You are on page 1of 11

INDIKATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

( Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan dan


Pengorganisasian Masyarakat kelas B)

KELOMPOK BIII

Disusun oleh:
Yuni Ribti Fitriyani (142110101016)
Febri Diah Perwita (142110101071)
Firman Setyo Aji B. (142110101111)
Fathiya Salsabila (142110101166)
Shinta Dwi N. (152110101121)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS JEMBER
2017
KELOMPOK BIII

INDIKATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan yang


merangkum multi-aspek. Konsep ini mewakili paradigma baru pembangunan
(post-developmentalism paradigm), yang bersifat people centred, participatory,
empowering, and sustainable (Chambers, 1995).
Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat non
instruktif, guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat, agar
mampu mengidentifikasi masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki,
merencanakan dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi
setempat (Permenkes RI No. 65 Tahun 2013). Dalam melaksanakan berbagai
kegiatan pemberdayaan masyarakat, perlu dilakukan evaluasi apakah
pemberdayaan masayarakat yang dilaksanakan sudah efektif dalam
memberdayakan masyarakat dalam suatu bidang tertentu. Evaluasi tersebut
dilakukan melalui indikator yang diukur capaiannya kemudian dibandingkan
dengan target yang sudah ditetapkan pada perencanaan. Terdapat berbagai teori
yang menjelaskan indikator pemberdayaan masyarakat.

1. Empowerment Index
Schuler, Hashemi dan Riley mengembangkan beberapa indikator
pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai empowerment index atau indeks
pemberdayaan antara lain sebagai berikut :
1. Kebebasan Mobilitas
Kemampuan individu untuk pergi keluar rumah atau wilayah tempat
tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas medis, bioskop, rumah ibadah, ke rumah
tetangga. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika individu mampu pergi
sendirian.
2. Kemampuan Membeli Komoditas Kecil
Kemampuan individu untuk membeli barang-barang kebutuhan keluarga
sehari-hari (beras, minyak tanah, minyak goreng, bumbu) atau kebutuhan
dirinya (minyak rambut, sabun mandi, rokok, bedak, sampo). Individu
dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia dapat membuat
keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya, terlebih jika ia dapat
membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.
KELOMPOK BIII

3. Kemampuan Membeli Komoditas Besar


Kemampuan individu untuk membeli barang-barang sekunder atau tersier,
seperti lemari pakaian, radio, pakaian keluarga dan lain-lain. Seperti halnya
indikator di atas, poin tinggi diberikan terhadap individu yang dapat membuat
keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya, terlebih jika ia dapat
membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.
4. Terlibat dalam Pembuatan Keputusan-Keputusan Rumah Tangga
Mampu membuat keputusan sendiri maupun bersama suami atau istri
mengenai keputusan-keputusan keluarga, misalnya mengenai renovasi
rumah, memperoleh kredit usaha, dan lain-lain.
5. Kebebasan Relatif dan Dominan Keluarga
Responden ditanya mengenai apakah dalam satu tahun terakhir ada seseorang
(suami, istri, anak-anak, mertua) yang mengambil uang, tanah, perhiasan dari
dia tanpa ijinnya yang melarang mempunyai anak atau melarang bekerja
diluar rumah.
6. Kesadaran Hukum dan Politik
Mengertahui nama salah seorang pegawai pemerintah, Kecamatan/Kelurahan,
seorang anggota DPRD setempat, nama presiden, dan mengetahui pentingnya
memiliki surat nikah dan hukum-hukum waris.
7. Keterlibatan dalam Kampanye dan Protes-Protes
Seseorang dianggap berdaya jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau
bersama orang lain melakukan protes, misalnya terhadap suami yang
memukul istri, istri yang mengabaikan suami dan keluarganya, gaji yang
tidak adil, penyalahgunaan bantuan sosial, atau penyalahgunaan kekuasaan
polisi dan pegawai pemerintah.
8. Jaminan Ekonomi dan Kontribusi Terhadap Keluarga
Memiliki rumah, tanah, aset produktif, dan tabungan. Seseorang dianggap
memiliki poin tinggi jika ia memiliki aspek-aspek tersebut secara sendiri atau
terpisah dari pasangannya.

Semakin tinggi poin dari indikator pemberdayaan masyarakat terpenuhi


menunjukkan bahwa semakin tinggi pula kemampuan masyarakat untuk
melakukan suatu pemberdayaan. Kemampuan masyarakat dalam melakukan
pemberdayaan merupakan salah satu faktor berhasilnya suatu pemberdayaan
KELOMPOK BIII

masyarakat. Kemampuan yang mumpuni mendorong masyarakat untuk lebih


cepat dan tanggap dalam melakukan tahapan-tahapan pemberdayaan masyarakat.

2. Derajat Keberdayaan dan Basis Keberdayaan


Kajian-kajian konseptual tentang pemberdayaan menyajikan banyak
indikator keberdayaan. Empat di antaranya menyangkut derajat keberdayaan
(Soeharto, 2008 dalam Firmansyah), Sedangkan lima yang lainnya berkaitan
dengan basis keberdayaan (Friedman, 1992 dalam Firmansyah).
a. Derajat Keberdayaan
Indikator derajat keberdayaan masyarakat tingkat dan tingkatan keberdayaan
sebagai akibat langsung dan tidak langsung program pemberdayaan
masyarakat.
1) Tingkat kesadaran dan keinginan untuk berubah (power to).
Tingkat kesadaran dan keinginan untuk berubah dari masayarakat
menunjukkan niat masyarakat untuk melaksanakan kegiatan
pemberdayaan masyarakat tertentu. Tingkat kesadaran dan keinginan
untuk berubah ini merupakan indikator dasar yang harus terpenuhi oleh
masing-masing individu yang ada di masyarakat. Semakin tinggi
tingkatannya, dapat dikatakan akan semakin efektif kegiatan
pemberdayaan yang dilakukan
2) Tingkat kemampuan meningkatkan kapasitas untuk memperoleh akses
(power within).
3) Tingkat kemampuan menghadapi hambatan (power over).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian hambatan adalah
halangan; rintangan; kayu penghalang (pengempang jalan dan sebagainya).
Yaitu adanya peningkatan kemampuan dari yang tidak bisa melakukan
apapun hingga bisa menghadapi hambatan-hambatan dalam kehidupannya.
Perubahan pada hambatan-hambatan sumber dan kekuasaan pada tingkat
rumah tangga, masyarakat dan makro, kekuasaan atau tindakan individu
untuk menghadapi hambatan-hambatan tersebut.
4) Tingkat kemampuan kerjasama dan solidaritas (power with).
Yang dimaksud dengan kerjasama adalah suatu pekerjaan yang di kerjakan
oleh dua orang ataupun lebih untuk mencapai tujuan atau target yang
KELOMPOK BIII

sebelumnya telah direncanakan dan disepakati bersama. Atau kerjasama


dapat diartikan sebagai tindakan-tindakan dalam pekerjaan yang dilakukan
oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan dan demi keuntungan
bersama.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian kata solidaritas
adalah, sifat (perasaan) solider, sifat satu rasa (senasip), perasaan setia
kawan yang pada suatu kelompok anggota wajib memilikinya. Solidaritas
menunjuk pada kekompakan untuk berbagi dan saling meringankan beban
pekerjaan satu sama lain.
Kemampuan berkelompok dan solidaritas. Meningkatnya solidaritas atau
tindakan bersama dengan orang lain untuk menghadapi hambatan-hambata
sumber dan kekuasaan pada tingkat rumah tangga, masyarakat dan makro.
Secara kolektif, orang merasa memiliki kekuatan saat dapat berkumpul dan
bersatu dalam mencari tujuan umum, atau ketika dapat berbagi visi yang
sama.
Secara konseptual, empat parameter ini tersusun secara gradual. Parameter
power with merupakan parameter paling tinggi tingkatannya dibandingkan dengan
tiga parameter lainnya. Konsep pemberdayaan masyarakat menetapkan kaidah
bahwa program pemberdayaan masyakat baru bisa dianggap berhasil ketika ia
mampu mewujudkan power with pada kelompok sasaran. Namun demikian,
parameter-parameter lainnya meskipun tingkatannya lebih rendah, dianggap
sebagai entry-point untuk mewujudkan power with. Parameter ini
menggambarkan kondisi ketika kelompok sasaran pemberdayaan mampu
mengembangkan potensi keberdayaannya sendiri, tetapi juga mampu
memberdayakan orang/keluarga lain di komunitasnya. Secara implikasi contoh, 4
derajat keberdayaan dijelaskan melalui tabel di bawah berikut ini:

Jenis Hubungan Kemampuan Kemampuan Kemampuan


Kekuasaan Ekonomi Mengakses Manfaat Kultural dan Politis
Kesejahteraan

Kekuasaan di dalam: -Evaluasi positif -Kepercayaan diri -Assertiveness


Meningkatkan terhadap kontribusi dan kebahagiaan dan
kesadaran dan ekonomi dirinya -Keinginan proses hukum,
KELOMPOK BIII

kkeinginan untuk -Keinginan memiliki memiliki politik otonomi


beruba kesempatan ekonomi kesejahteraan -Keinginan untuk
yang setara yang setara. menghadapi
-Keinginan memiliki -Keinginan subordinasi gender
kesamaan hak terhadap membuat termasuk tradisi
sumber yang ada pada keputusan budaya,
rumah tangga dan mengenai diri dan diskriminasi hukum
masyarakat orang lain dan pengucilan
-Keinginan untuk politik.
mengontrol -Keinginan terlibat
jumlah anak dalam proses-proses
budaya, hukum dan
politik.

Kekuasaan untuk: -Akses terhadap -Ketrampilan, -Mobilitas dan akses


Meningkatkan pelayan keuangan termasuk terhadap dunia di
kemampuan individu mikro kemelekan huruf luar rumah.
untuk berubah; -Akses terhadap -Status kesehatan -Pengetahuan
meningkatkan pendapatan dan gizi mengenai dan
kesempatan untuk -Akses terhadap aset- -Kesadaran kebudayaan.
memperoleh akses. aset produktif dan mengenai dan -Kemampuan
kepemilikan rumah akses terhadap menghilangkan
tangga. pelayanan hambatan formal
-Akses terhadap pasar kesehatan yang merintangi
-Penurunan beban reproduksi akses terhadap
dalam pekerjaan -Ketersediaan proses hukum,
domestik, termasuk pelayanan politik dan
perawatan anak. kesejahteraan kebudayaan.
publik

Kekuasaan atas: -Kontrol atas -Kontrol atas ukuran -Aksi individu


Perubahan pada penggunaan pinjaman konsumsi keluarga dalam menghadapi
hambatan-hambatan, dan tabungan serta dan aspek bernilai dan mengubah
sumber, dan keuntungan yang lainnya dari persepsi budaya
kekuasaan pada dihasilkannya. pembuatan kapasitas dan hak
tingkat rumah -Kontrol atas keputusan keluarga wanita pada tingkat
tangga, pendapatan aktifitas berencana. keluarga dan
masyarakat, dan produktif keluarga -Aksi individu untuk masyarakat
makro; kekuasaan yang lainnya. mempertahankan -Keterlibatan
atau tindakan -Kontrol atas aset diri dari kekerasan individu dan
individu produktif dan keluarga dan pengambilan peran
untuk menghadapi kepemilikan keluarga. masyarakat. dalam proses
hambatan-hambatan -Kontrol atas alokasi budaya, hukum dan
tersebut. tenaga kerja keluarga. politik.
-Tindakan individu
menghadapi
diskriminasi atas akses
terhadap sumber dan
pasar.
KELOMPOK BIII

Kekuasaan -Bertindak -Penghargaan tinggi -Peningkatan


dengan: sebagai model dan peningkatan jaringan untuk
Meningkatkan peranan bagi pengeluaran untuk memperoleh
solidaritas atau orang lain erutama anggota keluarga dukungan pada saat
tindakan dalam --Tindakan bersama krisis.
bersama pekerjaan untuk -Tindakan bersama
dengan orang publik dan meningkatkan untuk membela orang
lain untuk modern kesejahteraan lain menghadapi
menghadapi -Mampu publik. perlakuan salah
hambatan- memberi gaji dalam keluarga
hambatan terhadap orang dan masyarakat.
sumber dan lain -Partisipasi dalam
kekuasaan -Tindakan gerakan-gerakan
pada tingkat bersama menghadapi
rumah tangga, menghadapi subordinasi gender
masyarakat diskriminasi yang bersifat
dan makro pada akses kultural, politis
terhadap hukum pada
sumber tingkat masyarakat
(termasuk hak dan makro
atas tanah),
pasar dan
diskriminasi
gender pada
konteks
ekonomi
makro.

b. Basis Keberdayaan
Basis keberdayaan menggambarkan jaminan keberlanjutan derajat
keberdayaan yang sudah diwujudkan (bukan programmnya yang sustainable,
tetapi dampak positif atau perubahan positif pada kelompok sasaran).
1) Pengembangan berbasis masyarakat
Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat
tidak dijadikan objek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan
subjek dari upaya pembangunannya sendiri. Berdasarkan konsep demikian, maka
pemberdayaan masyarakat harus mengikuti pendekatan sebagai berikut
(Sumodiningrat, Gunawan, 2002) :
a) Upaya yang akan dilakukan harus terarah.
Ini yang secara populer disebut pemihakan.Upaya ini ditujukan langsung
kepada yang memerlukan (yaitu masyarakat), dengan program yang
dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai kebutuhannya.
KELOMPOK BIII

b) Program ini harus langsung mengikutsertakan atau bahkan dilaksanakan


oleh masyarakat yang menjadi sasaran.
Mengikutsertakan masyarakat yang akan dibantu mempunyai beberapa
tujuan, yakni agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak
dan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka. Selain itu, sekaligus
meningkatkan kemampuan masyarakat dengan pengalaman dalam
merancang, melaksanakan, mengelola, dan mempertanggung jawabkan
upaya peningkatan diri dan ekonominya.
c) Menggunakan pendekatan kelompok.
Karena apabila dilakukan secara sendiri-sendiri masyarakat miskin sulit dapat
memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Juga lingkup bantuan menjadi
terlalu luas jika penanganannya dilakukan secara individu. Pendekatan kelompok
ini paling efektif dan dilihat dari penggunaan sumber daya juga lebih efisien.

2) Keberlanjutan
Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin
tergantung pada berbagai program pemberian (charity). Karena, pada dasarnya
setiap apa yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat
dipertukarkan dengan pihak lain). Dengan demikian tujuan akhirnya adalah
memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk
memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan.
3) Partisipasi masyarakat
Partisipasi yang dimaksud disini adalah yaitu keikutsertaan semua
pemangku kepentingan sejak pengambilan keputusan, perencanan, pelaksanaan,
pemantauan, evaluasi, dan pemanfaatan hasil-hasil kegiatannya (Permenkes RI
No. 65 Tahun 2013).
4) Pengembangan modal sosial masyarakat
5) Penghapusan ketimpangan gender.
Maksud dari tidak adanya ketimpangan gender adalah yang disebut
Egaliter, yaitu menempatkan semua pemangku kepentingan dalam kedudukan
yang setara, sejajar, tidak ada yang ditinggikan dan tidak ada yang merasa
direndahkan (Permenkes RI No. 65 Tahun 2013).
3. Teori Fujikake (2008)
KELOMPOK BIII

Fujikake (2008) mengembangkan empat langkah dalam mengevaluasi


pemberdayaan. Tahap pertama adalah melihat perubahan masyarakat dari tingkat
kesadarannya. Hasil dari analisis mengenai perubahan tingkat kesadaran ini
dituangkan dalam grafik yang menggambarkan tingkat perubahan kesadaran yang
diklasifikasikan menjadi 3 yaitu sangat baik, telah berubah, dan tidak seperti
sebelumnya. Teori yang dikembangkan oleh Fujikake menilai pemberdayaan
masyarakat didasarkan pada penilaian terhadap 12 indikator yang merupakan
subproject dari proses pemberdayaan. Indikator-indikator yang dinilai pada teori
Fujikake adalah tingkat partisipasi, pengemukaaan opini, perubahan kesadaran,
pengambilan tindakan, kepedulian dan kerjasama, kreatifitas, menyusun tujuan
baru, negoisasi, kepuasan, kepercayaan diri, ketrampilan manajerial, dan
pengumpulan keputusan.

4. Indikator menurut Nugroho (2008)


Nugroho (2008) mengemukakan, indikator pemberdayaan, yaitu
a. Akses, dalam arti kesamaan hak dalam mengakses sumber daya-sumber daya
produktif di dalam lingkungan.
KELOMPOK BIII

b. Partisipasi, yaitu keikutsertaan dalam mendayagunakan asset atau sumber daya


yang terbatas tersebut.
c. Kontrol, yaitu bahwa lelaki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama
untuk melakukan kontrol atas pemanfaatan sumber daya tersebut.
d. Manfaat, yaitu bahwa lelaki dan perempuan harus sama-sama menikmati hasil-
hasil pemanfaatan sumber daya atau pembangunan secara bersama dan setara

5. Teori Adiyoso
Menurut Adiyoso yang dikutip oleh Endang Sutisna, ada beberapa indikator
yang diusulkan untuk suksesnya program pemberdayaan masyarakat, yaitu:
a. Adanya perubahan dalam kemampuan masyarakat dalam merencanakan
dan mengelola program pembangunan.
b. Ada peningkatan keikutsertaan masyarakat dalam setiap proses
pembangunan.
c. Kepedulian Pemerintah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat
d. Dampak Ekonomi nyata sebagai hasil kegiatan ekonomi produktif
masyarakat.

6. Indikator menurut Suharto


Suharto (dalam Hatu, 2010:103) menjelaskan bahwa dimensi-dimensi yang
dapat dijadikan indikator pemberdayaan masyarakat dalam suatu negara
disesuaikan dengan program pembangunan yang mengarah pada kesejahteraan
masyarakat yaitu; a) masyarakat memenuhi kebutuhan ekonomi, pendidikan dan
kesehatan, b) pendapatan masyarakat meningkat dan c) masyarakat dapat
berpartisipasi dalam pembangunan. Uruaian dari indikator tersebut sebagai
berikut:
a. Pemenuhan Kebutuhan Ekonomi, Pendidikan dan Kesehatan
Pemberdayaan masyarakat tidak terlepas dari pemenuhan kebutuhan
kebutuhan. Kebutuhan ekonomi berkenaan dengan mutu pekerjaan
masyarakat sedangkan di bidang pendidikan berkenaan dengan
pengembangan ilmu pengetahuan.
b. Peningkatan Pendapatan masyarakat Pemberdayaan masyarakat dapat
dilihat pula dengan peningkatan pendapatan masyarakat. Misalnya
petani dapat meningkat hasil panennya sehingga menambah
pengahasilannya setiap bulan.
KELOMPOK BIII

c. Partisipasi dalam pembangunan. Pemeberdayaan masyarakat tampak


pula pada partisipasi dalam pembangunan di desa, seperti
pembangunan infrastruktur dalam bentuk parisipasi ide pikiran,
partisipasi bantuan dana maupun bantuan tenaga dalam pembangunan
yang ada di desa.

DAFTAR PUSTAKA

Firmansyah, H. (2012). Ketercapaian Indikator Keberdayaan Masyarakat dalam


Program Pemberdayaan Fakir Miskin (P2FM) di Kota Banjarmasin. Jurnal
Agribisnis Perdesaan-Volume 02 Nomor 02 Juni 2012 , 172-180. [Online].
tersedia di: http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=96365&val=2296. [Diakses Pada 30 April 2017].
Fujikake, Yoko, 2008, Qualitative Evaluation: Evaluating Peoples Empowerent,
Japanese Journal of Evaluation Studies, Vol 8 No 2, 2008, pp 25 37, Japan
Evaluation Society

Hadi, Agus Purbathin. (tt). Konsep Pemberdayaan, Partisipasi dan Kelembagaan


dalam Pembangunan. http://suniscome.50webs.com/32%20Konsep
%20Pemberdayaan%20Partisipasi%20Kelembagaan.pdf. [Diakses Pada 01
Mei 2017].

Hatu, Rauf A. 2010. Pemberdayaan dan Pendampingan Sosial dalam Masyarakat


(Suatu Kajian Teortis). Inovasi. Volume 7. Nomor 4. Desember.

Nugroho T., dan Agus Suryono. 2008. Paradigma, Model, Pendekatan


Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat di Era Otoda. Malang:
Lembaga Penerbitan dan Dokumentasi FIA-Unibraw.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 65 Tahun 2013 Tentang


Pedoman Pelaksanaan dan Pembinaan Pemberdayaan Masyarakat Bidang
Kesehatan

Suharto, E. (2009). Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian


Strategi. 63.

Sumodiningrat, G. (1999). Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman


Sosial. Jakarta: Gramedia.

Sutisna, E. S. 2012. Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan Teori dan


Implementasi. Yogyakarta: Gajah Mada University. 54-55.

You might also like