Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1 | Glaukoma Kronik
pendatang yang berkulit putih. Selan itu, pada glaucoma sudut terbuka primer
seringkli ditemukan pada kelompok umur di atas 40 tahun, dan prevalensinya terus
meningkat sesuai dengan bertambahnya usia.3
Lutjen dan Rohen pada tahun 1994 menemukan bahwa pada glaucoma sudut
terbuka primer terjadi pengurangan atau menghilangnya jumlah sel endoteltrabecular
meshwork disertai penebalan lamella daerah uvea dan korneo-skleral. Penebalan
tersebut akan menimbulkan penyempitan ruang antar-trabekulum yang berakhir
dengan pentupan, sehingga terjadi hambatan outflow cairan akuos. Akan tetapi
peneliti tersebut tidak atau belum menjelaskan mekanisme berkurang atau
menghilangnya sel endotel trabecular meshwork pada glaucoma sudut terbuka
primer.6,7 Vaugahn (1995), menyatakan bahwa kondisi berkurang atau hilangnya sel
endotel trabecular meishwork tersebut akibat degenerasi, tetapi bukan akibat
degenerasi seperti penuaan.6 Sedangkan Cotran (1999), menerangkan bahwa
penyebabnya belum diketahui dengan jelas.7
Pada semua pasien glaucoma, perlu tidaknya diberikan terapi dan efektivitas
terapi ditentukan dengan melakukan pengukuran tekanan intraocular (tonometry),
inspeksi diskus optikus, dan pengukuran lapang pandang sevara teratur.1
2. Trabekula uveal
Serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke scleral spur (insersi
dari m.siliaris) dan sebagian ke m.siliaris meridional.
3. Serabut yang berasal dari akhir membran Descemet (garis Schwalbe)
Serabut ini menuju ke jaringan pengikat m.siliaris radialis dan sirkularis.
4. Ligamentum Pektinatum Rudimenter
Ligamentum ini berasal dari dataran depan iris menuju ke depan trabekula.
Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, homogen, elastis dan seluruhnya diliputi oleh
endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus pandang, sehingga bila ada
darah di dalam kanalis Schlemm, dapat terlihat dari luar.
II.2. Fisiologi Aquos Humor
II.2.1 Produksi Cairan Aquos
Cairan aquos diproduksi epitel non pigmen dari korpus siliaris, tepatnya dari plasma
darah di jaringan kapiler proccesus siliaris. Fungsi Cairan aquos adalah : Sebagai
cairan yang mengisi bilik mata depan, cairan aquos berfungsi untuk menjaga tekanan
intraokuler, memberi nutrisi ke kornea dan lensa dan juga memberi bentuk ke bola
mata anterior. Volumenya sekitar 250 L dengan jumlah yang diproduksi dan
dikeluarkan setiap harinya berjumlah 5 mL/hari. Cairan ini bersifat asam dengan
tekanan osmotik yang lebih tinggi dibandingkan plasma.
Tiga Proses Produksi Humor Aquous oleh proc. Ciliar (epitel ciliar):
1. Transpor aktif (sekresi)
Transpor aktif menggunakan energi untuk memindahkan substansi melawan
gradien elektro kimia dan tidak bergantung pada tekanan. Ciri-ciri tepatnya ion atau
ion-ion yang ditranspor tidak diketahui, akan tetapi sodium, klorida, potasium, asam
askorbat, asam amino dan bikarbonat ikut terlibat.Transpor aktif diperhitungkan
untuk sebagian besar produksi akueus dan melibatkan, setidaknya sebagian,
aktivitas enzim carbonic anhydrase II dan Na+ K + pump diaktivasi ATPase.
2. Ultrafiltrasi
Ultrafiltasi berkenaan dengan pergerakan yang bergantung pada tekanan sepanjang
gradien tekanan. Pada prosesus siliaris, tekanan hidrostatik dibedakan antara tekanan
kapiler dan tekanan intraokular yang menyokong pergerakan cairan kedalam mata,
sedangkan gradien onkotik diantara keduanya menghambat pergerakan cairan.
Hubungan antara sekresi dan ultrafiltrasi tidak diketahui.
3. Difus
Difusi adalah pergerakan pasif ion-ion melewati membran yang berhubungan
dengan pengisian. Sodium sangat bertanggungjawab untuk pergerakan cairan
kedalam kamera okuli posterior.
II.3.5. Patogenesis
Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka primer adalah proses
degeneratif di jalinan trabekular, termasuk pengendapan bahan ekstra sel di jalinan
dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm. Hal ini berbeda dari proses penuaan
normal. Akibatnya adalah penurunan drainase humor akueus yang menyebabkan
peningkatan tekan intra-okuler. Peningkatan tekanan intra-okuler mendahului
kelainan diskus optikus dan lapangan pandang selama bertahun-tahun. walaupun
terdapat hubungan yang jelas antara besarnya tekanan intra-okuler dengan keparahan
penurunan penglihatan, efek besar tekanan pada saraf optikus sangat bervariasi antar
individu. Sebagian orang dapat mentoleransikan peningkatan tekanan intra-okuler
tanpa mengalami kelainan diskus atau lapangan pandang (hipertensiokuler); yang lain
memperlihatkan kelainan-kelainan glaukomatosa pada tekanan intra-okuler normal
(glaukoma tekanan darah).
Mekanisme kerusakan neuron pada glaukoma sudut terbuka primer dan hubungannya
dengan tingginya tekanan intra-okuler masih diperdebatkan. Teori-teori utama
memperkirakan adanya perubahan-perubahan elemen penunjang struktural akibat
tekanan intra-okuler di saraf optikus setinggi lamina kibrosa atau si pembuluh yang
memperdarahi kepala/ujung saraf optikus. Tekanan intra-okuler yang lebih tinggi saat
pertama kali diperiksa berkaitan dengan penurunan lapangan pandang yang lebih
luas. Apabila pada pemeriksaan pertama dijumpai penurunan lapangan pandang
glaukomatosa, risiko perkembangan lebih lanjut manjadi jauh lebih besar. Karena
merupakan satu-satunya faktor risiko yang dapat diobati, tekanan intra-okuler tetap
menjadi fokus terapi. Terdapat bukti kuat bahwa kontrol tekanan intra-
okuler memperlambat kerusakan diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang.
mekanisme terjadinya glaukoma sudut terbuka adalah adanya hambatan pada jaringan
trabekulum sendiri. Akuos humor dengan leluasa mencapai lubang lubang
trabekulum, tetapi sampai di dalam terbentur celah celah trabekulum yang sempit,
hingga akuos humor tidak dapat keluar dari bola mata yang bebas.
Mutasi pada lokus 15 dalam genom manusia sejauh ini telah diidentifikasi memiliki
hubungan dengan glaukoma sudut terbuka primer. Empat gen telah diidentifikasi
antara lain: MYOC gene (chromosome 1q21-q31), coding for the glycoprotein
myocilin that is found in the trabecular meshwork and other ocular tissues, the
OPTN gene on chromosome 10p, which codes for optineurin, the WDR36 gene on
chromosome 5q22, and the NTF4 gene on chromosome 19q13.3. Dari keempat ini,
MYOC adalah gen paling sering bermutasi dalam glaukoma sudut terbuka primer:
penelitian terhadap pasien yang tidak berhubungan glaukoma sudut terbuka primer
menemukan mutasi myocilin di setidaknya 4% dari orang dewasa. Sejumlah mutasi
yang berbeda telah dijelaskan dalam gen MYOC, meskipun fungsi normal myocilin
dan perannya dalam menyebabkan glaukoma masih belum sepenuhnya dapat
ditentukan.
Penggunaan steroid topikal juga berperan dalam peningkatan tekanan intra okuler;
steroid poten memiliki kecenderungan lebih besar untuk meningkatkan TIO.
Kecenderungan ini lebih ditandai pada pasien dengan glaukoma sudut terbuka primer.
Steroid sistemik jauh kurang rentan menyebabkan elevasi TIO, tapi substansial,
mungkin tergantung dosis. Sehingga dianjurkan skrining untuk semua pasien yang
menggunakan steroid sistemik, terutama deksametason. Mekanisme yang tepat dari
respon steroid belum pasti, tetapi mungkin dimediasi oleh peningkatan produksi
myocilin trabecular meshwork cell.
Sedangkan glaukoma sekunder sudut terbuka antara lain :
a. Glaukoma pigmentasi
Sindrom ini tampaknya disebabkan oleh degenerasi epitel pigmen iris dan korpus
siliaris. Granula pigmen terkelupas dari iris akibat friksi dengan serat-serat zonular di
bawahnya sehingga terjadi transiluminasi iris. Pigmen mengendap dipermukaan
kornea posterior (Krukenbergs spindle) dan tersangkut di jalinan trabekular,
mengganggu aliran keluar humor aquos. Sindrom ini terjadi paling sering pada pria
miopia usia antara 25-40 tahun yang memiliki bilik mata depan yang dalam dengan
sudut bilik mata yang lebar.
b. Sindrom pseudo-exfoliasi
Pada sindrom eksfoliasi, dijumpai endapan-endapan bahan berserat mirip serpihan di
permukaan lensa anterior (berbeda dengan eksfoliasi kapsul lensa sejati akibat
pajanan terhadap radiasi inframerah, yakni glass blower cataract),prosesus siliaris,
zonula, permukaan posterior iris, dan di jalinan trabekular (disertai peningkatan
pigmentasi). Penyakit ini biasanya dijumpai pada orang berusia lebih dari 65 tahun.
c. Glaukoma akibat steroid
Kortikosteroid topikal dan periokular dapat menimbulkan sejenis glaucoma yang
mirip dengan glaukoma primer sudut terbuka, terutama pada individu dengan riwayat
penyakit ini pada keluarga dan akan memperparah peningkatan tekanan intraokuler
pada para pengidap glaukoma primer sudut terbuka. Hal inikemungkinan disebabkan
karena meningkatnya deposit mukopolisakarida yang terdapat pada humor aquos
sehingga drainasenya terganggu.
d. Glaukoma Fakolitik
Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul lensa anterior,
sehingga protein-protein lensa yang mencair masuk ke bilik mata depan. Jalinan
trabekular menjadi oedema dan tersumbat oleh protein-protein lensa dan
menimbulkan peningkatan mendadak tekanan intraokular.
II.3.6. Gejala klinis :
Menahun, sukar untuk menemui gejala dini karena jalan penyakit yang
sangat pelan-pelan (a silent disease)
Hampir selalu penderita datang berobat dalam keadaan penyakit yang sudah
berat.
Hampir selalu bilateral,sering satu mata terkena terlebih dahulu dan
keadaannya sering lebih berat dari mata yang satu lagi.
Injeksi siliar umumnya tidak terlihat.
Refleks pupil agak lamban.
Tekanan bola mata meninggi.
COA mungkin normal dan pada gonioskopi terdapat sudut terbuka.
Lapangan pandangan mengecil atau menghilang.
Atropi nervus optikus dan terdapat cupping.
Tes provokasi positif.
II.3.7. Diagnosis
Untuk mendiagnosis Glaukoma sebelumnya lakukan anamnesis untuk mengetahui
riwayat pasien mulai dari keluhan, riwayat keluarga, riwayat penyakit terdahulu,
apakah ada alergi pada pengobatan ataupun ada intoleransi pengobatan. Setalah itu
lakukan pemeriksaan mata pasien.
Glaukoma sudut terbuka primer ditegakkan apabila ditemukan kelainan - kelainan
glaukomatosa pada diskus optikus dan lapang pandang disertai peningkatan tekanan
intraokular, sudut kamera anterior terbuka dan tampak normal, dan tidak terdapat
sebab lain yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Sekitar 50 % pasien
glaukoma sudut terbuka primer memperlihatkan tekanan intraokular yang normal
sewaktu pertama kali diperiksa, sehingga untuk menegakan diagnosis diperlukan
pemeriksaan Tonometri berulang
b. Tonometri
Tonometri diperlukan untuk memeriksa tekanan intraokuler. Ada 3 macam
tonometri, yaitu:
1. Digital
Merupakan teknik yang paling mudah dan murah karena tidak memerlukan alat.
Caranya dengan melakukan palpasi pada kelopak mata atas, lalu membandingkan
tahanan kedua bola mata terhadap tekanan jari. Hasil pemeriksaan ini
diinterpretasikan sebagai T.N yang berarti tekanan normal, T n+1 untuk tekanan yang
agak tinggi, dan T n-1 untuk tekanan yang agak rendah. Tingkat ketelitian teknik ini
dianggap paling rendah karena penilaian dan interpretasinya bersifat subjektif.
2. Tonometer Schiotz
Tonometer Schiotz ini bentuknya sederhana, mudah dibawa, gampang digunakan dan
harganya murah. Pasien tidur terlentang tanpa menggunakan bantal, dan diberi
anestesi local (pantokain) pada kedua mata. Dengan pasien menatap lurus ke depan,
kelopak mata ditahan agar tetap terbuka dengan menarik kulit palpebra dengan hati-
hati pada tepian orbita. Tonometer diturunkan oleh tangan lainnya sampai ujung
cekung laras menyentuh kornea. Dengan gaya yang ditetapkan dengan beban
terpasang, tonjolan plunger berujung tumpul menekan pada kornea dan sedikit
melekukkan pusat kornea. Tahanan kornea, yang sebanding dengan tekanan
inraokuler, akan mendesak plunger ke atas. Sewaktu bergeser ke atas didalam
selongsong, plunger menggeser jarum penunjuk skala. Makin tinggi tekanan
intraokuler, makin besar tahanan kornea terhadap indentasi, makin tinggi pula geseran
plunger ke atas, sehingga makin jauh menggeser jarum penunjuk skala. Pembacaan
skala disesuaikan dengan kalibrasi dari Zeiger-Ausschlag Scale yang diterjemahkan
ke dalam tekanan intraokuler.
f . Ton o g r a f i
Tonografi dilakukan untuk mengukur banyaknya cairan aquos yang
dikeluarkan melalui trabekula dalam satu satuan waktu. Dengan tonografi diukur
derajat penurunan tekanan bola mata bila diberikan tekanan dengan tonometer
schiotz. Tonometer yang dipakai adalah semacam tonometer schiotz dan bersifat
elektronik yang merekam tekanan bola mata selama 4 menit dan berguna untuk
mengukur pengaliran keluar cairan air mata. Pada tonografi terlihat kurva fasilitas
pengeluaran cairan bilik mata, juga terlihat pulsasi nadi intraocular. Nilai tonografi
C=0, 18 adalah normal, bila C kurang dari 0,18 maka keadaan ini dicurigai menderita
glaukoma.
g. Tes Provokasi
Tes ini dilakukan pada keadaan dimana seseorang dicurigai menderita glaukoma.
Untuk glaukoma sudut terbuka, dilakukan tes minum air, pressure congestion test ,
dan tes steroid. Sedangkan untuk glaukoma sudut tertutup, dapat dilakukan tes
kamar gelap, tes membaca dan tes midriasis.
Uji lain pada glaucoma :
Uji Kopi
Penderita meminum 1-2 mangkok kopi pekat, bila tekanan bola mata naik 15- 20
mmHg setelah minum 20-40 menit menunjukkan adanya glaukoma.
Uji Minum Air
Sebelum makan pagi tekanan bola mata diukur dan kemudian pasien disuruh minum
dengan cepat 1 liter air. Tekanan bola mata diukur setiap 15 menit. Bila tekanan bola
mata naik 8-15 mmHg dalam waktu 45 menit pertama menunjukkan pasien menderita
glaukoma.
Uji Steroid
Pada pasien yang dicurigai adanya glaukoma terutama dengan riwayat glaukoma
simpleks pada keluarga, diteteskan betametason atau deksametason 0,1% 3-4 kali
sehari. Tekanan bola mata diperiksa setiap minggu. Pada pasien berbakat glaukoma
maka tekanan bola mata akan naik setelah 2 minggu.
Uji Variasi Diurnal
Pemeriksaan dengan melakukan tonometri setiap 2-3 jam sehari penuh,selama 3 hari
biasanya pasien dirawat. Nilai variasi harian pada mata normal adalah antara 2-4
mmHg, sedang pada glaukoma sudut terbuka variasi dapatmencapai 15-20 mmHg.
Perubahan 4-5 mmHg sudah dicurigai keadaan patologik.
Simpatomimetik
o Epinefrin 0,5-2%, 1-2 kali 1 tetes sehari menghambat produksi
humor aquos
Efek samping : pingsan, menggigil, berkeringat, sakit kepala, hipertensi.
Beta blocker
o Timolol maleate 0,25-0,50%, 1-2 kali tetes sehari menghambat
produksi humor aquos
Efek samping : hiptensi, bradikardi, sinkop, halusinasi, kambuhnya asma, payah
jantung kongestif.
Nadi harus diawasi terus, pada wanita hamil harus dipertimbangkan dulu sebelum
memberikannya.
Pembedahan
Tindakan operasi dilakukan berdasarkan indikasi yaitu :
Tekanan intraokuler tidak dapat dipertahankan di bwah 22 mmHg
Lapangan pandang terus mengecil
Orang sakit tidak dapat dipercaya tentang pemakaian obatnya
Tidak mampu beli obat
Tidak tersedia obat-obat yang diperlukan
2. Pembedahan Filtrasi
Indikasi: Pembedahan filtrasi dilakukan kalau glaukoma akut sudah berlangsung lama
atau penderita sudah masuk stadium glaukoma kongestif kronik.
Trepanasi Elliot: sebuah lubang kecil berukuran 1,5 mm dibuat di daerah
kornea-skleral, kemudian ditutup oleh konjungtiva dengan tujuan agar
aquoeus mengalir langsung dari bilik mata depan ke ruang subkonjungtiva.
Sklerektomi Scheie : kornea-skleral dikauterisasi agar luka tidak menutup
kembali dengan sempurna, dengan tujuan agar aquoeus mengalir langsung
dari bilik mata depan ke ruang subkonjungtiva.
Trabekulektomi yaitu dengan mengangkat trabekulum sehingga terbentuk
celah untuk mengalirkan cairan mata masuk ke dalam kanal Schlemm.
Pengobatan glaukoma sudut terbuka diberikan secara teratur dan pembedahan hanya
dilakukan bila pengobatan tidak mencapai hasil memuaskan.
3.10 Prognosis
Tanpa pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total. Apabila obat tetes
anti glaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular pada mata yang belum
mengalami kerusakan glaukomatosa luas, prognosis akan baik. Apabila proses
penyakit terdeteksi dini sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan baik
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Eva PR, Whitcher JP. Glaukoma. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum.
Edisi 17. EGC : Jakarta. 2014. Hal. 212-228.
2. James B, Chew C, Bron A. Glaukoma. Lecture Notes : Oftalmologi. Edisi 9.
Erlangga : Jakarta. 2006. Hal. 95-109.
3. Soeroso A. The Role Of IL-10 Cytokine In Increased Intraocular Pressure On
Primary Open Angle Glaucoma. Jurnal Oftalmologi Indonesia. Volume 5.
2007. [Diakses dari : https://journal.unair.ac.id/filerPDF/LapPen-1.pdf]
[Diakses pada : 21 Maret 2015]. Hal. 125-135.
4. Goldberg I. Definition of Terms : Primary Open Angle Glaucoma (POAG) In
Asia PAsific Glaucoma Guidelines South East Asia Glaucoma Interest Group,
Sydney 2003; 89-90).
5. Liesegang TJ, Skuta GL, Cantor LB. Introduction to Glaucoma : Terinology,
Epidemiology and Heredity In Basic And Clinical Science Course Section
10 : Glaucoma. American Academy Of Ophthalmology. San Fransisc0. 2003;
5-12.
6. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-eva P. 1995. Glaucoma. In The Role Of IL-
10 Cytokine In Increased Intraocular Pressure On Primary Open Angle
Glaucoma. Jurnal Oftalmologi Indonesia. Volume 5. 2007; 126.
7. Cotran RS, Kumar V, Collins T. Glaucoma. In The Role Of IL-10 Cytokine In
Increased Intraocular Pressure On Primary Open Angle Glaucoma. Jurnal
Oftalmologi Indonesia. Volume 5. 2007; 126.
8. Davey, Patrick. Mata Tenang Visus Turun Perlahan. At a Glance Medicine.
Erlangga : Jakarta. 2002. Hal. 108-109.
9. Ilyas S, Yulianti SR. Glaukoma. Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Edisi 4. Balai Penerbit FKUI : Jakarta. 2011. Hal 216
221.
10. Kanski JJ, Bowling B. Glaucoma. Clinical Ophthalmology A Systematic
Approach. 11thEd. Elsevier Saunders : China. 2011. P.312-399.
11. Lang, F. 2003. Sistem Neuromuskular dan Sensorik dalam Teks dan Atlas
Berwarna Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta. Hal. 322-
323
12. Lewis TL, Barnebey HS, Bartlett JD, Blume AJ, Fingered M, Lalle PA, Mann
DF. Optometric Clinical Practice Guidelines Care of the Patient with Open
Angle Glaucoma. American Optometris Association. 2nd Ed. USA. 2002.
13. Mansjoer A. Glaukoma Kronis. Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius : Jakarta. 2002. Hal. 61-62