You are on page 1of 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Balita

Balita adalah semua anak termasuk bayi baru lahir yang berusia 0 sampai

menjelang 5 tahun ( Ferry, 2007). Balita atau anak bawah umur lima tahun adalah

anak usia kurang dari lima tahun sehingga bagi usia di bawah satu tahun juga

termasuk dalam golongan ini. Namun faal (bekerja alt tubuh semestinya) bagi usia di

bawah satu tahun berbeda dengan anak usia di atas satu tahun, maka anak di bawah

satu tahun tidak ternasuk ke dalam golongan yang dikatakan balita. Anak usia 1

samapai 5 tahun dapat pula dikatakan mulai disapih atau selepas menyusu sampai

dengan pra-sekolah. Sesuai dengan pertumbuhan badan dan perkembangan

kecerdasannya, faal tubuhnya juga mengalami perkembangan sehingga jenis

makanana dan cara pemberiannya pun harus disesuaikan dengan keadaannya.

Berdasarkan karakteristiknya balita 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

anak yang berumur 1-3 tahun yang dikenal dengan balita merupakan konsumen pasif.

Sedangkan usia pra-sekolah lebih dikenal sebagai konsumen aktif (Uripi, 2004)

2.2 Status Gizi Balita

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan

penggunaan zat gizi. Dibedakan atas status gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, dan gizi

lebih (Almatsier, 2006 yang dikutip oleh Simarmata, 2009).

Status gizi merupakan merupakan factor yang terdapat dalam level individu

(level yang paling mikro). Faktor yang mempengaruhi secara langsung adalah asupan

makanan dan infeksi. Pengaruh tidak langsung dari status gizi ada tiga factor yaitu

ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, dan lingkungan kesehatan yang
tepat, termasuk akses terhadap pelayanan kesehatan (Riyadi, 2001 yang dikutip oleh

Simarmata, 2009).

2.2.1 Penilaian Status Gizi Balita

Pada penelitian dilakukan penilaian status gizi balita secara langsung

menggunakian antropometri (BB/U,TB/U dan BB/TB) dan secara tidak langsung

yaitu survei konsumsi makanan dan faktor ekologi (social budaya).

a. Penilaian Status Gizi Secara langsung


Antropometri gizi berhubungan deengan berbagai macam pengukuran dimensi

tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan, protein dan

energy. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi

jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan junlah air dalam tubuh (Supariasa, 2002).

Antropometri sebagai indicator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur

beberapa parameter.
1. BB/U
Berat badan merupakan salah satu parameter yang menggambarkan

masa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan

kecil. Oleh karena itu parameter ini sangat labil dan hanya bisa akurat jika

tubuh dalam keadaan normal. Saat kondsi abnormal, berat badan mungkin

lebih lambat maupun lebih cepat dari yang seharusnya (Anggraeni, 2012).
Indeks BB/U lebih mudah dimengerti oleh masyarakat. Indeks ini

dapat digunakan untuk menilai status gizi akut atau kronis, sangat sensitif

terhadap perubahan-perubahan kecil dan dapat mendeteksi kegemukan

(overweight) Supariasa dkk, 2011).


2. TB/U atau PB/U
Tinggi badan adalah parameter yang dapat melihat status gizi

sekarang dan keadaan yang telah lalu. Pertumbuan tinggi / panjang badan

tidak secepat dan signifikan berat badan, serta realtif kurang sensitif untuk
menilai masalah kekurangan gizi dalam waktu singkat. Status kekurangan

gizi baru terkihat dalam waktu yang relatif lama (Anggraeni, 2012).
3. BB/TB atau BB/PB
Berat badan mempunyai hubungan yang linear dengan tinggi badan.

Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan

tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks ini merupakan indeks yang

baik untuk menilai ststus gizi saat ini. Indeks BB/TB merupakan indeks yang

independen terhadap umur (Anggraeni, 2012).


b. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
1. Survei Konsumsi Makanan
Survei Konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi

secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang

dikonsumsi. Digunakan dengan cara memberikan gambaran tentang

konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga, dan individu. Survei

ini dapat mengidentifikasi kekurangan atau kelebihan zat gizi (Supariasa,

2011).
2. Faktor Ekologi
Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah

ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan

budaya. Junlah makanan yang tersedai sangat tergantung dari keadaan

ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dn lain-lain.


2.2.2 Klasifikasi Status Gizi
Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering

disebut reference, beberapa standar baku tersebut yaitu menurut Gomez (1956),

Wellcome trust, Waterlow, Jelliffe, Bengoa, WHO (2011), Depkes RI 2002 serta

menurut Sk Menkes WHO-NCHS (2010).


Baku antropometri yang sering digunakan di Indonesia adalah World Health

organization National Centre for Health Statistic (WHO-NCHS). Sehingga baku

antropometri yang digunakan dalam penelitian ini adaklah SK Menkes WHO-NCHS

(2010) sebagaimana dapat dilihat dalam table 2.1.


Table 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks

(SK Menkes WHO-NCHS, 2010)

Kategori Ambang Batas


Indeks
Status Gizi (Z-Score)
Gizi Buruk < - 3 SD
Berat Badan menurut Umur (BB/U) Gizi Kurang -3 SD sampai dengan < -2 SD
Anak Umur 0 60 Bulan Gizi Baik -2 SD sampai dengan 2 SD
Gizi Lebih >2 SD
Panjang Badan menurut Umur (PB/U) Sangat Pendek < -3 SD
Pendek -3 SD sampai dengan < -2 SD
atau Tinggi Badan menurut Umur
Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
(TB/U) Anak Umur 0 60 Bulan Tinggi >2 SD
Berat Badan menurut Panjang Badan Sangat Kurus < -3 SD
(BB/PB) atau Berat Badan menurut Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD
Tinggi Badan (BB/TB) Anak Umur 0 Normal -2 SD sampai dengan 2 SD

60 Bulan Gemuk >2 SD


Sangat Kurus < -3 SD
Indeks massa Tubuh menurut Umur Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD
(IMT/U) Anak Umur 0 60 Bulan Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Gemuk >2 SD
Sangat Kurus < -3 SD
Indeks Massa Tubuh menurut Umur Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 1 SD
(IMT/U) Anak Umur 5 18 Tahun Gemuk >1 SD sampai dengan 2 SD
Obesitas >2 SD

Sumber : SK Menkes (2010)

2.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi


2.3.1 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setalah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini

terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh


melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang

sangat penting terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo 2003).


Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal

dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik, buku

petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebgainya

(Notoatmojo 2003), bisa juga melalui proses pembelajaran seperti

penyuluhan, pelatihan atau kursus (Istiarti, 2000).


Pengetahuan gizi memegang peranan sangat penting dalam menggunkan

mkanan yang baik sehingga daapt mencapai keadaaan gizi yang cukup.

Tingkat pengetahuan gizi ibu sebagai pengelola rumah tangga berpengaruh

pada jenis bahan makanan yang dikonsumsi rumah tangga sehari-hari.

Pengetahuan gizi dapat diperoleh dari pendidikan formal maupun pendidikan

non formal. Pengetahuan gizi memegang peranan sangat penting dalam

menggunakan makanan dengan tepat, sehingga dapat tercapai keadaan dan

status gizi yang baik (Suhardjo, 1989).


Menurut hasil penelitian Ikhwansyah (2004) di Kecamatan Y Kabupaten Z,

terdapat hubungan secara bermakna (p > 0,05) antara pengetahuan ibu

dengan status gizi anak balita. Serta sejalan dengan Penelitian Yudi (2008) di

Kecamatan Y Kota Z.
2.3.2 Pendidikan Ibu

Menurut Slope (1989), pendidikan adalah jenjang pendidikan formal

yang pernah dialami seseorang dan berijazah. Pendidikan dapat

mempengaruhi seseorang dalam kesehatan terutama pada pola asuh anak,

alokasi sumber zat gizi serta utilisasi informasi lainnya. Rendahnya tingkat

pendidikan ibu menyebabkan berbagai keterbatasan dalam menangani

masalah gizi dan keluarga serta anak balitanya (Herman, 1990).


Pendidikan ibu merupakan modal utama dalam menunjang ekonomi

keluarga juga berperan dalam penyusunan makan keluarga, serta pengasuhan

dan perawatan anak. Bagi keluarga dengan tingkat pendidikan yang tinggi

akan lebih mudah menerima informasi kesehatan khususnya dibidang gizi,

sehingga dapat menambah pengetahuan dan mampu menerapkan dalam

kehidupan seharihari (Depkes RI, 1990).

Pendidikan adalah suatu proses yang berjalan berkesinambungan.

Mulai dari usia anakanak sampai dewasa karena itu memerlukan beraneka

cara dan sumber (Depkes RI, 1990). Tingkat pendidikan merupakan salah

satu indikator social dalam masyarakat karena melalui pendidikan sikap

tingkah laku manusia dapat meningkat dan berubah citra sosialnya. Di

samping itu, tingkat pendidikan dapat juga dijadikan sebagai cermin keadaan

social ekonomi didalam masyarakat (Soekirman, 1994). Tujuan akhir dari

suatu pendidikan pada dasarnya adalah untuk menghilangkan faktorfactor

perilaku dan social budaya yang merupakan hambatan bagi perbaikan

kesehatan, menumbuhkan perilaku dan social budaya yang positif

sehinggabaik individu maupun masyarakat itu dapat meningkatkan sendiri

taraf kesehatan masyaraka (Soekirman, 1994).

Tingkat pendidikan yang dimiliki wanita bukan hanya bermanfaat

bagi penambahan pengetahuan dan peningkatan kesempatan kerja yang

dimilikinya, tetapi juga merupakan bekal atau sumbangan dalam upaya

memenuhikebutuhan dirinya serta mereka yang tergantung padanya.

Pendidikan ibu merupakan factor yang sangat penting. Tinggi

rendahnya tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat

pengertahuan terhadap perawatan kesehatan, pemeriksaan kehamilan dan


pasca persalinan, serta kesadaran terhada kesehatan dan gizi anakanak dan

keluarganya. Disamping itu pendidikan berpengaruh pula pada factor social

ekonomi lainnya seperti pendapatan, pekerjaan, kebiasaan hidup, makanan,

perumahan dan tempat tinggal. Tingkat pendidikan turut pula menentukan

mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang

mereka peroleh. Hal ini bisa dijadikan landasan untuk membedakan metode

penyuluhan yang tepat. Dari kepentingan gizi keluarga, pendidikan

diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi

didalam keluarga dan bisa mengambil tindakan secepatnya (Suhardjo, 2003).

2.4 Kerangka Konsep

PENDIDIKAN KESEHATAN STATUS GIZI

PENGETAHUAN

2.5 Definisi Operasional

Sub Hasil Ukur


Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Skala
Varibael dan Kategori
Status Status Keadaan tubuh yang Menimbang Microtoise, BB/U Ordinal
Gizi lebih : > 2
Gizi Gizi diakibatkan oleh berat badan Dacin,
Mengukur SD
Balita keseimbanagan antara Formulir Gizi Baik : -2
tinggi SD s/d +2 SD
asupan zat gizi dengan pengukuran Gizi Kurang :
badan
kebutuhan sesuai Wawancara TB dan BB -3 SD s/d <-2

indikator BB/U, TB/U, anak Balita SD


Gizi buruk : <-
BB/TB
3 SD
PB/U atau
TB/U
Tinggi : >2 SD
Normal : -2

SD s/d +2SD
Pendek : -3

SD
Sangat Pendek

: <-3, 0 SD
BB/PB atau

BB/TB
Gemuk : >2

SD
Normal : -2, 0

SD s/d +2 SD
Kurus : -3SD

s/d <-2 SD
Sangat Kurus :

< -3 SD
IMT/U 0-60

bulan
Pengeta Pemahaman ibu Wawancara Kuesioner 1. Baik, jika Ordinal

huan mengenai makanan pertanyaan

yang berkaitan benar

dengan balita yang 75%


2. Kurang
meliputi guna
baik, jika
makanan, pemberian
pertanyaan
makanan sesuai umur,
benar
kaitan makanan
75%
dengan tumbuh

kembang balita,
pengolahan makanan.
Pendidi Jenjang pendidikan Wawancara - Kuesioner (0) Rendah :
- Ijazah
kan formal terakhir yang - Terakhir SD

berhasil diselesaikan SLTP/MTs


(1)
oleh responden yang
Menengah :
dibutikan dengan
SMA/SMK
ijazah terakhir. (2) Tinggi :

D3/S1 (UU

No.20 Th

2003)

You might also like