You are on page 1of 12

Laporan Individu

Kamis, 09 Maret 2017

LAPORAN TUTORIAL MODUL 2

LESU

BLOK KEDOKTERAN TROPIS DAN PENYAKIT INFEKSI

DISUSUN OLEH :

NAMA : Aldy Rofaldy H. Rauf


NO. STAMBUK : 14 777 032
KELOMPOK : 4 (Empat)
TUTOR : dr. Wijoyo Halim, Sp.S, M.Kes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2017
BAB I

PENDAHULUAN

I. Skenario
Seorang anak perempuan berumur 8 tahun diantar ibunya ke
puskesmas dengan keluhan lesu. Gejala ini juga disertai dengan
penurunan nafsu makan dan tidak mempunyai keinginan belajar dan
bermain. Keadaan ini dialami oleh anak tersebut sejak 8 bulan yang
lalu sejak pulang dari berlibur di kampungnya di Kabupaten
Mamuju selama 1 bulan.

II. Kata Sulit


Tidak Ada

III. Kata Kunci


- Anak Perempuan
- Umur 8 tahun
- Lesu
- Penurunan Nafsu Makan
- Tidak memiliki keinginan belajar dan bermain
- Keluhan sejak 8 bulan yang lalu
- Riwayat berlibur di Mamuju

IV. Pertanyaan
1. Penyebab Lesu dan patomekanismenya ?
Jawab :
- Anemia
- Dehidrasi
- Malabsorbsi makanan
- Penyakit Infeksi
- Gangguna Saluran Cerna
2. Apa ada hubungan gejala dengan dengan tempat yang dikunjungi
dalam skenario ?
Jawab :
Iya ada, menurut Data Riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa
filariasis tersebar di seluruh Indonesia dengan prevalensi klinis
sebesar 1,1 dengan rentang 0,3 6,4. Di Sulawesi Barat
prevalensi klinis tahun 2007 sebesar 0,3. Jumlah penderita filariasis
kronis pada tahun 2007 di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 12
penderita yang penderitanya hanya ditemukan di Kabupaten Mamuju
dan Kabupaten Mamuju Utara masing-masing sebesar 11 dan 1
penderita. Sehingga memungkinkan adanya faktor resiko terkena
infeksi pada skenario.

3. Langkah-langkah diagnosis ?
Jawab :

Anamnesis

Menanyakan keluhan utama


Menggali riwayat penyakit sekarang
onsetnya
Frekuensi
sifatnya
Gejala lain yang menyertai
Riwayat penyakit terdahulu
Riwayat penyakit keluarga/lingkungan
Riwayat kontak / berpergian
Pemeriksaan fisis

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah tepi, urine, feses
Pencitraan : USG< foto polos abdomen dan limfokintigrafi

4. Diferensial Diagnosis ?
Jawab :
Hookworm diseases
Ascariasis
Filariasis
Sistosomiasis
Giardiasis
Taeniasis
Trichuriasis
Strongiloidiosis
Fasciodisis
Diare
Malaria
BAB II

PEMBAHASAN

Definisi Ascariasis

Ascariasis merupakan penyakit yang dibabkan oleh parasit cacing Ascaris


lumbricoides (atau Roundworm, Cacing gelang). Ascaris lumbricoides memiliki
host yaitu hanya pada manusia. Cara penularannya yaitu menelan
minuman/makanan yang telah terkontaminasi dengan telur cacing.2,5

Patomekanismenya yaitu cacing mengambil makanan yang dicerna oleh


manusia Tahap hidup: Cacing Dewasa dewasa berada pada usus halus. Larvae
hidup di paru-paru. Telurnya berada di tinja dan tanah. 2,5

Telur Ascaris lumbricoides Cacing Ascaris lumbricoides


Sumber: Kuliah. Helminthiasis Usus dan Jaringan. 2016. dr. Risna Halim Mubin,
Sp.PD
Epidemiologi

Terdapat diseluruh dunia di daerah sanitasi kurang baik sehingga


penularannya fecal-oral. Indonesia tinggi pada anak 60-90%. Kurang pemakaian
jamban. Kondisi tanah liat lembab 25-30oC baik untuk telur untuk menjadi
infekfif. Cacing patogen paling sering ditemukan karena telurnya dapat bertahan
hidup dalam waktu lama.1,2

Sumber : Sutanto I, dkk. 2008. Buku Ajar : Parasitologi Kedokteran. Edisi 4.


Jakarta : EGC. Hal 12-14

Morfologi 1,5

Cacing dewasa :

a. bentuk bulat panjang (silindris)


b. kedua ujung lebih kecil,
c. berwarna kuning kecoklatan
d. pada mulut terdapat 3 bibir
Cacing jantan :

a. 10 31 cm
b. ekor melengkung ke ventral
c. mempunyai 2 spikulum
Cacing betina :

a. 20 35 cm,
b. ekor lurus
Telur tidak dibuahi :
a. Bentuk lonjong
b. 90 x 40 m
c. Lapisan albuminoid tipis tidak teratur
d. Lapisan hialin bening, tebal
e. Lapisan vitellin tipis
f. Isi : sel telur yang atropis (penuh)
g. Antara sel telur dan dinding tidak ada rongga kosong

Telur dibuahi :

a. Bentuk agak bulat


b. 60 x 45 m
c. Lapisan albuminoid tebal teratur
d. Lapisan hialin bening, tebal
e. Lapisan vitellin tipis
f. Isi : Sel telur yang tidak bersegmen
g. Antara sel telur dan dinding telur ada rongga kosong berbentuk bulan sabit

Telur dekortikasi :

Telur Ascaris lumbricoides yang dinding albuminoidnya tidak ada


Telur matang :

Telur yang berisi larva

Daur hidup Ascaris lumbricoides

Cacing dewasa jantan dan betina hidup dalam rongga usus halus manusia.
Cacing betina mengeluarkan 100.000 - 200.000 butir telur sehari terdiri dari telur
yang dibuahi dan telur yang tidak dibuahi; telur-telur tersebut keluar bersama tinja
penderita. Dalam lingkungan yang sesuai (tanah liat, kelembaban tinggi dan suhu
25 30 C), telur yang dibuahi berkembang menjadi telur matang (bentuk
infektif) dalam waktu 3 minggu.2

Telur matang bila tertelan oleh manusia, menetas di usus halus


mengeluarkan larva, kemudian larva menembus dinding usus halus masuk ke
pembuluh darah atau saluran limfe, dialirkan ke jantung kanan lalu ke paru. 2

Di paru larva menembus dinding pembuluh darah alveolus, masuk ke


rongga alveolus, kemudian ke bronkiolus, bronkus, trakea sampai ke faring.
Dari faring larva tertelan ke dalam esofagus, lambung lalu menuju ke usus halus.
Di usus halus larva berkembang menjadi cacing dewasa jantan dan betina. Waktu
yang diperlukan mulai telur matang tertelan sampai cacing betina mengeluarkan
telur 2 bulan ( 8 - 10 minggu). Cacing dewasa dapat hidup selama 1 - 1
tahun, makanannya adalah zat-zat makanan yang terdapat dalam rongga usus
halus. 2
Cacing
dewasa
dapat
hidup 1-2
2-3 tahun
bula
n 200.0
00
telur
18 be gg

per
be min

h a ap

hari
ri- a
r u

Patologi dan gejala klinis 1,3,4

Asimptomatik (jika cacing dalam tubuh sedikit)

1. Larva : menyebabkan sindrom


Loeffler dengan gejala-gejala :
a. Demam, batuk, sesak napas, urtika
b. Eosinofilia
c. Pada foto toraks nampak infiltrat
2. Cacing dewasa :
Pada infeksi ringan
a. Kurang nafsu makan
b. Mual
c. sakit perut
d. diare
e. obstipasi
Pada infeksi berat

a. malabsorpsi (terutama pada anak-anak)


b. obstruksi usus (ileus obstruktiva)
Diagnosis laboratorium 1,4,5

Telur: identifikasi microskopik telur dalam tinja


Prosedur yang direkomendasikan (concentration)

mengumpulkan spesimen tinja

rendam specimen dalam 10% formalin.

konsentrasi menggunakan formalinethyl acetate teknik sedimentasi.

untuk penilaian infeksi secara kuantitatif dapat digunakan metode Kato-Katz.

Larvae
Dapat diidentifikasi dalam sputum atau aspirasi cairan gastric during the
pulmonary migration phase (examine formalin-fixed organisms for morphology).

Cacing dewasa
cacing kadang keluar melalui tinja/muntahan dapat dilihat secara makroskopik

Penatalaksanaan 1,2,3,4

a. Pyrantel pamoat 10 mg/kg/bb maksimal 1 gram pemberian


b. Mebendazole 100 mg 2 x sehari selama 3 hari berturut-turut
c. Garam piperazin 75 mg/kg/bb maksimal 3,5 g diberikan selama 2 hari
d. Albendazole Dewasa dan anak diatas 2 tahun dengan dosis tunggal 400
mg
e. Levamizole hidroclorida Dosis tunggal 2,5 5 mg/kg/bb
f. Oksantel pirantel untuk infeksi campuran Ascaris lumbricoides dan
Trichuris trichiura
Pembedahan /endoskopi dapat mengatasi obstruksi usus

Pengendalian 1,2,3,4

a. Memperbaiki sanitasi
b. Hindari makanan tercemar oleh tinja manusia
Komplikasi 1
a. Pneumonitis (setelah migrasi larva ke paru)
b. Obstruksi usus oleh cacing dewasa
c. Malnutrisi anak
d. Perforasi usus dan abses hepar

Prognosis 2

Umumnya Baik. Sembuh dengan pengobatan sekitar 70-99%. Tanpa


pengobatan dalam 1,5 tahun dapat sembuh sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
1. Elliott T, et al. 2013. Mikrobiologi Kedokteran & Infeksi. Jakarta : EGC.
Hal 127-28
2. Sutanto I, dkk. 2008. Buku Ajar : Parasitologi Kedokteran. Edisi 4.
Jakarta : EGC. Hal 12-14
3. Slide Kuliah Helminthiasis Usus dan Jaringan. 2016. dr. Risna Halim
Mubin, Sp.PD
4. Slide Kuliah Helminthes(cacing) . 2016. Dr. dr. Andarias M, M.Sc
5. Slide Kuliah Tropical Medicine Intestinal helminth. 2016. dr. Sitti
Wahyuni, PhD

You might also like