You are on page 1of 16

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................ii

A. PENDAHULUAN ................................................................................................1

B. DEFINISI..............................................................................................................1

C. PRINSIP PEDOMAN MERP................................................................................2

D. SISTEM MANAJEMEN MERP


D.1 Kebijakan dan Tujuan...................................................................................3
D.2 Organisasi dan Penanggungjawab................................................................4
D.3 Kompetensi / Tingkatan MERP....................................................................4
D.4 Response Time.............................................................................................7
D.5 Contoh MERP..............................................................................................7

E. PERALATAN MEDIS, PERSEDIAAN DAN FASILITAS..................................9

F. TRIASE / PEMILAHAN KORBAN.....................................................................10

G. MEDICAL EVACUATION (MEDEVAC)............................................................11


G.1 Pembagian Transport pada Pasien.................................................................11
G.2 Pengadaan Transport Medik..........................................................................12

H. DOKUMENTASI..................................................................................................14

I. PELATIHAN DAN REVIEW................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................15

1
MEDICAL EMERGENCY RESPONSE PLAN
(MERP)

A. PENDAHULUAN
Proses-proses produksi dalam perusahaan dapat menimbulkan terjadinya faktor-faktor
resiko yang berbahaya dan menjadi ancaman bagi keselamatan dan kesehatan pekerja.
Cidera ataupun penyakit dapat terjadi secara tiba-tiba dan dapat menimbulkan kerugian
yang besar bagi perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan dirasa wajib mengembangkan
suatu sistem tanggap darurat untuk mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan
tersebut. Medical Emergency Response Plan merupakan rencana tanggap darurat di bagian
medis yang dimulai dari pertolongan pertama sampai evakuasi medik dengan tujuan akhir
mencegah kematian, cedera yang lebih parah dan agar segera pulih kembali.

B. DEFINISI 1,2
Accident: suatu peristiwa tak terduga yang mengakibatkan kerugian atau cedera
kepada orang dan / atau kerusakan properti atau lingkungan.
Rencana Tanggap Darurat (Emergency Response Plan) : suatu program yang secara
rinci dalam mengontrol dan / atau meminimalkan efek dari keadaan darurat yang
membutuhkan langkah-langkah korektif diluar prosedur normal untuk melindungi
kehidupan manusia, meminimalkan cedera, meminimalisir kerugian, dan untuk
mengurangi paparan fisik dan lingkungan dari kecelakaan.
Hazard: suatu peristiwa dengan potensi cedera pada manusia, kerusakan properti,
kerusakan lingkungan atau kombinasi potensi bahaya.
Risiko: suatu kesempatan dari kejadian yang tidak diinginkan / bahaya yang terjadi
dalam jangka waktu tertentu atau dalam keadaan tertentu. Baik frekuensi atau
probabilitas dari bahaya yang tidak diinginkan.
Analisis Risiko (Risk Analysis): Identifikasi peristiwa yang tidak diinginkan yang
mengarah pada bahaya, analisis mekanisme bahaya, estimasi tingkat, besaran, dan
kemungkinan efek berbahaya tersebut.
Penilaian Risiko (Risk Assessment): suatu evaluasi kualitatif ataupun kuantitatif dari
kemungkinan kejadian yang tidak diinginkan dan kemungkinan bahaya atau
kerusakan.

1
Frekuensi risiko berarti jumlah kejadian per unit waktu.
Manajemen risiko (Risk Management): Suatu program yang mencakup semua
program administrasi dan operasional yang dirancang untuk mengurangi risiko
darurat yang melibatkan bahan akut berbahaya. Program-program tersebut meliputi,
menjamin keselamatan desain peralatan baru dan yang sudah ada, prosedur operasi
standar, pemeliharaan preventif, pelatihan operator, prosedur investigasi kecelakaan,
penilaian risiko untuk unit operasi, perencanaan darurat, dan prosedur internal dan
eksternal untuk memastikan bahwa program ini dilaksanakan seperti direncanakan.
Near Miss: suatu insiden tidak diinginkan yang tidak menyebabkan cedera atau
kerusakan, tetapi yang dalam keadaan yang berbeda akan menjadi kecelakaan.
Fatality (FAT): Sebuah kematian akibat cedera yang berhubungan dengan pekerjaan
atau penyakit akibat kerja
Permanent Total Disability (PTD): Setiap cedera karena pekerjaan yang
melumpuhkan secara permanen.
Lost Workday Case (LWC): Setiap cedera karena pekerjaan yang membuat seseorang
untuk sementara tidak dapat melakukan kerja normal sehingga pekerjaan mereka
dibatasi pada setiap hari setelah hari terjadinya cedera.
Restricted Work Case (RWC): Setiap cedera karena pekerjaan yang membuat
seseorang tidak dapat melakukan pekerjaan namun masih bisa beberapa tugas normal
mereka pada setiap hari setelah hari terjadinya cedera.
Medical Treatment Case (MTC): Setiap cedera karena pekerjaan baik LWC atau RWC
yang memerlukan pengobatan oleh dokter atau dokter spesialis lainnya.
First Aid Case (FAC): Setiap pengobatan dan pengamatan terkait goresan kecil, luka,
luka bakar, serpihan, dll yang biasanya tidak memerlukan perawatan medis oleh
dokter. pengobatan dan observasi tersebut dianggap kasus pertolongan pertama
bahkan jika disediakan oleh dokter atau tenaga profesional yang terdaftar.
Lost Time Incidents (LTI): Total cedera karena FAT, PTD dan LWC, tetapi tidak
termasuk RWC, MTC dan FAC.

C. PRINSIP PEDOMAN MERP


Agar pelaksanaan MERP dapat berjalan dengan baik, dibutuhkan prinsip pedoman
yang harus dijalankan oleh semua pihak diperusahaan, yaitu3:

3
1. Kesadaran akan pentingnya mempelajari kedaruratan medik dan
perkembangannya.
2. Pendekatan terintegrasi yang terkoordinasi dengan pihak manajemen
3. Memastikan bahwa semua pekerja memahami peranannya dalam pelaksanaan
MERP.
4. Penyusunan jaringan komunikasi dan pelayanan antar setiap tingkatan pelayanan
kesehatan serta sistem rujukan;
5. Penyediaan sumber daya untuk melaksanakan tanggung jawab
6. Pelaksanaan pelatihan, pembelajaran dan simulasi secara berkala;
7. Evaluasi keefektivan sebagai bagian penyelidikan insiden, audit dan tinjauan
manajemen

Agar MERP bisa berjalan efektif, maka2:


1. MERP harus dikembangkan secara sistematis sebelum dimulainya aktivitas
apapun
2. Dikomunikasikan secara efektif dan dipahami dengan baik oleh seluruh pekerja
3. Dirancang agar tindakan penting yang berbeda dapat diambil secara bersamaan
4. Diintegrasikan kedalam rencana tanggap darurat yang lebih umum di perusahaan
5. Dibawah tanggung jawab manajemen
6. Dilakukan kerja sama yang baik antara perusahaan dengan profider kesehatan
yang profesional.
7. Diuji dan ditinjau secara teratur melalui latihan terstruktur.

D. SISTEM MANAJEMEN MERP


D.1 Kebijakan dan Tujuan3
MERP merupakan bagian integral dari Emergency Response secara
keseluruhan yang bertujuan untuk mengurangi dampak penyakit mendadak
dan cedera di tempat kerja. Sementara itu penyakit atau cedera yang terjadi di
instalasi yang terkendali (kantor, depot, kilang, pabrik kimia, offshore) dapat
dikendalikan dengan pelayanan sebagai berikut:
Pertolongan Pertama di tempat kerja;
Stabilisasi pasien secara profesional sebelum evakuasi;
Medical Evacuation (Medevac);

5
Tindakan profesional di rumah sakit terdekat;
Rujukan ke rumah sakit spesialistik dalam negeri atau luar negeri;
Kelima pelayanan tersebut harus disediakan sesuai standar minimal
pelayanan di negara bersangkutan. Jika instalasi berada di tempat yang sangat
terpencil, maka perusahaan harus menyediakan pelayanan tersebut dengan
membangun kerjasama bersama pemerintah setempat.

D.2 Organisasi dan Penanggungjawab3


MERP tidak hanya menjadi tanggung jawab petugas medis, agar dapat
berjalan lancar dibutuhkan koordinasi antara pimpinan perusahaan dengan
petugas medis. Semua manajer perusahaan harus dapat mengakses dokter
perusahaan baik dokter full time, part time maupun dokter luar.
Dokter yang bertugas di klinik perusahaan tersebut dianjurkan mampu
melakukan tindakan tanggap darurat medik. Oleh karena itu dokter perusahaan
sebaiknya merupakan tim medis yang memang berada di perusahaan tersebut.
Penanggung jawab dari proses MERP adalah pihak manajemen.

D.3 Kompetensi / Tingkatan MERP4


D.3.1 Tingkat 0 : Semua Staff
Pada tingkat ini merupakan langkah penting untuk proses keselamatan
yang efektif. Kegagalan pada langkah pertama dalam menangani suatu
insiden, bisa berakibat fatal dalam proses penanganan tanggap darurat.
Pertolongan pertama yang efektif dan defibrilasi harus dilakukan secepat
mungkin sejak terjadinya insiden. Langkah penting untuk mencapai suatu
respon yang efektif adalah dengan memastikan semua orang tahu bagaimana
harus berurusan dengan keadaan darurat. Kompetensi yang harus dimiliki pada
tingkat 0, antara lain:
a. Mengetahui cara menyalakan alarm, peta jalur keselamatan, lokasi yang
dapat mencakup ketersediaan koordinat GPS
b. Proses terjadinya insiden / kedaruratan
c. Melakukan penilaian kecelakaan (melakukan TRIAGE, mengetahui hal
yang boleh dan tidak boleh dilakukan, menjamin / meyakinkan
kenyamanan korban, perawatan korban, dll)

7
d. Mengetahui potensi bahaya spesifik (Api, Kimia, dll)
e. Mengetahui rute jalan (misalnya menentukan gerbang untuk digunakan
jika terdapat beberapa pintu masuk dan memberitahukan keamanan)
f. Mengetahui jumlah korban dan tindakan yang diambil
g. Menyadari stres yang terjadi dalam delegasi
h. Memastikan jenis layanan darurat sudah ada atau masih ada yang
diperlukan

D.3.2 Tingkat 1 : Designated First Aiders (DFA)


Penolong pertama yang ditunjuk (DFA) adalah anggota tim MER yang
pertama memberikan dukungan dalam suatu insiden. Kompetensi DFA harus
mencakup sebagai berikut:
a. Penilaian lokasi dan keamanan tempat terjadinya kejadian
b. Melakukan bantuan hidup dengan menggunakan CPR dan AED
c. Manajemen Airway (memiringkan kepala, chin lift)
d. Manajemen tanggap darurat dasar (luka bakar dan luka ringan)
e. Perawatan awal darurat medis umum
f. Penggunaan O2 menggunakan peralatan O2 yang sesuai

Agar ilmu dan keterampilan yang didapat para DFA tidak hilang, maka
diperlukan update pelatihan yang biasanya diimplementasikan pada siklus 3-
bulanan oleh sesi pelatihan praktis informal di tempat kerja, dan difasilitasi
oleh MER tingkat 2. Para DFA tersebut memiliki sertifikasi yang diakui oleh
kementrian atau lembaga penyelenggara pelatihan hiperkes terpercaya.

D.3.3 Tingkat 2 : MER Professional


Yang merupakan MER tingkat 2 adalah perawat terdaftar, teknisi medis
darurat, paramedis, perawat, asisten dokter atau dokter. Mereka bertanggung
jawab untuk memberikan penilaian dan stabilisasi orang sakit atau terluka.
1. Tingkat 2 merupakan profesional
Pada tingkat ini diharapkan dapat mengenali, menilai dan menstabilkan
pasien dengan tanda-tanda serangan jantung, stroke, tenggelam, luka bakar
dan trauma, dan mahir dalam hal berikut:
a. Kompetensi pemakaian CPR dan AED

9
b. Manajemen lanjutan jalan nafas - penyisipan oro napas / nasofaring
dan ventilasi
c. Pemasangan akses IV / IO
d. Pemakaian cairan IV / IO
e. Penggunaan adrenalin IV / IO
f. Penilaian neurologis menggunakan GCS skor
g. Tatalaksana hipovolemia, hipoksia, hipotermia, tension pneumothorax
dan paru-paru dan trombosis koroner

2. Semua profesi yang berada di tingkat ini harus memiliki kualifikasi dan
sertifikasi yang berlaku, seperti Basic Life Support (BLS) dan Advanced
Hidup / Cardiac Support (ALS / ACLS), Advance Trauma Life Support
(ATLS) atau setaranya.

3. Harus ada protokol medis yang jelas pada MER tingkat 2 ini (sebagai
protokol minimum meliputi tenggelam, serangan jantung, pernapasan, luka
bakar dan skenario cedera serius lainnya seperti yang diidentifikasi dalam
penilaian pelatihan risiko), protokol ini harus diawasi dan diaudit oleh
lembaga profesi. Semua tim MER pada tingkat 2 diharapkan memiliki
akses ke pengawas medis profesional untuk saran kasus dan diskusi setiap
saat ketika pelatihan / penilaian berlangsung.

4. Keterampilan Pemeliharaan MER tingkat 2


Selain pembaharuan sertifikasi (umumnya berlaku selama 3 tahun), 6 -12
minggu pelatihan langsung / penyegaran dalam ambulans / ruang gawat
darurat, unit trauma. Komponen Pelatihan dan Keterampilan mencakup:
a. Keterampilan Bantuan Hidup Dasar
b. Pengenalan, penilaian, stabilisasi dan manajemen dari pasien
menggunakan pendekatan ABCDE (Airway, Breathing, Circulation,
Disability, Exposure) terstruktur
c. Keterampilan manajemen jalan nafas lanjutan (penggunaan oro / naso
faring saluran udara untuk ventilasi / oksigen)
d. Manajemen henti jantung dan henti nafas (termasuk IV / akses IO,
obat-obatan, EKG)
11
D.3.4 Tingkat 3
Pada tingkat 3 ini dilakukan oleh pihak luar perusahaan, kecuali
tersedia klinik dan RS diperusahaan tersebut. Pada tingkat ini biasanya
ditangani oleh dokter di IGD atau dokter spesialis yang terkait.

D.4 Response Time4


Suatu Rencana Tanggap Darurat Medis (MERP) dibuat untuk menetapkan
harapan tindakan yang akan berlangsung dalam menanggapi keadaan darurat
yang akan didasarkan pada penilaian risiko. Pada setiap jenjang / tingkatan
MERP memiliki waktu waktu berbeda dalam respon bahaya, yaitu:
a. Tingkat 0: Intervesi awal dengan meminta bantuan. Pada tingkat ini,
respon harus diberikan secepat mungkin
b. Tingkat 1: Memberikan pengobatan pertolongan pertama, Bantuan Hidup
Dasar (BLS), defibrilasi dan oksigen oleh DFA dalam waktu 4 menit.
c. Tingkat 2: Memberikan penilaian dan stabilisasi oleh MER profesional
yang terdaftar dalam waktu 1 jam (dalam waktu 20 menit jika aktivitas
berisiko tinggi)
d. Tingkat 3: Memberikan perawatan di Rumah Sakit terdekat dalam waktu 4
jam (dalam waktu 1 jam jika aktivitas berisiko tinggi). Waktu sudah
termasuk dengan transportasi menggunakan sarana transportasi (amblans)
yang memadai dengan staf yang kompeten (Tingkat 2) dan peralatan
lengkap.

D.5 Contoh MERP4


Berikut adalah contoh MERP dari OPITO

13
15
E. PERALATAN MEDIS, PERSEDIAAN DAN FASILITAS
Tugas dan kompetensi MER pada tiap tingkatan berbeda-beda, oleh karena itu
peralatan dan fasilitas medis di tiap-tiap tingkat juga berbeda-beda, yaitu4:
1. Fasilitas MER tingkat 1
Pemeliharaan peralatan pertolongan pertama dilakukan oleh seorang atau
perusahaan yang berwenang dan kompeten untuk melakukan pemeliharaan. Peralatan
pertolongan pertama dikelola dan digunakan DFA. Peralatan tersebut harus mencakup
sebagai berikut :
a. Automated external defibrillator (AED)
b. Alat perlindungan diri (masker, sarung tangan karet, kacamata pelindung, apron
plastik, tas limbah biohazard)
c. Peralatan cek tanda vital (alat pengukuran tekanan darah otomatis, termometer
digital)
d. Perban (segitiga, elastis, roller).
e. Pembalut (kain kassa, pembalut luka bakar, pembalut multi-trauma, bantalan
mata, sabun antiseptik, perban perekat)
f. Selimut (ukuran dewasa)
g. Bidai
h. Kompres dingin
i. Alat-alat lainnya: pita perekat, korek kuping, peniti, pena, kertas, gunting
j. Panduan: Bantuan hidup dasar (BLS) kartu algoritma, buku saku pertolongan
pertama
k. Inventarisasi isi kotak
l. Oksigen
2. Fasilitas MER tingkat 2
Fasilitas ini diperlukan dan digunakan oleh petugas MER tingkat 2, dalam hal ini
adalah petugas medis yang terlatih. Fasilitas tersebut diantaranya:
a. Tas P3K
b. Masker laring atau serupa
c. Alat bantu nafas Oro dan nasofaring
d. Kanula IV
e. Kanula IO
f. Infus set dan cairan infus
g. Obat untuk menghilangkan rasa sakit, resusitasi
17
h. Perangkat Suction
i. 12 lead EKG
j. monitor tekanan darah non-invasif
k. Alat monitoring saturasi oksigen
l. Alat ukur gula darah
m. Pen light untuk cek pupil mata.
n. Protokol medis terbaru

F. TRIASE / PEMILAHAN KORBAN 5,6


Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau
penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis
segera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta prioritas
transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan). Artinya memilih
berdasar prioritas atau penyebab ancaman hidup. Tindakan ini berdasarkan prioritas
ABCDE yang merupakan proses yang sinambung sepanjang pengelolaan gawat
darurat medik. Proses triase inisial harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba /
berada ditempat dan tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena status triase
pasien dapat berubah. Bila kondisi memburuk atau membaik, lakukan retriase. Triase
dilakukan berdasarkan observasi terhadap 3 hal, yaitu :
1. Pernafasan ( respiratory)
2. Sirkulasi (perfusion)
3. Status Mental (Mental State)

Label warna Triase


Tag (label berwarna dengan form data pasien) yang dipakai oleh petugas triase untuk
mengindentifikasi dan mencatat kondisi dan tindakan medik terhadap korban.
Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin
diresusitasi.
Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat
serta tindakan medik dan transport segera untuk tetap hidup (misal : gagal nafas,
cedera torako-abdominal, cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau
perdarahan berat, luka bakar berat).

19
Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera
yang kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam
waktu dekat. Pasien mungkin mengalami cedera dalam jenis cakupan yang luas
(misal : cedera abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa gangguan respirasi,
fraktura mayor tanpa shok, cedera kepala atau tulang belakang leher tidak berat,
serta luka bakar ringan).
Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan
stabilisasi segera, memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan
penilaian ulang berkala (cedera jaringan lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas,
cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas, serta gawat darurat psikologis).
Prioritas Keempat (Biru) yaitu kelompok korban dengan cedera atau penyakit
kritis dan berpotensi fatal yang berarti tidak memerlukan tindakan dan
transportasi.
Bila pada Retriase ditemukan perubahan kelas, ganti tag / label yang sesuai dan
pindahkan kekelompok sesuai.

G. MEDICAL EVACUATION (MEDEVAC)7


Dalam proses MERP terdapat proses transport pasien dengan tujuan untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan tambahan, diagnostik atau terapiutik yang lebih
canggih. Proses transport pasien ini dilakukan dari MER tingkat 2 ke tingkat 3 yang
berada di RS dimana segala fasilitas dan tenaga medis yang lebih berkompetensi dalam
menangani pasien kritis terdapat disana. Guideline atau pedoman sudah tersedia dan
prinsip-prinsip utama dalam melakukan transport pasien kritis meliputi 5P:
1. Planning (perencanaan)
2. Personnel (jumlah yang cukup disertai dengan kemampuan yang sudah terstandarisir
dalam evakuasi pasien kritis).
3. Properties (alat yang dipakai dalam transportasi)
4. Procedures (alat yang dipakai mengukur kestabilan keadaan pasien sebelum dan saat
diberangkatkan)
5. Passage (pilihan rute dan tehnik transport).

G.1 Pembagian Transport pada Pasien


Transport pasien dalam keadaan kritis dibagi menjadi dua yaitu:

21
a. Transport Intramural (didalam lingkungan rumah sakit).
b. Transport Ekstramural (diluar lingkungan rumah sakit) dibagi menjadi dua yaitu;
Ekstramural primer (prehospital) transport pasien dari tempat kecelakaan
menuju ke rumah sakit tujuan;
Ekstramural sekunder (interhospital) transport pasien antar rumah sakit atau
international transport

G.2 Pengadaan Transport Medik


G.2.1 Perencanaan
Komunikasi dan koordinasi yang baik diantara team evakuasi, ambulans dan
staf yang berada di rumah sakit sangat penting. Komunikasi yang kurang,
penyebaran detail informasi yang terbatas menyebabkan kesulitan dalam
mengendalikan keadaan kritis dari pasien secara adekuat. Saluran telepon dan
faksimil yang baik akan mempermudah personel team evakuasi memperoleh saran
dalam melakukan resusitasi serta evakuasi pasien di tempat kejadian.

G.2.2 Personel
Setiap anggota MER tingkat 2 harus dapat melakukan diagnostik dan
resusitasi. Direkomendasikan setiap anggota team harus bersertifikasi ATLS dan
memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Kemampuan setiap anggota untuk
melakukan prosedur tindakan, komunikasi yang tepat dan benar akan berefek pada
outcome pasien.

G.2.3 Pemilihan Pasien


Salah satu hal yang penting mendapat perhatian dalam keberhasilan
transportasi pasien kritis adalah pemilihan pasien yang tepat dengan fasilitas
pelayanan ambulans atau evakuasi yang disediakan. Kriteria pasien yang
memerlukan evakuasi medis:
Pasien dengan diagnosis yang potensial kearah perburukan
Pasien yang memerlukan monitoring ketat dan intervensi medis segera.
Pasien yang memerlukan
Rumah sakit rujukan dan ambulans servis harus waspada apabila terjadi kasus
perburukan pada pasien saat transport diluar perkiraan team yang merujuk pasien

23
tersebut. Mekanisme penilaian kelayakan pasien yang akan dirujuk berdasarkan
keadaan kritis yang dialami pasien dengan standar peralatan yang ada di ambulans
transport harus sangat sensitif dan spesifik.

G.2.4 Komunikasi
Pendekatan yang sistematik harus dilakukan untuk memastikan kecepatan dan
ketepatan respon dari team apabila terdapat kasus pasien kritis yang harus segera
dirujuk. Nomer telepon bebas pulsa dengan kemampuan melakukan panggilan
paling ideal untuk disediakan. Faksimil dan kemampuan teleradiologi juga penting
untuk disediakan.
Pengiriman team transport ketempat yang memerlukan pertolongan, merujuk
pasien ketempat pelayanan medis yang lebih tinggi sebelumnya sudah harus
melalui mekanisme pertimbangan medis klinis dari staf medis setempat.
Singkatnya, pertimbangan klinis sederhana yang meliputi kemampuan rumah sakit
perujuk dalam menangani pasien kritis, team transport medis dan rumah sakit
tujuan rujukan merupakan hal yang paling penting. Walau bagaimanapun cepatnya
respon team transport medis, jika tanpa adanya kemampuan dalam menanggulangi
masalah utama jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi maka mustahil pasien akan
selamat.
Pertimbangan terus menerus meliputi stabilisasi dan persiapan pasien untuk
dilakukannya transport medis sangat diperlukan sebelum tibanya team transport
medis. Cek list perawatan pasien yang sudah dilakukan dan persiapan rujukan
merupakan syarat yang sudah harus dilaksanakan sebelum pengiriman pasien ke
rumah sakit rujukan.
Team transport medis harus sudah berkomunikasi sebelumnya dengan rumah
sakit tujuan rujukan, khususnya apabila ada suatu perubahan kondisi pasien saat
perjalanan, prakiraan waktu tiba, manajemen pasca transport, pertimbangan jarak
tempat rujukan atau pengalihan rujukan pasien ke pusat rujukan lain yang
disesuaikan dengan keadaan kritis pasien.
Telepon selular merupakan salah satu pilihan yang paling baik untuk
komunikasi akan tetapi hal ini disesuaikan dengan sinyal dan jaringan penyedia
layanan. Radio komunikasi merupakan pilihan lain yang lebih relevan dalam
mengatasi masalah ini terutama apabila menyangkut transportasi atau evakuasi
medis dari darat - udara.
25
H. DOKUMENTASI
MERP harus didokumentasikan secara tertulis dimana dokumentasi minimum terdiri
atas3:
Sumber daya (yang mana, dimana, siapa);
Organisasi (siapa mengerjakan apa, otoritas, keputusan);
Isi pelatihan dan jadwal;
Telepon, radio (siapa menelepon siapa, kapan, di mana);
Nomor telepon darurat (ditulis mudah dibaca);
Isi dan tempat kotak P3K, tandu, cuci mata, MSDS);
Jadwal inspeksi alat gawat darurat;
Simulasi gawat darurat, bagaimana dan jadwal;
Daftar pelayanan luar, kontak telepon (lokal, internasional);
Informasi tanggungan asuransi;
Prosedur untuk tamu, pihak ketiga jika perlu;
Prosedur untuk pekerja yang dinas luar yang tidak tercakup fasilitas tadi
Dokumentasi harus disimpan untuk perbaikan

I. PELATIHAN DAN REVIEW2


Setelah MERP dikembangkan maka harus dilatih secara teratur dan harus mencakup
pengujian dari semua dukungan logistik yang diperlukan, misalnya komunikasi,
transportasi. Hasil latihan harus ditinjau dan rencana revisi jika diperlukan. Penyebaran
sumber daya selama latihan harus telah ditentukan oleh manajemen.. Pelatihan ini harus
mencakup perencanaan skenario, serta simulasi mengatasi triase untuk beberapa kasus,
diikuti dengan pembekalan menyeluruh.
Pembekalan harus dilakukan setelah berkala sehingga perusahaan dapat melakukan
perbaikan jika diperlukan. Sementara MERP harus diaudit dan direvisi jika perlu,
setidaknya setiap tahun dan mengikuti perubahan sesuai kondisi perusahaan, misalnya
jenis operasi, lokasi atau perawatan kesehatan sumber daya.

DAFTAR PUSTAKA

27
1. B.C. Guidelines for Industry Emergency Response Plans. (2002). Available in:
http://www2.gov.bc.ca/gov/content/environment/air-land-water/spills-environmental-
emergencies/planning-prevention-response/industry-emergency-response-plans
2. IPIECA. (2011). Managing health for field operations in oil and gas activities.
Available in: http://www.ogp.org.uk/pubs/343.pdf
3. Eljah. (2016). Pedoman Tanggap Gawat Darurat Medik di Perusahaan. Available in:
http://dokumen.tips/documents/pedoman-tanggap-gawat-darurat-medik-di-
perusahaan-5693668f704bf.html
4. OPITO. (2016). OPITO Medical Emergency Response Requirements
5. Saanin, Syaiful. Manajemen - Penanganan Korban Bencana Tindakan Pada Pasien
Gawat-Darurat. Available in : http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/First.html
6. Iqfadhilah. (2014). Triase Gawat Darurat Lengkap PPGD. Available in:
http://www.idmedis.com/2014/03/triase-gawat-darurat-lengkap-ppgd.html
7. Senapathi, TGA, Made Gde Widnyana, Putu Pramana Suardjaya,et all. (2015).
Medical Evacuation (Medivac). Available in: https://fk.unud.ac.id/wp-
content/uploads/2015/10/Medical-Evacuation-2015.pdf

29

You might also like