You are on page 1of 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Kecemasan
a. Definisi Kecemasan
Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb (Fitri Fauzizah &

Julianti Widuri, 2007 : 73) kecemasan adalah respon terhadap

situasi tertentu yang mengancam dan merupakan hal yang

normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan,

pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam

menemukan identitas diri dan arti hidup. Kecemasan adalah

reaksi yang dapat dialami siapapun. Namun cemas yang

berlebihan, apalagi yang sudah menjadi gangguan akan

menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya.


Cemas (ansietas) adalah sebuah emosi dan pengalaman

subjektif dari seseorang. Pengertian lain cemas adalah suatu

keadaan yang membuat seseorang tidak nyaman dan terbagi

dalam beberapa tingkatan. Jadi, cemas berkaitan dengan

perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya ( Kusuma &

Hartono, 2011).
Kecemasan atau anxietas adalah rasa khawatir, rasa takut

yang tidak jelas sebabnya, kekuatan yang besar dalam

menggerakan tingkah laku baik tingkah laku normal maupun

10
11

yang menyimpang dari pertahanan terhadap kecemasan itu

(semiun, 2006).

b. Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasan (anxiety disorders) adalah

gangguan psikologis yang mencakup ketegangan motorik

(bergetar, tidak dapat duduk dengan tenang, tidak dapat

bersantai, pusing, jantung yang berdetak cepat, dan juga

berkeringat) dan harapan-harapan, pikiran yang mendalam.


Gangguan kecemasan berbeda dengan kecemasan sehari-

hari yang mungkin kita alami, kecemasan ini tidak dapat kita

kendalikan. Diperkirakan 40 juta orang dewasa Amerika diataas

18 tahun atau sekitar 18,1% orang dari kelompok ini,

didiagnosis memiliki gangguan kecemasan dalam setiap

tahunnya (King, 2010).

c. Jenis Kecemasan
Adapun jenis-jenis kecemasan menurut Feist, 2010 adalah :
1) Kecemasan Neurosis (neurotic axiety) adalah rasa cemas

bahaya yang tidak diketahui. Perasaan itu sendiri berada pada

ego, tetapi muncul dari dorongan-dorongan ide. Seseorang

bisa merasakan kecemasan neurosis akibat keberadaan guru,

atasan atau figur otoritas lain karena sebelumnya mereka

merasakan adanya keinginan tidak sadar atau menghancurkan

salah satu atau kedua orang tua.


2) Kecemasan Moral (moral axiety) adalah berakar dari konflik

antara ego dan superego. Ketika anak membangun suprego,


12

biasanya usia 5 atau 6 tahun mereka mengalami kecemasan

yang tumbuh dari konflik antara kebutuhan realistik dan

perintah superego. Kecemasan ini juga bisa muncul karena

kegagalan bersikap konsisten dengan apa yang mereka yakini

benar secara moral.


3) Kecemasan Realistik (realistic axiety) terkait erat dengan rasa

takut. Kecemasan ini didefinisikan sebagai perasaan yang

tidak menyenangkan dan tidak spesifik yang mencakup

kemungkinan bahaya itu sendiri.


Menurut Mustamir Pedak (2009:30) membagi

kecemasan menjadi 3 jenis kecemasan yaitu:

a) Kecemasan Rasional
Merupakan suatu ketakutan akibat adanya objek yang

memang mengancam, misalnya ketika menunggu hasil ujian.

Ketakutan ini dianggap sebagai suatu unsur pokok normal

dari mekanisme pertahanan dasariah kita.


b) Kecemasan Irrasional
Yang berarti bahwa mereka mengalami emosi ini dibawah

keadaan-keadaan spesifik yang biasanya tidak dipandang

mengancam.
c) Kecemasan Fundamental
Kecemasan fundamental merupakan suatu pertanyaan tentang

siapa dirinya, untuk apa hidupnya, dan akan kemanakah

kelak hidupnya berlanjut. Kecemasan ini disebut sebagai


13

kecemasan eksistensial yang mempunyai peran fundamental

bagi kehidupan manusia.

d. Perilaku Kecemasan
Menurut Shelia (2008), kecemasan dapat diekspresikan

secara langsung melalui respon fisiologis dan psikologis dan

secara langsung melalui pengembangan mekanisme koping

sebagai pertahanan melawan kecemasan.

1) Respon Fisiologis
Respon tubuh secara fisiologis terhadap kecemasan adalah

dengan mengaktifkan sistem saraf otonom (simpstis

maupun parasimpatis). Sistem saraf simpatis akan

mengaktivasi proses tubuh, sedangkan sistem parasimpatis

akan meminimalkan respons tubuh. Reaksi tubuh terhadap

kecemasan adalah fliht atau flight.


Kortes otak menerima rangsang dikirim melalui

saraf simpatis ke kelenjar adrenal yang akan melepaskan

adrenalin atau epinefrin sehingga efeknya antara lain napas

menjadi lebih dalam nadi meningkat dan tekanan darah

meningkat. Darah akan tercurah terutama ke jantung,

susunan saraf pusat dan otot. Peningkatan glikogenolisis

akan meningkatkan gula darah.


2) Respon Psikologis
Kecemasan dapat mempengaruhi aspek interpersonal

maupun personal. Kecemasan tinggi akan mempengaruhi

koordinasi dan gerak reflek. Kesulitan mendengarkan akan


14

mengganggu hubungan dengan orang lain. Kecemasan

dapat membuat individu menarik diri dan menurunkan

keterlibatkan dengan orang lain.

3) Respon Kognitif
Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan

berpikir baik proses pikir, diantaranya adalah tidak mampu

memperhatikan, konsentrasi menurun, mudah lupa,

menurunnya lapang persepsi, bingung.


4) Respon Afektif
Klien akan mengekspresikan secara afektif dalam

bentuk kebingungan dan curiga berlebihan sebagai reaksi

emosi terhadap kecemasan.

e. Penyebab Kecemasan
1) Faktor Pendukung (presdiposisi)
Ada beberapa teori dan kajian (Stuart & Sundeen,

2007) yang menjelaskan tentang timbulnya kecemasan

diuraikan sebagai berikut :


a) Teori Psikoanalitik
Menurut Freud, kecemasan timbul akibat reaksi

psikologi individu. Kecemasan adalah akibat konflik

emosional antara dua elemen kepribadian, yaitu Id dan

Super Ego.

b) Teori Interpersonal
15

Sulvian mengemukakan bahwa kecemasan timbul akibat

ketidakmampuan untuk berhubungan interpersonal dan

sebagai akibat penolakan. Kecemasan bisa dirasakan bila

individu mempunyai kepekaan lingkungkan.


c) Teori Perilaku
Kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu

yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai

tujuan yang diinginkan. Perilaku merupakan hasil belajar

dari pengalaman yang pernah dialami. Kecemasan dapat

juga muncul melalui konflik antara dua pilihan yang saling

berlawanan dan individu harus memilih salah satu. Konflik

menimbulkan kecemasan dan kecemasan akan

meningkatkan persepsi terhadap konflik dengan timbulnya

perasaan ketidakberdayaan.
d) Kajian Keluarga
Pada keluarga dan epidemologi memperlihatkan bahwa

kecemasan selalu ada pada tiap-tiap keluarga dalam berbagi

bentuk dan sifatnya heterogen.

e) Kajian Biologis
Otak mengandung reseptor khusus Benzodiazepines.

System endokrin memainkan biologis yang berhubungan

dengan kecemasan.
2) Faktor Pencetus (presipitasi)
16

Faktor pencetus bisa berasal dari faktor internal atau

eksternal. Menurut Stuart (2007), faktor pencetus dapat

dikelompokan dalam dua kategori, yaitu :


a) Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi

ketidakmampuan fisiolgis yang akan datang atau

menurunya kapasitas untuk melakukan aktivitas kegiatan

sehari-hari.
b) Ancaman terhadap system dari seseorang dapat

membahayakan identitas, harga diri dan fungsi seseorang

yang terintegrasi.

f. Tanda dan Gejala Kecemasan


Ansietas dapat diekspresikan secara langsung melaui

perubahan fisiologis, perilaku dan secara langsung melalui

timbulnya gejala sebagai upaya untuk melawan ansietas.

Intensitas perilaku akan meningkat sejalan dengan peningkatan

tingkat kecemasan (Stuart, 2007). Berikut tanda dan gejala

berdasrkan klasifikasi tingkat kecemasan, kecemasan yang

timbul secara umum adalah :


1. Tanda fisik
Cemas ringan:
a) Gemetaran, renjatan, rasa goyang
b) Ketegangan otot
c) Nafas pendek, hiperventilasi
d) Mudah lelah

Cemas sedang:

a) Sering kaget
17

b) Hiperaktifitas autonomik
c) Wajah merah dan pucat

Cemas berat:

a) Takikardi
b) Nafas pendek, hiperventilasi
c) Berpeluh
d) Tangan terasa dingin

Panik:

a) Diare
b) Mulut kering (xerostomia)
c) Sering kencing
d) Parestesia (kesemutan pada kaki dan tangan)
e) Sulit menelan

2. Gejala psikologis
a) Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya

sendiri, mudah tersinggung


b) Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut
c) Sulit konsentrasi, hypervigilance (siaga berlebihan)
d) Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak

orang
e) Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan
f) Gangguan konsentrasi dan daya ingat
g) Libodo menurun
h) Rasa mengganjal di tenggorokan
i) Rasa mual di perut

g. Patofisiologi Kecemasan
Pada dasarnya hidup manusia selalu berhubungan

dengan lingkungan hidupnya, baik lingkungan alam maupun

lingkungan social. Suatu kejadian didalam lingkungan (live


18

events) dipersepsi oleh panca indra, diberi arti dan dikoordinasi

respon terhadap kejadian tersebut oleh system saraf pusat.

Proses yang melibatkan jalur korteks serebri yang menerima

rangsangan akan dikirim melalui saraf simpatis ke hipotalamus

menuju kelenjar adrenalis yang akan melepaskan adrenalin atau

epineprin, sehingga efeknya antara lain nadi meningkat dan

tekanan darah meningkat. Darah akan tercurah ke jantung,

susunan saraf pusat dan otot. Peningkatan glikogenolisis akan

meningkatkan gula darah (Barlow dan Durand, 2007).

h. Faktor yang Mempengruhi Kecemasan


Menurut Trismiati (20060, faktor-faktor yang mempengaruhi

kecemasan:
1) Umur
Purwanto (2010), mengungkapkan bahwa umur yang lebih

muda, mencintai pada umur tua.


2) Keadaan fisik
Menurut Carpaneto (2006) penyakit adalah salah satu faktor

yang menyebabkan kecemasan. Seseorang yang sedang

menderita penyakit akan lebih mudah mengalami

kecemasan dibandingkan dengan orang yang tidak sedang

menderita penyakit.
3) Sosial budaya
Individu yang mempunyai rasa hidup teratur akan

mempunyai filsafat hidup yang jelas sehingga umumnya

lebih sukar mengalami stress. Demikian juga seseorang

yang keyakinan agamanya rendah.


19

4) Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh adalah

memberikan respon terhadap suatu yang datang baik dari

dalam maupun dari luar. Orang yang akan mempunyai

pendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih

rasional dibandingkan mereka yang berpendidikan lebih

rendah atau mereka yang tidak berpendidikan. Kecemasan

adalah respon yang akan dipelajari.


5) Tingkat pengetahuan
Ketidaktahuan terhadap suatu hal dianggap sebagai tekanan

yang dapat mengakibatkan krisis yang dapat menimbulkan

kecemasan. Stress dan kecemaasan dapat terjadi pada

individu dengan tingkat pengetahuan yang rendah,

disebabkan karena kurangna informasi yang diperoleh.


6) Status ekonomi
Menurut Soewandi dalam Yunastilia (2011), mengatakan

bahwa seseorang yang memiliki status ekonomi rendah

akan mempermudah seseorang untuk mengalami

kecemasan.
7) Kinerja Tenaga Kesehatan
Peran dari penolong adalah mengantisipasi dan menangani

komplikasi yang mungkin teradi pada ibu dan janin dalam

hal ini tergantung dari kemampuan dan persiapan penolong

dalam menghadapi proses persalinan (Rohani, dkk, 2011).


8) Kehadiran pendamping
Kehadiran seorang pendamping pada saat persalinan dapat

menimbulkan efek positif terhadap persalinan dalam arti


20

dapat menurunkan morbiditas, mengurangi rasa sakit,

persalinan yang lebih singkat dan menurunkan persalinan

operasi (Rohani, dkk, 2011).

i. Tingkat Kecemasan
1) Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan dapat menghasilkan gejala-gejala

fisiologis seperti gemetar, tegang dan gelisah. Gejala

emosional yang ada adalah tidak ada perasaan yang kuat,

konsep diri tidak terancam, menggunakan mekanisme

koping yang minimal dan fleksibel, tingkah laku sesuai

dengan situasi. Contohny : seseorang yang menghadapi

ujian terakhir, pasangan dewasa yang akan memasuki

jenjang yang lebih tinggi dan individu yang tiba-tiba dikejar

anjing menggonggong (Shelia, 2008).


Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan

dalam kehidupan sehari-hari; kecemasan ini menyebabkan

individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang

persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi individu

untuk belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta

kreativitas (Stuart, 2007).


2) Kecemasaan Sedang
Kecemasan sedang memiliki gejala fisiologisnya

yaitu beberapa yang tidak normal dapat ditemukan, persepsi

panjang menyempit, respon muncul secara langsung, masih

dapat memecahkan masalah secara efektif. (Shelia, 2008).


21

Kecemasan sedang memungkinkan individu untuk

berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan yang

lain. Kecemasan ini mengesempit lapang persepsi individu.

Hal ini menyebabkan individu mengalami tidak perhatian

yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area

jika diarahkan untuk melakukannya (Stuart, 2007).


3) Kecemasan Berat
Kecemasan berat secara fisiologis menyebabkan

terjadinya perubahan terhadap tingkat rasa takut yang dapat

berkembang menjadi ketakutan, secara emosional

mengakibatkan konsep diri terancam, merasa tidak berguna,

tingkah laku yang tidak sesuai, banyak menggunakan

mekanisme koping disorientasi, bingung bahkan halusinasi.

Contohnya yaitu pada individu yang mengalami kehilangan

harta benda dan orang yang dicintai karena bencana alam

dan individu yang mengalami penyandraan (Shelia, 2008).


Menurut Stuart (2007), kecemasan berat sangat

mempengaruhi lapang persepsi individu. Individu

cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik

serta tidak berpikir tentang hal ini. Semua perilaku

dianjurkan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut

memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain.


4) Kecemasan Panik
Panik menimbulkan perubahan tingkah laku secara

fisiologis dan kognitif. Beberapa tingkat kelelahan secara


22

fisiologis mungkin tidak mampu dikenali. Kemampuan

sensori dan perhatian secara kognitif berkurang (Shelia,

2008).
Menurut Stuart (2007), tingkat panik dari kecemasan

berhubungan dengan terpengaruh, ketakutan, dan teror.

Menyebabkan hal yang mengalami kehilangan kendali,

individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan

apapun. Orang yang panik, terjadi peningkatan aktivitas

motorik, berkurangnya kemampuan berhubungan dengan

orang lain, secara efektif, biasanya disertai dengan

disorganisasi kepribadian.
Respon adaptif Respon maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Pengukuran kecemasan dengan skala Taylor

Manifest Anxiety scale (T-MAS) dari Taylor ini diciptakan

dan dikembangkan oleh Taylor pada tahun 1953. Lembar

kuisoner tentang kecemasan terdiri dari 50 pertanyaan. Cara

penilaian T-MAS, yaitu jawaban dicocokan dengan

kuncinya, jawaban ya diberikan skor 1 dan jawaban

tidak skor 0. Parameter yang digunakan sesuai kategori

yaitu :
Cemas ringan : 12
Cemas sedang : 13 - 25
Cemas berat : 26 - 38
Panik : 39
23

2. Sectio Caesarea
a. Definisi
Sectio caesarea (SC) adalah salah satu prosedur yang

paling tua untuk melahirkan janin melalui suatu insisi pada

dinding abdomen dan dinding uterus (Pilliteri, 2003;

Saifudin,2006).
Persalinan sectio caesarea adalah suatu persalinan

buatan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut

dan dinding rahim dengan saraf rahin dalam keadaan utuh serta

berat di atas 500 gram (Mitayani, 2009).


Periode postpartum (nifas / puerperium) adalah masa

setelah keluarnya plasenta sampai alat-alat reproduksi pulih

seperti sebelum hamil dan secara normal berlangsung selama

enam minggu atau 42 hari (Ambarwati & Wulandari, 2008).


Masa nifas adalah waktu untuk perbaikan tubuh selama

persalinan dan kelahira. Periode ini juga merupakan waktu

untuk mempelajari perawatan diri dan keterampilan perawatan

bayi, penyatuan peran baru dan kelanjutan ikatan keluarga serta

penilaian terhadap bayi baru lahir (Novak & Broom, 1999).

Masa nifas berlangsung sejak ibu melahirkan sampai ibu

berhenti mengeluarkan darah, lamanya sekitar 40 hari setelah

melahirkan (Nasedul, 2000).


b. Klasifikasi sectio caesarea
Dapat dibagi dalam 4 jenis yaitu :
1) Sectio caesarea abdominalis
a) Sectio caesarea transperitonealis
24

Sectio caesarea klasik atau koiporal dengan insisi

memanjang pada korpus uteri.


b) Sectio caesarea ismika atau profunda atau low cervical

dengan insisi pada segmen bawah rahim kira-kira 10cm.


2) Sectio caesarea ekstraperitonealis
Yaitu tanpa membuka peritoneum porietalis, dengan

demikian tidak membuka kavum abdominal.


3) Sectio caesarea vaginalis
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat

dilakukan sebagai berikut :


a) Sayatan memanjang (longitudinal)
b) Sayatan melintang (transversal)
c) Sayatan huruf T

4) Sectio caesarea klasik


Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus

uteri kira-kira sepanjang 10cm.


Kelebihan :
a) Mengeluarkan janin lebih cepat.
b) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih

tertarik.
c) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal.
Kekurangan :
a) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena

tidak reperitonealisasi yang baik.


b) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture

uteri spontan.

c. Penyebab Sectio Caesarea


Persalinan merupakan upaya melahirkan janin yang ada

didalam rahim ibunya. Jadi, apabila persalinan harus dilakuan


25

dengan operasi, menurut buku Manajemen Komplikasi

Kehamilan & Persalinan, ada empat alasan yaitu :


1) Untuk keselamatan ibu dan janin
2) Ketika persalinan harus berlangsung, tidak terjadi kontraksi
3) Distosia (persalinan macet) sehingga menghalangi

persalinan alami
4) Bayi dalam keadaan darurat sehingga harus segera

dilahirkan, tetapi jalan lahir tidak mungkin dijalani janin.


Jadi, penyebab dilakukan operasi pada persalinan sebagai

berikut :
a) Faktor janin : bayi terlalu besar, kelainan letak bayi,

ancaman gawat janin, janin abnormal, bayi kembar.


b) Faktor plasenta : plasenta previa, selusio plasenta,

plasenta acreta, vasa previa


c) Kelainan tali pusat : prolapsus uteri, terlilit tali pusat.
d) Faktor ibu : usia, CPD (cephalopelvic disproportion),

persalinan sebelumnya caesar, kelainan kontraksi

rahim, ketuban pecah dini, rasa takut kesakitan.

d. Resiko Sectio Caesarea


Sectio caesarea sebaiknya dilakukan karena

pertimbangan medis, bukan keinginan pasien yang tidak mau

menanggung rasa sakit. Hal ini karena resiko sectio caesarea

lebih besar daripada persalinan alami. Dalam kondisi ibu dan

bayi yang sehat dan tidak ada kesulitan. Sectio caesarea

memiliki resiko, misalnya kondisi pasien yang tidak dapat

diduga sebelumnya. Komplikasi lain yang ringan adalah

kenaikan suhu tubuh beberapa hari pada masa nifas, sedangkan


26

komplikasi berat seperti peritonitis (radang selaput perut), sepsis

(demam karena serangan bakteri) atau infeksi puerperial.


Infeksi pasca operasi terjadi apabila sebelum

pembedahan sudah ada gejala-gejala infeksi intrapartum atau

ada faktor-faktor yang merupakan presdiposisi terhadap

kelainan. Misalnya persalinan berlangsung lama khususnya

setelah ketuban pecah, telah diupayakan tindakan vaginal

sebelumnya.
Berikut adalah resiko-resiko yang mungkin dialami oleh

wanita yang melahirkan dengan operasi yang dapat

mengakibatkan cedera pada ibu maupun bayi, diantaranya :


1) Alergi
Biasanya resiko ini terjadi pada pasien yang alergi

terhadap obat tertentu. Obat-obatan yang dikonsumsi pada

ibu cesar lebih banyak dibandingkan dengan ibu persalinan

normal.
2) Perdarahan
Perdarahan dapat menghasilkanterbentuknya

bekuan-bekuan darah pada pembuluh darah balik di kaki

dan rongga pinggul. Kehilangan darah yang banyak dapat

menyebabkan syok secara mendadak.


3) Cedera pada organ lain
Jika pembedahan tidak dilakukan secara hati-hati

dapat mengakibatkan terlukanya pada organ lain, seperti

rektum atau kandung kemih.


4) Parut dalam rahim
27

Seseorang yang telah mengalami pembedahan akan

memiliki parut dalam rahim. Oleh karena itu, kehamilan

serta persalinan berikutnya memerlukan pengawasan

tentang bahaya ruptura uteri.


5) Demam
Demam yang terjadi setelah operasi ini kadang-

kadang tidak bisa dijelaskan penyebabnya tetapi kondisi ini

terjadi bisa karena infeksi.


6) Mempengaruhi produksi ASI
Efek pembiusan bisa mempengaruhi produksi ASI

jika dilakukan pembiusan total (narkose). Akibatnya,

kolostrum (air susu yang pertama kali) tidak bisa dinikmati

bayi dan bayi tidak dapat segera menyusui begitu

dilahirkan. Apabila dilakukan dengan pembiusan regional

(spinal) tidak banyak mempengaruh produksi ASI.


e. Efek Samping Sectio Caesarea
1) Sakit tulang belakang
Banyak ibu setelah melakukan sectio caesarea mengeluh

sakit di bagian tulang belakang tempat dilakukan suntik

anastesi sebelum operasi.


2) Nyeri bekas sayatan operasi
Pasca operasi, saat efek anastesi hilang nyeri di bekas sayatan

bedah akan terasa.


3) Rasa kebal pada bekas sayatan
Rasa kebal pada bekas sayatan ini wajar di rasakan pada ibu

post sectio caesarea karena saraf didaerah tersebut terputus

akibat sayatan saat operasi.


4) Nyeri pada bekas jahitan
28

Pada proses penyembuhan luka post sectio caesarea

menyebabkan terjadinya pembentukan jaringan parut

sehingga menyebabkan nyeri saat melakukan aktivitas.


5) Rasa mual dan muntah
Rasa mual muntah yang umumnya timbul akibat sisa-sisa

anastesi pada diri ibu.

f. Menyusui Setelah Sectio Caesarea


Ibu yang menlahirkan dengan cara sectio caesarea,

sesering kali sulit menyusui bayinya segera setelah lahir. Hal ini

akibat rahim yang sering berkontraksi karena masih dalam

proses pemulihan ke bentuk semula, juga akibat rasa nyeri yang

muncul dari jahitan operasi.


Apabila ibu baru saja pulih dari pembiusan total atau

bayi memerlukan perawatan khusus. Seandainya sampai 12 jam

setelah pembedahan, ibu belum bisa bersama bayi mintalah

perawat untuk memompa air susu pertama ibu sehingga bayi

memperoleh kolostrum.

g. Periode postpartum
Periode postpartum terdiri dari tiga periode, immediate

postpartum yaitu masa 24 jam pertama setelah persalinan, early

postpartum yaitu satu minggu pertama setelah persalinan sampai

periode postpartum selesai (Coad & Dunstall, 2006).


Periode immediate postpartum merupakan masa kritis

bagi ibu maupun bayinya. Ibu sedang menjalin pemulihan fisik


29

dan hormonal yang disebabkan oleh proses kelahiran serta

pengeluaran plasenta. Menurutnya hormon-hormon plasenta

memberi isyarat kepada tubuh ibu untuk mulai memproduksi

ASI dalam jumlah cukup untuk segera menyusui bayinya. Bayi

baru lahir yang lahir sehat secara normal akan terlihat sadar dan

waspada, serta memiliki refleks rooting dan refleks sucking

untuk membantunya mencari puting susu ibu, mengisapnya dan

mulai minun ASI (Saleha, 2009).

h. Perubahan Fisiologis Pada Masa Postpartum


1) Perubahan pada Sistem Reproduksi
a) Involusi Uteri
Involusi uteri terjadi segera setelah melahirkan

dan berlangsung cepat. Dalam 12 jam pertama setelah

melahirkan fundus uteri teraba satu cm di bawah pusat,

lima sampai enam minggu kemudian kembali ke dalam

ukuran tidak hamil. Dinding endometrium pada bekas

implantasi plasenta pada lapisan superfisial akan

mengalami nekrotik dan akan keluar cairan berupa

sekret sebagai lochea. Luka bekas implantasi plasenta

akan sembuh sempurna sekitar enam minggu setelah

kelahiran (Bobak dkk., 2004).


Kegagalan penyembuhan tempat menempelnya

plasenta dapat menyebabkan pengeluaran lochea terus

menerus, perdarahan pervaginam tanpa nyeri.


30

Menyusui dan mobilisasi menyebabkan eksresi lochea

sedikit lebih banyak dibandingkan posisi tidur saja,

karena itu menyusui dan mobilisasi dini yang disertai

asupan nutrisi yang adekuat mempercepat proses

involusi uteri (Coad & Dunstall, 2006).


b) Serviks, Vagina dan Perinium
Serviks dan segmen bawah uterus menjadi lebih

tipis selama immediate postpartum. Pada beberapa

persalinan terjadi laserasi pada serviks. Vagina dan

perineum dapat mengelami robekan, edema dan memar

(Ambarwati & Wulandari, 2009).


c) Payudara
Perkembangan kelenjar mamae secara

fungsional lengkap pada pertengahan masa kehamilan,

tetapi laktasi terhambat sampai kadar estrogen

menurun, yakni setelah janin dan plasenta lahir.

Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan

payudara selama hamil menurun dengan cepat setelah

bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan hormon ke kadar

sebelum hamil sebagian ditentukan oleh apakah ibu

menyusuiatau tidak.
Pada ibu yang tidak menyusui kadar prolaktin

akan turun dengan cepat. Pada hari ketiga dan keempat

postpartum bisa terjadi pembengkakan (engorgement),

payudara tegang, keras, nyeri bila di tekan dan hangat


31

jika diraba. Distensi payudara terutama disebabkan oleh

kongesti sementara vena dan pembuluh limfatik bukan

akibat penimbunan air susu. Pembengkakan dapat

hilang dengan sendirinya dan rasa tidak nyaman

biasanya berkurang dalam 24 jam sampai 36 jam.


Pada ibu yang menyusui, sebelum laktasi

dimulai payudara teraba lunak dan suatu cairan

kekuningan yakni kolostrum di keluarkan dari

payudara. Setelah laktasi dimulai, payudara teraba

hangat dan keras ketika disentuh (Bobak dkk., 2005).


d) Sistem Urinaria
Uretra, kandung kemih dan jaringan sekitar

meatus urinarius dapat mengalami trauma mekanik

akibat desakan oleh bagian yang berpresentasi selama

persalinan kala II, hal ini dapat menyebabkan

kehilangan sensasi untuk buang air kecil (Ambarwati &

Wulandari, 2009).

e) Sistem Sirkulasi dan Vital Sign


Adanya hipervolemi, dimana terjadi

peningkatan plasma menyababkan ibu toleran terhadap

kehilangan darah saat persalinan. Segera setelah

kelahiran terjadi peningkatan cardiac output yang dapat

tetap ada selama 28 jam saat kelahiran dan akan turun

secara perlahan pada keadaan normal sekitar 12 minggu


32

setelah persalin (Bobak dkk., 2004; Derek & Jones,

2005).
f) Sistem Muskuloskeletal
Selama beberapa hari hormon relaxin menurun,

dan ligamen kartilago pelvis mulai kembali ke keadaan

sebelum hamil. Pada sebagian ibu, otor abdomen dapat

melemah dan kendur. Hal ini mempengaruhi resiko

konstipasi selama postpartum karena penurunan tonus

dinding abdomen mempengaruhi mobilitas usus. Status

vena yang dapat terjadi selama hamil tua, berkontribusi

terhadap terbentuknya bekuan darah (trombosis) pada

ekstermitas bawah. Hal ini dapat dicegah dengan

mobilisasi dini setelah persalinan ( Bobak dkk., 2004).

g) Sistem Gastrointestinal
Ibu akan sering haus dan lapar setelah

melahirkan, akibat kehabisan tenaga dan retraksi cairan

selama persalinan. Pembatasan asupan nutrisi dan

cairan dapat menyebabkan gangguan keseimbangan

cairan dan elektrolit serta keterlambtan pemulihan

fungsi tubuh (Bobak dkk., 2004; Derek &Jones 2005).


h) Sistem Endrokrin
Level estrogren dan progesteron menurun

setelah ekspulsi plasenta. Jika ibu tidak menyusui, level

estrogren akan kembali meningkat sekitar tiga minggu


33

setelah kelahiran yang diikuti dengan kembalinya

menstruasi. Pada ibu menyusui level estrogren dan

progesteron lebih lambat kembali pada level sebelum

hamil (Derek & Jones, 2005 ; Ambarwati & Wulandari,

2009).
2) Perubahan Psikologis Pada Masa Postpartum
Ada tiga fase penyesuaian Ibu terhadap perannya sebagai

orang tua yaitu:


a) Fase Dependen
Selama satu atau dua hari pertama setelah

melahirkan. Ketergantungan ibu menonjol. Pada waktu

ini ibu mengharapkan segala kebutuhannya dapat

dipenuhi orang lain. Periode ini sebagai fase menerima

(taking-in phase), suatu waktu dimana ibu memrlukan

perlindungan dan perawatan (Bobak dkk., 2004).


b) Fase Dependen-Mandiri
Apabila ibu telah menerima asuhan yang cukup

selama beberapa jam atau beberapa hari pertama

setelah persalinan, maka pada hari kedua atau ketiga

keinginan untuk mandiri timbul dengan sendirinya.

Secara bergantian muncul kebutuhan untuk mendapat

perawatan dan penerimaan dari orang lain dan

keinginan untuk bisa melakukan segala sesuatu secara

mandiri. Keadaan ini disebut fase taking-hold yang

berlangsung kira-kira sepuluh hari (Bobak dkk., 2004).


c) Fase Interdependen
34

Pada fase ini perilaku muncul, ibu dan para

anggota keluarga saling berinteraksi. Hubungan antar

pasangan kembali menunjukan karakteristik awal. Fase

yang disebut letting-go ini merupakan fase yang penuh

stres bagi orang tua. Suami dan istri harus

menyesuaikam efek dan perannya masing-masing

dalam hal mengasuh anak, mengatur rumah dan

membina karier (Bobak dkk., 2004).

3. Kolostrum
a. Definisi
Kolostrum adalah cairan pelindung yang kaya akan zat

anti infeksi dan berprotein tinggi yang kluar dari hari pertama

sampai hari keempat atau ketujuh setelah melahirkan (Roesli,

2004).
Kolostrum adalah cairan pra susu (cairan yang keluar

sebelum ASI sebenarnya berproduksi) dan cairan ini berwarna

kekuningan yang keluar pada awal-awal memyusui, yaitu 24-36

jam pertama setelah proses melahirkan (Soetjiningsih, 2005).


Colostrum adalah cairan pertama yang mendahului

ASI(Air Susu Ibu) mengandung zat immunoglobulin 10-17 kali

lebih banyak dari ASI (Cahyadi, 2007).

b. Kandungan Kolostrum
Kolostrum penuh dengan zat antibody (zat pertahanan

tubuh untuk melawan zat asing yang masuk kedalam tubuh) dan

immunoglobulin (zat kekebalan tubuh untuk melawan infeksi


35

penyakit). Kolostrum mengandung zat kekebalan 10-17 kali

lebih banyak dari susu matang (mature). Zat kekebalan yang

terdapat pada ASI akan melindungi bayi dari penyakit diare.


(Widjaya, 2006) Kandungan dari kolostrum antara lain :
1) Protein : 8,5%
2) Lemak : 2,5%
3) Karbohidrat : 3,5%
4) Garam dan Mineral : 0,4%
5) Air : 85,1%
6) Vitamin A,B,C,D,E dan vitamin K dalam jumlah yang

sangat sedikit
7) Leukosit (sel darah putih)
8) Sisa epitel yang mati

Kekebalan bayi akan bertambah dengan adanya

kandungan zat-zatdan vitamin yang terdapat pada air susu

ibu tersebut, serta volume kolostrum yang meningkat dan

ditambah dengan adanya isapan bayi baru lahir secara terus

menerus. Hal ini yang mengahruskan bayi segera setelah

lahir ditempelkan ke payudara ibu, agar bayi dapat sesering

mungkin menyusui.

Kandungan kolostrum inilah yang tidak diketahui

ibu sehingga banyak ibu dimasa setelah persalinan tidak

memberikan kolostrum kepada bayi baru lahir karena

pengetahuan tentang kolostrum itu tidak ada.

c. Pembentukan Kolostrum
36

Tubuh ibu memulai memproduksi kolostrum pada saat

usia kehamilan tiga sampai empat bulan. Tapi umumnya para

ibu tidak memproduksinya kecuali saat ASI ini bocor sedikit

menjeang akhir kehamilan.


Pada tiga sampai empat bulan kehamilan, prolaktin dari

adenohipofise (hipofiseanterior) mulai merangsang kelenjar air

susu untuk menghasilkan kolostrum. Pada masa ini pengeluaran

kolostrum masih dihambat oleh estrogen dan progesterone,

tetapi jumlah prolaktin meningkat hanya aktivitas dalam

pembuatan kolostrum yang didekatkan.


Sedangkan pada trimester kedua kehamilan, laktogen

plasenta mulai merangsang pembuatan kolostrum. Keaktifan

dari rangsangan hormon-hormon terhadap pengeluaran air susu

telah didemontrasikan kebenarannya bahwa seorang ibu yang

melahirkan bayi berumur empat bulan dimana bayinya

meninggal tetap keluar kolostrum.


Banyak wanita usia reproduktif ketika ia melahirkan

seorang anak tidak mengerti dan memahami bagaimana

pembentukan kolostrum yang sebenernya sehingga dari

ketidaktahuan ibu tentang pembentukan kolostrum ia akhirnya

terpengaruh untuk tidak segera memberikan kolostrum pada

bayinya.

d. Reflek reflek yang berperan sebagai pembentukan dan

pengeluaran air susu


37

Pada seorang ibu yang menyusui dikenal dua refleks

yang masing-masing berperan sebagai pembentukan dan

pengeluaran air susu, yaitu:


1) Reflek prolaktin
Seperti yang telah dijelaskan bahwa menjelang akhir

kehamilan terutama hormon prolaktin memegang peranan

untuk membuat kolostrum, namun jumlah kolostrum

terbatas karena aktifitas prolaktin dihambat oleh ekstrogen

dan progesteron yang kadarnya memang tinggi. Setelah

melahirkan berhubung lepasnya plasenta dan kurang

fungsinya korpus luteum, maka estrogen dan progesteron

sangat berkurang. Ditambah lagi dengan hisapan bayi yang

merangsang ujung-ujung saraf sensorik yang fungsinya

sebagai reseptor mekanik.


Rangsangan ini berlanjut ke hypothalamus yang

akan menekan pengeluaran faktor-faktor yang menghambat

sekresi prolaktin dan sebaliknya, merangsang

adenohypofise (Hipofise Anterio) sehingga keluar prolaktin.


Hormon ini merangsang sel-sel alveoli yang

berfungsi membuat air susu. Pada ibu menyusui kadar

prolaktin akan normal tiga bulan setelah melahirkan sampai

penyapihan anak. Sedangkan pada ibu yang tidak menyusui

kadar prolaktin akan normal pada minggu kedua sampai

ketiga.
2) Refleks Let Down
38

Bersamaan dengan pembentukan prolaktin

adenohypofise, rangsangan yang berasal dari hisapan bayi

ada yang dilanjutkan ke neurohypofise (Hypofise posterior)

yang kemudian mengeluarkan oksitosin yang menyebabkan

kontraksi sel-sel miopitel. Hisapan bayi memicu pelepasan

dari alveolus mamma melalui duktus ke sinus akan tertekan

keluar kemulut bayi. Pelepasan dapat terjadi bila ibu

mendengar bayi menangis atau sekedar memikirkan tentang

bayinya.
Ibu-ibu setelah melahirkan belum mengetahui

tentang reflek yang terjadi yang berhubungan dengan

pemberian kolostrum nantinya, sehingga ibu tidak

memberikan kolostrum tersebut secara nyata pada bayi baru

lahir.

e. Manfaat Kolostrum
Kolostrum sangat penting bagi pertahanan tubuh bayi

karena kolostrum merupakan imunisasi pertama bagi bayi.


Manfaat kolostrum antara lain ( Utami Roesli, 2004):
1) Membantu mengeluarkan mekonium dari usus bayi karena

kolostrum merupakan pencahar (pembersih usus bayi) yang

membersihkan mekonium sehingga mukosa usus bayi yang

baru lahir segera bersih dan siap menerima ASI.


2) Melindungi bayi dari diare karena kolostrum mengandung

zat kekebalan tubuh 10-17 kali lebih banyak dibandingkan

susu matang.
39

3) Melawan zatasingyang masuk ke tubuh bayi


4) Melawan infeksi penyakit oleh zat-zat kekebalan tubuh
5) Menghalangi saluran pencernaan menghidrolisis

(menguraikan) protein
6) Mengeluarkan kelebihan bilirubin sehingga bayi tidak

mengalami jaundice (kuning) dimana kolostrum

mempunyai efek laktasi (pencahar).


7) Berperan dalam gerak peristaltik usus (gerakan mendorong

makanan)
8) Menjaga keseimbangan cairan sel
9) Merangsang produksi susu matang (mature)
10) Mencegah perkembangan kuman-kuman patogen

Keseluruhan manfaat daripada kolostrum di atas

banyak tidak diketahuinya oleh ibu-ibu setelah melahirkan.

Padahal manfaat tersebut sudah seringkali diberitakan

melalui media, ataupun melalui penyuluhan yang diberikan

oleh bidan desa. Namun banyak ibu tetap tidak mau segera

memberikan kolostrum kepada bayi baru lahir dengan

alasan mereka belum diberitahu tentang manfaat kolostrum

tersebut.

f. Aspek Kekebalan Tubuh Pada Kolostrum


Aspek-aspek kekebalan tubuh pada kolostrum antara lain:
1) Immunoglobulin
Fraksi protein dari kolostrum mengandung antibody

yang serupa dengan antibody yang terdapat didalam darah

ibu dan yang melindungi terhadap penyakit karena bakteri


40

dan virus yang pernah diderita ibu atau yang telah

memberikan immunitas pada ibu. Immunoglobulin ini

bekerja setempat dalam saluran usus dan terdapat juga

diserap melalui dinding usus dalam sistem sirkulasi bayi.

Yang termasuk dalam antibody ini adalah IgA, IgB, IgM,

IgD, dan IgE.


2) Lakoferin
Lakoferin merupakan protein yang mempunyai

afinitas yang tinggi terhadap zat besi. Bersamaan dengan

salah satu immunoglobulin (IgA), lakoferin mengambil zat

besi yang diperlukan untuk perkembangan kuman E.coli,

stafilokokus dan ragi. Kadar yang paling tinggi dalam

kolostrum adalah 7 hari pertama postpartum. Efek

immunologis laktoferin akan hilang apabila makanan bayi

ditambah zat besi.


3) Lisosom
Bersama dengan IgA mempunyai fungsi anti bakteri

dan juga menghambat pertumbuhan berbagai macam-

macam virus. Kadar lisosom dalam kolostrum dan ASI lebih

besar dibandingkan dalam air susu sapi.


4) Faktor antitripsin
Enzim tripsin berbeda di saluran usus dan fungsinya

adalah untuk memecah protein, maka antripsin didalam

kolostrum akan menghambat kerja tripsin.


5) Faktor bifidus
41

Lactobacilli ada di dalam usus bayi yang

membutuhkan gula yang mengandung nitrogen, yaitu faktor

bifidus. Faktor bifidus befungsi mencegah pertumbuhan

organisme yang tidak diinginkan, seperti E.coli, dan ini

hanya terdapat ddalam kolostrum ASI.


6) Lipase
Berfungsi sebagai zat anti virus.
7) Anti stafilokokus
Berfungsi melindungi bayi terhadap bakteri stafelokokus.
8) Laktoferoksidase
Berfungsi membunuh streptokokus
9) Komponen komplemen
Mengandung komplemen C3 dan C4 yang berfungsi

sebagai faktor pertahanan.


10) Sel-sel fagositosis
Dapat melakukan fagositosis terutama terhadap

stafilokokus, E.coli dan candida albicon.

Pada waktu lahir sampai beberapa bulan sesudahnya

bayi belum dapat membentuk kekebalan sendiri secara

sempurna. Faktor-faktor pelindung ini semua ada didalam

ASI yang mature maupun didalam kolostrum. Pemberian

kolostrum secara awal pada bayi dan pemberian ASI terus

menerus merupakan perlindungan terbaik yang dapat

diberikan kepada bayi terhadap penyakit.

Kolostrum mengandung anti kekebalan tidak

menjadi suatu hal yang utama pada ibu-ibu setelah


42

melahirkan. Kebanyakan mereka tidak segera memberikan

kolostrum karena menganggap kolostrum bukanlah

pengaruh yang terpenting buat masa depan bayi mereka.

Serta akibat dari pengetahuan yang serba terbatas sehingga

mereka tidak mampu mencerna makanan dari pemberian

kolostrum.

g. Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran ASI


1) Faktor Fisik
Faktor fisik ibu yang mempengaruhi produksi ASI adalah

adanya kelainan endokrin ibu, dan jaringan payudara

hipoplastik serta usia. Produksi ASI dipengaruhi oleh nutrisi

ibu dan asupan cairan ibu. (Lowdermilk, 2005).


2) Faktor Psikologis
Faktor psikologis yang mempengaruhi kurangnya produksi

ASI antara lain adalah ibu yang berada dalam keadaan

stress, kacau, marah dan sedih, kurangnya dukungan dan

perhatian keluarga serta pasangan kepada ibu ( Lawrence,

2004). Selain itu ibu juga khawatir bahwa ASInya tidak

mencukupi untuk kebutuhan bayinya serta adanya

perubahan maternal attainment, terutama pada ibu-ibu

yang baru pertama kali mempunyai bayi ( Mercer, 2004).

Ibu-ibu dengan depresi postpartum juga dapat

mempengaruhi ASI (ILCA, 2008).

h. Cara Palpasi Pengeluaran Kolostrum


43

Cara mempalpasi payudara untuk mengetahui

pengeluaran kolostrum pada ibu post melahirkan. Palpasi

dilakukan dengan cara meletakan ibu jari pada payudara di atas

puting dan areola, dan jari telunjuknya di payudara bawah

puting dan areola. Topang payudara dengan jari-jari lainnya.

Tekan dan lepaskan jaringan payudara diantara ibu jari dan

telunjuk (WHO, 2011).

5. Kerangka Teori

Penyebab kecemasan :
Kecemasan
- Pendukung :
a. Psikoanalitik emosioal Tingkat kecemasan :
b. Interpersonal
- Kecemasan
penolakan dan kepekaan
ringan
terhadap lingkungan
- Kecemasan
c. Perilaku frustasi,
konflik 2 hal sedang
Pengeluaran kolostrum
d. Keluarga sifat - Kecemasan beratsectio
pada ibu post
Faktorheterogen
yang berpengaruh pada caesarea Waktu
- panik
ibue.post sectio caesarea : pengeluaran
Biologis system
kolostrum:
endokrin sectio
- - Psikoligis
Pencetus :
a.a. Kecemasan caesarea - Normal
Ancaman integritas - Cepat
- Fisiologis
b. Ancaman system diri
a. Sakit tulang belakang - Lambat
b. Nyeri bekas sayatan - Sangat
dan jahitan lambat
c. Rasa kebal area
sayatan
d. Mobilitas terbatas
44

Gambar 1. Kerangka Teori Sumber (Stuart & Sundeen, 2007), (Stuart,


2007), (Suyono, 2012), (Roesli, 2004)

6. Kerangka Konsep
VARIABEL BEBAS VARIABEL TERIKAT

Kecemasan pada ibu Pengeluaran kolostrum pada


post sectio caesarea ibu post sectio caesarea

Faktor yang mempengaruhi


kecemasan

1. Umur
2. Keadaan fisik
Gambar2. Kerangka
3. Sosial budayakonsep
4. Tingkat pendidikan
Keterangan : 5. Tingkat pengetahuan
------- : variabel
6. yang tidak
Status diteliti
ekonomi
7. Kinerja tenaga
: variabel yang diteliti
kesehatan
8. Kehadiran
7. Hipotesis
Setelah di rumuskan pendamping
pertanyaan penelitian maka dapat disimpulkan

jawaban sementara, maka hipotesis yang dapat di rumuskan adalah

Ada hubungan antara kecemasan dengan pengeluaran kolostrum

pada ibu post sectio caesarea di Rumah Sakit Sakina Idaman.

You might also like