You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai oleh meningkatnya tekanan
intraokuler yang disertai oleh pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan
lapang pandang, biasanya disertai dengan peningkatan tekanan intraocular. Pada
sebagian besar kasus, glaucoma tidak disertai dengan penyakit mata lainnya
(glaucoma primer).1,2
Glaukoma merupakan penyebab kedua kebutaan utama di dunia setelah katarak,
dengan jumlah penderita dipekirakan sebanyak 70.000.000 orang.3 Menurut survei
Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang dilaporkan pada tahun 2001,
glaucoma merupakan penyebab kebutaan utama yang ketiga setelah katarak dan
kebutaan karena kelainan refraksi, dengan prevalensi sekitar 0,16% jumlah penduduk
Indonesia.3 Selama ini dikenal dua macam glaucoma primer, yaitu galukoma sudut
terbuka primer dan glaucoma sudut tertutup primer. Diantara jumlah penderita
kebutaan tersebut, sebanyak 50% - 70% berasal dari bentuk glaucoma sudut terbuka
primer, sementara menurut Vaughan, dinyatakan bahwa seitar 85% - 90% glaucoma
berbentuk glaucoma sudut terbuka primer, sedang sebagian kecil (10$ - 15%)
merupakan glaucoma sudut tertutup primer, atau disebut juga dengan glaucoma sudut
sempit yang dapat melalui stadium akut, sub akut, dan kronik, serta bentuk glaucoma
lainnya.3
Menurut Goldberg (2003), glaucoma sudut terbuka prmer adalah neuropati optic
kronik progresif dengan karakteristik perubahan pada papilla saraf optic dan atau
lapang pandang tanpa disertai penyebab sekunder.4 Disamping itu, Lie Segang
(2003), juga menyatakan bahwa kenaikan tekanan bola mata merupakan salah satu
factor risiko utama terjadinya glaucoma.5 Nilai batas normal tekanan bola mata dalam
populasi berkisar antara 10 22 mmHg.4
Di Amerika, jumlah penderita glaucoma sudut terbuka primer yang berasal dari
kelompok pendatang (imigran) dengan kulit berwarna 3-4 kali lebih besar daripada

1 | Glaukoma Kronik
pendatang yang berkulit putih. Selan itu, pada glaucoma sudut terbuka primer
seringkli ditemukan pada kelompok umur di atas 40 tahun, dan prevalensinya terus
meningkat sesuai dengan bertambahnya usia.3
Lutjen dan Rohen pada tahun 1994 menemukan bahwa pada glaucoma sudut
terbuka primer terjadi pengurangan atau menghilangnya jumlah sel endoteltrabecular
meshwork disertai penebalan lamella daerah uvea dan korneo-skleral. Penebalan
tersebut akan menimbulkan penyempitan ruang antar-trabekulum yang berakhir
dengan pentupan, sehingga terjadi hambatan outflow cairan akuos. Akan tetapi
peneliti tersebut tidak atau belum menjelaskan mekanisme berkurang atau
menghilangnya sel endotel trabecular meshwork pada glaucoma sudut terbuka
primer.6,7 Vaugahn (1995), menyatakan bahwa kondisi berkurang atau hilangnya sel
endotel trabecular meishwork tersebut akibat degenerasi, tetapi bukan akibat
degenerasi seperti penuaan.6 Sedangkan Cotran (1999), menerangkan bahwa
penyebabnya belum diketahui dengan jelas.7
Pada semua pasien glaucoma, perlu tidaknya diberikan terapi dan efektivitas
terapi ditentukan dengan melakukan pengukuran tekanan intraocular (tonometry),
inspeksi diskus optikus, dan pengukuran lapang pandang sevara teratur.1

I.2. Tujuan Penulisan


Tujuan penyusunan referat ini adalah untuk mengetahui secara umum mengenai

definisi, anatomi, fisiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, serta

penatalaksanaan pada glaukoma kronik.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Anatomi Mata


Mata merupakan salah satu alat indra yang terdiri atas susunan yang komplek.
Mata terdiri atas bola mata, rongga orbita, kelopak mata, pembuluh darah dan sistem
persarafan.1
II.1.1. Rongga Orbita
A. Tulang-Tulang Pembentuk Cavitas Orbita
1. Struktur
a. Atap Orbita, dibentuk oleh os.frontale dan sedikit kontribusi ala minor
ossis sphenoidale
b. Dinding Medial, terdiri dari os.ethmoidale dan os.lacrimale
c. Dinding Lateral, dibentuk os.zygomaticus dan ala mayor ossis
spenoidales
d. Dasar Orbita, dibentuk oleh os.maxilla, dengan sedikit kontribusi dari
os.palatinum.
2. Lubang dan celah pada rongga orbita
a. Canalis Opticus didapatkan pada ala minor ossis sphenoidale, dan
merupakan penghubung rongga orbitalis dengan fossa cranii media.
Saluran ini dilalui oleh :
(1) N.Opticus (N.II) yang mengurus persyarafan sensoris penglihatan.
(2) A.Ophtalmica
b. Fissura Orbitalis Superior , memisahkan ala mayor dan ala minor
ossis sphenoidale, juga sebagai penghubung cavitas orbitas dan fossa
crania anterior, dilewati oleh :
(1) N.Oculomotorius (N.III) yang mempersarafi otot-otot ekstrinsik
bola mata, juga mengandung komponen parasimpatis yang
mempersyarafi m.ciliaris dan m.sphincter pupillae
(2) N.Trochlearis (N.IV) yang mempersarafi m.obliquus superior
(3) N.Ophtalmicus (N.V1), merupakan divisi dari N.trigeminus yang
juga mengurus persyarafan sensoris wajah.
(4) N. Abduscens (N.VI), mempersyarafi m. rectus lateralis
(5) V.Ophtalmica, yang mengalirkan pengembalian darah vena mata
yang sebagian besar ke sinus cavernosus.
B. Palpebra
1. Kelopak Mata, melindungi aspek anterior mata
a. Membentuk saccus konjungtiva yang membuka ke arah kulit muka
sebagai rima palpebrarum.
b. Rima palpebrarum dibatasi oleh margo palpebrarum dibatasi oleh
margo palpebrae superior dan inferior.
c. Kedua margo palpebrales bertemu paga canthus medialis dan
lateralis.
d. Pada margo palpebrae dapat ditemukan 2 baris supercilia.
2. Struktur : palpebra superior lebih lebar dan lebih aktif daripada palpebra
inferior. Setiap kelopak terbentuk oleh jaringan ikat tarsus superior dan
inferior, yang berfungsi sebagai pemberi bentuk pada kelopak mata serta
sebagai pelindung bola mata.
3. Otot-Otot
a. M.Orbicularis oculi pars palpebralis, salah satu otot mimik wajah,
terletak diantara kulit kelopak mata dan tarsus.
(1) Kontraksi otot ini menghasilkan kedipan mata, antara lain
berfungsi dalam mengalirkan air mata untuk membasahi bola mata
bagian luar.
(2) Memperoleh persarafan oleh N.facialis (N.VII)
b. M.Levator palpebrae superior, termasuk otot ekstrinsik mata
(1) Bersama otot-otot ekstrinsik lainnya melekat di belakang bola
mata kemudian melebar membentuk aponeurosis dan berakhir
pada tarsus superior.
(2) Berfungsi mengangkat palpebra pada saat elevasi bola mata
(3) Dipersyarafi oleh N.oculomotorius (N.III)
c. M. Tarsalis superior merupakan otot involunter
(1) Kontraksi otot ini memperlebar pembukaan rima palpebrarum
(2) Diinervasi oleh persyarafan simpatis
4. Konjungtiva
a. Konjungtiva palpebra, melapisi permukaan dalam kelopak mata
b. Konjungtiva bulbi, melapisi bagian depan sclera
c. Lekukan yang terjadi karena peralihan kedua konjungtiva disebut
konjungtiva fornix, superior dan inferior
5. Glandula Lacrimalis bertumpu pada fossa glandule lacrimalis
mengalirkan sekresi glandula lacrimalis ke bagian lateral fornix
conjunctivae superior.
6. Apparatus lacrimalis
a. Lacus Lacrimalis, suatu area berbentuk segitiga pada medial canthus,
tertutup oleh plica semilunaris
b. Papilla lacrimalis dengan punctum lacrimale yang diteruskan sebagai
canaliculi lacrimalis.
c. Canaliculi Lacrimales Superior dan Inferior bersatu membentuk
saccus lacrimalis.
d. Saccus lacrimalis terletak dalam os lacrimalis dan dilanjutkan sebagai
ductus nasolacrimalis.
C. Musculi Externi Bulbi Oculi. Didalam rongga orbita didapatkan tujuh otot-
otot volunter, enam diantaranya merupakan otot penggerak bola mata.
1. Aksis Orbita. Bola mata bergerak dalam 3 aksis yang bekerja secara
mutual
a. Elevasi dan depresi, terjadi pada axis trasnversa
b. Abduksi dan adduksi, pada axis vertical
c. Intorsi dan ekstorsi, pada axis anteroposterior
2. Annulus tendineus (Zinn) terbentuk oleh origo empat otot rektus yang
melekat pada apex orbita.
3. Empat otot rectus dari Annulus tendineus menuju ke depan bola mata
kemudian berinsersi pada bagian anterior bola mata :
a. M.Rectus Superior, untuk elevasi bola mata, dipersyarafi oleh
N.Oculomotorius (N.III)
b. M.Rectus Inferior, untuk depresi bola mata,
c. M.Rectus Lateralis, untuk abduksi bola mata
d. M.Rectus Medialis, untuk adduksi bola mata

II.2.2. Bulbus Oculi (Bola Mata)


Bola mata merupakan struktur yang lentur dengan bagian luar terbungkus oleh
jaringan ikat fibrosa, sedangkan bagian dalam diisi oleh cairan yang mempertahankan
bentuk bola mata.
1. Tunica Fibrosa Bulbi
a. Sclera, tampak berwarna putih dan menempati 5/6 bagian bola mata.
Merupakan tempat perlekatan otot-otot ekstraokular. Bagian depannya dilapisi
oleh konjungtiva bulbi yang transparan dan mengandung banyak pembuluh-
pembuluh darah kecil. Peralihan sclera dan kornea disebut dengan limbus
corneae.
b. Cornea,berwarna transparan dan menempati 1/6 bagian bola mata depan.
Bagian ini tidak mengandung pembuluh darah (avascular), sangat sensitif,
dipersyarafi oleh N.V1 dan berperan dalam reflek kornea.
2. Tunica Vasculosa Bulbi
a. Choroid, terutama terdiri dari pembuluh-pembuluh darah yang berasal dari
a.cilliaris brevis, dan pengembalian darah oleh venae verticose.
b. Corpus Cilliare merupakan lanjutan choroid ke bagian anterior.
(1) Corpus Ciliare menopang lensa melalui serabut-serabut Zonula Zinii yang
berinsertio ke dalam kapsula lensa.
(2) M. Ciliaris yang memanjang sampai limbus corneae. Otot ini berperan
dalam mengatur ketegangan Zonula Ciliaris Zinii yang kemudian berefek
pada pencembungan lensa.
c. Iris
Membagi ruangan antara cornea dengan lensa menjadi Camera Anterior
dan Posterior. Iris mengandung pigmen yang bervariasi, pada ujung-ujungnya
membentuk gambaran papilla. Otot-otot pada iris dapat mempengaruhi
besarnya papilla, yaitu (i) M.Spihncter papillae yang dikontrol oleh komponen
parasimpatis (N.III), (ii) M.Dilator Pupilae yang dikontrol oleh persyarafan
simpatis.
3. Tunica Interna Bulbi
Retina
Suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran daripada serabut-
serabut saraf optik. Dibagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan
terdapat macula lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter 1 - 2 mm yang berperan
penting untuk tajam penglihatan. Kira-kira 3 mm kearah nasal kutub belakang bola
mata terdapat daerah bulat putih kemerah-merahan, disebut papil saraf optik, yang
ditengahnya agak melekuk dinamakan ekskavasi faali.
Retina terdiri atas lapisan:
1. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang
yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
2. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
3. Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan
batang. Ketiga lapis diatas avascular dan mendapat metabolisme dari
kapiler koroid.
4. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal
5. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel
Muller. Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral
6. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat
sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
7. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.
8. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arch
saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh
darah retina.
9. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan
badan kaca.
4. Anatomi Sudut Filtrasi
Sudut filtrasi merupakan bagian yang penting dalam pengaturan cairan bilik mata.
Sudut ini terdapat di dalam limbus kornea. Limbus terdiri dari 2 lapisan yaitu epitel
dan stroma. Di dalam stromanya terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir dari arteri
siliaris anterior. Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekular, yang terdiri
dari :
1. Trabekula korneoskleral
Serabutnya berasal dari lapisan stroma kornea dan menuju ke belakang mengelilingi
kanalis Schlemm untuk berinsersi pada sklera.

2. Trabekula uveal
Serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke scleral spur (insersi
dari m.siliaris) dan sebagian ke m.siliaris meridional.
3. Serabut yang berasal dari akhir membran Descemet (garis Schwalbe)
Serabut ini menuju ke jaringan pengikat m.siliaris radialis dan sirkularis.
4. Ligamentum Pektinatum Rudimenter
Ligamentum ini berasal dari dataran depan iris menuju ke depan trabekula.

Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, homogen, elastis dan seluruhnya diliputi oleh
endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus pandang, sehingga bila ada
darah di dalam kanalis Schlemm, dapat terlihat dari luar.
II.2. Fisiologi Aquos Humor
II.2.1 Produksi Cairan Aquos
Cairan aquos diproduksi epitel non pigmen dari korpus siliaris, tepatnya dari plasma
darah di jaringan kapiler proccesus siliaris. Fungsi Cairan aquos adalah : Sebagai
cairan yang mengisi bilik mata depan, cairan aquos berfungsi untuk menjaga tekanan
intraokuler, memberi nutrisi ke kornea dan lensa dan juga memberi bentuk ke bola
mata anterior. Volumenya sekitar 250 L dengan jumlah yang diproduksi dan
dikeluarkan setiap harinya berjumlah 5 mL/hari. Cairan ini bersifat asam dengan
tekanan osmotik yang lebih tinggi dibandingkan plasma.

Tiga Proses Produksi Humor Aquous oleh proc. Ciliar (epitel ciliar):
1. Transpor aktif (sekresi)
Transpor aktif menggunakan energi untuk memindahkan substansi melawan
gradien elektro kimia dan tidak bergantung pada tekanan. Ciri-ciri tepatnya ion atau
ion-ion yang ditranspor tidak diketahui, akan tetapi sodium, klorida, potasium, asam
askorbat, asam amino dan bikarbonat ikut terlibat.Transpor aktif diperhitungkan
untuk sebagian besar produksi akueus dan melibatkan, setidaknya sebagian,
aktivitas enzim carbonic anhydrase II dan Na+ K + pump diaktivasi ATPase.
2. Ultrafiltrasi
Ultrafiltasi berkenaan dengan pergerakan yang bergantung pada tekanan sepanjang
gradien tekanan. Pada prosesus siliaris, tekanan hidrostatik dibedakan antara tekanan
kapiler dan tekanan intraokular yang menyokong pergerakan cairan kedalam mata,
sedangkan gradien onkotik diantara keduanya menghambat pergerakan cairan.
Hubungan antara sekresi dan ultrafiltrasi tidak diketahui.
3. Difus
Difusi adalah pergerakan pasif ion-ion melewati membran yang berhubungan
dengan pengisian. Sodium sangat bertanggungjawab untuk pergerakan cairan
kedalam kamera okuli posterior.

II.2.2. Komposisi Cairan Aquos


Humor akueus adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata depandan bilik
mata belakang.
Humor akueus dibentuk dari plasma didalam jalinan kapiler prosesus siliaris.
Tekanan osmotiknya sedikit lebih tinggi dari pada plasma. Komposisinya serupa
dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan
laktat yang lebih tinggi; dan protein, urea danglukosa yang lebih rendah. Unsur pokok
dari humor akueus normal adalah air (99,9%), protein (0,04%) dan lainnya dalam
mmol/kg adalah Na+(144), K+(4,5), Cl-(110), glukosa (6,0), asam laktat (7,4), asam
amino (0,5) dan inositol(0,1). Normal produksi rata-rata adalah 2,3 l/menit.

II.2.3. Mekanisme Pengaliran Cairan Aquos


Humor akuous diproduksi oleh epitel non pigmen dari korpus siliaris dan mengalir ke
dalam bilik posterior, kemudian masuk diantara permukaan posterior iris melalui
sudut pupil. Selanjutnya masuk ke bilik anterior. Humor akuous keluar dari
bilik anterior melalui dua jalur konvensional (jalur trabekula) dan jalur
uveosklera(jalur non trabekula).
1. Jalur trabekulum (konvensional)
Kebanyakan humor akueus keluar dari mata melalui jalur jalinan trabekula-kanal
Schlemm-sistem vena. Jalinan trabekula dapat dibagi kedalamtiga bagian :
- Uveal
- Korneoskleral
- Jukstakanalikular
Tahanan utama aliran keluar terdapat pada jaringan juksta kanalikular. Fungsi jalinan
trabekula adalah sebagai katup satu jalan yang membolehkan akueus meninggalkan
mata melalui aliran terbesar pada arah lain yang tidak bergantung pada energi.
Akueus bergerak melewati dan diantara sel endotelialyang membatasi dinding dalam
kanal Schlemm.Sekali berada dalam kanal Schlemm , Akueus memasuki saluran
kolektor menuju pleksus vena episkleramelalui kumpulan kanal sklera.
2. Jalur uveosklera (nonkonvensional)
Pada mata normal setiap aliran non-trabekular disebut dengan aliran uveoskleral.
Mekanisme yang beragam terlibat, didahului lewatnya akueus dari camera oculi
anterior kedalam otot muskularis dan kemudian kedalam ruang suprasiliar dan
suprakoroid. Cairan kemudian keluar dari mata melalui sclera yang utuh ataupun
sepanjang nervus dan pembuluh darah yang memasukinya. Aliran uveoskleral tidak
bergantung pada tekanan. Aliran uveoskleral ditingkatkan oleh agen sikloplegik,
adrenergik, dan prostaglandin dan beberapa bentuk pembedahan (misal siklodialisis)
dan diturunkan oleh miotikum.
Humor akuos berperan sebagai pembawa zat makanan dan oksigen untuk organ di
dalam mata yang tidak berpembuluh darah yaitu lensa dan kornea,disamping itu juga
berguna untuk mengangkut zat buangan hasil metabolism pada kedua organ tersebut.
Adanya cairan tersebut akan mempertahankan bentuk mata dan menimbulkan tekanan
dalam bola mata (tekanan intra okuler). Untuk mempertahankan keseimbangan
tekanan di dalam bola mata cairan aquos diproduksi secara konstan serta dialirkan
keluar melalui sistem drainase mikroskopik.
Kecepatan pembentukan cairan aquos dan hambatan pada mekanisme pengaliran
keluarnya menentukan besarnya tekanan intraokuler. Normalnya tekanan di dalam
bola mata berkisar antara 10-20 mmHg.
Peningkatan tekanan intraokuler dapat terjadi akibat produksi cairan aquos yang
meningkat misalnya pada reaksi peradangan dan tumor intraokuler atau karena aliran
keluarnya yang terganggu akibat adanya hambatan pada pratrabekular, trabekular
atau post trabekular.
Resistensi utama terhadap aliran keluar humor aquous dari COA adalahlapisan
endotel saluran schlemm dan bagian-bagian jalinan trabekula di dekatnya,bukan dari
sistem pengumpul vena. Tetapi tekanan di jaringan vena episklera menentukan besar
minimum tekanan intraokular yang dicapai oleh terapi medis.

II.2.4. Faktor yang mempengaruhi tekanan intraokuler (TIO)


Variasi tekanan intraokular dengan sejumlah faktor termasuk berikut ini
Waktu siang
Detak jantung
Pernafasan
Intake cairan
Medikasi sistemik
Obat-obatan topical

II.3. Glaukoma Kronik (Glaukoma Sudut Terbuka)


II.3.1. Definisi
Glaukoma sudut terbuka primer, sering disebut juga sebagai glaukoma kronis, bersifat
progresif, yang umumnya merupakan penyakit mata yang menyerang orang dewasa,
bilateral, dengan karakteristik :
- Peningkatan TIO > 21 mmHg
- Kerusakan nervi optici glaukomatosa
- Sudut COA terbuka
- Kehilangan lapang pandang yang progresif
- Tidak adanya tanda-tanda glaukoma sekunder atau neuropati non-
glaukomatosa
Glaukoma sudut terbuka sekunder dimana glaukoma tidak didapatkan kelainan pada
pangkal iris serta kornea perifer melainkan terhambatnya aliran humor aquos di
jalinan trabekuler karena hal lain yang mendasari.

II.3.2. Epidemiologi Glaukoma


Di seluruh dunia, glaukoma dianggap sebagai penyebab kebutaan yang tertinggi,2%
penduduk berusia lebih dari 40 tahun menderita glaukoma. Glaukoma dapat juga
didapatkan pada usia 20 tahun, meskipun jarang. Pria lebih banyak diserang daripada
wanita.
Di Amerika Serikat, kira-kira 2,2 juta orang pada usia 40 tahun dan yang lebih tua
mengidap glaukoma, sebanyak 120.000 adalah buta disebabkan penyakit ini.
Banyaknya Orang Amerika yang terserang glaukoma diperkirakan akan
meningkatkan sekitar 3,3 juta pada tahun 2020.
Diketahui bahwa angka kebutaan di Indonesia menduduki peringkat pertama untuk
kawasan Asia Tenggara. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), angka kebutaan di
Indonesia mencapai 1,5% atau sekitar 3 juta orang. Persentase itu melampaui Negara
Asia lainnya seperti Bangladesh dengan 1%, India 0,7% dan Thailand 0,3%.
Menurut Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996,
kebutaan tersebut disebabkan oleh katarak (0,78%), glaukoma (0,2%), kelainan
refraksi (0,14%) dan penyakit lain yang berhubungan dengan usia lanjut (0,38%).
II.3.3. Klasifikasi
- Glaukoma Sudut Terbuka Primer
- Glaukoma Sudut Terbuka Sekunder
II.3.4. Faktor Risiko

II.3.5. Patogenesis
Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka primer adalah proses
degeneratif di jalinan trabekular, termasuk pengendapan bahan ekstra sel di jalinan
dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm. Hal ini berbeda dari proses penuaan
normal. Akibatnya adalah penurunan drainase humor akueus yang menyebabkan
peningkatan tekan intra-okuler. Peningkatan tekanan intra-okuler mendahului
kelainan diskus optikus dan lapangan pandang selama bertahun-tahun. walaupun
terdapat hubungan yang jelas antara besarnya tekanan intra-okuler dengan keparahan
penurunan penglihatan, efek besar tekanan pada saraf optikus sangat bervariasi antar
individu. Sebagian orang dapat mentoleransikan peningkatan tekanan intra-okuler
tanpa mengalami kelainan diskus atau lapangan pandang (hipertensiokuler); yang lain
memperlihatkan kelainan-kelainan glaukomatosa pada tekanan intra-okuler normal
(glaukoma tekanan darah).
Mekanisme kerusakan neuron pada glaukoma sudut terbuka primer dan hubungannya
dengan tingginya tekanan intra-okuler masih diperdebatkan. Teori-teori utama
memperkirakan adanya perubahan-perubahan elemen penunjang struktural akibat
tekanan intra-okuler di saraf optikus setinggi lamina kibrosa atau si pembuluh yang
memperdarahi kepala/ujung saraf optikus. Tekanan intra-okuler yang lebih tinggi saat
pertama kali diperiksa berkaitan dengan penurunan lapangan pandang yang lebih
luas. Apabila pada pemeriksaan pertama dijumpai penurunan lapangan pandang
glaukomatosa, risiko perkembangan lebih lanjut manjadi jauh lebih besar. Karena
merupakan satu-satunya faktor risiko yang dapat diobati, tekanan intra-okuler tetap
menjadi fokus terapi. Terdapat bukti kuat bahwa kontrol tekanan intra-
okuler memperlambat kerusakan diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang.
mekanisme terjadinya glaukoma sudut terbuka adalah adanya hambatan pada jaringan
trabekulum sendiri. Akuos humor dengan leluasa mencapai lubang lubang
trabekulum, tetapi sampai di dalam terbentur celah celah trabekulum yang sempit,
hingga akuos humor tidak dapat keluar dari bola mata yang bebas.
Mutasi pada lokus 15 dalam genom manusia sejauh ini telah diidentifikasi memiliki
hubungan dengan glaukoma sudut terbuka primer. Empat gen telah diidentifikasi
antara lain: MYOC gene (chromosome 1q21-q31), coding for the glycoprotein
myocilin that is found in the trabecular meshwork and other ocular tissues, the
OPTN gene on chromosome 10p, which codes for optineurin, the WDR36 gene on
chromosome 5q22, and the NTF4 gene on chromosome 19q13.3. Dari keempat ini,
MYOC adalah gen paling sering bermutasi dalam glaukoma sudut terbuka primer:
penelitian terhadap pasien yang tidak berhubungan glaukoma sudut terbuka primer
menemukan mutasi myocilin di setidaknya 4% dari orang dewasa. Sejumlah mutasi
yang berbeda telah dijelaskan dalam gen MYOC, meskipun fungsi normal myocilin
dan perannya dalam menyebabkan glaukoma masih belum sepenuhnya dapat
ditentukan.
Penggunaan steroid topikal juga berperan dalam peningkatan tekanan intra okuler;
steroid poten memiliki kecenderungan lebih besar untuk meningkatkan TIO.
Kecenderungan ini lebih ditandai pada pasien dengan glaukoma sudut terbuka primer.
Steroid sistemik jauh kurang rentan menyebabkan elevasi TIO, tapi substansial,
mungkin tergantung dosis. Sehingga dianjurkan skrining untuk semua pasien yang
menggunakan steroid sistemik, terutama deksametason. Mekanisme yang tepat dari
respon steroid belum pasti, tetapi mungkin dimediasi oleh peningkatan produksi
myocilin trabecular meshwork cell.
Sedangkan glaukoma sekunder sudut terbuka antara lain :
a. Glaukoma pigmentasi
Sindrom ini tampaknya disebabkan oleh degenerasi epitel pigmen iris dan korpus
siliaris. Granula pigmen terkelupas dari iris akibat friksi dengan serat-serat zonular di
bawahnya sehingga terjadi transiluminasi iris. Pigmen mengendap dipermukaan
kornea posterior (Krukenbergs spindle) dan tersangkut di jalinan trabekular,
mengganggu aliran keluar humor aquos. Sindrom ini terjadi paling sering pada pria
miopia usia antara 25-40 tahun yang memiliki bilik mata depan yang dalam dengan
sudut bilik mata yang lebar.
b. Sindrom pseudo-exfoliasi
Pada sindrom eksfoliasi, dijumpai endapan-endapan bahan berserat mirip serpihan di
permukaan lensa anterior (berbeda dengan eksfoliasi kapsul lensa sejati akibat
pajanan terhadap radiasi inframerah, yakni glass blower cataract),prosesus siliaris,
zonula, permukaan posterior iris, dan di jalinan trabekular (disertai peningkatan
pigmentasi). Penyakit ini biasanya dijumpai pada orang berusia lebih dari 65 tahun.
c. Glaukoma akibat steroid
Kortikosteroid topikal dan periokular dapat menimbulkan sejenis glaucoma yang
mirip dengan glaukoma primer sudut terbuka, terutama pada individu dengan riwayat
penyakit ini pada keluarga dan akan memperparah peningkatan tekanan intraokuler
pada para pengidap glaukoma primer sudut terbuka. Hal inikemungkinan disebabkan
karena meningkatnya deposit mukopolisakarida yang terdapat pada humor aquos
sehingga drainasenya terganggu.
d. Glaukoma Fakolitik
Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul lensa anterior,
sehingga protein-protein lensa yang mencair masuk ke bilik mata depan. Jalinan
trabekular menjadi oedema dan tersumbat oleh protein-protein lensa dan
menimbulkan peningkatan mendadak tekanan intraokular.
II.3.6. Gejala klinis :
Menahun, sukar untuk menemui gejala dini karena jalan penyakit yang
sangat pelan-pelan (a silent disease)
Hampir selalu penderita datang berobat dalam keadaan penyakit yang sudah
berat.
Hampir selalu bilateral,sering satu mata terkena terlebih dahulu dan
keadaannya sering lebih berat dari mata yang satu lagi.
Injeksi siliar umumnya tidak terlihat.
Refleks pupil agak lamban.
Tekanan bola mata meninggi.
COA mungkin normal dan pada gonioskopi terdapat sudut terbuka.
Lapangan pandangan mengecil atau menghilang.
Atropi nervus optikus dan terdapat cupping.
Tes provokasi positif.
II.3.7. Diagnosis
Untuk mendiagnosis Glaukoma sebelumnya lakukan anamnesis untuk mengetahui
riwayat pasien mulai dari keluhan, riwayat keluarga, riwayat penyakit terdahulu,
apakah ada alergi pada pengobatan ataupun ada intoleransi pengobatan. Setalah itu
lakukan pemeriksaan mata pasien.
Glaukoma sudut terbuka primer ditegakkan apabila ditemukan kelainan - kelainan
glaukomatosa pada diskus optikus dan lapang pandang disertai peningkatan tekanan
intraokular, sudut kamera anterior terbuka dan tampak normal, dan tidak terdapat
sebab lain yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Sekitar 50 % pasien
glaukoma sudut terbuka primer memperlihatkan tekanan intraokular yang normal
sewaktu pertama kali diperiksa, sehingga untuk menegakan diagnosis diperlukan
pemeriksaan Tonometri berulang

II.3.8. Pemeriksaan Penunjang


Untuk mendiagnosis glaukoma dilakukan sejumlah pemeriksaan yang rutin
dilakukan pada seseorang yang mengeluh rasa nyeri di mata, penglihatan dan gejala
prodromal lainnya. Pemeriksaan yang dilakukan secara berkala dan dengan lebih dari
satu metode akan lebih bermakna dibandingkan jika hanya dilakukan 1 kali
pemeriksaan.Pemeriksaan tersebut meliputi:
a. Tajam penglihatan
Pemeriksaan ketajaman penglihatan bukan merupakan cara yang khusus
untuk glaukoma, namun tetap penting, karena ketajaman penglihatan yang baik,
misalnya 6/6 belum berarti tidak glaukoma.

b. Tonometri
Tonometri diperlukan untuk memeriksa tekanan intraokuler. Ada 3 macam
tonometri, yaitu:
1. Digital
Merupakan teknik yang paling mudah dan murah karena tidak memerlukan alat.
Caranya dengan melakukan palpasi pada kelopak mata atas, lalu membandingkan
tahanan kedua bola mata terhadap tekanan jari. Hasil pemeriksaan ini
diinterpretasikan sebagai T.N yang berarti tekanan normal, T n+1 untuk tekanan yang
agak tinggi, dan T n-1 untuk tekanan yang agak rendah. Tingkat ketelitian teknik ini
dianggap paling rendah karena penilaian dan interpretasinya bersifat subjektif.
2. Tonometer Schiotz
Tonometer Schiotz ini bentuknya sederhana, mudah dibawa, gampang digunakan dan
harganya murah. Pasien tidur terlentang tanpa menggunakan bantal, dan diberi
anestesi local (pantokain) pada kedua mata. Dengan pasien menatap lurus ke depan,
kelopak mata ditahan agar tetap terbuka dengan menarik kulit palpebra dengan hati-
hati pada tepian orbita. Tonometer diturunkan oleh tangan lainnya sampai ujung
cekung laras menyentuh kornea. Dengan gaya yang ditetapkan dengan beban
terpasang, tonjolan plunger berujung tumpul menekan pada kornea dan sedikit
melekukkan pusat kornea. Tahanan kornea, yang sebanding dengan tekanan
inraokuler, akan mendesak plunger ke atas. Sewaktu bergeser ke atas didalam
selongsong, plunger menggeser jarum penunjuk skala. Makin tinggi tekanan
intraokuler, makin besar tahanan kornea terhadap indentasi, makin tinggi pula geseran
plunger ke atas, sehingga makin jauh menggeser jarum penunjuk skala. Pembacaan
skala disesuaikan dengan kalibrasi dari Zeiger-Ausschlag Scale yang diterjemahkan
ke dalam tekanan intraokuler.

3. Tonometer aplanasi Goldmann


Alat ini cukup mahal dan tidak praktis, selain itu memerlukan slitlamp yang juga
mahal. Dengan alat ini, kekakuan sclera dapat diabaikan sehingga hasil yang
didapatkan menjadi lebih akurat. Setelah anestesi lokal dan pemberian flourescein,
pasien duduk di depan slitlamp dan tonometer disiapkan. Agar dapat melihat
flourescein, dipakai filter cobalt blue dengan penyinaran paling terang. Setelah
memasang tonometer didepan kornea, pemeriksa melihat melalui slitlamp okuler saat
ujungnya berkontak dengan kornea. Sebuah percounter balance yang dikendalikan
dengan tangan mengubah-ubah beban yang diberikan pada ujung tonometer. Setelah
berkontak, ujung tonometer meratakan bagian tengah kornea dan menghasilkan garis
flourescein melingkar tipis. Sebuah prisma di ujung visual memecah lingkaran ini
menjadi dua setengah lingkaran yang tampak hijau melalui okuler slitlamp. Beban
tonometer diatur secara man ual sampai kedua setengah lingkaran tersebut tepat
bertumpuk.
c. Gonioskopi
Gonioskopi sangat penting untuk ketepatan diagnosis glaukoma. Gonioskopi dapat
menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan
pada semua pasien yang menderita glaukoma, pada semua pasien suspek glaukoma,
dan pada semua individu yang diduga memiliki sudut bilik mata depan yang sempit.

Dengan gonioskopi dapat dibedakan


glaukoma sudut tertutup dan glaukoma sudut terbuka, juga dapat dilihat adanya
perlekatan iris bagian perifer kedepan (peripheral anterior sinechiae)
Pada gonioskopi terdapat 5 area spesifik yang dievaluasi di semua kuadran yang
menjadi penanda anatomi dari sudut bilik mata depan yang dilihat pada prisma
goniolen :1) Iris perifer, khususnya insersinya ke badan siliar.2) Pita badan siliar,
biasanya tampak abu-abu atau coklat.3) Sclera spur, biasanya tampak sebagai garis
putih prominen di alas pita badan shier.4) Trabekulum meshwork 5) Garis Schwalbe,
suatu tepi putih tipis tepat di tepi trabekula Meshwork. Dengan lensa goniskopi dapat
melihat keadaan sudut bilik mata yang dapat menimbulkan glaukoma. Pemeriksaan
ini dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (goniolens) di dataran depan kornea
setelah diberikan anestesi local. Lensa ini dapat digunakan untuk melihat sekeliling
sudut bilik mata dengan memutarnya 360 derajat.Nilai derajat 0, bila terlihat struktur
sudut dan terdapat kontak kornea dengan iris (sudut tertutup), derajat 1 bila tidak
terlihat bagian jalinan trabekulum sebelah belakang dangaris Schwalbe terlihat
disebut sudut sangat sempit, derajat 2 bila sebagian kanal Schlem terlihat, derajat 3
belakang kanal Schlemm dan skleral spur masih terlihat, derajat 4 badan siliar terlihat
(sudut terbuka)

d. Lapang Pandang (perimetry)


Yang termasuk ke dalam pemeriksaan ini adalah lapangan pandang sentral dan
lapangan pandang perifer. Pada stadium awal, penderita tidak akan menyadari
adanya kerusakan lapangan pandang karena tidak mempengaruhi ketajaman
penglihatan sentral. Pada tahap yang sudah lanjut, seluruh lapangan pandang rusak
dengan tajam penglihatan sentral masih normal sehingga penderita seolah-olah
melihat melalui suatu teropong (tunnel vision).
e.Oftalmoskopi
Pada pemeriksaan oftalmoskopi, yang harus diperhatikan adalah keadaan papil saraf
optik. Perubahan yang terjadi pada papil dengan glaukoma adalah penggaungan
(cupping) dan degenerasi saraf optik (atrofi). Jika terdapat penggaungan lebih dari
0,3 dari diameter papil dan tampak tidak simetris antara kedua mata, maka harus
diwaspadai adanya ekskavasio glaukoma. Diskus optikus normal. Lihat batas tegas
dari diskus optikus, demarkasi yang jelas dari cup, dan warna pink cerah dari sisi
neuroretinal.

f . Ton o g r a f i
Tonografi dilakukan untuk mengukur banyaknya cairan aquos yang
dikeluarkan melalui trabekula dalam satu satuan waktu. Dengan tonografi diukur
derajat penurunan tekanan bola mata bila diberikan tekanan dengan tonometer
schiotz. Tonometer yang dipakai adalah semacam tonometer schiotz dan bersifat
elektronik yang merekam tekanan bola mata selama 4 menit dan berguna untuk
mengukur pengaliran keluar cairan air mata. Pada tonografi terlihat kurva fasilitas
pengeluaran cairan bilik mata, juga terlihat pulsasi nadi intraocular. Nilai tonografi
C=0, 18 adalah normal, bila C kurang dari 0,18 maka keadaan ini dicurigai menderita
glaukoma.
g. Tes Provokasi
Tes ini dilakukan pada keadaan dimana seseorang dicurigai menderita glaukoma.
Untuk glaukoma sudut terbuka, dilakukan tes minum air, pressure congestion test ,
dan tes steroid. Sedangkan untuk glaukoma sudut tertutup, dapat dilakukan tes
kamar gelap, tes membaca dan tes midriasis.
Uji lain pada glaucoma :
Uji Kopi
Penderita meminum 1-2 mangkok kopi pekat, bila tekanan bola mata naik 15- 20
mmHg setelah minum 20-40 menit menunjukkan adanya glaukoma.
Uji Minum Air
Sebelum makan pagi tekanan bola mata diukur dan kemudian pasien disuruh minum
dengan cepat 1 liter air. Tekanan bola mata diukur setiap 15 menit. Bila tekanan bola
mata naik 8-15 mmHg dalam waktu 45 menit pertama menunjukkan pasien menderita
glaukoma.
Uji Steroid
Pada pasien yang dicurigai adanya glaukoma terutama dengan riwayat glaukoma
simpleks pada keluarga, diteteskan betametason atau deksametason 0,1% 3-4 kali
sehari. Tekanan bola mata diperiksa setiap minggu. Pada pasien berbakat glaukoma
maka tekanan bola mata akan naik setelah 2 minggu.
Uji Variasi Diurnal
Pemeriksaan dengan melakukan tonometri setiap 2-3 jam sehari penuh,selama 3 hari
biasanya pasien dirawat. Nilai variasi harian pada mata normal adalah antara 2-4
mmHg, sedang pada glaukoma sudut terbuka variasi dapatmencapai 15-20 mmHg.
Perubahan 4-5 mmHg sudah dicurigai keadaan patologik.

Uji Kamar Gelap


Pada uji ini dilakukan pengukuran tekanan bola mata dan kemudian pasien
dimasukkan ke dalam kamar gelap selama 60-90 menit. Pada akhir 90 menit tekanan
bola mata diukur. 55% pasien glaukoma sudut terbuka akan menunjukkan hasil yang
positif, naik 8 mmHg.
Uji provokasi pilokarpin
Tekanan bola mata diukur dengan tonometer, penderita diberi pilokarpin 1%selama 1
minggu 4 kali sehari kemudian diukur tekanannya.

II.3.9. Penatalaksanaan Glaukoma


Prinsip dari pengobatan glaukoma yaitu untuk mengurangi produksi humor akueus
dan meningkatkan sekresi dari humor akueus sehingga dapat menurunkan tekanan
intraokuler. Pengobatan glaucoma sudut terbuka diberikan secara teratur dan
pembedahan hanya dilakukan bila pengobatan tidak mencapai hasil memuaskan.
Pengobatan dengan obat-obatan yaitu :
Miotik :
o Pilokarpin 2-4%, 3-6 kali 1 tetes sehari meningkatkan pengeluaran
air mata outflow
o Eserin -1 %, 3-6 kali 1 tetes sehari meningkatkan pengeluaran
air mata outflow
Pemberiannya disesuaikan dengan variasi diurnal yaitu diteteskan pada waktu
tekanan intaokuler menaik.
Efek samping : meskipun dengan dosis yang dianjurkan hanya sedikit yang
diabsorpsi ke dalam sirkulasi sistimik, dapat terjadi mual dan nyeri abdomen.
Dengan dosis lebih tinggi dapat menyebabkan keringat berlebih, salvias,
tremor, bradikardi, hipotensi.

Simpatomimetik
o Epinefrin 0,5-2%, 1-2 kali 1 tetes sehari menghambat produksi
humor aquos
Efek samping : pingsan, menggigil, berkeringat, sakit kepala, hipertensi.
Beta blocker
o Timolol maleate 0,25-0,50%, 1-2 kali tetes sehari menghambat
produksi humor aquos
Efek samping : hiptensi, bradikardi, sinkop, halusinasi, kambuhnya asma, payah
jantung kongestif.
Nadi harus diawasi terus, pada wanita hamil harus dipertimbangkan dulu sebelum
memberikannya.

Carbonic anhidrase inhibitor


o Asetazolamid 250 mg, 4 x 1 tablet (menghambat produksi humor
aquos)
Efek samping : poliuria, anoreksia, muntah, mengantuk, trombositopenia,
granulositopenia kelainan ginjal

Sebelumnya pasien harus diberikan edukasi untuk memahami bahwa pengobatan


glaucoma sudut terbuka adalah suatu proses seumur hidup dan bahwa penilaian
ulang secara teratur oleh dokter spesalis mata.
Dimulai dengan obat penghambat adrenergic-beta topical kecuali apabila terdapat
kontraindikasi pemakaiannya. Epinefrin (atau dipivefrin) dan pikokarpin merupakan
pilihan utama. Apabila tekanan intraocular belum dapat dikontrol secara efektif denga
terapi topical atau tekanan intraokuler masih lebih dari 21 mmHg, mungkin
diperlukan trabekuloplasti dengan laser. Asetazolamid oral biasanya diberikan setelah
tindakan-tindakan tersebut dilakukan atau, dalam penatalaksanaan jangka panjang,
pasien tidak dapat dioperasi.

Pembedahan
Tindakan operasi dilakukan berdasarkan indikasi yaitu :
Tekanan intraokuler tidak dapat dipertahankan di bwah 22 mmHg
Lapangan pandang terus mengecil
Orang sakit tidak dapat dipercaya tentang pemakaian obatnya
Tidak mampu beli obat
Tidak tersedia obat-obat yang diperlukan

Jenis- jenis pembedahan :


1. Laser Trabeculoplasty
Dilakukan pada glaucoma sudut terbuka. Sinar laser (biasanya argon) ditembakkan
ke anyaman trabekula sehingga sebagian anyaman mengkerut. Kerutan ini dapat
mempermudah aliran keluar cairan aquos. Pada beberapa kasus,terapi
medikamentosa tetapdiperlukan. Tingkat keberhasilan dengan argon laser
trabeculoplasty mencapai 75%. Karena adanya proses penyembuhan luka maka
kerutan ini hanya akan bertahan selama 2 tahun.

2. Pembedahan Filtrasi
Indikasi: Pembedahan filtrasi dilakukan kalau glaukoma akut sudah berlangsung lama
atau penderita sudah masuk stadium glaukoma kongestif kronik.
Trepanasi Elliot: sebuah lubang kecil berukuran 1,5 mm dibuat di daerah
kornea-skleral, kemudian ditutup oleh konjungtiva dengan tujuan agar
aquoeus mengalir langsung dari bilik mata depan ke ruang subkonjungtiva.
Sklerektomi Scheie : kornea-skleral dikauterisasi agar luka tidak menutup
kembali dengan sempurna, dengan tujuan agar aquoeus mengalir langsung
dari bilik mata depan ke ruang subkonjungtiva.
Trabekulektomi yaitu dengan mengangkat trabekulum sehingga terbentuk
celah untuk mengalirkan cairan mata masuk ke dalam kanal Schlemm.
Pengobatan glaukoma sudut terbuka diberikan secara teratur dan pembedahan hanya
dilakukan bila pengobatan tidak mencapai hasil memuaskan.

3.10 Prognosis
Tanpa pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total. Apabila obat tetes
anti glaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular pada mata yang belum
mengalami kerusakan glaukomatosa luas, prognosis akan baik. Apabila proses
penyakit terdeteksi dini sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan baik
BAB III
KESIMPULAN

Glaukoma merupakan sekelompok penyakit neurooptic yang


menyebabkankerusakan serat optik (neuropati optik), yang ditandai dengan kelainan
atau atrofi papilnervus opticus yang khas, adanya ekskavasi glaukomatosa, serta
kerusakan lapangpandang dan biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan
intraokular sebagai faktor risikonya.
Camera occuli anterior (COA) dan produksi humor aquous merupakan
struktur penting dalam hubungannya dengan pengaturan tekanan intraokuler. Camera
occulianterior dibentuk oleh persambungan antara kornea perifer dan iris. Bagian
mata yangpenting dalam glaukoma adalah sudut filtrasi. Sudut filtrasi ini berada
dalam limbuskornea. Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekula.
Tiga Proses Produksi Humor Aquous oleh proc. Ciliar (epitel ciliar) yaitu:Transport
aktif (sekresi), ultrafiltrasi dan difusi. Humor akuous keluar dari Camera
occulianterior melalui dua jalur konvensional (jalur trabekula) dan jalur uveosklera
(jalur nontrabekula).
Glaukoma sudut terbuka primer adalah neuropati optica yang kronis, progresif
lambat, dengan kerusakan syaraf optik yang tampak pada diskus optikus dan defek
lapang pandang.
Glaukoma sudut terbuka sekunder adalah glaukoma yang tidak diketahui
penyebabnya. Dapat disebabkan atau dihubungkan dengan keadaan-keadaan atau
penyakit yang telah diderita sebelumnya atau pada saat itu, yang dapat menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan intaokuler.
Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan visus, Tonometri, Genioskopi,
Lapangpandang, Oftalmoskopi, Tonografi, Tes provokasi. Penatalaksaan
Glaukoma dapatmelalui Terapi Medikamentosa, Tindakan Pembedahan dan dapat
juga Terapi Laser.

DAFTAR PUSTAKA

1. Eva PR, Whitcher JP. Glaukoma. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum.
Edisi 17. EGC : Jakarta. 2014. Hal. 212-228.
2. James B, Chew C, Bron A. Glaukoma. Lecture Notes : Oftalmologi. Edisi 9.
Erlangga : Jakarta. 2006. Hal. 95-109.
3. Soeroso A. The Role Of IL-10 Cytokine In Increased Intraocular Pressure On
Primary Open Angle Glaucoma. Jurnal Oftalmologi Indonesia. Volume 5.
2007. [Diakses dari : https://journal.unair.ac.id/filerPDF/LapPen-1.pdf]
[Diakses pada : 21 Maret 2015]. Hal. 125-135.
4. Goldberg I. Definition of Terms : Primary Open Angle Glaucoma (POAG) In
Asia PAsific Glaucoma Guidelines South East Asia Glaucoma Interest Group,
Sydney 2003; 89-90).
5. Liesegang TJ, Skuta GL, Cantor LB. Introduction to Glaucoma : Terinology,
Epidemiology and Heredity In Basic And Clinical Science Course Section
10 : Glaucoma. American Academy Of Ophthalmology. San Fransisc0. 2003;
5-12.
6. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-eva P. 1995. Glaucoma. In The Role Of IL-
10 Cytokine In Increased Intraocular Pressure On Primary Open Angle
Glaucoma. Jurnal Oftalmologi Indonesia. Volume 5. 2007; 126.
7. Cotran RS, Kumar V, Collins T. Glaucoma. In The Role Of IL-10 Cytokine In
Increased Intraocular Pressure On Primary Open Angle Glaucoma. Jurnal
Oftalmologi Indonesia. Volume 5. 2007; 126.
8. Davey, Patrick. Mata Tenang Visus Turun Perlahan. At a Glance Medicine.
Erlangga : Jakarta. 2002. Hal. 108-109.
9. Ilyas S, Yulianti SR. Glaukoma. Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Edisi 4. Balai Penerbit FKUI : Jakarta. 2011. Hal 216
221.
10. Kanski JJ, Bowling B. Glaucoma. Clinical Ophthalmology A Systematic
Approach. 11thEd. Elsevier Saunders : China. 2011. P.312-399.
11. Lang, F. 2003. Sistem Neuromuskular dan Sensorik dalam Teks dan Atlas
Berwarna Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta. Hal. 322-
323
12. Lewis TL, Barnebey HS, Bartlett JD, Blume AJ, Fingered M, Lalle PA, Mann
DF. Optometric Clinical Practice Guidelines Care of the Patient with Open
Angle Glaucoma. American Optometris Association. 2nd Ed. USA. 2002.
13. Mansjoer A. Glaukoma Kronis. Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius : Jakarta. 2002. Hal. 61-62

1. Snell, Richard S,. Anatomi Klinik Edisi 6. EGC : Jakarta. 2006.

You might also like