Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2. Vibrio Cholerae pada media TCBS selama 18 jam pada suhu 37C
menghasilkan koloni berwarna kuning karena V, cholerae meragi sukrosa. 15
Salah satu ciri khas dari Vibrio Cholerae ini adalah dapat tumbuh pada pH yang
sangat tinggi (8,5-9,5) dan sangat cepat mati oleh asam. Pertumbuhan sangat baik pada
pH 7,0. Karenanya pembiakan pada media yang mengandung karbohidrat yang dapat
difermentasi, akan cepat mati. V. cholerae meragi sukrosa dan manosa tanpa
menghasilkan gas tetapi tidak meragi arabinosa. Bakteri ini juga dapat meragi nitrit.
Ciri khas lain yang membedakan dari bakteri enteric gram negative lain yang tumbuh
pada agar darah adalah pada tes oksidasi hasilnya positif. 10,12
Biakan V. cholerae pada air peptone alkali, setelah 6 jam pada suhu ruangan
akan tampak pertumbuhan bakteri pada perbatasan udara dan cairan (Gambar 3).
Medium ini berfungsi sebagai medium transport yang penting untuk feses atau usapan
dubur dari tersangka kasus kolera. Pada medium peptone ini (banyak mengandung
7
triptofan dan nitrat ) akan membentuk indol, yang dengan asam sulfat akan membentuk
warna merah (tes nitroso indol positif). 12,15
Gambar 3. Biakan Vibrio Cholerae pada air peptone alkali setelah 6 jam pada
suhu ruangan. 15
Spesies Vibrio Cholerae sensitive terhadap campuran 0/129 ( 2,4-diamino-6,7-
diisopropylpteridine phosphate ), yang membedakan mereka dengan spesies
Aeromonas, yang resisten terhadap 0/129. Vibrio juga dapat tumbuh pada media yang
mengandung 6% NaCI sedangkan Aeromonas tidak. Sebagian besar spesies Vibrio
adalah halotoleran dan NaCl sering menstimulasi pertumbuhannya. 10
8
Vibrio Cholerae serogroup O1 terbagi atas 2 biotype yaitu Classical dan El Tor.
Karakteristik yang membedakan biotype Classical dan El Tor dapat dilihat pada
tabel berikut ini : 16
9
dengan BM 27.200 D yang terdiri dari 2 fragmen A1 dan A2 yang terikat bersama oleh
ikatan disulfide serta 5 Sub Unit B dengan BM masingmasing 11.200D. 8,9
Untuk dapat menimbulkan cholera, sedikitnya harus ada minimal 108 1010
bakteri Vibrio Cholerae yang menginfeksi, hal ini berbeda dengan salmonellosis atau
shigellosis yang dosis infektifnya 102 -105. 9,17
Bakteri penyebab cholera ini bukan bakteri yang infeksinya bersifat invasif.
Vibrio Cholerae tidak mencapai peredaran darah sehingga tidak menimbulkan
bakteriemia melainkan tetap tinggal pada permukaan sel epithel usus halus, berkembang
biak dan mengeluarkan toxin choleragen, enzim mucinase serta endotoxin. Bila sel
epithel usus halus terpapar choleragen maka Sub Unit B akan melekat pada gangliosit
GM1 pada membrane sel epithel usus halus, perlekatan ini dibantu oleh adanya
hemaglutinin, lipopolisakharida serta pili. Selanjutnya Sub Unit A akan melewati
membrane sel epithel usus halus dengan cara menghidolisis ikatan disulfide sehingga
Sub Unit A1 terpisah dengan Sub Unit A2. Sub Unit A1 mempunyai aktifitas transferase
ribose-ADP dan merangsang pemindahan ribose-ADP dari NAD ke protein pengikat
GTP yang mengendalikan aktifitas adenilat siklase. Ribosilasi ADP dari protein
pengikat GTP akan menghambat reaksi penghentian GTP dan menyebabkan
berhentinya kenaikan dalam aktifitas adenilat siklase, akibatnya terjadi kenaikan cAMP
intraseluler, menimbulkan sekresi cairan isotonis dari sel epithel usus ke dalam lumen
usus halus.17
Choleragen tidak memblokade atau mencegah reabsorbsi natrium dan air oleh
usus halus atau colon, tetapi pada kasus cholera yang akut sekresi air dan ion dari sel
mukosa usus halus melebihi kemampuan colon mengasorbsi yang hilang.
Masa inkubasi cholera variatif mulai dari beberapa jam hingga 5 hari, umumnya
23 hari. Diperkirakan selama hasil pemeriksaan feces masih positif, maka penderita
tersebut masih berpotensi sebagai sumber penularan dan akan berlangsung hingga
beberapa hari setelah dinyatakan sembuh, bahkan status sebagai carrier berlangsung
hingga beberapa bulan kemudian.2 Secara klinis yang pertama kali dirasakan oleh
penderita adalah rasa penuh di abdomen , hilangnya nafsu makan , telapak tangan serta
kaki terasa dingin. Berikutnya secara tiba tiba mual, muntah dan diare hebat. Feces
yang cair yang mula mula berwarna coklat kemudian berubah menjadi pucat berisi
sedikit lendir yang secara klasik diistilahkan sebagai rice water stools / air cucian
beras. Diare ini dapat mencapai 24 liter per hari. 8,9,17
10
V. cholerae ini menghasilkan enterotoksin yang tidak tahan asam dan panas,
dengan berat molekul sekitar 90.000 yang mengandung 98% protein, 1% lipid dan 1%
karbohidrat. 5,12
Pada tiap molekul enterotoksin Vibrio Cholerae terdiri dari 5 sub unit B
(binding) dan 1 sub unit A (active). Sub unit A ini mempunyai 2 komponen A1 dan A2.
Enterotoksin berikatan dengan reseptor ganglion pada permukaan enterocytes
melalui 5 sub unit B. Sedangkan komponen A2 sub unit mempercepat masuknya
enterotoksin ke sel dan komponen A1 sub unit bertugas meningkatkan aktivitas Adenil
siklase akibatnya produksi cyclic AMP meningkat yang menyebabkan meningkatnya
sekresi cairan dan elektrolit (Gambar 4) sehingga menimbulkan diare massif dengan
kehilangan cairan mencapai 20 liter perhari watery diarrhea, pada kasus berat
dengan gejala dehidrasi, syok, gangguan elektrolit dan kematian. 6,11
V. cholerae tidak bersifat invasive, bakteri ini tidak masuk ke dalam aliran darah
tetapi tetap berada di saluran usus. V. cholerae yang virulen harus menempel pada
mikrovili permukaan sel epitelial usus baru menimbulkan keadaan patogen. Disana
mereka melepaskan toksin kolera (enterotoksin). Toksin kolera diserap di permukaan
gangliosida sel epitel dan merangsang hipersekresi air dan klorida dan menghambat
absorpsi natrium. Akibatnya kehilangan banyak cairan dan elektrolit, Secara histology,
usus tetap normal. 5,6
11
II. 7 Gambaran Klinis
Sebagian besar infeksi yang disebabkan Vibrio Cholerae ini asimptomatik atau
terjadi diare yang ringan dan pasien tetap ambulatoir. Masa inkubasi selama 1-4 hari
sampai timbul gejala, tergantung pada inokulan yang tertelan. 10
Gejala kolera yang khas dimulai dengan munculnya diare yang encer dan
berlimpah, tanpa didahului oleh rasa mulas dan tanpa adanya tenesmus. Dalam waktu
singkat tinja yang semula berwarna dan berbau feses berubah menjadi cairan putih
keruh yang mirip air cucian beras ( rice water stool ). Cairan ini mengandung mucus,
sel epithelial dan sejumlah besar vibrio. Muntah timbul kemudian setelah diare diikuti
gejala mual. Kejang otot dapat menyusul, baik dalam bentuk fibrilasi maupun fasikulasi
atau kejang klonik yang nyeri dan mengganggu. Otot yang sering terlibat antara lain
betis, biseps, triseps, pektoralis dan dinding perut ( kram perut ). 6,18
Penderita akan kehilangan cairan dan elektrolit dengan cepat yang dapat
mengarah pada dehidrasi berat, syok dan anuria. Tanda-tanda dehidrasi tampak jelas,
berupa perubahan suara menjadi serak seperti suara bebek manila ( vox cholerica ),
kelopak mata cekung, mulut menyeringai karena bibir yang kering, tulang pipi
menonjol, turgor kulit berkurang, jari jari tangan dan kaki tampak kurus dengan lipatan-
lipatan kulit, terutama ujung jari yang keriput ( washer women hand ), diuresis
berangsur-angsur kurang dan berakhir dengan anuria. 18
12
Tingkat kematian tanpa pengobatan antara 25% dan 50%. Bagaimanapun, kasus
yang sporadis maupun yang ringan tidak mudah untuk dibedakan dari penyakit diare
yang lain. 10
C. Kultur :
Medium yang digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan bakteri Vibrio
Cholerae adalah medium air peptone alkali. 15,16 Komposisi medium tersebut adalah
Peptone 10 gr dan NaCl 5 gr dilarutkan dalam 1 liter aquadest ( pH 9,1) kemudian
dimasukkan ke dalam tabung bertutup masing-masing 18 mL dan disterilisasi dengan
autoclave. Pemantauan pengujian waktu generasi ini dilakukan tiap jamnya pada
masing - masing cawan petri dari jam pertama sampai jam ke delapan karena
inokulasi dan perbanyakan Vibrio Cholerae menggunakan medium APW antara 6 - 8
20
jam pada suhu 37C.
Pertumbuhan cepat pada peptone dan agar darah dengan pH mendekati 9,0 atau
pada agar TCBS dan koloni khasnya dapat dipilih dalam waktu 18 jam. Jika
menggunakan media yang diperkaya (enrichment) beberapa pemeriksaan tinja dapat
diinkubasi dalam 6-8 jam dalam kaldu taurocholate-peptone (pH 8,0 - 9,0) ;
14
organisme dari kultur ini dapat diwarnai atau disubkultur. Di daerah endemic,
mengkultur langsung tinja pada media TCBS dan media yang diperkaya seperti air
peptone alkalin dapat dilakukan. Namun kultur rutin pada media TCBS ini tidak
diperlukan pada daerah yang jarang terjadi kolera. 20
Sampel uji bakteri didapatkan dengan cara membuat konsentrasi jumlah sel
bakteri 101 cfu/mL. Sel bakteri Vibrio Cholerae O1 dari stock isolat dihidupkan
kembali dengan cara kultur, isolasi dan identifikasi pada medium selektif, kemudian
dibuat suspensi bakteri Vibrio Cholerae dengan tingkat kekeruhan 0,5 MacFarland
yang setara dengan 107 cfu/mL Selanjutnya dibuat pengenceran menggunakan
larutan Phosphate Buffer Saline (PBS) sampai dengan pengenceran 101 cfu/mL.7
Konsentrasi pengenceran 101 cfu/mL inilah yang dijadikan sampel uji untuk
mengetahui waktu generasi Vibrio Cholerae O1. Sampel uji ditentukan jumlah
bakteri awal yang sesungguhnya menggunakan metode hitung koloni dengan
medium Thio sulphate Citrate Bile Sucrose (TCBS). 20
Untuk mengetahui kecepatan pertumbuhan bakteri pada medium yang
optimum maka pengenceran 101 cfu/mL diambil 2 ml dan diinokulasikan ke dalam
tabung medium pengayaan yakni medium air pepton alkali (APW).
Medium APW diinkubasi pada suhu 37C dari jam pertama sampai jam ke
delapan, tiap jamnya dari jam pertama sampai jam ke delapan dilakukan pengukuran
jumlah bakteri metode hitung koloni menggunakan medium TCBS dan diinkubasi
selama 18 - 24 jam pada suhu 37C, kemudian dilakukan pengamatan koloni yang
tumbuh pada tiap cawan petri medium TCBS. ditentukan dan dihitung jumlah koloni
yang tumbuh. Hasil perhitungan jumlah bakteri tiap jamnya dari jam pertama sampai
jam ke delapan kemudian ditentukan waktu generasi. 20
15
Gambar 7. Koloni Vibrio Cholerae dalam medium TCBS 20
D. Uji Spesifik
Reaksi Biokimia dari Vibrio Cholerae dapat dilihat dari tabel berikut : 16
Test Reaksi
- Indophenol oxidase +
- Indol +
- O/129 sensitive +
- Lecithinase +
Test Reaksi
- Pertumbuhan tanpa penambahan NaCl +
- Lysine decarboxylase +
- Ornithine decarboxylase +
- Arginine dihydrolase -
- Citrate utilization +
- Pertumbuhan pada suhu 5 C -
- Fermentasi sukrosa +
- Reaksi pada TSI Acid/Acid, gas -
Tabel 2. Reaksi Biokimia dari Vibrio Cholerae
Sifat biokimia V. cholerae adalah dapat meragikan sukrosa, glukosa, dan manitol
menjadi asam tanpa menghasilkan gas, sedangkan laktosa dapat diragikan tetapi lambat.
V. cholerae juga dapat meragikan nitrat menjadi nitrit. Pada medium pepton (banyak
mengandung triptofan dan nitrat) akan membentuk indol, yang dengan asam sulfat akan
membentuk warna merah sehingga tes indol dinyatakan positif. Hasil uji biokimia
dari bakteri V. cholerae antara lain adalah hasil positif pada uji oksidase dan katalase.
20
Pada uji indol V. cholerae menunjukan hasil positif dan bersifat motil. Selain itu,
pada uji fermentasi sukrosa dan manitol bakteri V. cholerae juga memberi hasil positif
yaitu dapat melakukan fermentasi sukrosa dan manitol, namun pada uji laktosa didapat
hasil negatif yaitu tidak dapat memfermentasikan laktosa. 20
Sementara itu, bila diujikan pada media Triple Sugar Iron Agar (TSIA),
hasil yang muncul adalah bagian atas (slant) menunjukan warna merah yang berarti
bersifat basa, dan bagian bawah (butt) berwarna kuning yang berarti bersifat asam, dan
tidak terbentuk H2S. Uji lisin dekarboksilasi terhadap V. cholerae juga menunjukkan
hasil positif berupa warna ungu, uji NaCl 0% memberi hasil positif berupa kekeruhan
yang tinggi, NaCl 6% dengan hasil bervariasi, dan NaCl 8 % dengan hasil negatif
16
(kekeruhan rendah). Pada uji arginin dihidrolase dan esculin hidrolisis V. cholerae akan
memberikan hasil negatif, sedangkan pada uji ornitin dekarboksilase V. cholerae akan
memberi hasil positif. 20
Bakteri Vibrio adalah jenis bakteri yang dapat hidup pada salinitas yang relatif
tinggi. Sebagian besar bakteri berpendar bersifat halofil yang tumbuh optimal pada air
laut bersalinitas 20-40. Bakteri Vibrio berpendar termasuk bakteri anaerobic
fakultatif, yaitu dapat hidup baik dengan atau tanpa oksigen. Bakteri Vibrio
tumbuh pada pH 4 - 9 dan tumbuh optimal pada pH 6,5 - 8,5 atau kondisi alkali dengan
pH 9,0. 5,6
Beberapa test yang biasa dilakukan yaitu sebagai berikut: 21
TSIA : Lereng : Alkali : Dasar : kuning
Pada pengamatan, terlihat lereng yang berwarna merah sedangkan dasarnya
berwarna kuning (alkali-acid). Hal ini menandakan bakteri yang tumbuh pada media
ini hanya mampu memfermentasi glukosa (bagian dasar) dan tidak mampu
memfermentasi laktosa dan sukrosa (bagian lereng).
- Gas : (+) positif
- SIM :
Sulfur : (-) negative
Indol : (+/-) positif/negative
Motility : Aktif
- SC : (+/-) positif/negative
- Oxidase test ; (+)
- Glucose OF : Fermentative
- String test : (+)
- Catalase test : (-)negative
Pewarnaan :
Bakteri terlihat berbentuk basil bengkok berwarna merah, hal ini menandakan
bahwa bakteri tersebut mengikat zat warna merah dari safranin.
Gula-gula
Media ini berfungsi untuk melihat kemampuan bakteri memfermentasikan jenis
karbohidrat, jika terjadi fermentasi maka media terlihat berwarna kuning kerena
perubahan pH menjadi asam. Vibrio sp memfermentasikan semua gula-gula menjadi
asam.
17
o SIM :
S (sulfur)
Adanya sulfur dapat dilihat ketika media berubah menjadi hitam. Namun pada
hasil pertumbuhan bakteri pada media ini, tidak terjadi perubahan warna tersebut.
Hal ini menandakan bakteri yang tumbuh tidak mampu mendesulfurasi cysteine yang
terkandung dalam media SIM.
I (indol)
Reaksi indol hanya bisa dilihat ketika pertumbuhan bakteri pada media ini
ditambahkan dengan reagen Covacs. Indol dikatakan positif jika terdapat cincin merah
pada permukaannya. Warna merah dihasilkan dari resindol yang merupakan hasil reaksi
dari asam amino tryptopan menjadi indol dengan penambahan Covac's. Bakteri yang
mampu menghasilkan indol menandakan bakteri tersebut menggunakan asam amino
tryptopan sebagai sumber carbon. Pada hasil pengamatan diperoleh Indol negative
sehingga dapat disimpulkan bakteri yang tumbuh tidak menggunakan asam amino
tryptopan sebagai sumber carbonnya.
M (motility)
Pergerakan bakteri dapat terlihat pada media ini berupa berkas putih di sekitar
tusukan. Adanya pergerakan ini bisa dilihat karena media SIM merupakan media yang
semi solid. Pada hasil pengamatan diperoleh motility positif. Hal ini menandakan
bakteri mempunyai alat gerak dalam proses pertumbuhannya.
o MR (Methyl Red)
Setelah ditambahkan dengan indicator metil red, media berubah menjadi merah
(positif). Berarti terjadi fermentasi asam campuran (asam laktat, asam asetat, dan
asam formiat) oleh bakteri.
II.10 Pengobatan
Pada dasarnya ada 3 macam cara pengobatan terhadap penderita Cholera yaitu
terapi rehidrasi yang agresif, pemberian antibiotika yang tepat serta pengobatan untuk
komplikasi bila ada. Rehidrasi dapat dilakukan per oral maupun intra vena tergantung
kebutuhan dan hal ini ditujukan untuk memperbaiki kekurangan cairan dan elektrolit
pada penderita. Prinsip dalam pengobatan kolera ini adalah mengganti air dan
elektrolit untuk mengurangi dehidrasi dan kekurangan garam dengan memasukkan
secara intravena cairan yang mengandung Natrium, Kalium, Chloride dan Bicarbonate.
5,6
20
yang diberikan dapat mengganti cairan yang diperkirakan hilang yaitu 5% dari Berat
Badan untuk dehidrasi ringan dan 7% Berat Badan untuk dehidrasi sedang. 11
Pada penderita dengan kehilangan cairan yang berlangsung terus dapat diberikan
cairan rehidrasi per oral selama lebih dari 4 jam sebanyak 1 kali dari volume cairan
diare yang hilang. 11
Penderita yang mengalami shock sebaiknya diberikan rehidrasi cepat secara
intravena dengan larutan multielektrolit seimbang yang mengandung kira-kira 130mEq/l
Na+, 25-48 mEq/l bikarbonat, asetat atau ion laktat, dan 10-15mEq/l K+. Larutan yang
bermanfaat antara lain Ringers lactate. Larutan pengobatan diare dari WHO yang
terdiri dari 4g NaCl, 1g KCl, 6g Natrium Asetat dan 8g glukosa/l, atau larutan Dacca
yang terdiri dari 5g NaCl, 4g NaHCO3 , dan 1g KCl/l dapat dibuat di tempat pada
keadaan darurat.11
Antibiotika yang tepat dapat memperpendek lamanya diare, mengurangi volume
larutan rehidrasi dan memperpendek ekskresi bakteri melalui feces. Antibiotika yang
sering digunakan untuk melawan bakteri ini adalah Tetrasiklin. Tetrasiklin yang
diberikan peroral dapat mengurangi keluarnya tinja yang mengandung bakteri kolera
dan memperpendek masa ekskresi Vibrio Cholerae. Tetrasiklin juga memperpendek
waktu timbulnya gejala klinis pada penderita kolera. Pada beberapa daerah endemic, V.
cholerae yang resisten dengan tetrasiklin telah muncul, dibawa oleh plasmid yang
mudah berpindah. Tetrasiklin juga berguna pada penderita carrier sebab konsentrasinya
pada empedu. 6,10
Antibiotika Tetrasiklin 500 mg 4 x per hari pada usia dewasa atau 12,5 mg /kg
Berat Badan 4x per hari selama 3 hari . Dengan adanya strain yang resisten maka perlu
informasi tentang sensitivitas dari strain local terhadap beberapa antibitiotika terlebih
dahulu. Sebagai obat alternatif dapat diberikan Trimethoprim 320mg dan 1600
sulfamethoxazol 2 x per hari untuk dewasa atau Trimethoprim 8mg/kg Berat Badan dan
40mg/kg Berat Badan sehari dibagi dalam 2 dosis untuk anak anak selama 3 hari. Selain
itu dapat dipakai Furazolidon, erytromisin atau siprofloksasin.11
II.11 Epidemiologi
Tujuh pandemic (epidemic yang mendunia) kolera terjadi sejak awal tahun
1800-an. Di antara tahun 1832 - 1836 lebih dari 200.000 penduduk Amerika Utara
meninggal pada pandemic kedua dan keempat. Pada pandemic ketujuh awal tahun 1961
bermula di Indonesia, kemudian menyebar ke Asia Selatan, Timur Tengah, sebagian
Eropah dan Afrika. Pandemic ini disebabkan biotype El Tor. 24
21
Mulai tahun 1991 pandemic ketujuh menyebar ke Peru dan menyebar ke
Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Ini kemungkinan terjadi karena tergenangnya air
kotor di dasar kapal yang berlabuh di pelabuhan Lima, mengingat penyakit ini
menyebar melalui air dan tidak adanya pemberian chlorine pada air yang dikonsumsi.
Penyakit menular dengan cepat, dalam 2 tahun lebih 700.000 kasus dan 6.323 kasus
meninggal dilaporkan di Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Penyakit ini mulai
jarang di Amerika Utara sejak pertengahan 1800-an, tetapi focus endemic masih tetap
ada di Pantai Gulf Louisiana dan Texas. 24
Biotype el tor maupun biotype cholerae keduanya dapat menyebabkan wabah
pada manusia. Semenjak tahun 1817 telah tercatat 7 pandemi dan sampai pandemi ke 7
dimana sudah ditemukan pengobatan yang cukup efektif, masih saja menimbulkan
tingkat kematian yang tinggi.
Pada tahun 1947 di Mesir terjadi epidemi yang menewaskan 22.000 diantara
33.000 penderitanya. Di Amerika Serikat terjadi kematian 150.000 orang akibat cholera
pada pandemi ke dua pada tahun 1832-1849, selanjutnya pada pandemi tahun 1866
terjadi kematian 50.000 orang.
Pada pandemi ke lima dan ke enam tercatat disebabkan oleh biotype cholerae
sedangkan pada pandemi ke tujuh tercatat disebabkan oleh biotype el tor. Sejak 1982 di
5
Bangladesh terjadi peningkatan hasil isolasi dari biotype cholerae. Pada tahun 1973
biotype cholerae/classic tercatat di Bangladesh dan menyebar ke Indonesia, Timur Jauh
dan Afrika . Pada tahun 1991 mencapai Amerika Selatan yaitu Peru yang merupakan
terjadinya epidemi pertama pada abad duapuluh . Sampai dengan Desember 1993
terjadi epidemi di seluruh wilayah Amerika latin kecuali Uruguay dengan jumlah
kematian 7000 dari 820.000 kasus. Semenjak 1993 kasus penyakit ini di Barat menurun
dan saat ini kasus ini kebanyakan terjadi di Afrika dan Asia. 10,16, 24
Infeksi cholera umumnya ditularkan melalui kontaminasi bakteri Vibrio
Cholerae pada air atau makanan misalnya makanan yang tidak dimasak atau buah
buahan. Sebagai sumber kontaminasi bakteri ini adalah feces dari penderita atau feces
dari carrier, selain itu kontaminasi dapat terjadi secara alamiah melalui sumber air
mengingat bahwa bakteri ini adalah bakteri yang mempunyai habitat di perairan.
Cholera secara karakteristik merupakan penyakit pada masyarakat yang bermasalah
dengan standar kesehatan lingkungan yang tidak memadai, pemakaian sumber air
bersama misalnya tandon air, sungai atau dengan kata lain fasilitas mandi, cuci dan
kakus bersama. 10,24,25
22
Pada tahun 1992 terjadi kasus cholera di Madras , India dan pada pertengahan
Januari 1993 isolat yang serupa ditemukan di Bangladesh dan secara cepat meluas ke
arah utara mengikuti arah aliran sungai serta menimbulkan pandemi baru. Pada tahun
2002 diperkirakan terjadi 30.000 kasus di Dhaka, Bangladesh. Strain baru ini ternyata
tidak mengaglutinasi semua antisera dalam serogrup O dan hanya dapat diuji dengan
serogrup baru yaitu O139 Bengal, tetapi secara fisiologis maupun biokimiawi lebih
menyerupai Vibrio Cholerae O1 el tor. Strain Vibrio Cholerae O139 ini dapat ditemukan
bersama-sama dengan amoeba, copepoda dan zooplankton yang mungkin bertindak
sebagai reservoir bakteri ini. 10
Pada tahun 2010 ini dunia dikejutkan dengan adanya wabah cholera yang terjadi
di Haiti semenjak bulan oktober 2010. Sampai 30 nopember 2010 angka resmi korban
jiwa akibat Cholera di Haiti mencapai 1.721 orang. Ini merupakan musibah kedua bagi
Haiti setelah terjadinya musibah gempa bumi 12 Januari 2010. Wabah ini berpusat di
wilayah Lower Artibonite, di utara ibu kota Port-au-Prince. Di kota ini, 750 orang tewas
akibat cholera, sedangkan di ibu kota Haiti, Port-au-Prince, sebanyak 162 orang
meninggal akibat kolera. 25
Kasus itu juga dilaporkan di daerah Dataran Tinggi Tengah (Central Plateau).
Rumah sakit setempat penuh dengan penderita diare akut, dengan para korban
meninggal disebabkan dehidrasi cepat, yang terkadang hanya dalam tempo beberapa
jam, namun WHO dan PBB belum mengkonfirmasikan bahwa cholera sebagai
penyebab kematian-kematian itu, sementara mereka menunggu hasil-hasil akhir uji
laboratorium atas sampel-sampel yang diambil dari korban yang tewas dan sakit.
Sebelumnya, Dirjen Departemen Kesehatan Haiti, Dr. Gabriel Thimote dan Menteri
25
Kesehatan Alex Larsen mengatakan, uji pendahuluan mengindikasikan cholera.
Di Hinche , bagian tengah Haiti, pengunjuk rasa melemparkan batu ke arah
tentara Nepal yang telah jadi sasaran desas-desus yang beredar luas bahwa mereka
membawa bakteri penyebab cholera ke Haiti. Misionaris PBB di Haiti, yang membantu
negara miskin Karibia itu melakukan pembangunan kembali setelah gempa yang
memporakporandakan negeri tersebut pada 12 Januari, telah membantah desas-desus
bahwa kakus yang berada di dekat sungai di kamp pasukan pemelihara perdamaian PBB
dari Nepal adalah penyebab wabah kolera. 25
Pusat Pencegahan dan Pemantauan Penyakit AS (CDC) telah menyatakan
pemeriksaan DNA memperlihatkan rangkaian cholera di Haiti berkaitan erat dengan
rangkaian dari Asia Selatan,tetapi CDC belum menunjuk kepada sumber tersebut atau
23
mengaitkannya secara langsung dengan tentara Nepal, yang dikatakan PBB telah
diperiksa negatif mengenai penyakit itu. 25
Vibrio Cholerae strain-O1 dapat dipecah menjadi 2 biotipe klasik dan El Tor,
biotipe ini berdasarkan perbedaan fenotipik beberapa (Tabel - 1).Juga Vibrio Cholerae
O1 adalah sub-dibagi menjadi 3 serotipe Ogawa, Inaba dan Hikojima. Hal di atas
menunjukkan perbedaan mendasar dari biotipe klasik dan El Tor.Namun, seiring dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, banyak ilmuwan yang terus memantau
perkembangan V. cholera.Di antara 206 serogrup Vibrio Cholerae, O1 dan O139 yang
berhubungan dengan epidemi kolera.Serogrup O1 diklasifikasikan menjadi 2 biotipe,
klasik dan El Tor. 25
Secara konvensional, 2 biotipe dapat dibedakan berdasarkan seperangkat sifat
fenotipik. Analisis genomik komparatif telah menunjukkan variasi dalam gen yang
berbeda antara biotipe. Toksin kolera (CT), toksin utama yang bertanggung jawab untuk
penyakit kolera, memiliki 2 epitypes atau bentuk imunologi, CT1 dan CT2. Klasifikasi
lain mengakui 3 genotipe berdasarkan urutan gen variasi ctxB. Dalam beberapa tahun
terakhir, muncul bentuk baru dari Vibrio Cholerae O1, yang memiliki ciri-ciri dari
kedua klasik dan El Tor biotipe, telah diisolasi di Bangladesh, Mozambik, Vietnam,
Hong Kong, Jepang, dan Zambia.
Berdasarkan penelitian yang diilakukan di Kolkata India, Strain diperiksa engan
uji mutasi ketidaksesuaian amplifikasi (MAMA) berbasis PCR untuk mendeteksi alel
ctxB; primer digunakan untuk 2 alel, FW-Com (5'-
ACTATCTTCAGCATATGCACATGG-3'); dan 2 alel spesifik primer, Re-CLA (5'-
CCTGGTACtTTCTACTTGAAACG-3') dan Re-elt (5'-
CCTGGTACTTCTACTTGAAACA-3'), masing-masing digunakan untuk biotipe klasik
dan Tor El. 25
Hasil MAMA-PCR menunjukkan bahwa sejak tahun 1995 jenis klasik telah
sepenuhnya menggantikan jenis ctxB El Tor.Urutan asam amino disimpulkan selaras
dengan urutan CtxB strain referensi N16961 (El Tor) dan O395 (klasik).Urutan asam
amino menyimpulkan dari semua 25 strain yang diuji identik dengan strain referensi
klasik; histidin berada di posisi 39 dan treonin berada di posisi 68.Dengan demikian,
hasil dari sekuensing DNA dari gen ctxB dikonfirmasi MAMA-PCR dengan baik. 25
Hasil ini menunjukkan peristiwa yang patut dicatat dalam evolusi terakhir strain
Vibrio Cholerae. Analisis ctxB yang telah beredar di Kolkata selama 17 tahun (1989-
2005) menunjukkan bahwa pada tahun 1989 hanya alel El Tor yang terdapat ctxB. Hasil
kami lebih lanjut menunjukkan bahwa jenis ctxB klasik muncul pada tahun 1990,
24
meskipun El Tor jenis ctxB masih hadir dalam jumlah yang hampir sama selama tahun
itu. Selama tahun 1991, sebuah peristiwa unik terjadi ketika jenis klasik menjadi
dominan, bersama dengan strain yang memiliki keduanya yakni klasik dan El Tor jenis
ctxB.Pada tahun 1994, isolasi strain El Tor dengan ctxB menjadi langka, dan alel ctxB
utama adalah dari jenis klasik. Strain Vibrio Cholerae O1 dari tahun 1995 dan
seterusnya ditemukan hanya membawa ctxB jenis klasik, yang benar-benar
menggantikan El Tor tipe alel ctxB. 25
Penggantian jenis El Tor ctxB oleh alel klasik telah dilaporkan di Bangladesh
sejak 2001, yang tampaknya telah terjadi sebelumnya di Kolkata. Perubahan ini
didorong oleh tekanan selektif untuk bertahan hidup dan beradaptasi lebih baik di usus
host. Mengingat peningkatan prevalensi global kolera, asal dan penyebaran varian baru
dari Vibrio Cholerae strain harus dilacak dalam populasi dengan analisis genom. 25
II.12 Transmisi
Kontaminasi air yang dikonsumsi menusia oleh feses yang mengandung bakteri
kolera merupakan penyebab infeksi kolera, selain itu makanan seperti sayuran yang
dipupuk dengan kotoran manusia dan tidak dibersihkan pada waktu mengkonsumsinya.
Pada feses penderita kolera dijumpai jutaan atau lebih bakteri Vibrio Cholerae di setiap
milliliter fesesnya. Penyebaran penyakit kolera ini melalui jalur pengapalan, rute
perdagangan dan rute migrasi. Penyakit ini menyebar melalui kontak orang ke orang
yang melibatkan individu yang terinfeksi ringan atau asimptomatis (carrier), melalui air,
makanan yang terkontaminasi dengan tinja yang terinfeksi juga melalui serangga.
Bakteri vibrio ini dapat bertahan hidup di dalam air hingga 3 minggu. (3,10)
Mekanisme perkembangan bakteri V. cholerae dalam tubuh diawali dengan
kemampuan beberapa bakteri yang bertahan hidup menghemat energi dan nutrisi yang
tersimpan selama perjalanan melalui perut dengan menutup produksi protein. Ketika
bakteri yang masih hidup keluar dari lambung dan mencapai usus kecil, mereka perlu
mendorong diri mereka melalui lendir tebal yang melapisi usus halus untuk sampai ke
dinding usus tempat mereka berkembang. Bakteri V. cholerae memulai produksi protein
silinder berongga flagellin untuk membuat flagela, yang keriting seperti cambuk ekor
yang mereka berputar untuk mendorong diri mereka sendiri melalui lendir yang
melapisi usus. Setelah bakteri kolera mencapai dinding usus, mereka tidak perlu
menggerakkan flagela untuk berpindah lagi. Bakteri berhenti memproduksi protein
flagellin, sehingga bakteri ini mampu memperoleh nutrisi dengan mengubah campuran
protein yang mereka produksi tersebut untuk menanggapi perubahan lingkungan kimia.
25
Saat mencapai dinding usus, V. cholerae mulai memproduksi protein beracun
(endotoxin) yang digambarkan pada gejala klinis diare berair. Bakteri V. cholerae
kemudian terbawa keluar dan kemudian masuk ke dalam air minum berikutnya jika
tidak dilakukan langkah-langkah sanitasi yang tepat. 25
Mekanisme genetik dari bakteri ini dimana bakteri V. cholerae mematikan
produksi beberapa protein dan menghidupkan produksi protein lain sebagai respon
mereka terhadap serangkaian lingkungan kimia yang mereka hadapi, melewati lambung,
melalui lapisan mukosa dari usus halus, dan masuk ke dinding usus. Hal ini telah
menjadi mekanisme genetik pada bakteri kolera yang memproduksi protein dari toxin
yang berinteraksi dengan mekanisme sel inang untuk memompa ion klorida ke dalam
usus kecil, membentuk tekanan ionik untuk mencegah ion natrium memasuki sel.
Adanya ion klorida dan ion natrium menyebabkan lingkungan di usus kecil menjadi
alkali yang melalui osmosis dapat menarik hingga enam liter air per hari melalui sel-sel
usus dan menyebabkan diare hebat. Host dapat menjadi dehidrasi dengan cepat jika
tidak dilakukan pertolongan pertama, yaitu rehidrasi yang tepat untuk menggantikan air
dan garam darah yang hilang selama diare. 25
27
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
III.2 Saran
Sebaiknya jumlah pustaka diperbanyak lagi, terutama pustaka yang terkait
teknik pemeriksaan mikroskopis maupun kultur mengenai bakteri Vibrio Cholerae
terutama dalam hal identifikasi menggunakan mikroskop dan pengobatan penyakit
kolera. Hal ini diharapkan dapat lebih memadai dan meningkatkan derajat pengetahuan
yang membaca makalah ini.
28
DAFTAR PUSTAKA
9. Shulman ST dkk. 1994. Dasar Biologis & Klinis Penyakit Infeksi. Edisi 4.
Gadjah Mada University Press. hal 17,27,299, 307-311.
11. Chin J.2006. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Edisi 17. Infomedika.
hal 118-129.
29
12. Staf Pengajar FK UI. Mikrobiologi Kedokteran. Binarupa Aksara. 1993, hal
174-175.
14. Staley JT, Brenner DJ, Krieg NR, editor. 2000. Bergey Manual of Sistematic
Bacteriology. Ed ke-2. USA: Bergey Manual Trust.
15. Tony Hart, Paul Shears; Atlas berwarna Mikrobiologi Kedokteran, Copyright
Times-Mirros International Publishers Limitted, 1996, hal. 155.
16. Albert Balows, William J. Hausler, JR, Kenneth L.Herrmann, Henry D.Isenberg,
H. Jean Shadomy ; Manual of Clinical Microbiology, Fifth Edition, American
Society For Microbiology, 1991, pp. 390-391
17. Brooks GF dkk. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. EGC. hal 256-258
18. Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid
1, Edisi ketiga, Balai Penerbit FK Ul, 1996, hal. 443 450
20. Anonym. 2010. Laboratory Methods for the Diagnosis of Vibrio Cholerae
Chapter 4. Centers for Disease Control and Prevention.
21. Soemarno. 1962. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Klinik. Akademi Analis
Kesehatan Yogyakarta, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Yogyakarta.
22. Sachse K, Nat R, Frey J. PCR detection of microbial patogens. Humana Press;
2010.
30
24. Eugene W.Nester, Denise G. Anderson, C. Evans Roberts,Jr, Nancy N. Pearsall,
Martha T. Nester, Microbiology a Human Perspective, Fourth Edition, Mc Graw
Hill, 2004, pp. 611-614.
31