeda latar belakang keahlian maka diadakan konferensi di
Heerlen Netherland pada tahun 1935. Salah satu keputusan
penting konferensi tersebut adalah terbentuknya susatu sistem
penamaan sistem Stope-Heerlen.
Konsep Maseral
Secara mikroskopis bahan-bahan organik pembentuk batubara
disebut maseral (maceral), analog dengan mineral dalam batuan.
Istilah ini pada awalnya diperkenalkan oleh M. Stopes (1935) (dalam
buku Stach dkk, 1982) untuk menunjukkan material terkecil
penyusun batubara yang hanya dapat diamati dibawah mikroskop
sinar pantul.
Dalam petrografi batubara, maseral dikelompokan menjadi 3 (tiga)
kelompok (group) yang didasarkan pada bentuk morfologi, ukuran,
relief, struktur dalam, komposisi kimia warna pantul, intensitas
refleksi dan tingkat pembatubaraannya (dalam Coal Petrology
oleh Stach dkk, 1982), yaitu :
1. Kelompok Vitrinit
Vitrinit berasal dari tumbuh-tumbuhan yang mengandung serat
kayu (woody tissue) seperti batang, akar, dahan dan serat daun,
umumnya merupakan bahan pembentuk utama batubara (>50%),
melalui pengamatan mikroskop refleksi, kelompok ini berwarna
coklat kemerahan hingga gelap, tergantung dari tingkat ubahan
maseralnya .
Klasifikasi
Banyak klasifikasi kelompok maseral, sub-maseral dan jenis maseral
dalam petrografi batubara, tetapi yang sering dipakai oleh peneliti
di Indonesia adalah Australian Standart (AS 2856-1986) (Tabel 2.1).
Kelebihan sistem ini yaitu pembagiannya berlaku untuk semua
peringkat batubara, baik untuk hard coal maupun brown coal, selain
itu juga cukup sederhana dibandingkan sistem yang lain :
International Organisation for Standardisation (ISO); American
Society for Testing Materials (ASTM); dan British Standards
Institution (BSI) classifications.
2. Sifat Kimia
Pada batubara yang berperingkat sama, vitrinit mempunyai lebih
sedikit kandungan oksigen dan lebih banyak kandungan karbon bila
dibandingkan dengan kelompok inertinit, sedangkan liptinit banyak
mengandung karbon dan hidrogen tetapi sedikit mengandung
oksigen. Bila jumlah kandungan hidrogen dan karbon dihubungan
dengan zat terbang, liptinit memproduksi zat terbang tertinggi,
yang diikuti oleh vitrinit. Inertinit relatif kecil memiliki kandungan
zat terbang. Hal tersebut akan berubah dengan kenaikan peringkat
batubara.
Vitrinit dalam batubara peringkat rendah tersusun dari bermacam-
macam humus yang terdiri dari cincin aromatik dikelilingi oleh
gugusan alipatik. Makin naik peringkat batubara, kelompok
peripheral luar seperti OH, COOH, CH3 akan hilang dan cincin
aromatik menjadi lebih besar. Akibatnya kearomatikan dan
kandungan karbon meningkat sedangkan kandungnan oksigen
menurun.
Perubahan kandungan karbon, zat terbang dan peringkat batubara
berhubungan dengan jumlah cahaya reflektansi vitrinit.
Pengaruhnya, semakin tinggi kadar karbon, semakin tinggi pula
reflektansi vitrinit. Oleh karena itu peringkat batubara dapat secara
langsung ditetapkan dengan pengukuran reflektan vitrinit. Dalam
batubara yang mempunyai kandung vitrinit >80%, peringkat
batubara dapat ditetapkan berdasarkan kandungan zat terbang dan
zat karbon.
Mineral Pengotor
Mineral pengotor dalam batubara terdapat baik sebagai butiran
halus yang menyebar maupun sebagai butiran kasar yang
mempunyai ciri-ciri sendiri dan dapat dikelompokkan menjadi tiga
kelompok, yaitu :
Mineral pengotor yang terdapat dalam sel tanaman asal,
Mineral pengotor utama yang terbentuk selama atau segera
setelah pengendapan batubara dan,
Mineral pengotor yang terbentuk setelah pengendapan batubara,
Mineral pengotor kelompok pertama pada umumnya tidak dapat
diketahui secara petrografi kecuali dengan SEM (Scanning Electron
Microscope) karena sangat kecil. Mineral pengotor kelompok kedua
dan ketiga dengan mudah dapat diidentifikasi dengan mikroskop.
Mineral utama berbentuk bersamaan dengan pembentukna
batubara, sedangkan mineral pengotor lainnya cenderung kasar
dan bergabung dalam lubang, celah dan rongga.
Mineral-mineral pengotor yang banyak terdapat dalam batubara
adalah lempung, karbonat, besi sulfida dan kuarsa. Mineral lain
yang terdapat pada batubara dalam jumlah kecil adalah oksida-
oksida, hidroksida-hidroksida, sulfida-sulfida yang lainnya, fosfat
dan sulfat.
Mineral lempung adalah mineral yang paling banyak terdapat dan
tersebar luas di dalam batubara serta berukuran butir sangat kecil
antara 1-2 m. Sekitar 60 80% dari mineral pengotor dalam
batubara adalah lempung berupa kaonit, illit dan smektit. Komposisi
kimia pada saat pengendapan berpengaruh terhadap tipe lempung
yang mengendapan dalam batubara. Pada umumnya mineral
lempung illit terdapat dalam batubara yang diendapkan dengan
adanya pengaruh air laut, sedangkan kaolinit tidak dipengaruhi
oleh air laut. Dibawah sinar refleksi, lempung mempunyai
lempung bermacam-macam warna mulai dari yang hampir putih
sampai sampai orange kecoklat-coklatan. Dibawah sinar
fluorescent mineral lempung tidak berwarna sampai oranye.
1. Nilai (value) daripada endapan mineral per unit berat (P). dan
biasanya dinyatakan dengan ($/ton) atau (Rp/ton)
2. Ongkos produksi (C), yaitu ongkos yang diperlukan sampai
mendapatkan produknya diluar ongkos stripping.
3. Ongkos stripping of overburden (Cob),
4. Cut Off Grade, akan menentukan batas-batas cadangan sehingga
menentukan bentuk akhir penambangan.
2. Pembersihan Lahan
Pekerjaan ini dilakukan sebelum tahap pengupasan lapisan tanah
penutup dimulai. Pekerjaan ini meliputi pembabatan dan
pengumpulan pohon yang tumbuh pada permukaan daerah yang
akan ditambang dengan tujuan untuk membersihkan daerah
tambang tersebut sehingga kegiatan penambangan dapat dilakukan
dengan mudah tanpa harus terganggu dengan adanya gangguan
tetumbuhan yang ada didaerah penambangan. Kegiatan
pembersihan ini dilakukan dengan menggunakan Bulldozer.
c. Letak Kantor
Sarana perkantoran digunakan sebagai pusat pengaturan dan
pelaksanaan kegiatan kerja penambangan dan direncanakan berada
pada daerah yang mudah dicapai dan dekat dengan jalan masuk.
Bangunan ini dibuat permanen karena dipakai dalam jangka waktu
yang sangat lama sesuai dengan umur proyek.
e. Penerangan
Sarana penerangan dimaksudkan untuk memberikan penerangan
disekitar bangunan, jalan, dan terutama sekali didalam kegiatan
penunjang kerja. Sumber listrik untuk penerangan ini tidak menjadi
satu dengan listrik untuk pabrik, sehingga khusus untuk sarana
penerangan ini diperlukan sebuah generator.
f. SumberAir
Air merupakan sumber sarana yang sangat vital bagi sebuah proyek
yang melibatkan banyak tenaga kerja. Disamping air digunakan
sebagai kebutuhan sehari hari, air juga dipakai dalam kegiatan
penambangan yang didapat dari air tanah dengan melakukan
pemboran.
D. Operasi Penambangan
Tujuan utama dari kegiatan penambangan adalah pengambilan
endapan dari batuan induknya, sehingga mudah untuk diangkut dan
di proses pada proses selanjutnya selanjutnya.
Setelah operasi persiapan penambangan selesai dan pengupasan
lapisan tanah penutup pada bagian atas cadangan batugamping
terlaksana (arah kemajuan penambangan dari kontur atas ke
bawah). Maka dapat dimulai kegiatan operasi penambangan.
Kegiatan penambangan terbagi atas tiga kegiatan, yaitu
pembongkaran, pemuatan dan pengangkutan.
2. Pemuatan
Pemuatan adalah kegiatan yang dilakukan untuk memasukkan atau
mengisikan material atau endapan bahan galian hasil
pembongkaran ke dalam alat angkut. Kegiatan pemuatan dilakukan
setelah kegiatan penggusuran, pemuatan dilakukan dengan
menggunakan alat muat Wheel Loader dan diisikan ke dalam alat
angkut.
Kegiatan pemuatan bertujuan untuk memindahkan batugamping
hasil pembongkaran kedalam alat angkut. Pengangkutan dilakukan
dengan sistem siklus, artinya truck yang telah dimuati langsung
berangkat tanpa harus menunggu truck yang lain dan setelah
membongkar muatan langsung kembali ke lokasi penambangan
untuk dimuati kembali
3. Pengangkutan
Pengangkutan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengangkut
atau membawa material atau endapan bahan galian dari front
penambangan dibawa ke tempat pengolahan untuk proses lebih
lanjut.