You are on page 1of 11

Perilaku Pasien Dalam Tatalaksana Diabetes Mellitus (Nur Aini)

UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PASIEN DALAM TATALAKSANA


DIABETES MELLITUS DENGAN PENDEKATAN TEORI MODEL
BEHAVIORAL SYSTEM DOROTHY E. JOHNSON
(Changing the Patients Behavior in Diabetes Mellitus Management by Application
Dorothy E. Johnsons Behavioral System Model)

Nur Aini*, Widati Fatmaningrum**, Ah. Yusuf***


*STIKES Insan Unggul Surabaya, Email : aini_anindya@yahoo.com
,**Fakultas Kedokteran Unair Surabaya
***Fakultas Keperawatan Unair Surabaya

ABSTRACT

Introduction : Diabetic Medication need a very long time that make most of patient doesnt obey.
One of the methods can be used to improve patients compliance is nursing care model Behavioral
System Model from Dorothy E. Johnson with one of its intervention are motivation and education.
This objective is to analyze the differences of knowledge, attitude, practice, blood sugar fasting and
2 hours post prandial (PP) because of motivation and education Method : This experimental
research with Randomized Control Group Pretest Posttest Design. Sample use 30 persons divided
into 2 groups. Motivation and education are given 4 times in period of 1 month by visiting to the
patients house. Data was collected by questionnaires and observation and was analyzed by
wilcoxon with =0,05. Result : Result show that after intervention, treatment group that have good
knowledge are 15 persons (100 %), good attitude are 8 persons (53,3 %), moderate are 7 persons
(46,7 %), good practice are 11 persons (73,3 %), moderate are 3 persons (20 %) and less is 1
person (6,7 %). Blood sugar fasting and 2 hours post prandial (PP) that decrease are 13 persons
(86,7 %). Analysis using wilcoxon also shows that difference is significant. Discussion : it can be
concluded that motivation and education can improve knowledge, attitude, practice, decrease
blood sugar fasting and 2 hours post prandial (PP). Rumkital dr. Ramelan suggested to
optimalized education and giving motivation because by motivation we give support and awareness
to patient to implement diabetes mellitus management.

Key words: Knowledge, attitude, practice, blood sugar, motivation and education.

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) merupakan putus asa dengan program terapi yang lama,
salah satu penyakit yang prevalensinya kompleks dan tidak menghasilkan
semakin meningkat dari tahun ke tahun. kesembuhan. Menurut Asti (2006) umumnya
Wordl Health Organization (WHO) penderita diabetes patuh berobat kepada
memprediksi kenaikan jumlah pasien diabetes dokter selama ia masih menderita gejala yang
di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 subjektif dan mengganggu hidup rutinnya
menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030, sehari-hari, begitu ia bebas dari keluhan-
bahkan Indonesia menempati urutan keempat keluhan tersebut maka kepatuhannya untuk
di dunia sebagai jumlah penderita diabetes berobat berkurang (Pratiwi, 2007).
mellitus terbanyak setelah India, China, dan Hasil penelitian di beberapa negara,
Amerika (Pratiwi, 2007). ketidakpatuhan pasien diabetes dalam berobat
Pengobatan diabetes memerlukan mencapai 40-50%. Menurut laporan WHO
waktu yang lama (karena diabetes merupakan pada tahun 2003, kepatuhan rata-rata pasien
penyakit menahun yang akan diderita seumur pada terapi jangka panjang terhadap penyakit
hidup) dan sangat kompleks (tidak hanya kronis di negara maju hanya sebesar 50% dan
membutuhkan pengobatan tetapi juga di negara berkembang jumlah tersebut bahkan
perubahan gaya hidup) sehingga seringkali lebih rendah. Tahun 2006 jumlah penderita
pasien tidak patuh dan cenderung menjadi diabetes di

1
Jurnal Ners Vol. 6 No. 1April 2011 : 1-10

Indonesia mencapai 14 juta orang, dari jumlah diungkapkan oleh Tjokroprawiro (1997),
itu baru 50% penderita yang sadar mengidap walaupun pasien diabetes telah mendapatkan
dan sekitar 30% diantaranya melakukan pengobatan OAD, masih banyak pasien
pengobatan secara teratur (Delamater, 2009; tersebut mengalami kegagalan.
Pratiwi, 2007). Perawat merupakan faktor yang
Berdasarkan hasil pengumpulan data mempunyai peran penting dalam merubah
awal yang dilakukan di Rumkital Dr. Ramelan perilaku pasien sehingga terjadi kondisi
Surabaya tanggal 15-16 April 2010 pada 15 keseimbangan (equilibrium) dalam diri
pasien didapatkan pengetahuan baik 100%, pasien. Salah satu metode yang dapat
sikap sedang 47% (7 orang) dan sikap baik digunakan adalah dengan model asuhan
53% (8 orang), praktik kurang 6% (1 orang), keperawatan Behavioral System Model dari
praktik sedang 40% (6 orang) dan praktik baik Dorothy E. Johnson. Teori Behavioral System
54% (8 orang), meskipun pengetahuan pasien Model memandang individu sebagai sistem
sudah baik (pengetahuan baik ini mungkin perilaku yang selalu ingin mencapai
disebabkan karena pasien sudah sering keseimbangan dan stabilitas, baik di
mendapatkan penyuluhan dari rumah sakit), lingkungan internal atau eksternal, juga
namun praktik pasien yang baik hanya 54% memiliki keinginan dalam mengatur dan
sehingga pasien perlu dimotivasi lagi supaya menyesuaikan dari pengaruh yang
lebih patuh dalam pengobatan diabetes. ditimbulkannya (Tommey and M.R. Alligood,
Ketidakpatuhan pasien dalam 2006).
melakukan tatalaksana diabetes akan Intervensi yang digunakan untuk
memberikan dampak negatif yang sangat merubah perilaku pasien dalam Behavioral
besar meliputi peningkatan biaya kesehatan System Model yaitu regulasi eksternal,
dan komplikasi diabetes. Komplikasi diabetes misalnya dengan cara membatasi perilaku dan
terjadi pada semua organ dalam tubuh yang menghambat respon perilaku yang tidak
dialiri pembuluh darah kecil dan besar dengan efektif, merubah elemen structure dengan
penyebab kematian 50% akibat penyakit tujuan untuk memotivasi pasien dengan cara
jantung koroner dan 30% akibat gagal ginjal. memberikan pendidikan kesehatan dan
Diabetes juga menyebabkan kecacatan, konseling dan memenuhi kebutuhan subsistem
sebanyak 30% penderita mengalami kebutaan dengan cara nurture, protect dan stimulate
akibat komplikasi retinopati dan 10% harus (Tommey and M.R. Alligood, 2006).
menjalani amputasi tungkai kaki, bahkan Pemberian motivasi dapat
diabetes membunuh lebih banyak memperbaiki perilaku pasien terhadap
dibandingkan dengan HIV/AIDS (Soegondo, pengobatan karena dalam hal ini kita
2008). menanamkan kesadaran individu untuk
Tujuan utama pengobatan segala mentaati pengobatan didasari adanya
bentuk diabetes adalah untuk mencapai serta keinginan yang timbul dari dirinya sendiri.
mempertahankan glukosa darah dalam Hal ini sesuai dengan konsep yang diciptakan
keadaan normal (normoglikemi) dengan oleh Johnson bahwa untuk merubah perilaku
harapan dapat mencegah komplikasinya. seseorang dapat dilakukan dengan cara
Menurut konsensus Perkeni (2006), pilar memotivasi drive menjadi action. Aplikasi
penatalaksanan diabetes diantaranya meliputi teori ini untuk memperbaiki perilaku pasien
terapi gizi medis/pengaturan makan, latihan diabetes mellitus belum diteliti, oleh karena
jasmani, intervensi farmakologis dan edukasi. itu peneliti ingin mengadakan penelitian
Namun itu belum cukup untuk menjamin tentang perbedaan pengetahuan, sikap dan
keberhasilan suatu terapi jika tidak diikuti praktik pasien dalam tatalaksana DM akibat
dengan kepatuhan pasien. Menurut Mishali pemberian motivasi dan edukasi.
dari Departemen Psikologi Universitas Tel
Aviv, dari 21 studi atau penelitian dengan BAHAN DAN METODE
pemberikan intervensi yang bertujuan untuk
meningkatkan kepatuhan berobat pada pasien Jenis penelitian yang diguanakan
diabetes tipe-2 ternyata tidak memberikan adalah eksperimen dengan rancangan
hasil yang signifikan. Ketidakpatuhan pasien Randomized Control Group Pretest Posttest
beserta alasannya ini masih sedikit dipahami Design karena penelitian ini untuk
(Mishali et al, 2007). Begitu pula yang mengetahui perbedaan pengetahuan, sikap,

2
Perilaku Pasien Dalam Tatalaksana Diabetes Mellitus (Nur Aini)

praktik serta gula darah puasa dan 2 jam PP (Depraxis, 2010). Langkah langkah dalam
pasien diabetes sebelum dan sesudah pengumpulan data adalah membagi responden
pemberian motivasi dan edukasi. Populasi menjadi dua kelompok yaitu perlakuan dan
pada penelitian ini adalah pasien diabetes kontrol, melakukan pre test pada kedua
mellitus di Poli Diabet Rumkital Dr. Ramelan kelompok, Memberikan intervensi berupa
Surabaya sejumlah 40 orang pada bulan Mei pemberian motivasi dan edukasi pada
2010. Sampel sebanyak 13 orang untuk kelompok perlakuan yang dilakukan dengan
masing-masing kelompok perlakuan dan cara kunjungan rumah, sebanyak 4 kali dalam
kontrol (menurut penghitungan rumus dari waktu 1 bulan, lama kunjungan antara 30-60
Kasiulevicius et al, 2006) diperoleh melalui menit dan melakukan post test pada kedua
teknik simple random sampling. Variabel kelompok.
intervensi dalam penelitian ini adalah Data yang diperoleh kemudian diolah
pemberian motivasi dan edukasi. Sedangkan menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test
variabel outputnya adalah pengetahuan, sikap untuk variabel pengetahuan, sikap dan
dan praktik pasien dalam tatalaksana DM praktik. Sedangkan variabel gula darah diuji
serta gula darah puasa dan 2 jam PP. dengan Paired t-Test. Sebelum dilakukan uji t,
Instrumen yang digunakan dalam akan dilakukan uji normalitas dengan Shapiro
penelitian ini adalah kuesioner pengetahuan, Wilk (karena sampel < 50 orang), bila tidak
sikap dan praktik serta alat pemeriksaan gula normal data akan diuji dengan Wilcoxon
darah (pemeriksaan gula darah dilakukan di Signed Rank Test.
laboratorium). Lama penelitian adalah 1
bulan, peneliti menggunakan batas waktu ini HASIL
karena berdasarkan penelitian yang dilakukan
Phillippa Lally dari University College Pengetahuan responden kelompok
London yang dipublikasikan dalam European perlakuan pada saat pre test dan post test
Journal of Social Psychology, rata-rata adalah baik masing-masing sebesar 15 orang
seseorang dapat beradaptasi dengan perilaku (100 %). Pengetahuan kelompok kontrol yang
barunya dalam waktu 18-254 hari, sedangkan terbesar pada saat pre test dan post test adalah
menurut dr. Maxwell (ahli bedah plastik) baik masing-masing sebesar 13 orang (86,7
manusia memerlukan waktu sekitar 3 minggu %). Hasil uji statistik pada kelompok
untuk beradapatasi terhadap perubahan perlakuan

Tabel 1.Pengetahuan responden dalam tatalaksana DM di poli diabet Rumkital Dr. Ramelan
Surabaya Mei 2010
Perlakuan Kontrol
Pre Post Pre Post
Mean 85,6 96,06 85,13 85,55
Negative Ranks - -
15 3
Positive Ranks - 12
Ties Ranks 0,001 0,102
Sig-2 tailed (p)

Tabel 2.Sikap responden dalam tatalaksana DM di poli diabet Rumkital Dr. Ramelan Surabaya
Mei 2010
Perlakuan Kontrol
Pre Post Pre Post
Mean 46,26 48,6 46,53 46,86
Negative Ranks 1 -
12 3
Positive Ranks 2 12
Ties Ranks 0,007 0,102
Sig-2 tailed (p)

3
Jurnal Ners Vol. 6 No. 1April 2011 : 1-10

menunjukkan ada perbedaan signifikan Gula darah puasa responden


pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi kelompok perlakuan mengalami penurunan
Sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada dari 224 gr/dl menjadi 156 gr/dl, demikian
perbedaan meskipun pengetahuan post test pula pada kelompok kontrol mengalami
responden ada yang mengalami peningkatan. penurunan dari 224 gr/dl menjadi 190 gr/dl.
Sikap responden kelompok perlakuan Hasil uji statistik pada kelompok perlakuan
yang terbesar pada saat pre test adalah sedang menunjukkan ada perbedaan signifikan gula
sebesar 13 orang (86,7 %). Setelah pemberian darah sebelum dan sesudah intervensi,
intervensi berubah menjadi baik sebesar 8 sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada
orang (53,3 %). Sikap responden kelompok perbedaan signifikan meskipun gula darah
kontrol yang terbesar pada saat pre test adalah post test mengalami penurunan.
sedang sebesar 11 orang (73,3 %). Saat post Gula darah 2 jam PP responden
test yang terbesar adalah sedang sebesar 10 kelompok perlakuan mengalami penurunan
orang (66,7 %). Hasil uji statistik pada dari 239 gr/dl menjadi 226 gr/dl, sedangkan
kelompok perlakuan menunjukkan ada pada kelompok kontrol mengalami
perbedaan signifikan sikap sebelum dan peningkatan dari 232 gr/dl menjadi 248 gr/dl.
sesudah intervensi, sedangkan pada kelompok Hasil uji statistik pada kelompok perlakuan
kontrol tidak menunjukkan perbedaan. menunjukkan ada perbedaan signifikan gula
Praktik responden kelompok darah 2 jam PP sebelum dan sesudah
perlakuan yang terbesar pada saat pre test intervensi, sedangkan pada kelompok kontrol
adalah sedang sebesar 9 orang (60 %). Setelah tidak ada perbedaan (tabel 5)
pemberian intervensi berubah menjadi baik
sebesar 11 orang (73,3 %). Praktik responden PEMBAHASAN
kelompok kontrol yang terbesar pada saat pre
test adalah sedang sebesar 7 orang (46,7 %). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Saat post test yang terbesar adalah baik ada perbedaan pengetahuan yang signifikan
sebesar 7 orang (46,7 %). Hasil uji statistik pada kelompok perlakuan sebelum dan
menunjukkan pada kelompok perlakuan dan sesudah pemberian motivasi dan edukasi.
kontrol ada perbedaan signifikan praktik pre Peningkatan pengetahuan ini terjadi karena
test dan post test. dalam pemberian motivasi ada materi edukasi

Tabel 3.Praktik responden dalam tatalaksana DM di poli diabet Rumkital Dr. Ramelan Surabaya
Mei 2010

Perlakuan Kontrol
Pre Post Pre Post
Mean 68,53 82,86 68,87 72
Negative Ranks - -
15 5
Positive Ranks - 10
Ties Ranks 0,001 0,039
Sig-2 tailed (p)
Tabel 4.Gula darah puasa responden dalam tatalaksana DM di poli diabet Rumkital Dr. Ramelan
Surabaya Mei 2010
Perlakuan Kontrol
Pre Post Pre Post
Mean (gr/dl) 224 156 224 190
Negative Ranks 13 4
2 11
Positive Ranks - -
Ties Ranks 0,035 0,320
Sig-2 tailed (p)

4
Perilaku Pasien Dalam Tatalaksana Diabetes Mellitus (Nur Aini)

Tabel 5.Gula darah 2 jam PP responden dalam tatalaksana DM di poli diabet Rumkital Dr. Ramelan
Surabaya Mei 2010
Perlakuan Kontrol
Pre Post Pre Post
Mean (gr/dl) 239 226 232 248
Negative Ranks 13 4
2 11
Positive Ranks - -
Ties Ranks 0,047 0,280
Sig-2 tailed (p)

tentang diabetes juga sehingga peningkatan dengan banyak minum obat akan
pengetahuan yang terjadi adalah karena ketergantungan dan semakin memperparah
pemberian edukasi. Peneliti memberikan penyakit. Mengenai diet, mereka hanya tahu
edukasi tentang diabetes mellitus (DM) juga bahwa pasien DM tidak boleh makan manis,
karena menurut Dorothy E. Johnson (perumus jumlah makan harus dikurangi dan banyak
teori Behavioral Sytem Model), dalam makan sayur, namun untuk pengaturan yang
motivasi terkandung edukasi dan konseling. lebih detail terutama dalam hal kalori mereka
Perbedaan pengetahuan juga terjadi pada tidak tahu karena penjelasan mengenai hal ini
kelompok kontrol, namun perbedaan ini tidak biasanya diberikan oleh ahli gizi sedangkan
signifikan. Peningkatan pengetahuan pada konsul gizi hanya diperuntukkan bagi pasien
kelompok kontrol mungkin disebabkan karena baru dan pasien yang gula darahnya tinggi.
mereka mendapatkan informasi dari sumber Setelah diberikan motivasi dan edukasi
lain, karena pada kelompok kontrol tidak tentang diabetes akhirnya pengetahuan
mendapatkan edukasi dari peneliti. mereka meningkat. Edukasi yang diberikan
Pengetahuan responden kelompok peneliti meliputi: definisi, penyebab diabetes,
kontrol yang baik tentang DM dan gejala diabetes, komplikasi diabetes dan
penatalaksanaanya ada 13 oarang. penatalaksanaan yang meliputi diit, olahraga
Pengetahuan yang baik ini terutama mengenai dan obat. Responden kelompok kontrol dan
tatalaksana/pengobatan DM, penyebab perlakuan yang pengetahuannya baik sebagian
peningkatan gula darah dan pantangan yang besar berjenis kelamin perempuan, lama sakit
harus dihindari. Bila dilihat dari hasil > 7 tahun, pendidikannya SLTP sampai PT
kuesioner, pengetahuan mereka yang masih dan usia 60-65 tahun. Jenis kelamin
kurang terutama mengenai gejala, penyebab responden yang terbanyak memang
penyakit, pengaturan makan, komplikasi dan perempuan sebesar 23 orang. Berdasarkan
setelah dikaji lebih jauh mereka juga belum data statistik penduduk Jawa Timur tahun
memahami cara mengatur makan dan minum 2007, jumlah penduduk perempuan di Jawa
obat yang benar. Seperti halnya kelompok Timur lebih banyak daripada laki-laki. Jumlah
kontrol, pengetahuan responden kelompok penduduk perempuan adalah 1.403.631 ribu
perlakuan tentang DM dan penatalaksanaanya sedangkan laki-laki 1.316.525 ribu dengan sex
(sebelum pemberian motivasi dan edukasi) ratio 94, artinya dalam setiap 100 penduduk
juga sudah baik semua sebesar 15 orang. perempuan terdapat 94 penduduk laki-laki
Pengetahuan yang baik ini terutama mengenai (Badan Pusat Statistik, 2007).
tatalaksana/ pengobatan DM, penyebab Kelompok usia responden termasuk
peningkatan gula darah dan pantangan yang pada kelompok usia lanjut dini atau
harus dihindari. Bila dilihat dari hasil prasenium. Jumlah ini dapat dimengerti
kuesioner, pengetahuan mereka yang masih karena proporsi jumlah penduduk khususnya
kurang terutama mengenai gejala, penyebab yang berusia 55 tahun akan mengalami
penyakit, pengaturan makan, komplikasi dan peningkatan oleh karena berhasilnya
setelah dikaji lebih jauh ternyata beberapa meningkatkan umur harapan hidup waktu
responden kelompok perlakuan juga lahir, serta meningkat dan membaiknya sosial
mempunyai pemahaman yang salah tentang ekonomi (Departemen kesehatan RI, 1992).
obat diabetes dan tidak mengetahui cara Menurut WHO, kecepatan tumbuh lanjut usia
mengatur makan yang benar. Menurut mereka (usia 60 tahun atau lebih) dua kali lipat dari

5
Jurnal Ners Vol. 6 No. 1April 2011 : 1-10

11% pada tahun 2006 menjadi 22% pada seperti penyakit dan kecemasan atau depresi.
tahun 2050. Pertumbuhan ini lebih cepat di Tetapi kemampuan intelektual lansia tersebut
negara berkembang dibanding negara maju, pada dasarnya dapat dipertahankan salah
dalam lima dekade lebih dari 80% penduduk satunya dengan menyediakan lingkungan
usia lanjut dunia hidup di negara berkembang yang dapat merangsang ataupun melatih
dibanding 60% pada tahun 2005, ini ketrampilan intelektual mereka.
menyebabkan jumlah penduduk usi lanjut Sebagian besar responden yang
lebih banyak dari anak-anak (Joni, 2009). Hal pendidikannya SLTP sampai dengan PT
ini sesuai pula dengan penelitian yang ternyata pengetahuannya meningkat setelah
dilakukan oleh Pratiwi (2007) bahwa di diberikan motivasi dan edukasi. Hal ini dapat
negara berkembang orang dewasa yang dimengerti karena pendidikan mempengaruhi
beresiko terkena diabetes mellitus (DM) motivasi dan proses belajar. Makin tinggi
adalah usia 46-64 tahun. pendidikan seseorang makin mudah orang
Lama sakit responden terbanyak tersebut untuk menerima informasi. Walaupun
adalah > 7 tahun sebanyak 19 orang. Hal ini SLTP termasuk dalam kategori tingkat
dapat dimengerti karena DM adalah penyakit pendidikan rendah namun ternyata responden
kronis. Lamanya seseorang menderita yang pendidikannya SLTP masih bisa
penyakit dapat memberi gambaran mengenai menerima informasi yang disampaikan.
patogenesis penyakit tersebut. Salah satu Pekerjaan dan pendapatan juga
faktor resiko DM adalah resistensi insulin mempengaruhi pengetahuan. Masyarakat yang
yang dapat terjadi pada usia > 40 tahun dan sibuk dengan kegiatan atau pekerjaan sehari-
dari penelitian yang dilakukan Pratiwi (2007) hari akan mempunyai waktu yang lebih
didapatkan usia yang terbanyak terkena DM sedikit untuk memperoleh informasi.
adalah > 45 tahun. Pendapatan erat kaitannya dengan status
Responden kelompok perlakuan yang kesehatan, umumnya makin tinggi pendapatan
berada pada usia lanjut dini atau masa maka akan semakin baik status kesehatannya.
prasenium dalam penelitian ini ternyata masih Penghasilan responden terbanyak adalah
bisa menerima informasi dengan baik bila Rp.1.031.500 s/d 2.063.000/bulan. Angka ini
diberikan motivasi dan edukasi. Ada dua sudah di atas UMR (upah minimum regional)
pendapat mengenai umur yaitu, 1). Semakin Jawa Timur tahun 2010. Menurut mereka
tua makin bijaksana, semakin banyak penghasilan ini sudah cukup, karena rata-rata
informasi dan semakin banyak hal yang anak mereka sudah berkeluarga dan
dikerjakan sehingga menambah mempunyai penghasilan sendiri sehingga
pengetahuannya dan 2). Tidak dapat penghasilan ini digunakan untuk memenuhi
mengajarkan kepandaian baru kepada orang kebutuhan hidup responden sendiri.
yang sudah tua karena mengalami Selain karena faktor karakteristik
kemunduran baik fisik maupun mental responden dan adanya pemberian edukasi,
(Notoatmodjo, 2007). Menurut Erikson, peningkatan pengetahuan pada kelompok
dalam Desmita (2006), kemampuan belajar perlakuan mungkin juga disebabkan oleh
pada usia tua akan sedikit menurun tapi bukan pemberian motivasi. Dengan pemberian
berarti tidak bisa mempelajari hal-hal baru motivasi kita menanamkan kesadaran pada
lagi. individu sehingga individu lebih menyadari
David Wechsler, dalam Desmita (2006) pentingnya informasi yang diberikan, karena
juga mengatakan bahwa kemunduran informasi akan terekam baik dalam ingatan
kemampuan mental dan intelektual seseorang bila informasi tersebut bermanfaat
merupakan bagian dari proses penuaan bagi dirinya. Selain itu pemberian intervensi
organisme secara umum. Hampir sebagian dilakukan secara pesonal (individu). Saat tatap
besar penelitian menunjukkan bahwa setelah muka secara personal responden dapat
mencapai puncak pada usia antara 45-55 menerima pesan baik verbal dan non verbal
tahun, kebanyakan kemampuan seseorang dari peneliti melalui bahasa tubuh atau
secara terus menerus mengalami penurunan. ekspresi wajah. Menurut teori neuro linguistic
Hal ini juga berlaku bagi lansia. Kemerosotan body language, intonasi dan ekspresi
intelektual lansia ini pada umumnya berpengaruh 85% dibandingkan bahasa
merupakan sesuatu yang tidak dapat verbal. Saat tatap muka pasien menerima
dihindarkan, disebabkan berbagai faktor seluruh pesan tubuh dengan baik sehingga

6
Perilaku Pasien Dalam Tatalaksana Diabetes Mellitus (Nur Aini)

kekuatan memori jauh lebih kuat. Materi yang Sikap sebagian besar responden
disampaikan dengan tatap muka dan diskusi kelompok perlakuan dan kontrol awalnya
akan lebih mudah dipahami responden karena berada pada kategori sedang sebesar 13 orang
materi yang diberikan berfokus pada individu. pada kelompok perlakuan dan selebihnya
Memang belum ada penelitian tentang pada kategori baik 2 orang. Sedangkan pada
keterkaitan antara motivasi dengan kelompok kontrol, kategori sedang sebesar 11
pengetahuan. Tapi beberapa penelitian untuk orang dan baik 4 orang. Responden kelompok
meningkatkan pengetahuan dengan cara kontrol yang sikapnya baik adalah mereka
konseling individu dan diskusi misalnya yang lama sakitnya >3-5 tahun dengan
penelitian Andari (2006) pada pasien pendidikan PT, hal ini mungkin disebabkan
menopause menunjukkan hasil yang lebih karena pendidikan mereka baik sehingga
baik daripada dengan ceramah saja. secara emosional sikap mereka juga baik.
Proses pembentukan memori diawali Sedangkan kelompok perlakuan yang
dengan diterimanya berbagai rangsangan yang sikapnya baik adalah mereka yang lama
diterima panca indera oleh sensori memori di sakitnya > 10 tahun, hal ini disebabkan karena
hipotalamus. Proses pembentukan memori mereka sudah bisa menerima penyakit yang
jangka pendek (short term memory) dimulai di dideritanya dengan lapang dada. Banyak
hipotalamus. Informasi yang diterima oleh responden yang awalnya merasa putus asa
memori jangka pendek ini masih mudah dengan pengobatan yang dijalani karena tidak
dilupakan, tetapi jika suatu objek tersebut juga menghasilkan kesembuhan dan
dianggap penting dan bermakna, maka proses kedisiplinan mereka kurang ketika gula darah
pemindahan memori ke jangka panjang akan sudah normal, tetapi kelompok perlakuan
dimulai (Yusuf, 2003). menunjukkan peningkatan sikap setelah
Proses pembentukan memori jangka pemberian motivasi dan edukasi.
panjang terjadi di lobus anterior pitutary. Meskipun usia responden termasuk
Memori jangka panjang yang terbentuk di dalam kategori usia lanjut dini tetapi sikap
otak dapat saja hilang atau terlupakan, tetapi mereka bisa berubah dengan adanya
hal ini bisa distimulasi kembali agar bisa pemberian motivasi dan edukasi. Hal ini tidak
diingat. Pemberian materi motivasi juga sepenuhnya sesuai dengan ciri perkembangan
berfungsi sebagai stimulator untuk mengingat emosional lansia yang diungkapkan oleh
kembali memori jangka panjang yang pernah Hurlock (1980) bahwa lanjut usia kurang bisa
diperoleh. Selama proses pengolahan menyesuaikan diri, munculnya rasa tersisih,
informasi secara otomatis akan terjadi proses tidak dibutuhkan lagi dan ketidakikhlasan
penyaringan informasi berdasarkan nilai menerima kenyataan baru seperti penyakit
kemanfaatan informasi tersebut bagi yang tidak kunjung sembuh.
seseorang. Semakin bermanfaat informasi Menurut Sunaryo (2004), sikap tidak
tersebut bagi dirinya, maka informasi tersebut dibawa sejak lahir tetapi dapat dipelajari dan
akan terekam dengan baik dalam ingatannya dibentuk berdasarkan pengalaman individu
(Notoatmodjo, 2007). sepanjang perkembangan selama hidupnya.
Menurut Rogers (1974) dalam Pembentukan sikap dipengaruhi oleh faktor
Notoatmodjo (2003), dari pengalaman dan eksternal (pengalaman, situasi, norma,
penelitian terbukti bahwa perilaku yang hambatan dan pendorong) dan internal
didasari oleh pengetahuan akan lebih (fisiologis, psikologis dan motif). Beberapa
langgeng dari pada perilaku yang tidak penelitian menunjukkan bahwa sikap
didasari oleh pengetahuan, oleh karena itu dipengaruhi pula oleh pendidikan. Umumnya
pemberian materi motivasi yang salah satunya semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin
berupa materi tentang diabetes dan baik pula sikapnya biasanya makin tinggi
penatalaksanaanya dapat menjadi dasar untuk pendidikan seseorang makin mudah orang
merubah perilaku. tersebut untuk menerima informasi dan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa memahami sesuatu. Pendidikan responden
ada perbedaan sikap yang signifikan pada yang dalam penelitian ini minimal SLTP,
kelompok perlakuan sebelum dan sesudah ternyata menunjukkan perubahan sikap
pemberian motivasi dan edukasi. Perbedaan setelah diberikan motivasi dan edukasi.
sikap juga terjadi pada kelompok kontrol, Pemberian motivasi dan edukasi pada
namun perbedaan ini tidak signifikan. kelompok perlakuan menyebabkan perubahan

7
Jurnal Ners Vol. 6 No. 1April 2011 : 1-10

pada ketiga komponen sikap yaitu kognitif, perasaan dan motivasi, sehingga sikap
afektif dan konatif. Komponen kognitif adalah responden yang terbentuk selama penelitian
komponen perseptual, berkaitan dengan ini mungkin tidak berlangsung lama, oleh
pengetahuan, pandangan, keyakinan. karena itu pemberian motivasi dan edukasi
Komponen ini berhubungan dengan perlu ditingkatkan lagi dan diberikan secara
bagaimana orang mempersepsi terhadap objek berkelanjutan.
sikap. Komponen afektif adalah merupakan Hasil penelitian menunjukkan bahwa
komponen emosional, berkaitan dengan nada ada perbedaan praktik yang signifikan pada
perasaan, senang atau tidak senang terhadap kelompok perlakuan sebelum dan sesudah
suatu objek. Komponen ini menunjukkan arah pemberian motivasi dan edukasi. Perbedaan
sikap yaitu positif dan negatif. Penilaian praktik yang signifikan juga terjadi pada
positif apabila mereka merasakan ada kelompok kontrol.
keuntungan langsung, sedangkan penilaian Praktik pada sebagian besar kelompok
negatif apabila sebaliknya. Komponen konatif perlakuan dan kontrol awalnya berada pada
adalah komponen kecenderungan perilaku, kategori sedang sebesar 9 orang pada
berhubungan dengan kecenderungan kelompok perlakuan, kategori baik 4 orang
bertindak terhadap objek sikap (Azwar, 2003). dan kurang 2 orang. Sedangkan pada
Apabila dilihat dari faktor yang kelompok kontrol kategori sedang sebesar 7
mempengaruhi pembentukan sikap, maka orang, baik 5 orang dan kurang 3 orang.
pemberian motivasi dan edukasi merupakan Praktik yang kurang terutama dalam hal
faktor eksternal. Pemberian motivasi dan olahraga, minum obat dan mengatur makan.
edukasi dapat mengubah sikap seseorang Alasan responden tidak melakukan olahraga
karena di sini kita menanamkan kesadaran rutin adalah karena pagi mereka harus
pada diri individu agar mereka tidak berputus mengerjakan pekerjaan rumah sehingga tidak
asa dan tetap melaksanakan tatalaksana DM, ada waktu untuk olahraga. Alasan responden
sehingga dalam diri responden terjadi tidak meminum semua obatnya dan
perubahan drive menjadi set menjadi choice mengurangi dosis obat tanpa instruksi dokter
dan akhirnya menjadi action atau tindakan karena mereka mengira dengan minum obat
seseorang untuk melaksanakan tatalaksana akan semakin memperparah penyakit.
DM. Pengaturan makan sesuai dengan jumlah, jenis
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dan jadwal juga belum benar dan tepat karena
dilakukan oleh Yusuf (2003) tentang responden memang belum mengerti tentang
pengaruh motivasi terhadap perubahan sikap hal ini. Selain itu, bila gula darah normal
perawat dalam memberikan asuhan sebagian besar responden tidak disiplin atau
keperawatan. Penelitian ini membuktikan sembrono dalam penatalaksanaan DM.
bahwa motivasi dan edukasi bisa merubah Sebagian besar responden kelompok
sikap seseorang karena dengan pemberian kontrol yang praktiknya baik dan sedang
motivasi dan edukasi kita menanamkan adalah mereka yang lama sakitnya > 7 tahun,
kesadaran pada mereka agar berbuat sesuatu hal ini mungkin disebabkan karena mereka
dengan rasa percaya diri sendiri bahwa apa sudah terbiasa melakukan tatalaksana DM.
yang dilakukan itu adalah untuk mencapai Sedangkan responden kelompok perlakuan
tujuan tertentu dan ada keinginan dari dalam. yang praktiknya baik dan sedang juga lama
Marat (1998), dalam Sunaryo (2004) juga sakitnya > 7 tahun. Namun setelah diberikan
mengatakan bahwa sikap yang terbentuk motivasi dan edukasi akhirnya praktik pada
dalam diri seseorang adalah hasil dari proses kelompok perlakuan berubah menjadi lebih
penginderaan. Hasil proses penginderaan dari baik lagi.
melihat, mendengar dan merasakan akan Penatalaksanaan DM memang sangat
melahirkan pengetahuan dan pemahaman kompleks dan membutuhkan kedisiplinan,
terhadap informasi, kemudian dari proses oleh karena itu pemberian motivasi dan
pemahaman tersebut seseorang akan edukasi sangat penting karena bisa menjadi
memberikan penilaian atau sikap. support bagi pasien. Memang belum ada
Menurut Walgito (2001), sikap tidak penelitian tentang pengaruh motivasi dan
dibawa sejak lahir, selalu berhubungan edukasi terhadap perubahan praktik atau
dengan objek, dapat berlangsung lama atau perilaku pasien, tetapi hasil penelitian ini
sebentar, bahkan sikap mengandung faktor memperkuat teori Dorothy E. Johnson bahwa

8
Perilaku Pasien Dalam Tatalaksana Diabetes Mellitus (Nur Aini)

pemberian motivasi dan edukasi akan Saran


merubah drive menjadi set menjadi choice dan
akhirnya menjadi action atau tindakan. Jika Rumah sakit dalam memberikan
dilihat dari teori cara memberikan motivasi, penyuluhan, hendaknya lebih
maka motivasi yang kita berikan dalam teori mengoptimalkan jadwal yang telah ditetapkan
Dorothy E. Johnson ini adalah motivasi dan membuat program penyuluhan semenarik
dengan identifikasi, artinya kita menanamkan mungkin sehingga akan lebih banyak lagi
kesadaran sehingga individu berbuat sesuatu pasien yang tertarik untuk mengikuti
karena adanya keinginan yang timbul dari penyuluhan. Pasien juga perlu diberikan
dalam dirinya sendiri (Tommey and M.R. motivasi karena dengan memberikan motivasi
Alligood, 2006). maka kita memberikan dukungan dan
Menurut Notoatmodjo (2007), menanamkan kesadaran pada pasien untuk
perubahan perilaku terjadi melalui perubahan melaksanakan tatalaksana DM.
kognitif-afektif-praktik (KAP) dan perubahan Perawat adalah orang yang paling
perilaku yang didasari oleh kesadaran diri dekat dengan pasien karena waktu interaksi
sendiri akan bersifat lebih langgeng. Beberapa antara perawat dan pasien lebih lama
penelitian membuktikan hal itu, namun dibandingkan dengan tenaga kesehatan lain,
penelitian lainnya juga membuktikan bahwa oleh karena itu hendaknya mereka juga
proses tersebut tidak selalu seperti teori di atas dibekali dengan materi motivasi karena
(KAP). Hasil penelitian ini membuktikan pemberian motivasi terbukti bisa merubah
bahwa dengan pengetahuan dan sikap yang pengetahuan, sikap maupun praktik pasien
baik, maka praktik seseorang akhirnya akan sehingga perilaku pasien dapat berubah
berubah menjadi baik pula. menjadi lebih baik dan gula darahnya turun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ada perbedaan gula darah puasa dan 2 jam PP KEPUSTAKAAN
yang signifikan pada kelompok perlakuan
sebelum dan sesudah pemberian motivasi dan Andari, P.N., 2006. Pengaruh Konseling
edukasi. Perbedaan gula darah puasa juga Menopause Terhadap Tingkat
terjadi pada kelompok kontrol, tapi perbedaan Pengetahuan dan Sikap Wanita Dalam
ini tidak signifikan. Sedangkan pada gula Menghadapi Masa Menopause. Skripsi
darah 2 jam PP malah sebaliknya yaitu terjadi tidak dipublikasikan. Surabaya:
peningkatan. Universitas Airlangga.
Penurunan gula darah puasa dan 2 Asti, T., 2006. Kepatuhan Pasien: Faktor
jam PP pada kelompok perlakuan dapat terjadi Penting Dalam Keberhasilan Terapi.
karena dengan pemberian motivasi dan Majalah infopom. 7 (5), 1-3.
edukasi akan terjadi perubahan pengetahuan, Azwar, S., 2003. Sikap Manusia dan
sikap dan praktik ke arah yang lebih baik Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
sehingga praktik yang kurang dalam Pelajar, hlm 23-30.
tatalaksana DM menjadi lebih baik lagi. Badan Pusat Statistik. 2007. Data Penduduk
Keadaan ini akhirnya berdampak pula pada Jawa Timur, (Online),
penurunan gula darah puasa dan 2 jam PP. (http://jatim.bps.go.id., diakses tanggal
25 Agustus 2010).
SIMPULAN DAN SARAN Delamater, 2009. Improving Patient
Adherence, (Online), (http://clinical
Simpulan diabetesjournals, diakses tanggal 21
Desember 2009).
Pemberian motivasi dan edukasi dapat Departemen Kesehatan R., I. 1992.
memperbaiki perilaku pasien dalam Direktorat Bina Kesehatan Keluarga,
tatalaksana diabetes mellitus melalui Pedoman Manajemen Upaya Kesehatan
peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik. Usia Lanjut Di Puskesmas. Jakarta
Selanjutnya apabila perilaku pasien sudah Depraxis, L., 2010. Mitos Kebiasaan 21 Hari,
baik maka gula darah akan stabil. (Online),
(http://lexdepraxis.wordpress.com.,diak
ses tanggal 17 Maret 2010).

9
Jurnal Ners Vol. 6 No. 1April 2011 : 1-10

Desmita, 2006. Psikologi Perkembangan. Pratiwi, A.D., 2007. Epidemiologi, Program


Edisi II. Bandung: Remaja Rosdakarya, Penanggulangan dan Isu Mutakhir
hlm 10-16. Diabetes Mellitus. Skripsi. Jurusan
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Epidemiologi Fakultas Kesehatan
Perkembangan Suatu Pendekatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Makassar.
Erlangga, hlm 319-324. Soegondo, S., 2008. Hidup Secara Mandiri
Joni, B., 2009. Sekilas Tentang Geriatri (Ilmu Dengan Diabetes Mellitus. Jakarta:
Kesehatan Lanjut Usia), Suatu Upaya FKUI, hlm 136-141.
Menuju Hari Tua Yang Sehat dan Sunaryo, 2004. Psikologi Untuk
Bahagia, (Online), (http://miias.info, Keperawatan. Jakarta: ECG, hlm 143-
diakses tanggal 10 Agustus 2010). 146.
Kasiulevicius, K., V., Sapoka and R. Tjokroprawiro, A., 1997. Surabaya Diabetes
Filipaviciute, 2006. Sample Size Update II. Pusat Diabetes dan Nutrisi.
Calculation in Epidemiological Studies. RSUD dr. Soetomo dan FK Unair
Gerontologija. 7 (4): 225-231. Surabaya, hlm 8-12.
Marat, S., 1998. Perilaku Manusia. Bandung: Tommey, A.M and M.R. Alligood, 2006.
Refika Aditama, hlm 101-110. Nursing Theorists and Their Work.
Mishali M., Y.S. Vaknin., H. Omer and A.D. Philadelphia USA: Mosby, pp 386-404.
Heymann, 2007. Conceptualization and Yusuf, Ah., 2003. Pengaruh Pemberian
measurement of resistance to Motivasi Tentang Keperawatan
Treatment: the resistance to treatment Terhadap Perubahan Sikap Perawat
questionnaire for people with diabetes. Dalam Memberikan Asuhan
Oxford University Press, pp 610-615. Keperawatan Di Rumah Sakit Jiwa
Notoatmodjo, S., 2003. Ilmu Kesehatan Menur Surabaya. Tesis tidak
Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. dipublikasikan. Surabaya: Program
Jakarta: Rineka Cipta, hlm 133-148. Pasca Sarjana Unair.
Notoamodjo, S., 2007. Promosi Kesehatan Walgito, B. 2001. Psikologi sosial Suatu
Dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Pengantar. Yogyakarta: Andi ofset,
Cipta, hlm 118-145. hlm 123-149
Perkeni, 2006. Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia.

10
Perilaku Pasien Dalam Tatalaksana Diabetes Mellitus (Nur Aini)

11

You might also like