You are on page 1of 14

Asuhan Keperawatan Anak Dengan Gangguan Pada

Sistem Pencernaan : Hirschsprung

A. Konsep Dasar Medik

1. Definisi
Penyakit hirschsprung juga di kenal sebagai megakolon aganglionik,
adalah penyakit kongenital yang ditandai tidak adanya sel-sel ganglion
parasimpatik pada sebagian kolon (dan kadang-kadang pada ileum). Keadaan
aganglionosis ini mengakibatkan kurangnya peristalsis pada segmen usus yang
terkena, yang biasanya menyebabkan obstruksi dan kesulitan atau
ketidakmampuan untuk mengeluarkan feses ( Rencana asuhan keperawatan
pediatrik hal 128).

Penyakit hirschsprung adalah anomali kongenital yang mengakibatkan


obstruksi mekanik karena ketidakadekuatan motilitas sebagian dari usus
(Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik hal 507).

Zuelser dan Wilson (1948) mengemukakan bahwa pada dinding usus yang
menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis. Sejak saat itu penyakit ini
lebih dikenal dengan istilah aganglionosis kongenital. Pada pemeriksaan patologi
anatomi tidak di temukan sel ganglion Auerbach dan Meissner, serabut sarafnya
menebal dan serabut ototnya hipertrofik. Aganglionosis ini mulai dari anus kearah
oral (Perawatan Anak sakit hal 138).
2. Anatomi Fisiologi

Usus Halus

Adalah tabung yang kira-kira 2,5 meter panjangnya dalam keadaan hidup, usus
halus terdapat didaerah umbilikus dan dikelilingi oleh usus besar. Usus
halus dibagi dalam beberapa bagian yaitu :

a) Duodenum
Bagian pertama usus halus, panjangnya 25 cm berbentuk seperti kuda dan
kepalanya mengelilingi kepala pankreas.

b) Jejunum
Menempati dua per lima sebelah atas dari usus halus yang selebihnya.

c) Ileum
Menempati tiga per lima akhir. Panjang ileum 4 5 cm.

Usus Besar
Panjangnya 1,5 meter, lebarnya 5 6 cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam
keluar :

a) Selaput Lendir
b) Lapisan otot melingkar
c) Lapisan otot memanjang
d) Jaringan ikat
Fungsi usus besar terdiri dari :

1. Menyerap air dan makanan.


2. Tempat tinggal bakteri coli
3. Tempat feses.
Sekum

Dibawah sekum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing


sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm. Seluruhnya ditutupi oleh
peritoneum mudah bergerak walaupun tidak mempunyai mesenterium dan dapat
diraba melalui dinding abdomen pada orang yang masih hidup.

Colon Asendens

Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan membujur keatas


dari ileum ke bawah hati. Dibawah hati melengkung ke kiri, lengkungan ini
disebut fleksus hepatika, dilanjutkan sebagai kolon transversum.

Appendiks (Usus Buntu)

Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari akhir sekum mempunyai
pintu keluar yang sempit tapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa
isi usus.

Colon Transversum

Panjangnya 38 cm, membujur dari colon asenden sampai ke colon desendens


berada dibawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah
kiri terdapat fleksura lienalis.
Colon Desendens

Panjangnya 25 cm, terletak dibawah abdomen, bagian kiri membujur dari atas
ke bawah fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan colon
sigmoid.

Colon Sigmoid

Merupakan lanjutan colon desendens terletak miring, dalam rongga pelvis sebelah
kiri bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan
rektum.

Rektum

Terletak dibawah colon sigmoid yang menghubungkan intestinal mayor dan anus,
terletak dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan os kogsigis.

Rektum adalah yang 10 cm terbawa dari usus besar dimulai pada kolon
sigmoideus dan berakhir pada saluran anal yang kira-kira 3 cm panjangnya.
Saluran ini berakhir ke dalam anus yang di jaga oleh otot internal dan ekternal
struktur.

Struktur rektum serupa dengan yang ada pada kolon, tetapi dinding yang berotot
lebih tebal dan membran mukosanya memuat lipatan-lipatan membujur yang
sebagian kolumna morgagni. Semua ini menyambung ke dalam saluran anus. Di
dalam saluran anus ini serabut otot sirkuler menebal untuk membentuk sfingter
anus interna. Sel-sel yang melapisi saluran anus berubah sifatnya; epitelium
bergaris menggantikan sel-sel silinder. Sfingter externa menjaga saluran anus dan
orifisium supaya tertutup.

Anus

Adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan


dunia luar.
3. Etiologi
Penyebab hischsprung atau megakolon itu sendiri adalah:

1. faktor genetik dan lingkungan

2. Anak down syndrom

3. kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus

4. gagal eksistensi

5. kranio kaudal pada myentrik dan submukosa dinding plexus

4. Patofisologi
Istilah kongenital aganglionik mega kolon menggambarkan adanya
kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa
kolon distal. Segmen aganglionik hampir selalu ada dalam rektum dan bagian
proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau
tidak adanya gerakan tenaga pendorong (peristaltik) dan tidak adanya evakuasi
usus spontan serta spinkter rektum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah
keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus
dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak
pada mega kolon.

Semua ganglion pada intramul plexus dalam usus berguna untuk kontrol
kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen
aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya
bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan
menyebabkan dibagian kolon tersebut melebar.

5. Klasifikasi
Berdasarkan panjang segmen yang terkena dapat dibedakan 2 tipe yaitu :

1. penyakit Hirschsprung segmen pendek


segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid : ini merupakan
70% dari kasus penyakit Hirschsprung dan lebih sering ditemukan pada
anak laki-laki dibanding anak perempuan.

2. penyakit Hirschsprung segmen panjang

kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon


atau usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak lelaki maupun
perempuan.

6. Tanda dan Gejala


Pada bayi baru lahir :

a) tidak bisa mengeluarkan mekonium dalam 24-28 jam pertama setelah lahir
(obstipasi)

b) perut kembung, distensi abdomen

c) muntah berwarna hijau karena bercampur cairan empedu.

Pada anak-anak :

a) konstipasi

b) muntah

c) demam

d) tinja seperti pita, berbau busuk dan dapat disertai darah

e) distensi abdomen

f) adanya massa di fecal dapat dipalpasi

g) adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur

h) biasanya tampak anei dan kurang nutrisi, perkembangan fisik terlambat.

7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hirschsprung ini adalah :

1. obstruksi usus
2. dehidrasi

3. gawat pernapasan (akut)

4. entero kolitis

5. striktura ani (pasca bedah)

6. inkontensitas (jangka panjang)

8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnostik
Hirschsprung adalah :

a) pemeriksaan colok anus

pemeriksaan ini sangat penting, karena dengan pemeriksaan tersebut jari


akan merasa jepitan, dan pada waktu ditarikakan diikuti dengan keluarnya
udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.

b) Foto polos abdomen

Dengan pemeriksaan ini akan ditemukan :

1. daerah transisi

2. gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian yang


menyempit

3. enterokolitis pada segmen yang melebar

4. terdapat retensi barium setelah 24-48 jam

c) Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat


penghisap dan mencari sel ganglion pada daerah submukosa.

d) Biopsi otot rektum, yakni pengambilan lapisan otot rektum, dilakukan


dibawah narkose. Pemeriksaan ini bersifat traumatik.

e) Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dari hasil biopsi isap.


Pada penyakit ini khas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetilkolin
enterase.

f) Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus.


9. Penatalaksanaan
1. Medis

Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion


aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan
mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan
juga fungsi spinkter ani internal. Ada dua tahapan dalam
penatalaksanaan medis yaitu :

a) Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik


untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan
terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.

b) Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat


berat anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan
setelah operasi pertama.

Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti


Swenson, Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah
salah satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri
dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana
mukosa aganglionik telah diubah.

2. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe
pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode
neonatal, perhatikan utama antara lain :

1. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital


pada anak secara dini

2. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak

3. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis


( pembedahan )

4. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana


pulang.

Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak


anak dengan mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan
sampai status fisiknya meningkat. Hal ini sering kali melibatkan
pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet
rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat
digunakan nutrisi parenteral total ( NPT )

B. Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian
Pada neonatus

Sistem gastrointestinal :

1. Distensi abdomen

2. Muntah empedu

3. Tidak ada mekonium keluar selama 48 jam pertama kehidupan

4. Tidak tertarik minum (menyusu)

Sistem respirasi

1. Kegawatan pernapasan

Sistem kardiovaskular

1. syok

Masa bayi

1. Ketidakadekuatan penambahan berat badan

2. konstipasi

3. distensi abdomen

4. diare dan muntah

5. tanda tanda ominous : diare berdarah, demam, letargi berat


(merupakan tanda-tanda enterokolitis)

Anak-anak

Gastrointestinal

1. konstipasi atau feses seperti pita

2. muntah
3. distensi abdomen

4. tanda-tanda mallnutrisi ( penurunan berat badan, perkembangan fisik


terlambat)

2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

preoperatif
1. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi ketidakmampuan Kolon
mengevakuasi feces.

Tujuan :
anak dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adaptasi sampai fungsi
eliminasi secara normal dan bisa dilakukan
Kriteria Hasil :
1. Pasien dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adapatasi
2. Ada peningkatan frekuensi eliminasi yang lebih baik
Intervensi :
1. Observasi tanda vital dan bising usus setiap 2 jam sekali
2. Observasi pengeluaran feces per rektal, bentuk, konsistensi dan jumlah
3. Observasi intake yang mempengaruhi pola dan konsistensi feses
4. Anjurkan untuk menjalankan diet yang telah dianjurkan

2. Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak


nafsu makan, mual dan muntah

Tujuan :
Pasien menerima asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang
dianjurkan
Kriteria Hasil
1. Berat badan pasien sesuai dengan umurnya
2. Turgor kulit pasien lembab
3. Orang tua bisa memilih makanan yang di anjurkan
Intervensi
1. Berikan asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan
2. Ukur berat badan anak tiap hari
3. Gunakan rute alternatif pemberian nutrisi ( seperti NGT dan parenteral )
untuk mengantisipasi pasien yang sudah mulai merasa mual dan muntah

4. beri makanan dalam porsi kecil tapi sering, untuk pemasukan nutrisi
yang adekuat.
5. berikan makanan dalam keadaan hangat, untuk menambah selera
makan.

6. perhatikan kebersihan mulut anak, mulut yang kurang bersih akan


mengurangi nafsu makan.

3. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang


Tujuan :
1. Status hidrasi pasien dapat mencukupi kebutuhan tubuh
Kriteria Hasil
1. Turgor kulit lembab.
2. Keseimbangan cairan.
Intervensi
1. kaji tanda-tanda kekurangan cairan pada pasien, dan kaji TTV.
2. Pantau tanda tanda cairan tubuh yang tercukupi turgor, intake output
3. Observasi adanya peningkatan mual dan muntah antisipasi devisit
cairan tubuh dengan segera.

4. beri cairan intravena. Untuk mengganti cairan dan elektrolit yang


hilang.

5. beri pasien minum jika memungkinkan sedikit demi sedikit tapi sering.

4. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatanya.


Tujuan : pengetahuan pasien tentang penyakitnyaa menjadi lebih adekuat
Kriteria hasil :
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnyaa, perawatan dan
obat obatan. Bagi penderita Mega Colon meningkat daan pasien atau
keluarga mampu menceritakanya kembali
Intervensi
1. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal hal yang ingn
diketahui sehubunagndengan penyaakit yang dialami pasien
2. Kaji pengetahuan keluarga tentang Mega Colon
3. Kaji latar belakang keluarga
4. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan serta obat obatan
pada keluarga pasien
5. Jelaskan semua prosedur yang akan dilaksanakan dan manfaatnya bagi
pasien
Menggunakan liflet atau gambar dalam menjelaskan

Post operatif
1. kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan terpajan dari feses
sekunder akibat kolostomi atau ileostomi.

Tujuan : tidak terjadi kerusakan integritas kulit

Hasil yang diharapkan :

a) anak tidak akan memperlihatkan tanda-tanda kerusakan kulit yang ditandai


oleh kulit tetap utuh sekitar tempat kolostomi, atau area ileostomi yang
bebas dari kemerahan atau iritasi.

Intervensi :

1. gunakan kantong ostomi berukuran pas dengan barier kulit yang efektif
( misalnya, hollihesive, stomahesive, atau comfed) untuk melindungi kulit
dari kontak langsung dengan feses.

R/ pemasangan yang tepat dan penggunaan barier kulit melindungi area


periostoma dari efek korosif feses. Memberi bahan pelindung tanpa
sebuah kantong biasanya mengakibatkan keruskan kulit.

2. ganti kantong ostomi kapan pun kantong bocor atau diduga bocor. Periksa
kantong setiap 2 jam.

R/ kebocoran menyebabkan feses dapat bersentuhan dengan kulit,


meningkatkan resiko kerusakan kulit.

3. kosongkan kantong ostomi kapan pun kantong penuh misalnya telah terisi
sebanyak seperempat hingga sepertiga bagian.

R/ membiarkan kantong terisi penuh meningkatkan resiko kebocoran,


karena berat feses dapat menarik perekat dari kulit.

4. ganti kantong ostomi sekurang-kurangnya sekali setiap 24 jam sampai


area periostoma sembuh.

R/ penggantian kantong setiap hari memungkinkan pemantauan area


periostoma lebih sering, dan memastikan terapi yang tepat pada kasus
pemulihan yang tidak sempurna (daerah periostoma biasanya memulih
dalam 1-3 hari)

5. apabila kerusakan kulit terjadi, lakukan terapi luka sesuai yang


diprogramkan dokter, ahli terapis enterostoma, atau perawat ostomi.
R/ bergantung pada derajat kerusakan kulit, anak mungkin memerlukan
berbagai terapi (misalnya penggunaan matras busa, bantalan donat,
preparat kulit, atau cincin karaya)

2. Resiko infeksi pada area insisi yang berhubungan dengan kontaminasi


feses

Tujuan : tidak terjadi infeksi

Hasil yang diharapkan :

Insisi pada anak akan memulih dengan normal yang ditandai oleh tidak
ada tanda atau gejala eritema indurasi, atau drainase dan suhu tubuh
kurang dari 37,8 derajat celcius.

Intervensi :

1. ganti kantong ostomi segera jika bocor atau diduga bocor. Penggantian ini
penting, khususnya jika barier kulit atau kantong ostomi menutupi area
insisi.

R/ mengganti kantong ostomi mencegah kontak yang lama antara insisi


dan feses sehingga membantu mencegah kerusakan kulit.

2. apabila kantong ostomi menutup insisi, ganti kantong ostomi setiap hari
sampai insisi menjadi pulih. Perhatikan setiap tanda infeksi, termasuk
kemerahan, drainase purulen, dan pembengkakan.

R/ mengganti kantong ostomi setiap hari memungkinkan deteksi dini


terjadinya kontaminasi, dan tanda-tanda infeksi serta mendukung terapi
yang telah diprogramkan.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN :


HIRSCHSPRUNG

OLEH:

ALBERTA STEPANI

BEENG

DONY TOLANDA

PETRONELA VIVI ARIFIANTHY

TONI

DOSEN PEBIMBING : YUSTINA RIKI NAZARIUS S.Kep Ns

AKADEMI KEPERAWATAN DHARMA INSAN

PONTIANAK

2010/2011

You might also like