You are on page 1of 40

A.

PATOFISIOLOGI
1. Tahapan Terbentuknya Sel Kanker

GGGambar 1. Hallmarks of Cancer (Sumber : Langhorne et al., 2007)


a) Sustaining Proliferation
Pada tahapan ini sel kanker memiliki kemampuan untuk terus-menerus
berproliferasi dalam kondisi kronik tanpa adanya stimulasi
eksternal.Pada sel kanker terjadi perubahan dari pro-onkogen menjadi
onkogen sehingga mengakibatkan sel mampu memicu pertumbuhan sel
secara mandiri.
b) Evading Growth Suppressors
Tumour suppressor genes dapat mencegah pertumbuhan sel. Sel kanker
dapat mengatasi kondisi tersebut melalui pertumbuhan sel tumor.
c) Resisting Cell Death (apoptosis)
Proliferasi sel kanker kemungkinan dapat meningkat dengan terjadinya
mutasi pada gen yang mengatur regulasi kematian sel secara terprogram
(apoptosis).
d) Enabling Replicative Immortality
Sel kanker membutuhkan potensi replikasi secara luas untuk
membangun tumor makroskopis. Telomer pada akhir segmen
kromosom memendek selama pembelahan sel. Pada sel kanker

1
pemendekan telomer dapat dihindari oleh enzim telomerase hal ini
memungkinkan sel untuk bereplikasi secara luas.
e) Sustained Angiogenesis
Seperti pada jaringan normal, sel tumor membutuhkan nutrisi dan
oksigen sama baiknya dengan kemampuan sel tersebut untuk dapat
menghilangkan sisa hasil metabolisme dan karbon dioksida untuk tetap
bertahan hidup. Melalui proses angiogenesis, sistem peredaran darah
dibangun untuk pertumbuhan sel tumor dan metastasis.
f) Activating Invasion and Metastasis
Sel kanker dapat menyebar melaluisel melalui sel yang ada di tumor
primer, kemudian memasuki pembuluh darah terdekat dan menuju ke
sistem limpa. Dengan memasuki kedua sistem tersebut sel kanker akan
memproduksi tumor sekunder di tempat yang berbeda.
(Langhorne et al., 2007)
2. Patofisiologi Kanker Payudara
Kanker payudara adalah penyakit yang bersifat ganas akibat
tumbuhnya sel kanker yang berasal dari sel-sel normal di payudara. Sel
kanker ini bisa berasal dari kelenjar susu, saluran susu, atau jaringan
penunjang seperti lemak dan saraf (Sjamsuhidajat dan De Jong, 2004).
Kerusakan pada DNA dan mutasi genetik dapat menyebabkan kanker
payudara. Mutasi genetik ini biasanya disebabkan oleh gaya hidup,
paparan virus, bahan kimia, dll. selain itu bisa juga karena individu
mewarisi gen cacat pada DNA, mereka yang memiliki riwayat keluarga
kanker ovarium atau payudara sehingga berada pada peningkatan resiko
kanker payudara. sistem imun yang normalnya akan menghancurkan sel-
sel kanker dan sel-sel yang rusak, mungkin karena kegagalan
mempertahankan kekebalan tubuh yang efektif dan luput dari pengawasan
kanker ini juga dapat terjadi. Sel ini akan mengalami perubahan genetik
dan material DNA, lalu berkembang menjadi hyperplasia, metaplasia, dan
bermutasi menjadi sel kanker (Mandal, 2013).
Kanker payudara (carcinoma mammae)bermetastasis dengan
penyebaran langsung ke jaringan sekitarnya, dan juga melalui saluran
limfe dan aliran darah. Pada carsinoma mammae, metastasis yang sering
terjadi adalah ke paru, pleura, dan tulang (Page, 2004). Pada umumnya
tumor pada payudara bermula dari sel epitelial, sehingga kebanyakan

2
kanker payudara dikelompokkan sebagai karsinoma (keganasan tumor
epitelial). Sedangkan sarkoma, yaitu keganasan yang berangkat dari
jaringan penghubung, jarang dijumpai pada payudara. Berdasarkan asal
dan karakter histologinya kanker payudara dikelompokkan menjadi dua
kelompok besar yaitu in situ carsinoma dan invasive carsinoma.In situ
carcinomadikarakterisasi oleh lokalisasi sel tumor baik di duktus maupun
di lobular, tanpa adanya invasi melalui membran basal menuju stroma di
sekelilingnya sebaliknya pada invasive carsinoma, membran basal akan
rusak sebagian atau secara keseluruhan dan sel kanker akan mampu
menginvasi jaringan di sekitarnya menjadi sel metastatik (Hondermarck,
2003).

Gambar 2. Perbedaan sel non-invasive dan sel invasive


(www.breastcancer.org).

(perbedaan keduanya apa jelaskan sedikit )

Meskipun mekanisme molekuler yang mempengaruhi risiko


terjadinya kanker payudara dan progresi dari penyakit ini belum dapat
diketahui secara persis namun aktivasi onkogen yang disebabkan oleh
modifikasi genetik (mutasi, amplifikasi atau penyusunan ulang
kromosomal) atau oleh modifikasi epigenetik (ekspresi berlebihan)
dilaporkan mampu mengarahkan pada terjadinya multiplikasi dan migrasi
sel. Beberapa proto-onkogen akan bermutasi menjadi onkogen, onkogen
yang diketahui mempengaruhi karsinogenesis kanker payudara,
diantaranya Ras, c-myc, epidermal growth factor receptor (EGFR, erb-o-

3
B1), dan erb-B2 (HER-2/neu), reseptor esterogen (ER) (Greenwald, 2002).
Onkogen-onkogen ini akan menginisiasi terjadinya metastase kanker
payudara.
Esterogen akan berikatan dengan ER, membentuk kompleks aktif
yang mempengaruhi transkripsi gen pengatur poliferase sel. Hal ini akan
memacu ekspresi protein yang berperan dalam cell cycle progression dan
mengaktivasi beberapa onkoprotein seperti Ras, Myc, dan CycD1 (Foster
et al., 2001). Aktivasi onkoprotein ini akan mengakibatkan pertumbuhan
sel berlebih dan perkembangan kanker yang dipercepat (Hanahan and
Weinberg, 2000). Selain itu kompleks esterogen dengan ER juga akan
memacu transkripsi beberapa gen tumor suppressor, seperti BRCA1,
BRCA2, dan p53. Gen BRCA 1 merupakan tumor suppresor gene, jika
terjadi mutasi pada gen ini maka dapat menyebabkan pertumbuhan sel
menjadi tidak terkontrol (Gondhowiarjo, 2004).

B. TANDA DAN GEJALA


Gejala dan pertumbuhan kanker payudara tidak mudah dideteksi karena
awal pertumbuhan sel kanker payudara tidak dapat diketahui dengan mudah.
Gejala umumnya baru diketahui setelah stadium kanker berkembang agak
lanjut, karena pada tahap dini biasanya tidak menimbulkan keluhan. Penderita
merasa sehat, tidak merasa nyeri, dan tidak mengganggu aktivitas (Elisabeth,
2001).
Gejala-gejala kanker payudara yang tidak disadari dan tidak dirasakan
pada stadium dini menyebabkan banyak penderita yang berobat dalam kondisi
kanker stadium lanjut dan akan mempersulit penyembuhan serta semakin kecil
peluang untuk disembuhkan.Tanda yang mungkin muncul pada stadium dini
adalah teraba benjolan kecil di payudara yang tidak terasa nyeri (Pane, 2002).
Gejala yang timbul saat penyakit memasuki stadium lanjut semakin
banyak, seperti(Pane , 2002):
1. Timbul benjolan pada payudara yang dapat diraba dengan tangan, makin
lama benjolan ini makin mengeras dan bentuknya tidak beraturan.
2. Saat benjolan mulai membesar, barulah menimbulkan rasa sakit (nyeri)
saat payudara ditekan karena terbentuk penebalan pada kulit payudara.

4
3. Bentuk, ukuran atau berat salah satu payudara berubah kerena terjadi
pembengkakan.
4. Pembesaran kelenjar getah bening di ketiak atau timbul benjolan kecil
dibawah ketiak.
5. Bentuk atau arah puting berubah, misalnya puting susu tertarik ke dalam
dan berubah warna menjadi kecoklatan.
6. Keluar darah, nanah, atau cairan encer dari puting susu pada wanita yang
sedang tidak hamil. Eksim pada puting susu dan sekitarnya sudah lama
tidak sembuh walau sudah diobati.
7. Luka pada payudara sudah lama tidak sembuh walau sudah diobati
8. Kulit payudara mengerut seperti kulit jeruk (peau dorange) akibat dari
neoplasma menyekat drainase limfatik sehingga terjadi edema dan pitting
kulit. Payudara yang mengalami peau dorange
Gejala kanker payudara pada pria sama seperti kanker payudara yang
dialami wanita, mulanya hanya benjolan. Umumnya benjolan hanya dialami di
satu payudara, dan bila diraba terasa keras dan menggerenjil.

C. FAKTOR RESIKO
Beberapa faktor resiko untuk kanker payudara telah didokumentasikan.
Namun demikian, untuk mayoriti wanita yang menderita kanker payudara,
faktor resiko yang spesifik tidak dapat ditentukan (IARC, 2008). Menurut
American cancer society (2014), faktor resiko terjadinya kanker payudara
sebagai berikut:
1. Jenis Kelamin
Wanita merupakan faktor risiko utama terkena kanker payudara. Pria juga
dapat terkena kanker payudara, tetapi kanker payudara 100 kali lebih
umum terjadi pada wanita dibandingkan pria. Hal ini mungkin karena pria
memiliki lebih sedikit hormon wanita estrogen dan progesteron, yang
dapat meningkatkan pertumbuhan sel kanker payudara.
2. Penuaan
Resiko terkena kanker payudara meningkat seiring bertambahnya usia.
Sekitar 1 dari 8 kanker payudara invasif yang ditemukan pada wanita yang
lebih muda dari usia 45 tahun, sementara sekitar 2 dari 3 invasif kanker
payudara ditemukan pada wanita usia 55 tahun atau lebih tua.

5
3. Faktor risiko genetik
Sekitar 5% sampai 10% dari kasus kanker payudara dianggap turun-
temurun, yang berarti bahwa mereka hasil langsung dari cacat gen (disebut
mutasi) yang diwarisi dari orangtua.
4. Riwayat keluarga kanker payudara
Risiko kanker payudara lebih tinggi terjadi pada wanita yang memiliki
keluarga mengidap kanker payudara.
5. Sejarah pribadi dari kanker payudara
Seorang wanita dengan riwayat kanker pada satu payudaranya memiliki
peningkatan risiko mengembangkan kanker baru di payudara lainnya atau
di bagian lain dari payudara yang sama. Risiko ini bahkan lebih tinggi jika
kanker payudara didiagnosis pada usia yang lebih muda.
6. Ras dan etnis
Secara keseluruhan, wanita yang berkulit putih (Amerika) sedikit lebih
rendah untuk mengembangkan kanker payudara daripada wanita berkulit
hitam (Afrika).
7. Jaringan payudara yang padat
Payudara terdiri dari jaringan lemak, jaringan fibrosa, dan jaringan
kelenjar.Seseorang dikatakan memiliki payudara padat ketika mereka
memiliki lebih banyak jaringan kelenjar dan fibrosa tetapi jaringan
lemaknya kurang. Wanita denganpayudara padat memiliki risiko kanker
payudara 1,2-2 kali dari wanita dengan kepadatan payudara rata-rata.
8. Periode menstruasi
Wanita yang memiliki siklus menstruasi lebih karena mereka mulai
menstruasi lebih awal (sebelum usia 12) memiliki risiko sedikit lebih
tinggi terkena kanker payudara. Faktor resiko lain adalah seperti haid
terlalu muda atau menopause diatas umur 50 tahun, tidak menikah atau
tidak menyusui dan melahirkan anak pertama diatas usia 35 tahun. Mereka
yang sering terkena radiasi (bisa dari sering melakukan pemeriksaan
kesehatan dengan menggunakan alat x-ray) juga mempunyai kemungkinan
menderita kanker payudara. Selain itu, pola makan dengan konsumsi
lemak berlebihan, kegemukan dan konsumsi alkohol berlebihan juga
merupakan faktor resiko. Mereka yang sudah mendapatkan terapi

6
hormonal dalam jangka panjang harus lebih berwaspada karena mereka
mempunyai resiko mendapat kanker payudara. Stres dan faktor genetik
(BRCA1/BRCA2) juga dikatakan tergolong dalam faktor resiko kanker
payudara. Mutasi gen BRCA1 pada kromosom 17 dan BRCA2 pada
kromosom 13 dapat meningkatkan resiko kanker payudara sampai 85%.
(Lacey, et al., 2009).
9. Faktor Resiko Hormonal
Di dalam tubuh, hormon prolaktin akan menekan paparan hormon
estrogen dalam jumlah banyak dan waktu yang lama yang dapat memicu
terjadinya kanker payudara. Kebiasaan menyusui berhubungan dengan
siklus hormonal. Setelah proses melahirkan kadar hormon estrogen dan
hormon progesteron yang tinggi selama masa kehamilan akan menurun
dengan tajam. Kadar hormon estrogen dan hormon progesteron akan tetap
rendah selama masa menyusui. Menurunnya kadar hormon estrogen dan
hormon progesteron dalam darah selama menyusui akan mengurangi
pengaruh hormon tersebut terhadap proses proliferasi jaringan termasuk
jaringan payudara yang memicu terjadinya kanker payudara
( Anggorowatiet al, 2013).

D. PENENTUAN STADIUM KANKER PAYUDARA


Menurut KPKN (2015) dan National Comprehensive Cancer Network
(2015) terapi kanker payudara didasarkan pada stadium kanker payudara
sehingga perlu dilakukan penentuan sebelum pemberian terapi.
Penentuan stadium kanker didasarkan pada empat karakteristik :
1) Ukuran kanker
2) Sifat kanker invasive atau noninvasive
3) Apakah kanker mencapai kelenjar getah bening
4) Apakah kanker menyebar ke bagian tubuh lainnya

7
Kanker payudara secara umum dibagi menjadi beberapa stage yaitu
sebagai berikut (Kemenkes, 2015) :
1. Stage 0 (Carcinoma In Situ)
2. Stage I
3. Stage II
4. Stage IIIA
5. Stage IIIB
6. Stage IIIC
7. Stage IV

1. Stage 0 (Carcinoma In Situ)


Carsinoma in situ merupakan kanker yang masih sangat awal dan
belum menyebar ke jaringan lemak disekitar payudara atau organ lain
dalam tubuh.Carsinoma in situ terbagi menjadi 2 jenisyaitu :
a. Ductal carsinoma in situ (DCIS) adalah kondisi non-invasif di mana
sel-sel abnormal ditemukan di lapisan saluran payudara. Sel-sel
abnormal belum menyebar di dinding saluran jaringan lemak di
payudara. Jika DCIS tidak diterapi maka dapat berkembang menjadi
kanker invasif dan menyebar ke jaringan lain (NCCN, 2006).
b. Lobular carsinoma in situ (LCIS) atau disebut juga lobular
neoplasiaadalah suatu kondisi di mana sel-sel abnormal ditemukan di
lobulus payudara. Kondisi ini jarang menjadi kanker invasive (NCCN,
2006).
2. Stage I
Pada stage I, terdapat tumor yang berukuran 2 cm atau kurang
Pembentukan tumor tersebut terbagi menjadi beberapa tahap yaitu sebagai
berikut.
a. Pada tahap I mic, mikroinvasi 0,1 cm. Kanker belum menyebar di luar
payudara.
b. Pada tahap Ia, terdapat kelompok kecil sel kanker payudara (lebih
besar dari 0,1 cm tetapi tidak lebih besar dari 0,5 cm)
c. Pada tahap 1b, tumor lebih besar dari 0,5 cm tetapi tidak lebih dari 1
cm
d. Pada tahap 1c, Tumor lebih dari 1 cm tetapi tidak lebih dari 2 cm
(Kemenkes, 2015).
3. Stage II

8
Stage II dibagi menjadi 2 stage yaitu:
a. Pada stage IIA:
Tidak ada tumor ditemukan di payudara atau tumor sebesar 2 cm
atau lebih kecil. Kanker (lebih besar dari 2 milimeter) ditemukan
pada 1-3 kelenjar getah bening aksila atau di kelenjar getah bening
di mamaria interna dengan metastasis mikro (tidak terdeteksi secara
klinis).
Tumor lebih besar dari 2 cm tapi tidak lebih besar dari 5 cm. Kanker
belum menyebar ke kelenjar getah bening
b. Pada stage IIB :
Tumor lebih besar dari 2 cm tapi tidak lebih besar dari 5 cm dan
kanker telah menyebar ke 1-3 kelenjar getah bening aksila atau ke
kelenjar getah bening di mamaria interna dengan metastasis mikro
(tidak terdeteksi secara klinis).
Lebih besar dari 5 cm dan kanker belum menyebar ke kelenjar getah
bening (Kemenkes, 2015).
3. Stage III
Stage III dibagi menjadi 3 stage yaitu :
a. Stage IIIA
Tidak ada tumor yang ditemukan di payudara atau tumor 2 cm atau
lebih dari 2 cm kurang dari 5 cm. Kanker ditemukan di 4-9 kelenjar
getah bening aksila ipsilateral dan/atau di kelenjar getah bening
mamaria interna (terdeteksi secara klinis); atau
Tumor lebih besar dari 5 cm dan terdapat kelompok kecil sel
kanker payudara telah menyebar ke 1-3 kelenjar getah bening
aksila atau ke kelenjar getah bening mamaria interna (terdeteksi
atau tanpa terdeteksi secara klinis) (Kemenkes, 2015).
b. Stage IIIB
Pada stage IIIB, tumor ditemukan dalam berbagai ukuran dan
kanker telah menyebar ke dinding dada dan/atau kulit payudara dan
menyebabkan bengkak atau maag. Juga, kanker mungkin telah
menyebar sampai ke kelenjar getah bening atau kelenjar getah bening
aksila dan mamaria interna (Kemenkes, 2015).
c. Stage IIIC
Pada stage IIIC, tidak ada tumor ditemukan di payudara atau
mungkin terdapat tumor dalam berbagai ukuran dan kanker mungkin

9
telah menyebar ke kulit payudara dan menyebabkan pembengkakan
atau ulkus dan/atau telah menyebar ke dinding dada. Selain itu kanker
telah menyebar ke 10 atau lebih kelenjar getah bening aksila; atau
kelenjar getah bening atas atau di bawah tulang selangka; atau kelenjar
getah bening aksila dan kelenjar getah bening di dekat tulang dada
(Kemenkes, 2015).
4. Stage IV
Pada stage IV, tomur dengan berbagai ukuran telah menyebar ke
organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2015).

10
E. GUIDELINE TERAPI KANKER PAYUDARA

1. Stage 0
Terapi pada stage 0 didasarkan pada pemeriksaan histopatologis
dan radiologik.
2. Stage I dan II
Terapi dilakukan dengan tindakan operasi berupa mastektomi,
Breast Conserving Therapy (BCT). Terapi BCT dilakukan bila memenuhi
syarat sebagai berikut.
Tumor tidak lebih dari 3 cm
Atas permintaan pasien
Tidak multiple dan/atau mikroklasifikasi luas
Ukuran T dan payudara seimbang
Bukan tergolong ductal carcinoma in situ (DCIS) atau lobular
carcinoma in situ (LCIS)
Belum pernah diradiasi di bagian dada
Tidak ada Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau scleroderma
Memiliki alat radiasi yang adekuat

Terapi paska operasi yaitu kemoterapi dan terapi radiasi (setelah


BCT, kelenjar getah bening lebih dari 3)
3. Stage III
a. Stage IIIA
Terapi yang diberikan yaitu sebagai berikut.
Mastektomi simpel dan radiasi dengan kemoterapi adjuvant
dengan/tanpa hormonal, dengan/tanpa terapi target.
Mastektomi radikal modifikasi + radiasi dengan kemoterapi
adjuvant, dengan/tanpa hormonal, dengan/ tanpa terapi target.
Kemoradiasi preoperasi dilanjutkan dengan atau tanpa BCT atau
mastektomi simple, dengan/tanpa hormonal, dengan/tanpa terapi
target.
b. Stage IIIB
Terapi yang diberikan yaitu sebagai berikut.
Radiasi preoperasi dengan/tanpa operasi + kemoterapi + hormonal
terapi.

11
Kemoterapi preoperasi/neoadjuvan dengan/tanpa operasi +
kemoterapi + radiasi + terapi hormonal + dengan/tanpa terapi
target.
Kemoradiasi preoperasi dengan/tanpa operasi dengan/ tanpa radiasi
adjuvan dengan/ kemoterapi + dengan/ tanpa terapi target.
4. Stage IV
Terapi yang diberikan yaitu sebagai berikut.
Sifat terapi paliatif
Terapi sistemik merupakan terapi primer (kemoterapi dan terapi
hormonal) {III atau II*}
Terapi lokoregional (radiasi & bedah) apabila diperlukan {III atau
II*}
Hospice home care {I}

F. TERAPI KANKER PAYUDARA


Sasaran terapi pada kasus kanker payudara adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien kanker payudara baik dari segi sosial,
ekonomi maupun mental pasien (stadium akhir), meminimalkan gejala
yang diderita pasien, mematikan sel-sel kanker di payudara (stadium
awal), mengangakat tumor yang terjadi, dan membersihkan jaringan di
sekitar tumor. Strategi terapi pasien kanker payudara adalah dengan cara
operasi dan terapi adjuvant seperti terapi radiasi, kemoterapi, terapi
hormon. Terapi kanker payudara biasanya melibatkan kombinasi antara
operasi, terapi radiasi, kemoterapi dan beberapa dengan terapi gen
(Tangney,2012).

Terapi kanker payudara secara garis besar terdiri dari kemoterapi,


radioterapi, dan terapi hormonal (Kemenkes, 2015), yaitu sebagai berikut :
1 Operasi
Terdapat dua jenis operasi pada kanker payudara, yaitu:
a Breast-Conserving Surgery (BCS)
Pembedahan untuk mengangkat benjolan kanker (tumor), yang dikenal
sebagai operasi konservasi payudara. Operasi konservasipayudara berkisar
dari lumpectomy atau eksisi lokal luas, di mana hanya tumor dan sedikit

12
jaringan payudara di sekitarnya akan dibersihkan, untuk mastektomi parsial
atau quadrantectomy, dimana sampai seperempat dari payudara akan dihapus.
Jumlah jaringan payudara yang akan dibersihkan akan tergantung pada:
Jenis kanker
Ukuran tumor dan di mana letaknya pada payudara tersebut
Jumlah jaringan sekitarnya yang perlu dibersihkan
Ukuran payudara
b Modified Radical Mastectomy (MRM)
Pembedahan untuk mengangkat seluruh payudara, yang disebut
mastektomi. Mastektomi adalah penghapusan semua jaringan payudara,
termasuk puting. Jika tidak terdapat tanda-tanda jelas bahwa kanker telah
menyebar ke kelenjar getah bening masektomi atau pengangkatan jaringan
bersama dengan biopsi kelenjar getah bening sentinel. Namus jika kanker
telah menyebar ke kelenjar getah bening, maka mungkin akan dibutuhkan
pengangkatan yang sifatnya lebih luas (clearance) dari kelenjar getah bening
dari ketiak (Howard and Bland, 2012).

2 Radioterapi
Radioterapi atau terapi radiasi adalah salah satu perawatan yang paling
umum untuk kanker dengan menggunakan partikel berenergi tinggi atau
gelombang, seperti sinar-x, sinar gamma, berkas elektron, atau proton, untuk
menghancurkan atau merusak sel-sel kanker. Radiasi bekerja dengan
membuat istirahat kecil di DNA dalam sel. Istirahat ini menjaga sel-sel kanker
dari tumbuh dan membelah, sehingga menyebabkan sel-sel kanker mati. Sel-
sel normal di dekatnya juga dapat terpengaruh oleh radiasi, tetapi sebagian
membaik dan kembali bekerja (American Cancer Society, 2015).Radioterapi
menggunakan dosis terkontrol radiasi untuk membunuh sel-sel kanker. Terapi
ini biasanya diberikan setelah operasi dan kemoterapi untuk membunuh sel-sel
kanker yang tersisa. Jenis radioterapi yang tergantung pada kanker dan jenis
operasi. Radiasi ada yang bersifat external yaitu menggunakan mesin khusus
atau internal dari substansi radiaktif yang di taruh didalam tubuh (Medline,
2016).
Menurut American Cancer Society (2016) radioterapi dilakukan pada
kondisi seperti :

13
- Setelah breast-conserving surgery (BCS) untuk membantu menurunkan
kemungkinan kanker akan kembali pada payudara atau kelenjar getah bening
terdekat.
- Setelah masektomi, terutama jika kanker lebih dari 5 cm (sekitar 2 inci) atau
jika kanker ditemukan pada kelenjar getah bening.
- Jika kanker telah menyebar kebagian tubuh lain seperti tulang dan otak.

3 Terapi Sistemik
Terapi sistemik terbagi menjadi 3 tipe yaitu kemoterapi, terapi hormon, dan
terapi target (KPKN, 2015):
a Kemoterapi
Kemoterapi yaitu terapi yang menggunakan obat-obatan beracun
untuk sel-sel kanker dan membunuh sel-sel kanker. Biasanya rute
pemberian obat kanker ini secara intravena atau sebagai pil melalui peroral
(NCCN, 2006). Kemoterapi yang diberikan dapat berupa obat tunggal atau
berupa gabungan beberapa kombinasi obat kemoterapi. Kemoterapi
diberikan secara bertahap, biasanya sebanyak 6 8 siklus agar
mendapatkan efek yang diharapkan dengan efek samping yang masih dapat
diterima (Kemenkes, 2015). Ini biasanya digunakan setelah operasi untuk
menghancurkan sel-sel kanker yang belum dihapus dan disebut dengan
kemoterapi adjuvan. Sedangkan kemoterapi yang dilakukan sebelum
operasi yang sering digunakan untuk mengecilkan tumor besar disebut
dengan kemoterapi neo-ajuvan (NCCN, 2006).
Golongan obat Macam obat Beberapa Target obat
anti kanker mekanisme kerja
Alkylating agents Melphalan, Berikatan dengan Molekul DNA
cyclophosphamide, DNA, merusak dan
chlorambucil, menyebabkan
cisplatin ikatan yang tidak
sesuai antara DNA
strands
Anticancer Dactinomycin, Menghambat Topoisomerase
antibiotics daunomycin, topoisomerase II dan I

14
doxorubicin
Antimetabolites Methotrexate, Menghambat enzim Dihydrofolate
fluorouracil, yang berperan pada reductase,
cytosar, 5- sintesa DNA dan thymidylate
azacytosine, 6- RNA synthetase
mercaptopurine,
Gemcitabine

b Terapi hormon
Estrogen, hormon yang diproduksi sebagian besar oleh ovarium,
tetapi juga dari hormon yang diproduksi oleh kelenjar adrenal dan jaringan
lemak dalam tubuh wanita menyebabkan beberapa jenis kanker payudara
tumbuh. Terapi hormon hanya efektif pada wanita dengan kanker yang
mengandung kadar peningkatan estrogen atau reseptor progesteron. Setiap
kanker payudara harus diuji untuk reseptor ini, jika kanker negatif untuk
kedua reseptor tersebut, maka terapi hormon menjadi tidak bermanfaat
(NCCN, 2006). Terapi hormonal dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
imunohistokimia terlebih dahulu untuk menentukan pilihan kemoterapi atau
hormonal sehingga diperlukan validasi pemeriksaan tersebut (Kemenkes,
2015). Terapi hormon bekerja dengan menurunkan kadar hormon dalam
tubuh atau dengan menghentikan efek hormon tersebut. Terapi hormone
sebagai berikut :
1 Tamoxifen
Obat-obatan ini tidak menurunkan kadar estrogen; sebaliknya,
mereka mencegah estrogen dari menyebabkan sel-sel kanker payudara
tumbuh. Contoh obat anti-estrogen yaitu tamoxifen, toremifen, dan
fulvestrant. Tamoxifen adalah obat antiestrogen yang paling sering
digunakan untuk mengurangi kemungkinan kanker payudara positif
reseptor hormon datang kembali. Terapi yang lain adalah toremifene
yang merupakan antiestrogen yang berkaitan erat dengan tamoxifen.
Terapi ini menjadi pilihan bagi wanita postmenopause dengan kanker
payudara metastatik. Sedangkan fulvestrant adalah obat baru yang dapat
mengurangi jumlah reseptor estrogen. Hal ini efektif pada wanita

15
menopause, bahkan jika kanker payudara tidak lagi menanggapi
tamoxifen (NCCN, 2015).
2 Aromatase inhibitor
Obat-obatan atau terapi yang menurunkan produksi estrogen dalam
tubuh. Contoh terapi ini yaitu inhibitor aromatase. Inhibitor aromatase
menghentikan produksi estrogen pada wanita menopause, contohnya
anastrozole, letrozole, dan exemestane. Obat tersebut bekerja dengan
menghalangi enzim yang membuat estrogen pada wanita menopause.
Namun obat ini tidak bisa menghentikan produksi estrogen pada wanita
premenopause, sehingga hanya efektif pada wanita pascamenopause
(NCCN, 2015).
3 Ablasi ovarium
Pada wanita yang belum mengalami menopause, estrogen
diproduksi oleh indung telur. Ablasi dapat dilakukan dengan
menggunakan operasi atau radioterapi. Ablasi ovarium melibatkan
menggunakan obat yang disebut goserelin, yang merupakan luteinzing
hormone-releasing hormon agonist (LHRHa). Periode menstruasi akan
berhenti saat menjalani terapi ini (Howard and Bland, 2012).

c Terapi target/ terapi biologis.


Beberapa kanker payudara dirangsang untuk tumbuh protein yang
disebut epidermal growth factor receptor manusia 2 (HER2). Kanker ini
disebut HER2-positif. Terapi biologi bekerja dengan menghentikan efek
HER2 dengan membantu sistem kekebalan tubuh untuk melawan sel-sel
kanker. Trastuzumab, yang juga dikenal dengan nama merek Herceptin,
biasanya digunakan setelah kemoterapi. Trastuzumab dapat
menyebabkan efek samping, antara lain terhadap kondisi jantung. Ini
menyimpulkan bahwa obat tersebut tidak cocok untuk pasien yang
memiliki masalah jantung, seperti angina dan hipertensi. Obat lain yaitu
bevacizumab, namun saat ini tidak disetujui untuk kanker payudara
karena evidence tidak menunjukkan manfaat survival (Anonim, 2015).

ASCO (American Society of Clinical Oncology) menilai berbagai uji


klinik untuk identifikasi kemoterapi dan terapi target yang optimal pada

16
wanita dengan kanker payudara stadium lanjut HER2 negatif (atau tidak
diketahui). Nelson (2014) memaparkan hasil rekomendasi ASCO:

1 Terapi endokrin sebaiknya diberikan sebagai terapi lini pertama pada


pasien dengan kanker payudara stadium lanjut/metastatik reseptor
hormon positif dibandingkan kemoterapi, kecuali penyakitnya
mengancam nyawa atau ada concern resistensi endokrin.
2 Kemoterapi tunggal sekuensial sebaiknya diberikan dibandingkan
kemoterapi kombinasi. Regimen kombinasi dipertimbangkan jika
penyakitnya mengancam nyawa yang memungkinkan hanya 1 pilihan
terapi yang berpotensi.
3 Peran bevacizumab masih kontroversi dan terapi ini sebaiknya
dipertimbangkan dengan kemoterapi tunggal jika mengancam nyawa atau
gejala berat, yang mana pada pemeriksaan terdapat perbaikan response
rate. Di US, bevacizumab tidak disetujui untuk kanker payudara karena
evidence tidak menunjukkan manfaat survival. Terapi target lain sebaiknya
tidak ditambahkan atau digunakan sebagai pengganti kemoterapi di luar
uji klinik.
4 Tidak terdapat agen tunggal yang superior dalam terapi pasien kanker
payudara stadium lanjut dan terdapat beberapa agen yang sesuai untuk lini
pertama. Evidence yang paling efektif adalah taxane dan anthracycline.
Pilihan lainnya yaitu capecitabine, gemcitabine, senyawa berbasis
platinum, vinorelbine, dan ixabepilone. Pemilihan terapi didasarkan pada
terapi sebelumnya, toksisitas, kondisi komorbid, dan preferensi pasien.
5 Kemoterapi dilanjutkan sampai progresif dan ditoleransi karena
memperbaiki overall survival secara sedang dan secara bermakna
memperbaiki progression free survival, tetapi harus seimbang antara
toksisitas dan kualitas hidup.
6 Regimen kemoterapi sebaiknya tidak ditentukan secara spesifik oleh
subtipe kanker payudara karena tidak terdapat evidence yang
menunjukkan perbedaan efikasi.
7 Terapi lini kedua dan berikutnya mungkin memberikan manfaat klinis dan
sebaiknya ditentukan terapi sebelumnya, toksisitas, kondisi medis yang
mendasari, dan pilihan pasien.

17
8 Perawatan paliatif diberikan berkelanjutan. Karena adanya penurunan hasil
dengan kemoterapi lini berikutnya, klinisi sebaiknya memberikan
perawatan suportif terbaik tanpa pilihan kemoterapi.
9 Karena belum terdapat cure untuk pasien dengan kanker payudara stadium
lanjut, klinisi sebaiknya mendorong pasien yang memenuhi kriteria untuk
ikut uji klinik jika penyakitnya tidak mengancam nyawa.

G. PENGGUNAAN PROTOKOL KEMOTERAPI


Berdarkan Komisi Nasional Penanggulangan Kanker (KPKN) (2015)
kemoterapi yang diberikan dapat berupa obat tunggal atau berupa gabungan
beberapa kombinasi obat kemoterapi. Kemoterapi diberikan secara bertahap,
biasanya sebanyak 6 8 siklus agar mendapatkan efek yang diharapkan
dengan efek samping yang masih dapat diterima. Penentuan regimen dosis
yang diberikan disesuaikan dengan hasil pemeriksaan imunohistokimia.

2. Kombinasi Her-2 positif

AC diikuti dengan Doxorubicin 60 Ulangi setiap 21 hari


Kemoterapi T dengan mg/m2 IV hari 1 selama 4 siklus

trastuzumab Siklofospamid 600


mg/m2 IV hari 1
Selama 1 jam setiap
Diikuti dengan : minggu selama 12
minggu
Paclixatel 80 mg/m2
dengan IV

Dengan: Setiap minggu sampai


Trastuzumab 4 mg/kg 1 tahun pengobatan
IV dengan dosis trastuzumab selesai
pertama paclitaxel Setiap 21 hari diikuti
dengan paclixatel dan
Diikuti dengan: dberikan hingga 1
Trastuzumab 2mg/kg tahun pengobatan
IV trastuzumab selesai

Alternatif:
Trastuzumab 6 mg/kg
IV

18
AC diikuti dengan Doxorubicin 60 Ulangi setiap 21 hari
Kemoterapi T trastuzumab + mg/m2 IV hari 1 selama 4 siklus

pertuzumab Siklofospamid 600


mg/m2 IV hari 1
Ulangi setiap 21 hari
Diikuti dengan :
selama 4 siklus
Pertuzumab 840 mg
IV hari 1

Peruzumab 420 mg
IV hari 1

Trastuzumab 8 mg/kg Ulang setiap 21 hari


IV pada hari 1 sampai 1 tahun
pengobatan
trastuzumab selesai
Trastuzumab 6
mg/kg IV hari 1

Paclixetal 80 mg/m2
IV hari 1,8 dan 15

Trastuzumab 6 mg/kg
IV pada hari 1
Dose dense AC diikuti Doxorubicin 60 Diulangi setiap 2
Paclitaxel dengan mg/m2 IV pada hari minggu selama 4
1 siklus
trastuzumab
Cyclophosphamide
600 mg/m2 IV pada
hari 1
Ulangi setiap 2 minggu
Diikuti dengan: selama 4 siklus
Paclitaxel 175 mg/m2
IV infuse selama 3
jam pada hari 1

Dengan: Tiap minggu selama 1


Trastuzumab 4 mg/kg tahun pengobatan
IV dengan dosis selesai
pertama paclitaxel

19
Diikuti dengan: Setiap 21 hari diikuti
Trastuzumab 2 mg/kg dengan paclixatel dan
dberikan hingga 1
IV
Alternatif tahun pengobatan
trastuzumab selesai
trastuzumab 6 mg/kg
IV

TCH kemoterapi Docetaxel 75 mg/m2 Ulangi setiap 21 hari


IV pada hari 1 selama 6 siklus

Carboplatin AUC 6
IV pada hari 1
Satu minggu

Dengan: Selama 17 minggu


Trastuzumab 4 mg/kg
IV
Diikuti dengan: Setiap 21 hari hingga
1 tahun pengobatan
Trastuzumab 2 mg/kg
trastuzumab selesai
IV
Trastuzumab 6 mg/kg
IV
TCH kemoterapi + Transtuzumab 8 Ulangi setiap 21 hari
Pertuzunab mg/kg IV pada hari 1 selama 6 siklus

Transtuzumab 6
mg/kg IV pada hari 1

Pertuzumab 840 mg
IV pada hari 1

Pertuzumab 420 mg
IV pada hari 1

Docetaxel 75 mg/m2
IV pada hari 1

Carboplatin AUC 6
IV pada hari 1 Setiap 21 hari hingga 1
tahun pengobatan

20
trastuzumab selesai
Diikuti dengan:
Trastuzumab 6 mg/kg
IV

AC diikuti dengan Doxorubicin 60 Setiap 21 hari hingga 4


Kemoterapi Docetaxel mg/m2 IVpada hari 1 siklus
dengan Trastuzumab
Cyclophosphamid
600 mg/ m2 IVpada
hari 1

Diikuti dengan:
Docetaxel 100 mg/m2 Setiap 21 hari hingga 4
IV pada hari 1 siklus

Dengan:
Selama 1 minggu
Trastuzumab 4 mg/kg
IV Setaip minggu selama
11minggu
Diikuti dengan:
Trastuzumab 2 mg/kg Setiap 21 hari hingga 1
IV tahun pengobatan
Diikuti dengan: terapi trastuzumab
Trastuzumab 6 mg/kg selesai.
IV

AC diikuti dengan Doxorubicin 60 Setiap 21 hari selama 4


Kemoterapi Docetaxel mg/m2 IV pada hari siklus
dengan Trastuzumab dan 1
Pertuzumab
Cyclophosphamide
600 mg/m2 IV pada
hari 1

Diikuti dengan: Setiap 21 hari selama 4


Pertuzumab 840 mg siklus
IV pada hari 1

Pertuzumab 420 mg
IV pada hari 1

21
Trastuzumab 8 mg/kg
IV pada hari 1

Trastuzumab 6 mg/kg
IV pada hari 1

Docetaxel 75100
mg/m2 IV pada hari
1
Setiap 21 hari hingga 1
Diikuti dengan: tahun pengobatan
Trastuzumab 6 mg/kg terapi trastuzumab
IV selesai.
Kemoterapi Docetaxel 75 mg/m2 Ulangi setiap 21 hari
Docetaxel/Cyclophosphami IV pada hari 1 selama 4 siklus
d dengan trastuzumab
Cyclophosphamid
600 mg/m2 IV pada
hari 1

Dengan: Selama 1 minggu


Trastuzumab 4mg/kg
IV
Selama 11 minggu
Diikuti dengan:
Trastuzumab 2
mg/kg IV
Setiap 21 hari hingga 1
Diikuti dengan:
tahun pengobatan
Trastuzumab 6
terapi trastuzumab
mg/kg IV selesai.
Kemoterapi FEC diikuti Fluorouracil 500 Ulangi setiap 21 hari
dengan Pertuzumab + mg/m2 IV pada hari selama 3 siklus
Trastuzumab + Docetaxel 1
Epirubicin 100
mg/m2 IV pada hari
1
Cyclophosphamide Ulangi setiap 21 hari
600 mg/m2 IV pada selama 3 siklus
hari 1

22
Diikuti dengan:
Pertuzumab 840
mg IV pada hari 1
Pertuzumab 420
mg IV
Trastuzumab 8
mg/kg IV pada Setiap 21 hari hingga 1
hari 1 tahun pengobatan
Trastuzumab 6 terapi trastuzumab
mg/kg IV selesai
Docetaxel 75
100 mg/m2 IV
pada hari 1
Diikuti dengan:
Trastuzumab
6mg/kg IV
Kemoterapi FEC diikuti Fluorouracil 500 Ulangi setiap 21 hari
dengan Pertuzumab + mg/m2 IV pada hari selama 3 siklus
Trastuzumab + Paclitaxel 1
Epirubicin 100
mg/m2 IV pada hari
1
Cyclophosphamide
600 mg/m2 IV pada Ulangi setiap 21 hari
hari 1 selama 3 siklus
Diikuti dengan:
Pertuzumab 840 mg
IV pada hari 1
Pertuzumab 420 mg
IV
Trastuzumab 8
mg/kg IV pada hari
1 Setiap 21 hari hingga 1
Trastuzumab 6 tahun pengobatan
mg/kg IV terapi trastuzumab
Paclitaxel 80 mg/m2 selesai
IV pada hari 1, 8,
dan 15
Diikuti dengan:
Trastuzumab 6mg/kg
IV
Paclitaxel + trastuzumab Paclitaxel 80 mg/m2 Setiap minggu selama

23
IV 12 minggu
Dengan:
Trastuzumab 4 mg/kg
IV dengan dosis Setiap minggu hingga
pertama paclitaxel 1 tahun pengobatan
Diikuti dengan: trastuzumab selesai
Trastuzumab 2 mg/kg
IV Setiap 21 hari diikuti
dengan paclixatel dan
dberikan hingga 1
Alternativ: tahun pengobatan
trastuzumab 6 mg/kg trastuzumab selesai
IV

(NCCN, 2015)

3. Kombinasi Her-2 negatif

Doxorubicin 60 Ulangi setiap 2 minggu


Dose-dense AC mg/m2 IV pada hari selama 4 siklus
1

Cyclofospamid 600
mg/m2 IV hari 1

Diikuti dengan
Paclitaxel 175 mg/m2
infus IV pada hari 1
setiap 2 minggu.
Dose-dense AC Doxorubicin 60 Siklus diulangi setiap 2
mg/m2 IV pada hari 1 minggu selama 4 siklus.

Cyclofospamid 600
mg/m2 IV hari 1 selama 1 jam setiap
minggu selama 12
Diikuti dengan : minggu
Paclitaxel 80 mg/m2
dengan infus IV
TC Docetaxel 75 mg/m2 Ulangi setiap 3 minggu,
IV pada hari 1 4 siklus
Setiap siklus dengan
Cyslofosfamid 600 tambahan myeloid
mg/m2 pada hari 1 growth factor

24
AC setiap 3 minggu Doxorubicin 60 Ulangi setiap 21 hari
mg/m2 pada hari 1 selama 6 siklus

Cyclosfosfamid 600
mg/m2 IV pada hari 1
FAC/CAF 5-Fluorouracil 500 Ulangi setiap 21 hari
mg/m2 IV pada hari 1 selama 6 siklus
dan 8 atau hari 1 dan 4

Doxorubicin 50
mg/m2 IV pada hari 1
(infus selama 72 jam )

CMF Cyclosfosfamid 100 Ulangi setiap 28 hari


mg/m2 PO pada hari selama 6 siklus.
1-14

Methotrexate 40
mg/m2 Iv pada hari 1
dan 8

5-Fluorouracil 600
mg/m2 Iv pada hari 1
dan 8
FEC/CEF Cyclosfosfamid 75 Ulangi setiap 28 hari
mg/m2 PO hari 1-14 selama 6 siklus

Epirubicin 60 mg/m2
Iv pada hari 1 dan 8

5-Fluorouracil 500
mg/m2 IV pada hari 1
dan 8

Dengan tambahan
kotrimoxazol
AC diikuiti Docetaxel Doxorubicin 60 Setiap 21 hari selama 4
setiap 3 minggu mg/m2 pada hari 1 siklus

Cyclosfosfamid 600
mg/m2 IV pada hari 1

25
Diikuti dengan :
Docetaxel 100 mg/m2
IV pada hari 1
AC diikuti dengan Doxorubicin 60 Ulangi setiap 21 hari
Paclitaxel setiap minggu mg/m2 pada hari 1 selama 4 siklus

Cyclosfosfamid 600
mg/m2 Iv pada hari 1

Diikuti dengan :
Paclitaxel 80 mg/m2
dengan infus IV
selama 1 jam setiap
minggu selama 12
minggu.
EC Epirubicin 100 mg/m2 Ulangi setiap 21 hari
pada hari 1 selama 8 siklus

Cyclosfosfamid 600
mg/m2 Iv pada hari 1
FEC diikuti dengan T A. Diikuti docetaxel Ulangi selama 21 hari
5-Fluorouracil 500 selama 3 siklus.
mg/m2 IV pada
hari 1

Epirubicin 100
mg/m2 IV pada
hari 1

Cyclosfosfamid
500 mg/m2 IV
pada hari 1

Diikuti dengan :
Docetaxel 100
mg/m2 IV pada
hari 1 Ulangi setiap 21 hari
B. Diikuti Paclitaxel selama 4 siklus

5-Fluorouracil 600
mg/m2 Iv pada

26
hari 1

Epirubicin 90
mg/m2 IV pada
hari 1

Cyclosfosfamid
600 mg/m2 Iv pada
hari 1

Diikuti dengan :
Paclitacxel 100
mg/m2 infus setiap
minggu selama 8
minggu.

FAC diikuti T 5-Fluorouracil 500 Ulangi setiap 21 hari


mg/m2 IV pada hari 1 selama 6 siklus
dan 8 atau hari 1 dan 4

Doxorubicin 50
mg/m2 IV pada hari 1
(atau dengan infus
selama 72 jam)

Cyclosfosfamid 500
mg/m2 IV pada hari 1

Diikuti dengan :
Paclitaxel 80 mg/m2
dengan IV infus
selama 1 jam setiap
minggu selama 12
minggu.

TAC Docetaxel 75 mg/m2 Ulangi setiap 21 hari


Iv pada hari 1 selama 6 siklus

Doxorubicin 50
mg/m2 Iv pada hari 1

27
Cyclosfosfamid 500
mg/m2 Iv pada hari 1

(NCCN, 2015)

Tabel 2. Pilihan terapi sistemik adjuvant kanker payudara (PERABOI, 2003)

Kelenjar Premenopause Postmenopausal


ER+ ER- ER+ ER-
aksila
Negatif Tamoxifen Kemoterapi Tamoxifen/ Kemoterapi
dengan atau tanpa aromatase
kemoterapi inhibitor/
raloxifen dengan
atau tanpa
kemoterapi

Kemoterapi + Kemoterapi +
Positif kemoterapi Kemoterapi tamoxifen/ Kemoterapi
tamoxifen aromatase
inhibitor

H. MONITORING
1 Monitoring Keberhasilan
Awal, monitoring kekambuhan dilakukan selama 3 sampai 6 bulan
sekali. Setelah 5 tahun, monitoring dilakukan 1 tahun sekali. Monitoring
bertujuan untuk melihat kekambuhan kanker pasien.Pasca operasi dan radiasi,
dilakukan mammogram 6 bulan sekali, selanjutnya 1 tahun sekali, pasien yang
telah melakukan mastektomi, dilakukan mammogram pada payudara yang
tersisa setahun sekali. pada penggunaan tamoxifen atau toremifene dilakukan
pemeriksaan pelvis setiap tahun karena obat tersebut meningkatkan resiko
kanker Rahim, terutama pada wanita menopause dan monitoring abnormalitas
perdarahan vaginal. Pada penggunaan inhibitor aromatase monitoring
kesehatan tulang (Senkus et al., 2009)

28
Jika ada tanda fisik kekambuhan, dilakukan pemeriksaan marker tumor
darah, fungsi hati, CT scan, scan tulang, rontgen dada.JIka gejala, uji, atau tes
menunjukkan kekambuhan, dilakukan tes pencitraan x-ray, CT scan, PET
scan, MRI scan, Scan tulang, dan atau biopsy. Selain itu dapat dilakukan juga
uji marker sel-sel tumor, seperti CA-15-3, CA 27-29, atau CEA.Monitoring
fungsi jantung setiap 3 4 minggu sekali selama terapi (Senkus et al., 2009).
Monitoring kadar petanda tumor CA 15-3 dan CEA sebelum dan
sesudah kemoterapi pada pasien kanker payudara stadium lanjut. Petanda
tumor kadarnya berkorelasi dengan keberhasilan pengobatan dan respon
terapi. Kadar normal "tumor marker" dalam darah pada setiap orang tidak
selalu sama. Sebagai contoh kadar CEA pada orang normal/sehat : 0 - 4,6
ng/ml. Kadar 4,6 - 10 ng/mL sering juga ditemukan pada perokok dan
penderita tumor jinak. Kadar 10 ng/mL dianggap sebagai batas bawah dari
kadar CEA yang menunjukkan adanya kanker (Wayan R. S., 2000). Pada
kanker payudara, konsentrasi petanda tumor mengalami perubahan dengan
pengobatan. Petanda tumor biasanya meningkat seiring dengan progresivitas
penyakit, menurun pada penyakit yang mengalami remisi dan tidak ada
perubahan yang signifikan pada keadaan yang stabil (Kresno, 2003).

2 MONITORING EFEK SAMPING


1 Kemoterapi
A Alkylating Agent
a Cyclophosphamide ( cytoxan, Neosar )
Cyclophosphamide dapat menimbulkan kerusakan DNA permanen
dan menimbulkan efek yang lebih luas terhadap jaringan yang sedang
membelah. Sel-sel labil, seperti sel hemopoetik dalam sumsum tulang,
epitel rambut, epitel permukaan rongga organ dalam, yang mempunyai
kemampuan membelah terus menerus dan berprolifersi tak terbatas,
merupakan sasaran efek dari kemoterapi pada umumnya dan
cyclophosphamide pada khususnya. Hal ini tampak jelas terlihat seperti
rambut rontok, diare dan imunosupresi (Drug bank, 2016).
MonitoringComplete Blood CountCBC) sertafungsi organ lainnya
(seperti ginjal dan hati) (Anonim, 2016).

B Anticancer Antibiotics
a Doxorubicin

29
Potensi efek samping Doxorubicin dapat menyebabkan
kardiotoksisitas pada penggunaan jangka panjang, hal itu menyebabkan
penggunaannya secara klinis menjadi terbatas. Efek samping pada
pemakaian kronisnya bersifat ireversibel, termasuk terbentuknya
cardiomyopathy dan congestive heart failure (Han et al., 2008).

Monitoring fungsi jantung, karena doxorubicin dapat menyebabkan


kardiotoksisitas pada penggunaan jangka panjang

C Anti Metabolit
a Metotrekstat
Potensi efek samping obat Methotrexate diantaranya adanyan
penurunan sel darah putih, radang paru paru, sakit kepala dan lain
lain jika dikonsumsi lebih dari 2 bulan (Indirawati, 2009).
Monitoring nilai leukosit
Monitoring fungsi paru
Monitoring sakit kepala dipantau setiap hari.
b 5-Fluorouracil
Potensi efek samping obat 5-Fluorouracil adalah neutropenia,
stomatitis, diare, dan hand-food syndrome. Masing-masing efek ini
terkait dengan metode pemberian yang diterapkan pada
pasien (Meyerhardt and Mayer, 2005).
a. Sitarabin (cyrosar)
Potensi efek samping penggunaan obat ini adalah gangguan
pernafasan, pembengkakan kelopak mata, wajah atau bibir, ruam atau
gatal-gatal (Terutama yang mempengaruhi seluruh tubuh), gatal-gatal
merasa lelah dan Flu seperti gejala demam dan panas dingin (Nand et
al, 1986).
Monitoring efek samping kemoterapi, yaitu infeksi, kehilangan
selera makan, mual dan muntah, kelelahan, kerontokan rambut, mulut
sakit, menggunakan Chemotherapy Side Effect Worksheet dari
American Cancer Society (Anonim, 2016).

2 Radioterapi
Penggunaan Radioterapi dapat menyebabkan iritasi kulit biasanya
terjadi 1 minggu setelah terapi radiasi. Gejalanya berupa kulit
kemerahan hingga gelap dan dapat terjadi eritema.tetapi setelah

30
pengobatan radioterapi berhenti kulit akan kembali menjadi normal.
Efek samping lainya radioterapi yaitu fatigue (Medline, 2016).

3 Hormonal
a Tamoxifen

Tamoxifen meningkatkan risiko perkembangan kanker


endometrium pada wanita pascamenopause.
Monitoring endometriosis
Skrining endometriosis dimulai menggunakan ultrasonografi
transvaginal atau histeroskopi. Jika hasilnya normal dapat
dilakukan skrining lagi dengan sonografi transvaginal 2-3 tahun
setelah memulai terapi dengan tamoxifen (Neven P and Vernaeve
H, 2000).
Monitoring WBC
Jika WBC < 3500-4000 , dosis tamoxifen harus disesuaikan
Monitoring perdarahan vaginal
Memonitor perdarahan vagina pada wanita pascamenopause.
Meskipun tamoxifen adalah anti - estrogen , tetapi tramoxifen
bertindak mirip dengan estrogen dalam tubuh, simulasi menstruasi
(Neven P and Vernaeve H, 2000).

b Aromatase Inhibitor
Aromatase Inhibitor menyebabkan Hot flashes, gelisah,
berkeringat, insomnia, nyeri otot, merasa lelah, nyeri tulang (Zivian
and Salgado, 2008)

Monitoring BMD (Bone Mineral Density).


Dilakukan pada pasien yang mendapat terapi AI, terutama pada
pasien menopause, beresiko tinggi mengalami osteoporosis dan
patah tulang (Perez, Edith A., et al, 2006).

4 Biologis
a Trastuzumab
Efek samping Trastuzumab diantaranya demam, sakit kepala,
mual, sesak napas, muntah, kelelahan, infeksi, diare, batuk yang
meningkat, nyeri otot, bintik merah pada kulit, penurunan sel darah putih

31
dan darah merah. Monitoring dilakukan selama 24 jam setelah terapi.
(Anonim, 2011).
Monitoring fungsi jantung sebelum dan 3-4 bulan selama terapi
trastuzumab menggunakan parameter LVEF. Penggunaan trastuzumab
dihindari atau sangat hati-hati pada pasien dengan baseline LVEF
<50%. Pada LVEF yang menurun lebih dari 15% atau 10% dari
baseline, setidaknya digunakan selama 4 minggu. Trastuzumab dapat
dimulai kembali ketika LVEF kembali ke dalam batas-batas normal
(Onitilo et al, 2014).
Monitoring fungsi paru-paru, karena trastuzumab dapat
menyebabkan sesak napas yang menyebabkan kematian (Anonim,
2016).
Monitoring nilai leukosit (Anonim, 2016).

I. INTERAKSI OBAT

Obat/terapi Interaksi Efek

Cisplatin Vinorelbine Meningkatkan resiko granulositopenia

Amiodarone dan Meningkatkan resiko prolonged QT dan


haloperidol kardiak aritmia

Bleomycine Meningkatkan resiko fenomena Raynaud :


meningkatkan kadar bleomycine dan
toksisitas
Docetaxel Meningkatkan resiko neuropati

Fenofibrate Meningkatkan kadar fenofibrat dan resiko


myopati

Methotrexate Meningkatkan toksisitas methotrexate secara


signifikan

Salmeterol Meningkatkan resiko hipokalemia

32
Cyclophosphamide Digoxin Menurunkan kadar digoxin

Carbamazepin Meningkatkan kadar cyclophosphamide dan


resiko toksisitas

Hydrochlorothiazide Meningkatkan toksisitas


hydrochlorothiazide
Ivacaftor Meningkatkan kadar cyclophosphamide

Palifermin Meningkatkan toksisitas cyclophosphamide


Melphalan Palifermin Meningkatkan toksisitas melphalan

Tofacitinib Meningkatkan toksisitas dan resiko infeksi

Cyclosporine Meningkatkan nefrotoksisitas

H2-blocker Menurunkan bioavailabilitas melphalan

Chlorambucil Barbiturat dan Meningkatkan toksisitas chlorambucil


palifermin
Tofacitinib Meningkatkan toksisitas dan resiko infeksi
Dactinomycin Palifermin Menigkatkan toksisitas dactinomycin

Doxorubicin Afatinib Menurunkan kadar afatinib


Dabigatran Menurunkan kadar dan efek dabigatran
Meningkatkan kadar dan efek doxorubicin
Edoxaban,nefazodon
e dan Idelalisib Meningkatkan efek doxorubicin
ivacaftor

Docetaxel Idelalisib dan Meningkatkan kadar dan efek docetaxel


quinidine
Meningkatkan kadar docetaxel
Ivacaftor dan
nefazodone Meningkatkan toksisitas docetaxel
Meningkatkan resiko neuropati
Palifermin
Cisplatin

Methotrexate Cisplatin Meningkatkan toksisitas methotrexate secara


signifikan
(es)omeprazole
Pantoprazole Meningkatkan toksisitas methotrexate

33
Acitretin Meningkatkan efek samping methotrexate
Aspirin Meningkatkan toksisitas methotrexate
Bacitracin Meningkatkan kadar methotrexate
Meningkatkan efek nefrotoksisitas dan
Celecoxib
ototoksisitas
Meningkatkan kadar methotrexate

Fluorouracil Coumarin Meningkatkan resiko perdarahan


folic acid Meningkatkan resiko toksisitas fluorouracil
Hydrochlorothiazide Menyebabkan granulositopenia
Meningkatkan toksisitas fluorouracil
paliferminc dan
tofacitinib

Tamoxifen Cyclophosphamide Menghambat pengaktifan metabolit


cyclophosphamide
Letrozole
Menurunkan kadar serum letrozole
rifampin
Menurunkan AUC tamoxifen
Afatinib
Meningkatkan kadar afatinib
Anastrozole
Menurunkan kadar anastrozole
Atanazavir
Mempengaruhi enzim hepatik/saluran
pencernaan, metabolisme CYP3A4
Bosutinib Meningkatkan kadar bosutinib

Aromatase inhibitors Estradiol tamoxifen, Menurunkan efek aromatase inhibitor


bazedoxifene,
estropipate,
ethynilestradiol, dan
estrogen esterified

(Medscape, 2016; Mouzon et.al., 2013, ONS, 2011)

J. Pencegahan Kanker Payudara

Menurut Tapan (2005) pencegahan kanker payudara bisa dilakukan


dengan melakukan pola hidup sehat dan deteksi dini. Deteksi dini dapat
dilakukan dengan cara: melakukan Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)
sejak usia 20 tahun, pemeriksaan berkala oleh dokter setiap 2-3 tahun pada usia
20-35 tahun, mamografi dilakukan sekali pada usia 35-40 tahun, pada usia 40-
49 tahun dilakukan 1 atau 2 kali, pada usia 50 tahun dan seterusnya, dilakukan
setahun sekali. Pola hidup sehat mencegah kanker payudara menurut Tapan,

34
2005 antara lain: membatasi konsumsi alkohol, hindari kebiasaan merokok,
makan seimbang dan olahraga teratur, lingkungan hidup dan pekerjaan yang
sehat. Pada pencegahan kanker payudara untuk deteksi dini Pemeriksaan
Payudara Sendiri (SADARI).
Menurut Depkes RI (2009) pengertian SADARI adalah pemeriksaan
payudara yang dilakukan sendiri dengan belajar melihat dan memeriksa
payudaranya sendiri setiap bulan. Dengan melakukan pemeriksaan secara
teratur akan diketahui adanya benjolan atau masalah lain sejak dini walaupun
masih berukuran kecil sehingga lebih efektif untuk diobati.
Menurut Otto (2003) pemeriksan payudara sendiri sebaiknya dilakukan
pada hari ke 7-10 yang dihitung sejak hari ke-1 mulai haid (saat payudara tidak
mengeras dan nyeri) atau bagi yang telah menopause pemeriksaan dilakukan
dengan memilih tanggal yang sama setiap bulannya (misalnya setiap tanggal 1
atau tanggal lahirnya). Pemeriksaan payudara sendiri bisa dilakukan setiap saat
yang penting adalah kesadaran untuk memeriksa bagian-bagian payudara yang
mungkin dijumpai suatu benjolan yang tidak lazim (Trihartono, 2009).
Pemeriksaan payudara sendiri tidak lebih dari 2-3 menit (Rasjidi, 2010).

Dalam melakukan Pemeriksaan Payudara Sendiri selain harus dilakukan


secara rutin, kita juga harus melakukan dengan langkahlangkah yang benar
agar pemeriksaan dapat menghasilkan hasil yang tepat. Cara melakukan Sadari
yang benar dapat dilakukan dalam 5 langkah yaitu :
1. Dimulai dengan memandang kedua payudara didepan cermin dengan posisi
lengan terjuntai kebawah dan selanjutnya tangan berkacak pinggang.
Lihat dan bandingan kedua payudara dalam bentuk, ukuran dan warna kulitnya.
Perhatikan kemungkinan kemungkinan dibawah ini :
Dimpling, pembengkakan kulit.
Posisi dan bentuk dari puting susu (apakah masuk kedalam atau
bengkak)
Kulit kemerahan, keriput atau borok dan bengkak.

2. Tetap didepan cermin kemudian mengangkat kedua lengan dan melihat


kelainan seperti pada langkah 1.

3. Pada waktu masih ada didepan cermin, lihat dan perhatikan tanda tanda
adanya pengeluaran cairan dari puting susu.

35
4. Berikutnya dengan posisi berbaring, rabalah kedua payudara, payudara kiri
dengan tangan kanan dan sebaliknya, gunakan bagian dalam (volar/telapak)
dari jari ke 2-4. Raba seluruh payudara dengan cara melingkar dari luar
kedalam atau dapat juga vertikal dari atas kebawah.

5. Langkah berikutnya adalah meraba payudara dalam keadaan basah dan licin
karena sabun dikamar mandi; rabalah dalam posisi berdiri dan lakukan
seperti langkah-4.

KESIMPULAN

Terapi yang dapat digunakan pada penyakit kanker payudara antara lain operasi,
radioterapi, kemoterapi, terapi hormon, dan terapi biologis.Terapi didasarkan pada
stadium kanker. Kanker payudara dapat dicegah dengan deteksi secara dini.

36
DAFTAR PUSTAKA

ACS, 2015. A Guide to Radiation Theraphy. American Cancer Society.

American Cancer Society, 2014. Breast Cancer Pevention And Early Detection.
Http://Www.Cancer.Org/Acs/Groups/Cid/Documents/Webcontent/003165-
Pdf.Pdf. Diakses Tanggal 22 September 2016.

American Cancer Society, 2014. Breast Cancer Pevention And Early Detection.
Http://Www.Cancer.Org/Acs/Groups/Cid/Documents/Webcontent/003165-
Pdf.Pdf. Diakses Tanggal 22 September 2016Anggorowati et al, 2013

Anonim, 2011, Herceptin-Trastuzumab, diakses dari http://www.herceptin.com, diakses


pada 22 September 2016

Elisabeth, T., 2001. Panduan Lengkap Pencegahan dan Pengendalian Kanker


Pada Wanita.Ladang Pustaka dan Intimedia, Jakarta.

Foster, J.S., Henley, D.C., Ahamed, S., And Wimalasena, J., 2001. Estrogens And
Daur Sel Regulation In Breast Cancer. Trends In Endocrinology &
Metabolism. 12(7). 320-327.

Gondhowiardjo, S., 2004.Proliferasi Sel Dan Keganasan. Majalah Kedokteran


Indonesia, 54 (7): 289-299

Greenwald, Peter. 2002. Cancer Chemoprevention. Bmj 324: 714 -718.

Han et al., 2008, Naringenin-7-O-glucoside protects against doxorubicin-induced


toxicity in H9c2 cardiomyocytes by induction of endogenous antioxidant
enzymes, Food and Chemical Toxicology, 46:3140-3146.

37
Hanahan, D., And Weinberg, R. A., 2000. The Hallmarks Of Cancer. Cell 100, 57-
70

Hondermarck H, 2003. Breast Cancer. Molecular & Cellular Proteomics 2.5. The
American Society For Biochemistry And Molecular Biology, Inc. Pp. 281-
291.

Howard and Bland, 2012, Current management and treatment strategies for breast
cancer, Curr Opin Obstet Gynecol, 24:4448.

Indrawati, M., 2009. Bahaya Kanker bagi Wanita dan Pria Cetakan pertama.
Jakarta: Pendidikan untuk Kehidupan.
International Agency for Research on Cancer (IARC). (2008). Cancers Breast.
http://globocan.iarc.fr/factsheets/cancers/breast.as Diakses Oktober 2016

Kemenkes, 2015. Panduan Nasional Penanganan Kanker Kanker Payudara Versi


1. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta

KPKN, 2015, Kanker Payudara, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,


Jakarta

Kresno S, 2003, Ilmu Dasar Onkologi, Patologi Klinik FKUI, Jakarta.

Lacey, S., Bruwer, J., dan Li, E. (2009), The role of perceived risk in wine
purchase decisions in restaurants, International Journal of Wine Business
Research, Vol. 21, No. 2, hal. 99- 117

Langhorne, M. E., Fulton, J. S. And Otto, S. E., 2007, Oncology Nursing 5th
Ed.Missouri: Mosby Elsevier.

Mandal, Ananya, 2013, News Medical Life Sience and Medicine: Breast cancer
Pathophysiology, URL:http://www.news-medical.net/health/Breast-
Cancer-Pathophysilogy.aspx, diakses pada 21 September 2016.

Medline, 2016, radiation therapy, https://medlineplus.gov/radiationtherapy.html


http://www.cancer.org/cancer/breastcancer/detailedguide/breast-cancer
treating-radiation diakses pada 21 September 2016

Medscape, 2016, Chlorambucil, reference.medscape.com/drug/leukeran-


chlorambucil-342112 diakses22 September 2016

Medscape, 2016, Cisplatin, reference.medscape.com/drug/platinol-aq-cisplatin-


342108 diakses22 September 2016

38
Medscape, 2016, Cyclophosphamide, reference.medscape.com/drug/cytoxan-
cyclophosphamide-342214 diakses22 September 2016

Medscape, 2016, Dactinomycin, reference.medscape.com/drug/dactinomycin-


342117 diakses22 September 2016

Medscape, 2016, Docetaxel, reference.medscape.com/drug/taxotere-docefrez-


docetaxel-342192 diakses22 September 2016

Medscape, 2016, Doxorubicin, reference.medscape.com/drug/doxorubicin-


342120 diakses22 September 2016

Medscape, 2016, Fluorouracil, reference.medscape.com/drug/adrucil-


fluorouracil-342092 diakses22 September 2016

Medscape, 2016, Melphalan, reference.medscape.com/drug/alkeran-evomela-


melphalan-342105 diakses22 September 2016

Medscape, 2016, Methotrexate,http://reference.medscape.com/drug/trexall-


methotrexate-343201diakses22 September 2016

Medscape, 2016, Tamoxifen, http://reference.medscape.com/drug/nolvadex-


soltamox-tamoxifen-342183#4 diakses22 September 2016

Mouzon, A., Kerger, J., DHont, L., Spinewine, A, 2013, Potential Interactions
with AnticancerAgents: A Cross-Sectional Study, Chemotherapy.
2013;59:8592.

NCCN, 2006. Breast Cancer Treatment Guidelines for Patients Version VIII.
American Cancer Society.

NCCN, 2015. NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology (NCCN


Guidelines)Breast Cancer Version 3.2015. American Cancer Society.

Neven P and Vernaeve H, 2000, Guidelines for Monitoring Patients Taking


Tamoxifen Treatment, Drug Safety, 2000, Jan;22(1):1-11.

Oncology Nursing Society, 2011, Oral Therapies for Cancer Drug Table,
Pittsburgh, PA: Oncology Nursing Society.

Onitilo et al, 2014, Cardiovascular Toxicity Associated With Adjuvant


Trastuzumab Therapy: Prevalence, Patient Characteristics, And Risk
Factors, Therapeutic Advances in Drug Safety, 2014, Vol. 5(4) 154166

Otto, S. E. (2003). Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta: EGC.

39
Page, D.L. 2004. Breast Lesions, Pathology And Cancer Risk. Breast J.10 (1):3-4.

Pane, M., 2002. Aspek Klinis dan Epidemiologi Penyakit Kanker Payudara.
Jurnal Kedokteran dan Farmasi Medika No 8 Tahun XXVIII, Agustus
2002

PERABOI (Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia), 2003, Protokol


Pelaksanaan Kasus, Bagian/SMF Ilmu Bedah FK UNPAD, Bandung.

Perez, Edith A., et al, 2006, Aromatase Inhibitors and Bone Loss, Oncology
(Williston Park), 2006 August; 20(9): 10291048.

Rasjidi, I. (2010). 100 Question & Answer: Kanker Pada wanita. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.

Senkus-Konefka, E., Cardoso, F., Bedard, P. L., Winer, E. P., Pagani, O.,
Fallowfield, L.J., Kyriakides, S. Costa, A., Cufer, T., &Albain, K. S., 2009.
International Guidelines for Management of Metastatic Breast Cancer:
Combination vs Sequential Single-Agent Chemotherapy. J Natl Cancer
Inst, 101: 1174-1181.

Sjamsuhidajat R, De Jong W. 2004. Buku ajar ilmu bedah, edisi ke-2. Jakarta:
EGC. hlm. 388-89, 399-402

Tangney, J. P., Baumeister, R. F., & Boone, A. L. (2004). High self-controlpredicts


good adjustment, less pathology, better grades, and interpersonalsuccess.
Journal of Personality, 5, (2), 38-42.

Tapan, E. (2005). Kanker, Antioksidan, dan Terapi Komplementer. Jakarta: PT


Elex Media Komputindo. Depkes RI (2009)

Trihartono. (2009). The Doctor: Catatan Hati Seorang Dokter. Yogyakarta:


Pustaka Anggrek.

Wayan R. S., 2000, immunoradiometricassay (irma) dalam deteksi dan


pemantauan kanker, Journal of Radioisotopes and Radiopharmaceuticals,
Vol. 3, No.1.

Zivian, MT., Salgado, B., 2008, SIDE EFFECTS EVISITED: Womens


Experiences With Aromatase Inhibitors, A Report From Breast Cancer
Action.

40

You might also like