You are on page 1of 14

Makalah Medikal Bedah

FARINGITIS

OLEH :
IRZA WINANDA

Dosen Pembimbing : HAVINI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH


PROGRAM PENDIDIKAN B KHUSUS
TAHUN 2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus (4060%),
bakteri (540%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap tahunnya 40 juta orang
mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena faringitis. Anak-anak dan orang dewasa
umumnya mengalami 35 kali infeksi virus pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis.
Faringitis merupakan penyebab utama seseorang absen bekerja atau sekolah (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2013).
Faringitis lazim terjadi di seluruh dunia, umumnya di daerah beriklim musim dingin dan
awal musim semi. Di Amerika Serikat, sekitar 84 juta pasien berkunjung ke dokter akibat infeksi
saluran pernafasan akut pada tahun 1998 dan sekitar 25 juta pasien biasanya disebabkan oleh
infeksi saluran pernafasan atas (Somro, 2011). Di Indonesia pada tahun 2004 dilaporkan bahwa
kasus faringitis akut masuk dalam sepuluh besar kasus penyakit yang dirawat jalan dengan
presentase jumlah penderita 1,5 % atau sebanyak 214.781 orang (Departemen Kesehatan, 2004).
Faringitis akut merupakan salah satu klasifikasi dalam faringitis. Faringitis akut adalah
suatu penyakit peradangan tenggorok (faring) yang bersifat mendadak dan cepat memberat.
Faringitis akut dapat menyerang semua umur. Faringitis akut dapat disebabkan oleh viral,
bakteri, fungal dan gonorea. Penyebab terbanyak radang ini adalah kuman golongan
Streptococcus hemoliticus, Streptococcus viridians dan Streptococcus piogenes. Penyakit ini
juga dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus influenza dan adenovirus. Faringitis akut
dapat menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah (droplet infection) dari orang yang
menderita faringitis (Rusmarjono dan hermani, 2007).
Faktor risiko penyebab faringitis biasanya karena udara dingin, turunnya daya tahan tubuh
yang disebabkan oleh infeksi virus influenza, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi
alkohol yang berlebih, gejala predormal dari penyakit scarlet fever dan seseorang yang tinggal di
lingkungan kita yang menderita sakit tenggorokan atau demam (Gore, 2013). Tanda dan gejala
dari faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus hemoliticus group A serupa dengan
faringitis yang bukan disebabkan oleh Streptococcus hemoliticus group A (Dipiro, 2008), oleh
sebab itu penting untuk menentukan penyebab terjadinya faringitis untuk penentuan terapi yang
akan digunakan. Penentuan penyebab faringitis yang paling akurat (gold standard) adalah
dengan menggunakan kultur apusan tenggorokan. Kelemahan dari metode ini antara lain biaya
yang mahal dan perlu waktu untuk mengetahui hasilnya sekitar 1 2 hari (Aalbers, 2011).
Dalam pengobatan faringitis sangat penting untuk memastikan penyebab dalam
menentukan pengobatan yang tepat. Antibiotika diberikan pada pasien dengan faringitis yang
disebabkan oleh bakteri (Dipiro, 2008).
Penggunaan antibiotika yang kurang tepat dalam pengobatan faringitis juga dapat
menyebabkan terjadinya resistensi (Wierzbanowska, 2009). Ketidaktepatan peresepan dapat
mengakibatkan masalah seperti tidak tercapainya tujuan terapi, meningkatnya kejadian efek
samping obat, meningkatnya resistensi antibiotik, penyebaran infeksi melalui injeksi yang tidak
steril dan pemborosan sumber daya kesehatan yang langka (World Health Organization, 2009).

B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui kesesuaian peresepan obat faringitis akut terhadap standar pengobatan
faringitis akut.
2. Tujuan Khusus
Mengetahui kesesuaian jenis obat dalam resep faringitis akut terhadap standar
pengobatan faringitis akut.
Mengetahui kesesuaian dosis obat dalam resep faringitis akut terhadap standar
pengobatan faringitis akut.
Mengetahui kesesuaian lama pemberian obat dalam resep faringitis akut terhadap
standar pengobatan faringitis akut.

C. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan
penelitian.
2. Bagi peneliti lain sebagai acuan atau bahan pustaka untuk melaksanakan penelitian
selanjutnya, khususnya tentang bidang farmasi, yaitu kesesuaian peresepan dengan
standar pengobatannya.
BAB II
TEORI

A. Kerangka teori
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus (4060%),
bakteri (540%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2013). Faringitis akut adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus atau
bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat dan hiperemis, demam,
pembesaran kelenjar getah bening leher dan malaise (Vincent, 2004).
Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi inflamasi lokal.
Infeksi bakteri Streptococcus hemoliticus group A dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang
hebat, karena bakteri ini melepaskan toksin ekstraselular yang dapat menimbulkan demam
reumatik, kerusakan katup jantung dan glomerulonefritis akut karena fungsi glomerulonefritis
terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi (Rusmarjono dan hermani, 2007).
Pengobatan merupakan proses yang dilakukan oleh dokter berdasarkan temuan-temuan
yang diperoleh selama anamnesis dan pemeriksaan. Dalam proses pengobatan terkandung
keputusan ilmiah yang dilandasi oleh pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan intervensi
pengobatan yang memberi manfaat maksimal dan resiko sekecil mungkin bagi pasien. Hal
tersebut dapat dicapai dengan melakukan pengobatan yang rasional. Kriteria pengobatan
rasional, antara lain: sesuai dengan indikasi penyakit, diberikan dengan dosis yang tepat, cara
pemberian dengan interval waktu pemberian yang tepat, lama pemberian yang tepat, obat yang
diberikan harus efektif dengan mutu terjamin, tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau,
meminimalkan efek samping dan alergi obat (Yusmaninita, 2009).

B. ETIOLOGI/ PATOFISIOLOGI
Etiologi faringitis akut adalah bakteri atau virus yang ditularkan secara droplet infection
atau melalui bahan makanan / minuman / alat makan. Penyakit ini dapat sebagai permulaan
penyakit lain, misalnya : morbili, Influenza, pnemonia, parotitis , varisela, arthritis, atau radang
bersamaan dengan infeksi jalan nafas bagian atas yaitu: rinitis akut, nasofaringitis, laryngitis
akut, bronchitis akut. Kronis hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring.
Tampak mukosa menebal serta hipertropi kelenjar limfe dibawahnya dan dibelakang arkus
faring posterior (lateral band). Adanya mukosa dinding posterior tidak rata yang disebut
granuler. Sedangkan faringitis kronis atropi sering timbul bersama dengan rinitis atropi, udara
pernafasan tidak diatur suhu serta kelembabannya, sehingga menimbulkan rangsangan serta
infeksi pada faring.

C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) Faringitis streptokokus sangat mungkin jika
di jumpai tanda dan gejala berikut:
1. Awitan akut, disertai mual dan muntah
2. Faring hiperemis
3. Demam
4. Nyeri tenggorokan
5. Tonsil bengkak dengan eksudasi
6. Kelenjar getah bening leher anterior bengkak dan nyeri
7. Uvula bengkak dan merah
8. Ekskoriasi hidung disertai lesi impetigo sekunder
9. Ruam skarlantina
Menurut Wong (2010) manifestasi klinik dari faringitis akut :
1. Demam (mencapai 40C)
2. Sakit kepala
3. Anorexia
4. Dysphagia
5. Mual, muntah
6. Faring edema atau bengkak

D. KLASIFIKASI
Secara umum faringitis dapat dibagi menjadi 3 yaitu:

1. Faringitis Akut
Faringitis virus atau bakterialis akut adalah penyakit yang sangat penting. Beberapa usaha
dilakukan pada klasifikasi peradangan akut yang mengenai dinding faring. Yang paling logis
untuk mengelompokkan sejumlah infeksi-infeksi ini dibawah judul yang relatif sederhana
Faringitis Akut. Disini termasuk faringitis akut yang terjadi pada pilek biasa sebagai
akibat penyakit infeksi akut seperti eksantema atau influenza dan dari berbagai penyebab
yang tidak biasa seperti manifestasi herpesdan sariawan.
2. Faringitis Kronis
a) Faringitis Kronis Hiperflasi
Pada faringitis kronis hiperflasi terjadi perubahan mukosa dinding posterior. Tampak
mukosa menebal serta hipertofi kelenjar limfe di bawahnya dan di belakang arkus faring
posterior (lateral band). Dengan demikian tampak mukosa dinding posterior tidak rata
yang disebut granuler.
b) Faringitis Kronis Atrofi (Faringitis sika)
Faring kronis atrofi sering timbul bersama dengan rinitis atrofi.Pada rinitis atrofi udara
pernapasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga menimbulkan rangsangan
serta infeksi faring.
c) Faringitis Spesifik
1) Faringitis Luetika
Stadium Primer : Kelainan pada stadium ini terdapat pada lidah, palatum mole,
tonsil, dan dinding faring posterior.Kelainan ini berbentuk bercak keputihan di
tempat tersebut.
Stadium Sekunder : Stadium ini jarang ditemukan.Pada stadium ini terdapat
pada dinding faring yang menjalar ke arah laring.
Stadium Tersier : Pada stadium ini terdapat guma.Tonsil dan pallatum
merupakan tempat predileksi untuk tumuhnya guma.Jarang ditemukan guma di
dinding faring posterior.
2) Faringitis Tuberkulosa
Kuman tahan asam dapat menyerang mukosa palatum mole, tonsil, palatum durum,
dasar lidah dan epiglotis. Biasanya infeksi di daerah faring merupakan proses
sekunder dari tuberkulosis paru, kecuali bila terjadi infeksi kuman tahan asam jenis
bovinum, dapat timbul tuberkulosis faring primer.

E. KOMPLIKASI
Menurut Kazzi (2006) Biasanya faringitis dapat sembuh sendiri. Namun jika faringitis ini
berlangsung lebih dari 1 minggu, masih terdapat demam, pembesaran nodus limfa, atau muncul
bintik kemerahan. Hal tersebut berarti dapat terjadi komplikasi dari faringitis, seperti demam
reumatik. Beberapa komplikasi faringitis akut yang lain adalah :
1. Demam scarlet, yang di tandai dengan demam dan bintik kemerahan.
2. Demam reumatik, yang dapat menyebabkan inflamasi sendi, atau kerusakan pada katup
jantung. Demam reumatik merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada
faringitis akut.
3. Glomerulonefritis, komplikasi berupa glomerulonefritis akut merupakan respon
inflamasi terhadap protein M spesifik. Komplek antigen- antibody yang terbentuk
berakumulasi pada glomerulus ginjal yang akhirnya menyebabkan glomerulonefritis ini.
4. Abses peritonsilar biasanya disertai dengan nyeri faringeal, disfagia, demam dan
dehidrasi.

F. TERAPHY
1. Cefadroxil
a) Tinjauan dan cara kerja cefadroxil
Cefadroxil adalah antibiotika semisintetik golongan sefalosforin untuk pemakaian
oral. Golongan sefalosforin secara kimiawi memiliki mekanisme kerja dan toksisitas
yang serupa dengan penicillin. Sefalosforin lebih stabil daripada penicillin terhadap
banyak bacteria beta-laktamase sehingga biasanya mempunyai spektrum aktivitas
yang lebih luas. Cefadroxil bersifat bakterisid dengan jalan menghambat sintesa
dinding sel bakteri. Yang dihambat ialah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam
rangkaian reaksi pembentukan dinding sel. Cefadroxil aktif terhadap Streptococcus
beta-hemolytic, Staphylococcus aureus (termasuk penghasil enzim penisilinase),
Streptococcus pneumoniae, Escherichia coli, Proteus mirabilis, Klebsiella sp,
Moraxella catarrhalis. Cefadroxil merupakan antibiotic golongan sefalosforin
generasi pertama. Pada umumnya generasi pertama tidak dapat mengalami penetrasi
pada system saraf pusat (tidak dapat menembus BBB) dan tidak dapat digunakan
untuk mengobati meningitis. Senyawa-senyawa generasi pertama memiliki aktivitas
yang lebih baik terhadap organisme-organisme gram positif dibandingkan
organisme-organisme aerob gram negative.

b) Dosis dan farmakokinetik


Dewasa :
Infeksi saluran kemih : Infeksi saluran kemih bagian bawah, seperti sistitis : 1 ; 2
g sehari dalam dosis tunggal atau dua dosis terbagi, infeksi saluran kemih
lainnya 2 g sehari dalam dosis terbagi.
Infeksi kulit dan jaringan lunak : 1 g sehari dalam dosis tunggal atau dua dosis
terbagi.
Infeksi saluran pernafasan : Infeksi ringan, dosis lazim 1 gram sehari dalam dua
dosis terbagi. Infeksi sedang sampai berat, 1 2 gram sehari dalam dua dosis
terbagi. Untuk faringitis dan tonsilitis yang disebabkan oleh Streptococcus beta-
hemolytic : 1 g sehari dalam dosis tunggal atau dua dosis terbagi, pengobatan
diberikan minimal selama 10 hari.
Anak-anak :
Infeksi saluran kemih, infeksi kulit dan jaringan lunak : 25; 50 mg/kg BB sehari
dalam dua dosis terbagi.
Faringitis, tonsilitis, impetigo : 25; 50 mg/kg BB dalam dosis tunggal atau dua
dosis terbagi. Untuk infeksi yang disebabkan Streptococcus beta-hemolytic,
pengobatan diberikan minimal selama 10 hari. Pada penderita gangguan ginjal,
dosis disesuaikan dengan bersihan kreatinin untuk mencegah terjadinya
akumulasi obat. Cefadroxil diberikan secara oral dalam dosis 0,5-1 gram dua
kali sehari. Berikatan dengan protein plasma sebesar 20% dan memiliki T 1,5
jam. Cefadroxil diabsorbsi dari usus dan dimetabolisme di hepar. Konsentrasi
dalam urine biasanya sangat tinggi, namun kadar dalam jarungan umumnya
beragam dan lebih rendah dibandingkan dengan kadar dalam serum. Ekskresi
terutama terjadi di ginjal melalui filtrasi glomeruler dan sekresi tubulus ke dalam
urine. Agen-agen penghambat proses sekresi tubulus, misalnya probenesid, dapat
meningkatkan kadar serum dalam jumlah besar. Dosis harus dikurangi pada
pasien-pasien dengan kerusakan fungsi ginjal.

c) Indikasi
Cefadroxil diindikasikan untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh
mikroorganisme yang sensitif seperti :
Infeksi saluran pernafasan : tonsillitis, faringitis, pneumonia, otitis media.
Infeksi kulit dan jaringan lunak.
Infeksi saluran kemih dan kelamin.
Infeksi lain : osteomielitis dan septisemia
d) Efek samping obat
Gangguan saluran pencernaan, seperti mual, muntah, diare, dan gejala
kolitispseudomembran.
Reaksi hopersensitif, seperti ruam kulit, gatal-gatal dan reaksi anafilaksis
Vaginitis
Neutropenia
Peningkatan transaminase
e) Interaksi obat
Obat-obat yang bersifat nefrotoksik dapat meningkatkan toksisitas sefalosforin
terhadap ginjal
Probenesid menghambat sekresi sefalosforin sehingga memperpanjang dan
meningkatkan konsentrasi obat dalam tubuh
Alcohol dapat mengakibatkan disulfiram-like reactions, jika diberikan 48-72 jam
setelah pemberian sefalosforin
Tendensi untuk terjadi bleeding bila dikonsumsi dengan aspirin, NSAID, dan
antikoagulan

2. Parasetamol
a) Tinjauan dan cara kerja Parasetamol
Parasetamol adalah obat pereda demam (antipiretik) dan nyeri (analgesic) yang
paling banyak dipergunakan. Senyawa ini dikenal dengan nama lain asetaminofen,
merupakan senyawa metabolit aktif fenasetin, namun tidak memiliki sifat
karsinogenik (menyebabkan kanker) seperti halnya fenasetin. Senyawa berkhasiat
obat ini, tidak seperti obat pereda nyeri lainnya (aspirin dan ibuprofen), tidak
digolongkan ke dalam obat anti inflamasi non steroid (NSAID) karena memiliki
khasiat anti inflamasi yang relatif kecil. Parasetamol umumnya digunakan untuk
mengobati demam, sakit kepala, dan rasa nyeri ringan. Senyawa ini bila
dikombinasikan dengan obat anti inflamasi non steroid (NSAID) atau obat pereda
nyeri opioid, dapat digunakan untuk mengobati nyeri yang lebih parah. Parasetamol
relatif aman digunakan, namun pada dosis tinggi dapat menyebabkan kerusakan hati.
Risiko kerusakan hati ini diperparah apabila pasien juga meminum alkohol.
Penelitian pada tahun 2008 membuktikan bahwa pemberian parasetamol pada usia
bayi dapat meningkatkan risiko terjadinya asma pada usia kanak-kanak. Parasetamol
menghambat produksi prostaglandin (senyawa penyebab inflamasi), namun
parasetamol hanya sedikit memiliki khasiat anti inflamasi. Telah dibuktikan bahwa
parasetamol mampu mengurangi bentuk teroksidasi enzim siklooksigenase (COX),
sehingga menghambatnya untuk membentuk senyawa penyebab inflamasi.
Sebagaimana diketahui bahwa enzim siklooksigenase ini berperan pada metabolisme
asam arakidonat menjadi prostaglandin H2, suatu molekul yang tidak stabil, yang
dapat berubah menjadi berbagai senyawa pro-inflamasi. Kemungkinan lain
mekanisme kerja parasetamol ialah bahwa parasetamol menghambat enzim
siklooksigenase seperti halnya aspirin, namun hal tersebut terjadi pada kondisi
inflamasi, dimana terdapat konsentrasi peroksida yang tinggi. Pada kondisi ini
oksidasi parasetamol juga tinggi, sehingga menghambat aksi anti inflamasi. Hal ini
menyebabkan parasetamol tidak memiliki khasiat langsung pada tempat inflamasi,
namun malah bekerja di sistem syaraf pusat untuk menurunkan temperatur tubuh,
dimana kondisinya tidak oksidatif
b) Dosis Parasetamol Tablet 500 mg
Dewasa dan anak di atas 12 tahun : 1 tablet, 3 4 kali sehari.
Anak-anak 6 12 tahun : 1, tablet 3 4 kali sehari.
c) Efek Samping Parasetamol
Mual, nyeri perut, dan kehilangan nafsu makan. Penggunaan jangka panjang dan
dosis besar dapat menyebabkan kerusakan hati. Reaksi hipersensitivitas/alergi seperti
ruam, kemerahan kulit, bengkak di wajah (mata, bibir), sesak napas, dan syok.

3. Efedrin
a) Tinjauan dan cara kerja Efedrin
Efedrin adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan yang disebut efedra atau ma
huang. Bahan herbal yang mengandung efedrin telah digunakan di Cina selama 2000
tahun, dan sejak puluhan tahun merupakan komponen obat herbal Cina untuk
berbagai klaim misalnya obat pelangsing, obat penyegar, atau pelega napas. Efek
farmakodinamik efedrin banyak menyerupai efek epinefrin. Perbedaannya ialah
bahwa efedrin bukan katekolamin, maka efektif pada peberian oral. masa kerjanya
jauh lebih panjang, efek sentralnya lebih kuat, tetapi diperlukan dosis yang jauh lebih
daripada dosis epinefrin. Seperti halnya dengan epinefrin, efedrin bekerja pada
reseptor , 1, dan 2. Efek perifer efedrin melalui kerja langsung dan melalui
penglepasan NE endogen. Kerja tidak langsungnya mendasari timbulnya takifilaksis
terhadap efek perifernya. Hanya l-efedrin dan efedrin rasemik yang digunakan dalam
klinik. Efek kardiovaskular efedrin menyerupai efek epinefrin tetapi berlangsung
kira-kira 10 kali lebih lama. Tekanan sistolik meningkat, dan biasanya juga tekanan
diastolik, serta tekanan nadi membesar. Peningkatan tekanan darah ini sebagian
disebabkan oleh vasokonstriksi, tetapi terutama oleh stimulasi jantung yang
meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan curah jantung. Denyut jantung
mungkin tidak berubah akibat refleks komensasi vagal terhadap kenaikan tekanan
darah. Aliran darah ginjal dan viseral bekurang, sedangkan aliran darah koroner,
otak, dan otot rangka meningkat. Berbeda dengan epinefrin, penurunan tekanan
darah pada dosis rendah tidak nyata pada efedrin. Bronkorelaksasi oleh efedrin lebih
lemah tetapi berlangsung lebih lama daripada oleh epinefrin. Penetesan larutan
efedrin pada mata menimbulkan midriasis. Refleks cahaya, daya akomodasi, dan
tekanan intraokular tidak berubah. Aktivitas uterus biasanya dikurangi oleh efedrin.
Efek sentral efedrin menyerupai efek amfetamin tetapi lebih lemah. Efedrin tidak
boleh digunakan bersamaan dengan antidepresan tertentu, yaitu SNRIs (serotonin-
norepinefrin re-uptake inhibitor), karena hal ini meningkatkan risiko gejala di atas
akibat tingkat serum berlebihan norepinefrin. Efedrin harus digunakan dengan hati-
hati pada pasien dengan penggantian cairan yang tidak memadai, gangguan fungsi
adrenal,hipoksia , hiperkapnia , asidosis , hipertensi , hipertiroid , hipertrofi prostat ,
diabetes mellitus , kardiovaskular penyakit, pada saat persalinan jika ibu BP>
130/80 mmHg, dan menyusui. Kontraindikasi untuk penggunaan efedrin meliputi:
glaukoma sudut tertutup , feokromositoma , hipertrofi septum asimetris (idiopatik
hipertrofik stenosis subaortic), bersamaan atau baru (sebelumnya 14 hari)
monoamine oxidase inhibitor (MAOI) terapi, general anestesidengan hidrokarbon
terhalogenasi (terutama halotan), tachyarrhythmias atau fibrilasi ventrikel,
hipersensitivitas untuk efedrin atau stimulan lainnya. Efedrin tidak boleh digunakan
setiap saat selama kehamilan kecuali secara khusus ditunjukkan oleh dokter
berkualitas dan hanya jika pilihan lain yang tersedia. Resorpsi efedrin di usus cukup
baik, bronkodilatasi sudah Nampak dalam 15-60 menit dan bertahan 2-5 jam. Plasma
t1/2 nya 3-6 jam tergantung pH. Dalam hati sebagian zat dirombak; ekskresinya
berlangsung lewat urine secara utuh.
b) Efek samping
Pada dosis biasa sudah terjadi efek sentral, seperti gelisah, nyeri kepala, cemas, dan
sukar tidur, sedangkan pada overdosis timbul tremor dan takikardia, aritmia, serta
debar jantung.
c) Dosis
Efedrin : 0,25-1mg/kgBB/hr ;4 dosis

4. Ambroxol
a) Tinjauan dan cara kerja Ambroxol
Ambroxol adalah agen sekretolitik digunakan dalam pengobatan penyakit
pernapasan yang terkait dengan kental atau berlebihan lendir . Ini adalah bahan aktif
dari Mucosolvan, Mucobrox, Lasolvan, Mucoangin, Surbronc dan Lysopain.
Substansi adalah Mukoaktif obat dengan beberapa properti termasuk sekretolitik dan
sekretomotorik tindakan yang mengembalikan mekanisme izin fisiologis saluran
pernapasan, yang memainkan peran penting dalam mekanisme alami tubuh
pertahanan. Ini merangsang sintesis dan pelepasan surfaktan oleh tipe II
pneumocytes . Surfaktan bertindak sebagai faktor anti-lem dengan mengurangi
adhesi lendir ke bronkial dinding, dalam meningkatkan transportasi dan dalam
memberikan perlindungan terhadap infeksi dan agen menjengkelkan. Ambroxol
diindikasikan sebagai "terapi sekretolitik pada penyakit bronkopulmonalis
berhubungan dengan sekresi mukus abnormal dan transportasi lendir terganggu. Ini
mendorong pembersihan lendir, dahak memfasilitasi dan memudahkan batuk
produktif , memungkinkan pasien untuk bernapas lega dan sangat ". Ada formulasi
yang berbeda banyak dikembangkan sejak izin edar pertama di 1978. Ambroxol
tersedia sebagai sirup, tablet, pastiles, bubuk kering sachet, solusi inhalasi, tetes dan
ampul serta tablet effervescent. Ambroxol juga memberikan bantuan nyeri pada sakit
tenggorokan akut . Nyeri pada sakit tenggorokan adalah ciri khas akut faringitis.
Sakit tenggorokan biasanya disebabkan oleh infeksi virus . Infeksi ini terbatas diri
dan pasien pulih normal setelah beberapa hari. Apa yang paling mengganggu bagi
pasien adalah rasa sakit terus menerus di tenggorokan dimaksimalkan ketika pasien
menelan. Tujuan utama pengobatan adalah demikian untuk mengurangi rasa sakit.
Sifat utama dari Ambroxol untuk mengobati sakit tenggorokan adalah lokal anestesi
efek, dijelaskan pertama pada akhir tahun 1970, tetapi menjelaskan dan menegaskan
dalam pekerjaan yang lebih baru. Ambroxol adalah inhibitor yang sangat ampuh dari
saraf saluran Na+. Properti ini menyebabkan perkembangan dari sebuah permen
yang mengandung 20 mg ambroxol. Banyak negara berkembang klinis telah
menunjukkan kemanjuran Ambroxol dalam menghilangkan rasa sakit di tenggorokan
akut, dengan serangan aksi yang cepat dan durasi yang panjang efek minimal 3 jam.
Tambahan anti-inflamasi sifat Ambroxol memiliki relevansi klinis sejak memimpin
pengobatan untuk penurunan ditandai dari kemerahan sakit tenggorokan pasien.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus (4060%),
bakteri (540%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap tahunnya 40 juta orang
mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena faringitis. Anak-anak dan orang dewasa
umumnya mengalami 35 kali infeksi virus pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis.
Faringitis merupakan penyebab utama seseorang absen bekerja atau sekolah (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2013).
Etiologi faringitis akut adalah bakteri atau virus yang ditularkan secara droplet infection
atau melalui bahan makanan / minuman / alat makan. Penyakit ini dapat sebagai permulaan
penyakit lain, misalnya : morbili, Influenza, pnemonia, parotitis , varisela, arthritis, atau radang
bersamaan dengan infeksi jalan nafas bagian atas yaitu: rinitis akut, nasofaringitis, laryngitis
akut, bronchitis akut. Kronis hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring.
Terapi yang diberikan yaitu : cefadroxil, paracitamol, efedrin, dan ambruxol.

You might also like