You are on page 1of 13

RESUME HARIAN

RUANG DAHLIA

OLEH
DWI MEIRIANTI NUGRAHAINI
G4D014067

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2015
Kasus 1
Ruang Dahlia

Ny. S berusia 49 tahun dengan dignosa bekas TB paru mengeluh batuk berdahak
susuah dikeluarkan dan sesak nafas. Tekanan darah 100/70 mmHg, pernafasan 27x/menit,
nadi 78 x/menit, suhu 37,1 oC. Padaauskultasi paru terdengar ronkhi basah. Hasil
pemeriksaan laboratorium berupa sputum didapatkan hasil BTA I, II, III negatif, leukosit
positif, ephitel positif. Ny. S mendapat terapi ranitidine, vitamin K, cefixime, kalnex, dan
terasma.

Diagnosa keperawatan:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. mucus dalam jumlah berlebihan
2. Gangguan pertukaran gas b.d. tertutupnya membrane alveolar

Intervensi keperawatan:
1. Posisikan pasien semi fowler
2. Ajarkan batuk efekif
3. Beri terapi oksigen
4. Kolaborasi pemberian terapi ranitidine, vitamin K, cefixime, kalnex, dan terasma

Analisa tindakan:
Batuk dengan dahak menunjukkan adanya eksudat bebas dalam saluran pernapasan
seperti pada TB paru. Keadaan abnormal produksi mukus yang berlebihan (karena
gangguan fisik, kimiawi, atau infeksi yang terjadi pada membran mukosa), menyebabkan
proses pembersihan tidak berjalan secara adekuat normal, sehingga mukus ini banyak
tertimbun dan bersihan jalan nafas akan tidak efektif. Mukus tersebut akan keluar sebagai
dahak. Pengeluaran dahak dapat dilakukan dengan membatuk ataupun postural drainase.
Pengeluaran dahak tergantung dari kekuatan pasien untuk membatuk sehingga mendorong
lendir keluar dari saluran pernapasan dan seseorang akan merasa lendir atau dahak di
sauran napas hilang dan jalan nafas akan kembali normal (Nugroho & Kristiani, 2011).
Pemberian posisi semi fowler pada pasien asma telah dilakukan sebagai salah satu
cara untuk membantu mengurangi sesak napas. Posisi semi fowler dengan derajat
kemiringan 45, yaitu dengan menggunakan gaya gravitasi untuk membantu
pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma (Potter &
Perry, 2006).

DAFTAR PUSTAKA
Potter & Perry. 2006. Fundamental keperawatan, konsep, proses dan praktik. edisi 4.
volume 2. Jakarta : EGC.
Nugroho, Y. & Kristiani, E. (2011). Batuk efektif dalam pengeluaran dahak pada pasien
dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas di Instalasi Rehabilitasi Medik Rumah
Sakit Baptis Kediri. Jurnal STIKES RS. Baptis Kediri Volume 4, No. 2.

Kasus 2
Ruang Dahlia

Ny. E berusia 44 tahun dengan diagnose HT grade II, cephalgia, suspect infiltrate
abses sub mandibula mengeluh pusing dan nyeri saat menelan sehingga Ny. E tidak mau
makan. Kesadaran composmentis, tekanan darah 160/ 80 mmHg, nadi 82 x/menit, respirasi
22 x/menit, pemeriksaan CT scan kepala didapatkan kesan penebalan mukosa minimal
sinus maksilaris kanan, tampak infarct, perdarahan maupun SOL intracranial, tampak
peningkatan intracranial. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan total protein 3,04 g/dl,
albumin 1,31 g/dl, globulin 2,53 g/dl. Ny. E mendapat terapi infuse D5% 20 tpm,
ceftriaxone, metronidazole, MP, rnitidine, ketorolac, furosemid, amlodipin, irbesartan, dan
OBH.

Diagnose keperawatan:
1. Risiko ketidakefektifan perfusi cerebral
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kesulitan menelan

Intervensi keperawatan:
1. Posisikan pasien 30o
2. Beri terapi oksigen
3. Pasang NGT
4. Kolaborasi pmberian diit tinggi kalori tinggi protein
5. Kolaborasi pemberian terapi infuse D5% 20 tpm, ceftriaxone, metronidazole, MP,
rnitidine, ketorolac, furosemid, amlodipin, irbesartan, dan OBH

Analisa tindakan:
Otak manusia sangat peka terhadap keadaan hipoksia. Maka dari itu, pada pasien
dengan masalah sirkulasi akan mengakibatkan berkurangnya asupan oksigen ke otak karena
terdapat hambatan dalam transportasi oksigen. Pemberian terapi oksigen dibutuhkan untuk
mencukupi kebutuhan oksigen dalam otak. Sedangkan posisi kepala 30 o dilakukan untuk
meningkatkan venous drainage dari kepala dan elevasi kepala dapat menyebabkan
penurunan tekanan darah sistemik, cardiac output, tekanan vena central, dan tekanan
serebral (Smeltzer & Bare, 2002).
NGT adalah kependekan dari Nasogastric tube. alat ini adalah alat yang digunakan
untuk memasukkan nutsrisi cair dengan selang plasitic yang dipasang melalui hidung
sampai lambung. Tujuan pemasangan NGT adalah untuk memberikan nutrisi pada pasien
yang tidak sadar dan pasien yang mengalami kesulitan menelan (Smeltzer & Bare, 2002).
Larutan D5% memiliki komposisi glukosa anhidrous dalam air untuk injeksi.
Larutan dijaga pada pH antara 3,5 sampai 6,5 dengan natrium bikarbonat. Larutan dextrose
5% iso-osmosis dengan darah. Larutan D5% merupakan larutan nutrisi yang memberikan
200 kKal/Liter. Larutan D5% bekerja dengan mengkompensasi kehilangan atau kekurangan
karbohidrat dan cairan menjadi sumber nutrisi yang diberikan secara parenteral dan
meningkatkan kadar gula darah pada keadaan hipoglikemia.

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, S.C. & Bare, B. G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal-bedah. Jakarta: EGC

Kasus 3
Ruang Dahlia

Ny. P berusia 63 tahun dengan diagnose CAP DO TB, CHF, DM mengeluh sesah
nafas dan batuk berdahak. Tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 88 x/menit, pernafasan 28
x/menit, suhu 36,5 oC. Hasih pemeriksaan fisik didapatkan Ny. P bernafas terengah-engah,
terlihat retraksi intercosta, pada auskultasi paru terdengar ronkhi basah. Hasil pemeriksaan
foto thorax didapatkan hasil bronchopneumonia, cardiomegali (LVH). Hasil pemeriksaan
laboratorium berupa sputum didapatkan hasil BTA I, II, III negatif, leukosit positif, ephitel
positif. GDS 200 mg/dl. Ny. P mendapat terapi ceftriaxon, ranitidine, aminofilin.
Dignosa keperawatan:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. mucus dalam jumlah berlebihan
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d. hiperventilasi

Intervensi keperawatan:
1. Posisikan pasien semi fowler
2. Lakukan nebulizer
3. Lakukan fisioterapi dada
4. Ajarkan batuk efekif
5. Beri terapi oksigen
6. Kolaborasi pemberian terapi ceftriaxon, ranitidine, aminofilin

Analisa tindakan:
Batuk dengan dahak menunjukkan adanya eksudat bebas dalam saluran pernapasan
seperti pada TB paru. Keadaan abnormal produksi mukus yang berlebihan (karena
gangguan fisik, kimiawi, atau infeksi yang terjadi pada membran mukosa), menyebabkan
proses pembersihan tidak berjalan secara adekuat normal, sehingga mukus ini banyak
tertimbun dan bersihan jalan nafas akan tidak efektif. Mukus tersebut akan keluar sebagai
dahak. Pengeluaran dahak dapat dilakukan dengan membatuk ataupun postural drainase.
Pengeluaran dahak dengan membatuk akan lebih mudah dan efektif bila diberikan
penguapan atau nebulizer. Penggunaan nebulizer untuk mengencerkan dahak tergantung
dari kekuatan pasien untuk membatuk sehingga mendorong lendir keluar dari saluran
pernapasan dan seseorang akan merasa lendir atau dahak di sauran napas hilang dan jalan
nafas akan kembali normal (Nugroho & Kristiani, 2011).
Pemberian posisi semi fowler pada pasien asma telah dilakukan sebagai salah satu
cara untuk membantu mengurangi sesak napas. Posisi semi fowler dengan derajat
kemiringan 45, yaitu dengan menggunakan gaya gravitasi untuk membantu
pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma (Potter &
Perry, 2006).
DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. 2006. Fundamental keperawatan, konsep, proses dan praktik. edisi 4.
volume 2. Jakarta : EGC.
Nugroho, Y. & Kristiani, E. (2011). Batuk efektif dalam pengeluaran dahak pada pasien
dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas di Instalasi Rehabilitasi Medik Rumah
Sakit Baptis Kediri. Jurnal STIKES RS. Baptis Kediri Volume 4, No. 2.

Kasus 4
Ruang Dahlia

Nn. S berusia 16 tahun dengan diagnose anemia dan suspect leukemia mengeluh lemas
dan demam. Tekanan darah 100/60 mmHg, pernafasan 28x/menit, nadi 136x/menit, suhu
38oC. hasih pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil hemoglobin 3,3 g/dl, leukosit
150.140 U/L. Nn. S mendapat terapi kalnex, OMZ, dan ceftriaxon.

Diagnose keperawatan:
1. Hipertermia b.d. proses penyakit
2. Keletihan b.d. anemia
Intervensi keperawatan:
1. Anjurkan pasien kompres hangat
2. Kolaborasi pemberian tranfusi PRC
3. Kolaborasi pemberian terapi paracetamol

Analisa tindakan:
Kompres hangat menyebabkan suhu tubuh diluaran akan terjadi hangat sehingga
tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu diluaran cukup panas, akhirnya tubuh akan
menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan suhu pengatur
tubuh, dengan suhu diluaran hangat akan membuat pembuluh darah tepi dikulit melebar
dan mengalami vasodilatasi sehingga pori pori kulit akan membuka dan mempermudah
pengeluaran panas. Sehingga akan terjadi perubahan suhu tubuh (Purwati & Ambarwati,
2008).
Packed cells merupakan komponen yang terdiri dari eritrosit yang telah dipekatkan
dengan memisahkan komponen-komponen yang lain. Packed cells banyak dipakai dalam
pengobatan anemia terutama talasemia, anemia aplastik, leukemia dan anemia karena
keganasan lainnya. Pemberian transfusi bertujuan untuk memperbaiki oksigenasi jaringan
dan alat-alat tubuh dengan menaikkan Hb tanpa menaikkan volume darah secara nyata.
Pemberian terapi oksigen juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan oksigen sehingga
dapat memperbaiki oksigenasi jaringan dan alat-alat tubuh (Handayani & Haribowo, 2008).
Eritrosit tidak mempunyai nukleus sel ataupun organela, dan tidak dianggap
sebagai sel dari segi biologi. Eritrosit mengandung hemoglobin dan mengedarkan oksigen.
Sel darah merah juga berperan dalam penentuan golongan darah. Orang yang kekurangan
eritrosit menderita penyakit anemia. Jumlah pada pria dewasa sekitar 5 juta sel/cc darah dan
pada wanita sekitar 4 juta sel/cc darah. Kadar Hb inilah yang dijadikan patokan dalam
menentukan penyakit Anemia. Eritrosit berusia sekitar 120 hari.

DAFTAR PUSTAKA
Handayani, W. & Haribowo, A. (2008). Buku ajar asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan system hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Purwati, S. & Ambarwati, W. N. (2008). Pengaruh kompres hangat pada perubahan suhu
tubuh pada pasien anak hipertermia di Ruang Rwat Inap RSUD dr. Soewaedi
Surkarta. Berita Ilmu Keperawtan ISSN 1979-2697, Vol. 1, No. 2.

Kasus 5
Ruang Dahlia

Ny. S berusia 44 tahun dengan diagnose ACS, anemia, HT mengeluh demam, perut
nyeri dan lemas. Nyeri hilang timbul, skala 4 (0-10). Tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 76
x/menit, pernafasan 21 x/ menit, suhu 38,8 oC. hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan
hemoglobin 5,7 g/dl, leukosit 41.530 U/L. Ny. S mendapat terapi ceftriaxon, omeprazole,
captropil, paracetamol.

Diagnose keperawatan:
1. Hipertermia b.d. proses penyakit
2. Keletihan b.d. anemia
3. Nyeri akut b.d. agen cidera biologis
Intervensi keperawatan:
1. Anjurkan pasien kompres hangat
2. Kolaborasi pemberian tranfusi PRC
3. Ajarkan teknik distraksi
4. Kolaborasi pemberian terapi ceftriaxon, omeprazole, captropil, paracetamol

Analisa tindakan:
Kompres hangat menyebabkan suhu tubuh diluaran akan terjadi hangat sehingga
tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu diluaran cukup panas, akhirnya tubuh akan
menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan suhu pengatur
tubuh, dengan suhu diluaran hangat akan membuat pembuluh darah tepi dikulit melebar
dan mengalami vasodilatasi sehingga pori pori kulit akan membuka dan mempermudah
pengeluaran panas. Sehingga akan terjadi perubahan suhu tubuh (Purwati & Ambarwati,
2008).
Packed cells merupakan komponen yang terdiri dari eritrosit yang telah dipekatkan
dengan memisahkan komponen-komponen yang lain. Packed cells banyak dipakai dalam
pengobatan anemia terutama talasemia, anemia aplastik, leukemia dan anemia karena
keganasan lainnya. Pemberian transfusi bertujuan untuk memperbaiki oksigenasi jaringan
dan alat-alat tubuh dengan menaikkan Hb tanpa menaikkan volume darah secara nyata.
Pemberian terapi oksigen juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan oksigen sehingga
dapat memperbaiki oksigenasi jaringan dan alat-alat tubuh (Handayani & Haribowo, 2008).
Teknik manajemen nyeri yang dapat diajarkan yaitu teknik distraksi. Teknik distraksi
dilakukan dengan mengalihkan pikiran pada hal lain selain pada nyeri, sehingga persepsi
nyeri akan berkurang (Smeltzer & Bare, 2002).

DAFTAR PUSTAKA
Handayani, W. & Haribowo, A. (2008). Buku ajar asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan system hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Purwati, S. & Ambarwati, W. N. (2008). Pengaruh kompres hangat pada perubahan suhu
tubuh pada pasien anak hipertermia di Ruang Rwat Inap RSUD dr. Soewaedi
Surkarta. Berita Ilmu Keperawtan ISSN 1979-2697, Vol. 1, No. 2.
Smeltzer, S.C. & Bare, B. G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal-bedah. Jakarta: EGC

Kasus 6
Ruang Dahlia

Ny. S berusia 70 tahun dengan diagnose melena, anemia, suspect masa abdomen,
DM mengeluh kedua kaki kesemutan, mual, lemas, dan nyeri pada perut. GDP 414 mg/dl,
hemoglobin 4,0 g/dl. Ny. S sudah tidak BAB darah. Ny. S mendpat terapi kalnex,
omeprazole, antacid, novorapid.

Dignosa keperawatan:
1. Keletihan b.d. anemia
2. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
3. Nyeri akut b.d. agen cidera biologis

Intervensi keperawatan:
1. Observasi adanya darah dalam feses
2. Beri terapi oksigen
3. Kolaborasi pemberian transfusi darah PRC
4. Berikan diet rendah gula
5. Kolaborasi pemberian insulin
6. Ajarkan kompres hangat dan teknik distraksi

Analisa tindakan:
Packed cells merupakan komponen yang terdiri dari eritrosit yang telah dipekatkan
dengan memisahkan komponen-komponen yang lain. Packed cells banyak dipakai dalam
pengobatan anemia terutama talasemia, anemia aplastik, leukemia dan anemia karena
keganasan lainnya. Pemberian transfusi bertujuan untuk memperbaiki oksigenasi jaringan
dan alat-alat tubuh dengan menaikkan Hb tanpa menaikkan volume darah secara nyata.
Pemberian terapi oksigen juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan oksigen sehingga
dapat memperbaiki oksigenasi jaringan dan alat-alat tubuh (Handayani & Haribowo, 2008).
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua
unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang
tinggi dan menurunkan kadar lemak. Penyuntikan insulin juga sering dilakukan dua kali per
hari untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam
hari (Syaifuddin, 2005).
Teknik manajemen nyeri yang dapat diajarkan yaitu teknik distraksi dan kompres
hangt. Tekni distraksi dilakukan dengan mengalihkan pikiran pada hal lain selain pada
nyeri, sehingga persepsi nyeri akan berkurang (Smeltzer & Bare, 2002). Kompres panas
akan menghasilkan efek fisiologis untuk tubuh yaitu efek vasodilatasi, peningkatan
metabolism sel dan merelaksasikan otot sehingga nyeri yang dirasa berkurang (Potter &
Perry, 2006). Ketika panas diterima reseptor, impuls akan diteruskan menuju hipotalamus
posterior akan terjadi reaksi reflek penghambatan simpatis yang akan membuat pembuluh
darah berdilatasi (Guyton & Hall, 2007).

DAFTAR PUSTAKA
Guyton & Hall. (2007). Buku ajar fisiologi kedokteran, edisi 11. Jakarta: EGC.
Handayani, W. & Haribowo, A. (2008). Buku ajar asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan system hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Potter & Perry. 2006. Fundamental keperawatan, konsep, proses dan praktik. edisi 4.
volume 2. Jakarta : EGC.
Smeltzer, S.C. & Bare, B. G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal-bedah. Jakarta: EGC.
Syaifuddin (2005). Anatomi Fisiologi: untuk mahasiswa keperawatan (edisi 3). Jakarta:
EGC.

You might also like