You are on page 1of 6

Pemeriksaan Patologi Klinik terkait dengan Benign

Prostat Hyperplasia (BPH)

Ilham Hidayat Restu Tulus Maha

1406528030 DK-3

Modul Ginjal dan Cairan Tubuh

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

I. Pendahuluan
Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) adalah istilah yang dipakai
untuk menyatakan kumpulan gejala yang terkait dengan masalah-masalah
saluran kemih bawah. Secara epidemiologis, LUTS dinyatakan sering
berasosisasi dengan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH), yaitu suatu
pembesaran kelenjar prostat jinak.1 Pembesaran ini sering terjadi pada laki-
laki lansia di atas 40 tahun dan memiliki frekuensi yang meningkat dengan
seiringi dengan pertambahan umur, bahkan mencapai 90% pada laki-laki
yang memiliki umur di atas 80 tahun.2 Prostat dapat membesar hingga 10
kali lipat dari prostat normal pada kasus yang parah, sehingga
mengakibatkan terjepitnya uretra pars prostatika. 3 Inilah yang menyebabkan
penderita BPH sulit berkemih. Pemeriksaan Patologi klinis LUTS dan
membedakan etiologi LUTS satu sama lain tertama yang terkait dengan
BPH merupakan sarana penunjang diagnosis, sehingga didapatkan diagnosis
yang bersifat definitive.

II. Isi

Pemeriksaan Patologi Klinik pada Lower Urinary Tract Symptoms


(LUTS) terkait Benign Prostat Hyperplasia (BPH)
1. Urinalisis
Urinalisis umumnya bertujuan untuk mengetahui sifat fisik urin,
zat yang terkandung di dalam urin, dan sedimen yang berada di
dalam urin. Urinalisis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
makroskopik dan mikroskopik. Makroskopik bertujuan untuk
mengetahui sifat fisik urin, seperti volume, warna, dan bau urin.
Mikroskopis bertujuan untuk melihat sedimen protein dan sel yang
ada di urin. Di samping itu, urinalisis juga melibatkan pemeriksaan
kimiawi seperti pH urin, berat jenis, bilirubin, nitrit, glukosa,
urobilinogen, protein, leukosit esterase, dan lain-lain. Untuk
pemeriksaan kimiawi urin, biasanya menggunakan metode dipstick
(carik celup), sedangkan pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan
cara sentrifugasi kemudian dilihat di bawah mikroskop.4
Dalam urin normal, tidak ditemukan glukosa, protein, bilirubin,
keton, darah, dan nitrit. Pemeriksaan mikroskopis urin normal harus
menunjukkan epitel sedikit, eritrosit 0-1/LPB, leukosit 0-15/LPB,
tidak ada sedimen maupun kristal. Peningkatan jumlah epitel
menunjukkan adanya peradangan. Peningkatan eritrosit menunjukkan
adanya hematuria. Peningkatan leukosit dan sedimen menunjukkan
adanya infeksi.5
2. Kultur Urin
Kultur urin digunakan untuk menegakkan diagnosis infeksi
saluran kemih. Kultur urin dilakukan denagan cara menanam urin
yang dicurigai terinfeksi ke dalam medium agar. Hasil positinf jika
menunjukkan jumlah bakteri lebih dari 105 CFU/mL pada pasien
tanpa gejala dan 102 CFU/mL pada pasien dengan gejala. Ada tiga
metode pengambilan urin untuk kultur urin yang bertujuan untuk
menghindari terjadinya kontaminasi yaitu urin pancar tengah
(midstream urine), kateteriasai, dan Supra Pubic Puncture (SPP).4-6
3. Prostate-Specific Antigen (PSA) Test
Prostate-Specific Antigen (PSA) adalah sebuah protein yang
dihasilkan oleh sel pada kelenjar prostat. Tes PSA dilakukan dengan
cara mengukur konsentrasi PSA di dalama darah yang dinyatakan
dalam satuan nanogram/milliliter (ng/mL). Peningkatan PSA sering
ditemukan pada penderita kanker prostat. Peningkatan PSA juga
dapat terjadi pada kondisi prostat jinak seperti prostatitis dan BPH.8
Secara umum, tidak ada nilai spesifik untuk mengakategorikan
kadar PSA dalam darah normal atau abnormal, akan tetapi dulu
sebagian dokter menganggap nilai PSA di bawah 4,0 ng/mL adalah
normal. Apabila kadar PSA lebih dari 4,0 ng/mL, dokter sering
merekomendasikan pasien untuk melakukan biopsi prostat untuk
menegakkan diagnosis kanker prostat.7
Hal ini dikarenakan penelitian terbaru menunjukkan bahawa pria
dengan PSA di bawah 4,0 ng/mL tidak menderita kanker prostat,
sedangkan banyak pria dengan PSA di atas 4,0 ng/mL tidak
menderita kanker prostat. Terlebih lagi, ada banyak faktor yang
mempengaruhi peningkatan kadar PSA, seperti kondisi prostatitis
dan infeksi saluran kemih, biopsi prostat, dan operasi prostat.
Sebaliknya, penurunan kadar PSA juga dapat terjadi akibat
penggunaan obat-obatan untuk terapi BPH, seperti dutasteride dan
finasteride. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kadar PSA,
semakin besar pula kemungkinan menderita kanker prostat, sehingga
harus dikofirmasi dengan biopsi prostat.7 Sumber lain mengatakan
bahwa norma PSA pada laki-laki kurang dari 40 tahun adalah 0,0-2,0
ng/mL, sedangkan pria di atas 40 tahun adalah 0,0-4,0 ng/mL.8
4. Pemeriksaan Ureum dan Kreatinin
Ureum merupakan hasil terakhir metabolism protein yang dibentuk
di dalam hati dan dikelurakan melalui urin. Pada pasien yang
mengalami gagal ginjal, ureum tidak dapat diekskresikan melalui
urin secara maksimal, sehingga kadar ureum di dalam plasma darah
meningkat. Begitu pula dengan kreatinin yang merupakan hasil
metabolisme otot yang dikeluarkan melalui ginjal. Apabila terjadi
gangguan ginjal, kreatinin tidak dapat diekskresikan ke dalam urin
secara maksimal, sehingga kadarnya di dalam darah mengalami
peningkatan. Kadar kreatinin juga dipengaruhi oleh besar otot, jenis
kelamin, dan fungsi ginjal. Kadar serum ureum dan kreatinin dapat
digunakan sebagai interpretasi gangguan ginjal.8
Normalnya, kadar ureum di dalam darah 7-20 mg/dL. Kadar
kreatinin dibedakan antara kreatinin pada wanita dan pria. Pada
wanita nilai normal kreatinin adalah 0,5-0,9 mg/dL, sedangkan nilai
normal kreatinin pada laki-laki adalah 0,76-1,2 mg/dL.7
5. Hematologi Rutin
Pemeriksaan hematologi rutin dilakukan dengan cara mengambil
darah kapiler maupun vena perifer yang dicampur dengan
antikoagulan Ethylene Diamine Tetra Acetic Acid (EDTA)
dimasukkan ke dalam tabung dengan tutup berwarna ungu kemudian
dianalisis. Pemeriksaan hematologi rutin meliputi:
a. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah pigmen yang terdapat di dalam eritrosit.
Hemoglobin terdiri dari heme dan globin. Pemeriksaan Hb dapat
dilakukan dengan metode Sahli, haemiglobincyanide (HiCN),
atau oksihemoglobin.
b. Hematokrit (Ht)
Hematokrit merupakan volume eritrosit dalam100 mL darah yang
dinyatakan dalam % volume darah. Pemeriksaan hematocrit dapat
dilakukan dengan metode Wintrobe maupun metode
mikrohematokrit.
c. Hitung Jumlah Sel
Hitung jumlah sel dapat dilakukan secara manual maupun
menggunakan alat penghitung sel otomatis. Penghitungan secara
manual dapat dilakukan dengan cara dilusi spesimen darah
dengan larutan khusus, dengan menggunakan kotak penghitung
(counting chamber), atau perhitungan manual di bawah
mikroskop yang dinyatakan sebagai jumlah sel per luas area
tertentu. Larutan khusus untuk dilusi spesimen berupa larutan
Hayem untuk eritrosit, larutan Turk untuk lekosit, dan larutan
Rees & Ecker untuk trombosit.
d. Nilai Eritrosit Rerata
Nilai eritrosit rerata terdiri dari :
i. Mean Corpuscular Volume (MCV) merupakan volume
rata-rata sebuah eritrosit yang dinyatakan dalam satuan
femtoliter (fL).
MCV = 10fL x Ht : E.
ii. Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) merupakan
banyaknya hemoglobin pada eritrosit yang dinyatakan
satuan piktogram (pg).
MCH = 10 pg x Hb : E
iii. Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration
(MCHC) merupakan kadar hemoglobin pada setiap
eritrosit yang dinyatakan dalam persen (%).
MCHC = 100 g/dL x Hb : Ht atau MCHC = MCV
e. Hitung Jenis Leukosit
Hitung jenis leukosit meliputi basofil, neutrofil batang, neutrofil
tembereng, eosinofil, monosit, dan limfosit.
f. Laju Endap Darah (LED)
Laju Endap darah merupakan eritrosit yang membentuk formasi
rouleaux dan mengendap bila dibiarkan dalam tabung. Adanya
infeksi akan mempercepat terbentuknya formasi rouleaux.
Nilai hematologi rutin dapat dilihat pada tabel di bawah ini
III. Kesimpulan dan Keterkaitan dengan Pemicu

Perbesaran Prostat Benign ialah penyebab terjadinya Lower Urinary Tract


Symptoms. Untuk memperkuat diagnosis, perlu dilaksanakan pemeriksaan
penunjang Patologi Klinik dan Patologi Anatomi. Pemeriksaan Patologi Klinik
yang paling penting dalam diagnosis BPH adalah pemeriksaan Prostatic-
Specific Antigen (PSA) darah yang memperlihatkan kadar ng/mL PSA di dalam
darah. Walaupun begitu, perlu diperiksa juga kadapr ureum, kreatinin dalam
darah, kultur urin, hematologi rutin untuk menyingkirkan dugaan lain. Di
samping itu kita juga dapat memisahkan etiologi lain dari LUTS dengan cara
menggunakan algoritma pembagian penyakitnya

IV. Referensi

1. Taylor BC, Wilt TJ, Fink HA, et al. Prevalence, severity, and health correlates
of lower urinary tract symptoms among older men: the MrOS study. Urology
2006; 68:804.

2.

You might also like