You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengertian perancangan kota (urban design) dapat ditinjau dari segi profesi
maupun dari segi disiplin keilmuan. Dari segi profesi, menjelaskan bahwa urban
design merupakan suatu jembatan antara profesi perencana kota dengan arsitektur
dengan perhatian utama pada bentuk fisik kota (Catanese, 1986). Berdasarkan
disiplin keilmuan, urban design merupakan bagian dari proses perencanaan yang
berhubungan dengan kualitas fisik kota (Shirvani, 1985). Panduan Rancang Kota
adalah suatu set perangkat panduan dan peraturan yang digunakan untuk
mengatur dan membatasi penggunaan dan pengembangan ruang kota dan
arsitektur kota (Yusuf, 2001).
Perancangan kota atau yang biasa disebut urban design, memiliki peranan
penting dalam perancanaan suatu kota. Hal ini dikarenakan perancangan kota
(urban design) merupakan kelanjutan dari perencanaan kota (urban planning),
bagaimanapun hasil perencanaan kota belum selesai tanpa ada rancang desain
dari rencana yang telah disusun (Shirvani, 1985). Sehingga dapat dikatakan antara
perencanaan dan perancangan kota merupakan dua kasus yang berbeda tetapi
berkaitan. Perancangan kota tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya
perencanaan. Begitu pula sebaliknya, perencanaan tanpa perancangan kota tidak
akan ada artinya.
Lokasi yang dijadikan sebagai lokasi studi dalam penelitian ini adalah salah satu
kawasan heritage yang saat ini beralih fungsi menjadi kawasan perdagangan dan
jasa di Kota Surabaya, yakni Kawasan Koridor Jalan Kembang Jepun. Perkembangan
bangunan pada Koridor Kembang Jepun dipengaruhi oleh masa kolonial, dimana
pada masa itu banyak masyarakat tionghoa yang datang ke Surabaya dan tinggal di
kawasan tersebut. Pada tahun 1930an gerbang Jalan Kembang Jepun pernah
diruntuhkan dan dibangun kembali pada tahun 2003. Pembangunan kembali
gerbang Jalan Kembang Jepun ini bertujuan untuk menghidupkan kembali suasana
kawasan Kembang Jepun, namun hal ini tidak berlangsung lama.
Oleh karena itu, perancangan yang akan direncanakan pada kawasan studi
nantinya bertujuan untuk menghidupkan kembali kawasan urban heritage Kembang
Jepun dengan didukung oleh perdagangan dan jasa yang ada pada kawasan
tersebut. Perancangan akan didasarkan menggunakan konsep Heritage Business
District (HBD) dengan tetap melihat peraturan dan rencana detail tata ruang yang
diterapkan pada kawasan Kembang Jepun, sehingga diharapkan nantinya
perancangan kota ini dapat menjawab permasalahan yang ada pada kawasan
tersebut.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Mengidentifikasi permasalahan dan menganalisa lokasi studi yakni kawasan
Kembang Jepun.
2. Melakukan perencanaan pada Kawasan Koridor Jalan Kembang Jepun
berdasarkan teori perancangan kota dengan konsep Heritage Business District
(HBD).
3. Melakukan penyesuaian antara rencana yang sudah direncanakan dengan
peraturan-peraturan tata ruang yang sudah ada.

1.3 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan
Pada bab I ini berisi latar belakang, tujuan dan sistematika penulisan dari
penelitian tentang perencanaan dan perancangan kota pada Kawasan Koridor
Jalan Kembang Jepun.
Bab II : Tinjauan Pustaka
Bab II berisikan tinjauan pustaka mengenai teori dan konsep yang menjadi
dasar dalam perencanaan dan perancangan kota pada Kawasan Koridor Jalan
Kembang Jepun.
Bab III: Tahapan Perencanaan
Bab III berisikan penjelasan mengenai proses perencanaan dan perancangan
kota pada Kawasan Koridor Jalan Kembang Jepun yang meliputi input, proses
dan output serta visualisasi rancangan dalam bentuk 3D yang dapat dilihat dari
Perspektif Mata Burung dan Perspektif Mata Normal.
Bab IV: Penutup
Bab IV berisikan kesimpulan dari keseluruhan hasil penelitian tentang
perencanaan dan perancangan kota pada Kawasan Koridor Jalan Kembang Jepun
yang telah dibahas sebelumnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kota yang baik merupakan suatu kesatuan sistem organisasi, baik bersifat sosial, visual
maupun fisik yang terancang secara terpadu. Suatu kota tidak cukup hanya direncanakan tetapi
juga harus dirancang. Perancangan Kota (urban design) merupakan jembatan antara
perencanaan kota dan perancangan arsitektural (baik bangunan maupun ruang-ruang luar
diantaranya), bersifat 3 dimensi dan mudah dipahami secara visual. Pada umumnya,
perancangan kota didasarkan pada kualitas estetis kemudian ditambah dengan kriteria dan
efisiensi.
Menurut Hamid Shirvani (1985) menyimpulkan, bahwa proses perancangan kota
mencakup kriteria terukur dan kriteria tidak terukur yang bekerja dalam kerangka
kerja generik. Kriteria terukur (Measurable Criteria) merupakan kriteria yang
berkaitan dengan aspek keamanan, kesehatan, keselamatan yang termasuk dalam
ranah kriteria ini. Sedangkan kriteria tidak terukur (Non Measurable Criteria)
merupakan kriteria yang berkaitan dengan nilai estetika suatu kota.

2.1 Kriteria Tak Terukur


Menurut Lynch, terdapat lima unsur lingkungan kriteria tak terukur dimana
identitas dapat dibaca dan dikenali masyarakat meliputi:

2.1.1 Path
Path adalah jalur sirkulasi yang digunakan masyarakat untuk menuju atau
meninggalkan lingkungannya. Wujudnya bisa berupa jalur jalan, pedestrian, ways,
jalur kereta api dan jalur sungai. Secara umum path dilengkapi dengan elemen
pengarah, peneduh, pembatas dan elemen pembentuk estetika lingkungan. Path
pada umumnya meliputi jalan di jalur darat, laut, dan udara, namun pathways yang
terdapat di daerah Kembang Jepun hanya jalur darat. Path dalam kategori ini dapat
meliputi jalur pedestrian, jalan yang dapat dilalui kendaraan, maupun jalur yang
menghubungkan keduanya. Jaringan sirkulasi atau yang disebut Pathways terbagi
menjadi dua macam, yaitu:
a. Pathways Mayor
Pathways mayor merupakan jalan-jalan utama yang ada pada kawasan atau
wilayah tertentu dengan frekuensi kendaraan tinggi.
b. Pathways Minor
Pathways minor merupakan kebalikan dari pathways mayor yaitu jalan
dengan frekuensi kendaraan rendah.

2.1.2 Landmark
Landmark adalah struktur fisik yang ditekankan pada fungsinya sebagai titik
orientasi (terutama secara visual) bagi masyarakat sekitarnya. Pada umumnya
landmark berupa struktur fisik yang mendominasi lingkungan sekitarnya. Landmark
juga bisa dibentuk oleh posisinya yang strategis pada lingkungan kota. Sebuah
landmark yang baik adalah elemen yang berada tetap harmonis dalam latar
belakangnya.

2.1.3 Nodes
Nodes adalah titik-titik kegiatan kota yang mempunyai peranan sebagai titik
orientasi yang lebih ditekankan pada bentuk kegiatan atau aktivitas rutin yang
sudah dikenal masyarakat, misalnya persimpangan lalu lintas, stasiun, lapangan
terbang, jembatan, kota secara keseluruhan dalam skala makro besar, pasar,
taman, square, tempat suatu bentuk perputaran pergerakan, dan sebagainya.
Nodes bisa berada pada lokasi yang sama dengan landmark.

2.1.4 Edge
Edge adalah batas wilayah yang mempunyai peranan sebagai pemutus suatu
kontinuitas. Edge bisa berwujud batas alam seperti pantai, tebing curam, sungai
atau batas buatan seperti tembok tinggi, saluran, serta lalu-lintas padat. Pembatas
alamiah dapat berupa sungai, dimana di lokasi studi peran ini diambil oleh Sungai
Kalimas yang mengalir di sepanjang Jalan Kalimas Utara, menjadi pembatas sebelah
barat dari lokasi studi. Namun pada lokasi sudi juga terdapat pembatas buatan yang
mebatasi wilayah Kembang Jepun dengan wilayah lainnya.

2.1.5 District
District adalah daerah di dalam kota yang muncul dalam imajinasi
masyarakat setempat yang ditentukan oleh kesamaan karakteristik wilayah
bersangkutan. Distrik memiliki ciri dan karakteristik kawasan yang berbeda dengan
kawasan disekitarnya, juga mempunyai identitas yang lebih baik jika batasnya
dibentuk dengan jelas tampilannya dan dapat dilihat homogen, serta fungsi dan
komposisinya jelas.
2.2 Kriteria Terukur
Kriteria terukur adalah kriteria dasar perancangan kota kriteria yang secara
kuantitatif dapat diukur dan diperoleh dari pertimbangan-pertimbangan faktor fisik
dasar, ekonomi maupun budaya. Kriteria terukur ini dapat dibagi menjadi kriteria
lingkungan alami dan bentuk, massa bangunan dan intensitas bangunan (Shirvani,
1985:133). Hal ini biasanya berhubungan dengan ketinggian, besar, rasio ukuran
luas lantai, setback, buildilng coverage. Kriteria terukur digunakan untuk menyusun
amplop bangunan, yaitu suatu kerangka atau garis batasan maya untuk membatasi
kawasan tersebut boleh dibangun. Batasan-batasan ini menyangkut ketinggian
bangunan (KLB) dan sempadan bangunan.

2.2.1 Pemunduran Bangunan


Garis Sempadan Bangunan (GSB) yaitu garis maya pada persil atau tapak
sebagai batas minimum diperkenankannya didirikan bangunan, dihitung dari garis
sempadan jalan atau garis sempadan pagar atau batas persil atau tapak. GSB juga
merupakan ruang batas bangunan yang diukur dari pagar halaman sampai dengan
garis dinding depan bangunan. GSB ini menunjukkan batas dinding terluar
bangunan yang menghadap ke jalan. GSB tidak boleh dilampaui oleh bangunan ke
arah garis sempadan jalan yang ditetapkan dalam perencanaan kota.

2.2.2 Ketinggian Bangunan


Menurut Peraturan Walikota Surabaya No. 39 Tahun 2012, ketinggian
bangunan merupakan tinggi suatu bangunan dihitung mulai dari muka tanah
sampai elemen bangunan tertinggi, dinyatakan dalam ukuran meter atau jumlah
lantai bangunan dengan ketinggian per lantai bangunan antara 3 m (tiga meter)
sampai dengan 5 m (lima meter). Pengaturan ketinggian digunakan untuk
memberikan keseimbangan pencahayaan, sirkulasi udara, dan pencegahan bahaya
kebakaran pada masing-masing bangunan.

2.2.3 Jarak Antar Bangunan


Jarak antar bangunan menjadi bagian yang penting dalam perancangan kota.
Di dalam Pasal 13 Undang-undang No. 28 Tahun 2002 mengenai Bangunan Gedung
telah menyebutkan bahwasanya sebuah bangunan haruslah memiliki berbagai
persyaratan jarak bebas bangunan yg di dalamnya meliputi GSB serta jarak antar
bangunan. Berdasarkan UU Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan
Perda No. 7 Tahun 1992 Pasal 26 tentang Ketentuan jarak antar bangunan
ketentuan besarnya jarak antar bangunan dalam 1 persil ditetapkan sekurang-
kurangnya 3 meter.
Adapun cara untuk menentukan jarak antar bangunan yang lebih mudah dan
fleksibel untuk berbagai kondisi empiris adalah dengan menggunakan rumus.
Formula yang digunakan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 7 Tahun
1992 adalah:
-1
D = h1 + h2
2

Dimana:
D = jarak antara dua bangunan (dalam meter)
h1 = tinggi bangunan 1 (dalam meter)
h2 = tinggi bangunan 2 (dalam meter)

2.3 Urban Regeneration


Urban regeneration terdiri dari dua kata penting yaitu urban dan regeneration.
Urban sendiri berarti kota sedangkan regeneratioan dapat diartikan sebagai proses
penggantian sesuatu yang telah rusak menjadi terlihat baru kembali. Untuk
memahami makna urban regeneration secara jelas dapat dengan melihat contoh
urban regeneration yang ada di Glasgow, Inggris. Kota ini dulu sebelum tahun 90-an
merupakan kota industri tapi kemudian berubah menjadi City of Culture yang
berbasis pada pemanfaatan energi kota. Perubahan fungsi kota di Kota Glasgow
juga merubah kegiatan ekonominya yang kemudian meningkatkan perekonomian di
kota ini tanpa meninggalkan budaya dari masyarakatnya. Dari penjelasan contoh di
atas dapat diketahui bahwa urban regeneration mempunyai pengertian sebagai
perubahan struktur kehidupan kota dalam berbagai bidang kehidupan untuk
mendapatkan kehidupan kota yang lebih baik.
Suatu kota yang melakukan urban regeneration mempunyai beberapa alasan
diantaranya adalah keadaan kota yang mulai tidak sehat dan ditinggalkan
penduduknya, sesuatu yang mengalami kerusakan, kota yang terbengkalai, dan
sebagainya. Urban regeneration sendiri mempunyai beberapa bentuk diantaranya
adalah:
1. Revitalisasi adalah upaya mengembalikan fungsi kawasan yang dulu hilang
dengan memperhatikan aspek fisik, ekonomi, sosial, dan lingkungan.
2. Urban renewal adalah suatu upaya perawatan kembali suatu wilayah dengan
mengganti sebagian atau seluruh unsur-unsur lama dengan unsur-unsur baru
dengan tujuan untuk meningkatkan vitalitas dan kualitas lingkungan
sehingga kawasan tersebut memberikan kontribusi yang lebih baik bagi kota
secara keseluruhan (UU No. 24 / Tahun 1992).
3. Gentrifikasi merupakan upaya vitalitas suatu kawasan kota melalui upaya
peningkatan kualitas lingkungan tanpa menimbulkan perubahan struktur
kawasan.
Dalam urban regeneration juga terdapat tiga tipologi yang dapat digunakan
sebagai dasar untuk menentukan apakah suatu daerah perlu melakukan urban
regeneration atau tidak. Adapun tipologi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Urban centre merupakan suatu kawasan yang memiliki jaringan transportasi
yang kuat, mengandung banyak warisan budaya, terdapat beberapa
residential activity, terdapat CBD dengan guna lahan yang padat dan harga
lahan tinggi, munculnya secondary nodes.
2. Informal settlement merupakan area yang illegal dan memiliki lingkungan
yang berbahaya dengan tingkat kemiskinan yang tinggi serta infrastruktur
yang terbatas.
3. Exclusion areas merupakan kawasan inner city dan peripheral location yang
dipenuhi dengan banyaknya migrant dan memiliki standar pelayanan sosial
yang rendah.

2.4 Revitalisasi Kawasan


Revitalisasi Kawasan adalah rangkaian upaya menghidupkan kembali kawasan
yang cenderung mati, dan mengembangkan kawasan untuk menemukan kembali
potensi yang dimiliki, sehingga diharapkan dapat memberikan peningkatan kualitas
lingkungan yang pada akhirnya berdampak pada kualitas kehidupan masyarakat.
Sebagai sebuah kegiatan yang sangat kompleks, revitalisasi terjadi melalui
beberapa tahapan dan membutuhkan kurun waktu tertentu serta meliputi hal - hal
sebagai berikut.
1. Intervensi fisik
Mengingat citra kawasan sangat erat kaitannya dengan kondisi visual
kawasan khususnya dalam menarik kegiatan dan pengunjung, intervensi fisik
ini perlu dilakukan. Intervensi fisik mengawali kegiatan fisik revitalisasi dan
dilakukan secara bertahap, meliputi perbaikan dan peningkatan kualitas dan
kondisi fisik bangunan, tata hijau, sistem penghubung, system tanda/reklame
dan ruang terbuka kawasan (urban realm). Isu lingkungan (environmental
sustainability) pun menjadi penting, sehingga intervensi fisik pun sudah
semestinya memperhatikan konteks lingkungan. Perencanaan fisik tetap
harus dilandasi pemikiran jangka panjang.
2. Rehabilitasi ekonomi
Perbaikan fisik kawasan yang bersifat jangka pendek, diharapkan bisa
mengakomodasi kegiatan ekonomi informal dan formal (local economic
development), sehingga mampu memberikan nilai tambah bagi kawasan kota
(P. Hall/U. Pfeiffer, 2001). Revitalisasi yang diawali dengan proses peremajaan
artefak urban harus mendukung proses rehabilitasi kegiatan ekonomi. Dalam
konteks revitalisasi perlu dikembangkan fungsi campuran yang bisa
mendorong terjadinya aktivitas ekonomi dan sosial (vitalitas baru).
3. Revitalisasi sosial/institusional
Arahan memvitalkan kembali kawasan yang menurun vitalitasnya melalui
perbaikan fisik dan merehabilitasi ekonomi, perlu didukung dengan tegas
dan mantap oleh institusi atau pemerintah. Menurut Budiharjo ( 1997 )
revitalisasi akan selalu berkaitan dengan peraturan perundangan, kebijakan
perencanaan dan perancangan kawasan didalamnya.
BAB III
TAHAPAN PERENCANAAN

Secara umum perencanaan dapat didefinisikan sebagai suatu proses guna


menentukan tindakan yang akan dilakukan pada masa yang akan datang secara
tepat, melewati berbagai tahapan atau urutan pilihan, dengan memanfaatkan
sumberdaya yang tersedia secara bijaksana. Dari definisi di atas ada hal yang perlu
digarisbawahi yaitu masa yang akan datang. Artinya perencanaan dilakukan untuk
mewujudkan masa depan yang lebih baik dari saat ini, dan kemarin, sehingga perlu
penggarapan rencana yang benar-benar mendalam dan paripurna. Proses
penggarapan inilah yang menentukan mutu atau kualitas rencana yang dihasilkan.
Selanjutnya dalam konteks wilayah, penggarapan rencana atau kegiatan
menentukan tindakan ini dilakukan melalui serangkaian tahapan yang disebut
dengan proses perencanaan. Banyak model proses perencanaan yang dikemukakan
para ahli seperti Anderson (1995, dalam Kustiawan, 2008), Patrick Geddes(Classical
Planning Process), Terry Moore (1988) dan yang lainnya. Namun secara umum dan
sederhana proses perencanaan adalah

INPUT PROSES
Gambaran umum kawasan perencanaan Penerapan konsep kriteria terukur dan tidak terukur Shirvani
Identifikasi Potensi dan Masalah Penyesuaian dengan peraturan dan kebijakan yang ada

OUTPUT
Rencana Perancangan Kawasan Kembang Jepun menggunakan konsep HBD (Heritage Business

3.1 Input Perencanaan


Pada tahap ini dilakukan studi literatur dan pengamatan secara
langsung untuk merumuskan gambaran umum kawasan Kembang Jepun.
Adapun pengumpulan data untuk gambaran umum tersebut meliputi
lokasi, batas wilayah perencanaan, kondisi eksisting, potensi dan masalah
di wilayah perencanaan.
Berdasarkan RDTR UP. Tanjung Perak Tahun 2010 Kawasan Kembang
Jepun merupakan salah satu kawasan Urban Heritage di Surabaya Utara
dengan arahan perencanaannya sebagai kawasan perdagangan dan jasa,
tepatnya berada di Kawasan Koridor Jalan Kembang Jepun, Kelurahan
Nyamplungan, Kecamatan Pabean Cantikan, Surabaya Utara. Batas
wilayah koridor Kembang Jepun adalah :
Utara : Kawasan Ampel
Selatan : Pasar Atom
Timur : Kapasan
Barat : Sungai Kalimas, Jalan Rajawali

Gambar 1. Peta eksisting Koridor Kembang Jepun


Sumber : Hasil analisa, 2015
Kondisi eksisting pada koridor Kembang Jepun didominasi didominasi
oleh perdagangan dan jasa dengan mayoritas ketinggian bangunan pada
Kawasan Kembang Jepun 3-4 meter. KDB pada Kawasan Kembang Jepun
mayoritas 80%-100% sehingga garis sempadan mayoritas 0 meter dan
proporsi KDH masih kurang.
Di samping itu, kawasan Kembang Jepun memiliki potensi sebagai
kawasan perdagangan dan jasa yang kuat, sesuai dengan arahan pada
RDTR UP. Tanjung Perak Tahun 2010. Kawasan ini juga diwarnai oleh
arsitektur gaya etnis Tionghoa yang cukup kental.

3.2 Proses Perencanaan


Rencana pengembangan kawasan Kembang Jepun ini menggunakan
Teori Shirvani yang mengimplementasikan kriteria terukur dan kriteria
tidak terukur. Untuk kriteria tidak terukur (Lynch), terdiri dari Path,
Landmark, Nodes, Edge, dan District.

3.2.1 Kriteria Tidak Terukur

3.2.1.1 Path
Jaringan sirkulasi atau yang disebut Pathways terbagi menjadi dua
macam, yaitu:
a. Pathways Mayor
Pathways mayor pada Koridor Kembang Jepun ialah Jl. Kembang Jepun
itu sendiri yang menghubungkan antara Jl. Rajawali dengan Jl. Kapasan.
b. Pathways Minor
Pathways minor pada Koridor Kembang Jepun antara lain Jl.
Songoyudan, Jl. Bongkaran, Jl. Slompretan, Jl. Dukuh, dll.

3.2.1.2 Landmark
Landmark pada Koridor Kembang Jepun berupa gapura yang
didesain dengan arsitektur Cina yang sangat pekat.

3.2.1.3 Nodes
Nodes pada Koridor Kembang Jepun terdiri dari persimpangan lalu
lintas. Nodes bisa berada pada lokasi yang sama dengan landmark.

3.2.1.4 Edge
Edge pada Koridor Kembang Jepun berupa pembatas alamiah yakni
sungai, dimana di lokasi studi peran ini diambil oleh Sungai Kalimas yang
mengalir di sepanjang Jalan Kalimas Utara, menjadi pembatas sebelah
barat dari lokasi studi. Namun pada lokasi sudi juga terdapat pembatas
buatan yang mebatasi wilayah Kembang Jepun dengan wilayah lainnya.

3.2.1.5 District
District pada Koridor Kembang Jepun merupakan Central Business District
(CBD) atau perdagangan dan jasa yang memang menjadi aktivitas utama di
kawasan ini. Pada koridor ini terdapat beberapa titik untuk melakukan kegiatan
bongkar-muat barang.

3.2.2 Kriteria Terukur


Kriteria terukur adalah kriteria dasar perancangan kota kriteria yang secara
kuantitatif dapat diukur dan diperoleh dari pertimbangan-pertimbangan faktor fisik
dasar, ekonomi maupun budaya. Kriteria terukur ini dapat dibagi menjadi kriteria
lingkungan alami dan bentuk, massa bangunan dan intensitas bangunan (Shirvani,
1985:133). Hal ini biasanya berhubungan dengan ketinggian, besar, rasio ukuran
luas lantai, setback, buildilng coverage. Batasan-batasan ini menyangkut ketinggian
bangunan (KLB) dan sempadan bangunan.

3.2.2.1 Pemunduran Bangunan


Pada kondisi eksisting di koridor Kembang Jepun terdapat bangunan dengan
GSB antara 0-2 meter, 2-4 meter, dan > 4 meter sehingga mayoritas bangunan-
bangunan yang ada sangat dekat dengan bahu jalan. Berikut adalah kondisi
eksisting GSB di koridor Jalan Kembang Jepun:
Tabel 1. Kondisi Eksisting GSB di Koridor Jalan Kembang Jepun
GSB Gambar

0-2 meter

2.4meter
>4 meter

Sumber: Survei Primer, 2015

3.2.2.2 Ketinggian Bangunan


Menurut Peraturan Walikota Surabaya No. 39 Tahun 2012, ketinggian
bangunan merupakan tinggi suatu bangunan dihitung mulai dari muka tanah
sampai elemen bangunan tertinggi, dinyatakan dalam ukuran meter atau jumlah
lantai bangunan dengan ketinggian per lantai bangunan antara 3 m (tiga meter)
sampai dengan 5 m (lima meter). Pengaturan ketinggian digunakan untuk
memberikan keseimbangan pencahayaan, sirkulasi udara, dan pencegahan bahaya
kebakaran pada masing-masing bangunan.

2.2.3 Jarak Antar Bangunan


Jarak antar bangunan menjadi bagian yang penting dalam perancangan kota.
Di dalam Pasal 13 Undang-undang No. 28 Tahun 2002 mengenai Bangunan Gedung
telah menyebutkan bahwasanya sebuah bangunan haruslah memiliki berbagai
persyaratan jarak bebas bangunan yg di dalamnya meliputi GSB serta jarak antar
bangunan. Berdasarkan UU Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan
Perda No. 7 Tahun 1992 Pasal 26 tentang Ketentuan jarak antar bangunan
ketentuan besarnya jarak antar bangunan dalam 1 persil ditetapkan sekurang-
kurangnya 3 meter.
Adapun cara untuk menentukan jarak antar bangunan yang lebih mudah dan
fleksibel untuk berbagai kondisi empiris adalah dengan menggunakan rumus.
Formula yang digunakan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 7 Tahun
1992 adalah:
-1
D = h1 + h2
2
Dimana:
D = jarak antara dua bangunan (dalam meter)
h1 = tinggi bangunan 1 (dalam meter)
h2 = tinggi bangunan 2 (dalam meter)

3.3 Output Perencanaan

Kriteria Terukur
Kriteria terukur adalah kriteria dasar perancangan kota kriteria yang
secara kuantitatif dapat diukur dan diperoleh dari pertimbangan-
pertimbangan faktor fisik dasar, ekonomi maupun budaya. Kriteria
terukur ini dapat dibagi menjadi kriteria lingkungan alami dan bentuk,
massa bangunan dan intensitas bangunan (Shirvani, 1985:133). Hal ini
biasanya berhubungan dengan ketinggian, besar, rasio ukuran luas lantai,
setback, buildilng coverage. Batasan-batasan ini menyangkut ketinggian
bangunan (KLB) dan sempadan bangunan.
3.3.1 Pemunduran Bangunan
Kondisi eksisting yang kurang sesuai dengan rencana menyebabkan adanya
pemunduran bangunan di koridor Kembang Jepun. Pemunduran tersebut secara
garis besar diatur sebagai berikut :

1. Pemunduran 0-2 meter


Bangunan-bangunan yang memiliki pemunduran bangunan < 2 meter seperti
bangunan permukiman yang ada di Jalan Dukuh serta bangunan
perdagangan dan jasa atau pertokoan yang ada di Jalan Kembang Jepun,
Jalan Slompretan, Jalan Songoyudan, Jalan Bongkaran, dan Jalan Dukuh.
2. Pemunduran 2-4 meter
Bangunan yang memiliki pemunduran bangunan sebesar 2-4 meter adalah
bangunan fasilitas peribadatan Klenteng yang ada di Jalan Dukuh.
3. Pemunduran 4-7 meter
Bangunan-bangunan yang memiliki pemunduran bangunan sebesar 4-7
meter adalah bangunan pertokoan yang ada di Jalan Kembang Jepun yang
akan dijadikan sebagai fasilitas umum berupa Hall dengan sebuah museum
di dalamnya.
4. Adapun bangunan yang tidak mengalami pemunduran sama sekali, seperti
bangunan Bank Mandiri, bangunan Jawa Pos, dan bangunan yang ada di sisi
kanan bangunan Jawa Pos. Bangunan-bangunan tersebut merupakan
bangunan cagar budaya di koridor Kembang Jepun yang tidak dapat diubah
keberadaannya.

2.2.2 Ketinggian Bangunan


Berdasarkan RDTRK UP. Tanjung Perak, perencanaan nilai KLB antara 200% -
400% atau setara dengan ketinggian sampai dengan 10m 40m banyak ditemukan
pada fungsi peruntukan bangunan sebagai perdagangan dan jasa seperti ruko dan
bangunan perkantoran yang antara lain berada di sepanjang koridor Jalan Perak
Barat - Jalan Perak Timur, Jalan Indrapura, Jalan Rajawali, Jalan Jembatan Merah,
Jalan Kembang Jepun dan Jalan Karet (kawasan kota lama), Jalan Veteran, Jalan KH.
Mansyur, Jalan Stasiun Kota Lama, Jalan Kebonrojo dan apartemen atau flat
(apartemen polisi di Jalan Gresik, Flat di dalam kompleks DBAL), dan lain-lain. Untuk
lebih jelasnya mengenai perencanaan ketinggian bangunan dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 2. Rencana Ketinggian Bangunan di Wilayah Perencanaan
No Penggunaan Lahan Tinggi Bangunan Keterangan
1 Permukiman 1-2 Lantai Permukiman penduduk
yang terletak di sekita
Jalan Dukuh.
2 Peribadatan 1-2 Lantai Peribadatan yang
terdapat di wilayah
perencanaan meliputi
klenteng, masjid, dll.
Peribadatan ini terletak
di sekitar Jalan Dukuh.
3 Hall 1-2 Lantai Hall merupakan
bangunan yang akan
direncanakan di salah
satu sisi koridor Jalan
Kembang Jepun dimana
akan terdapat pusat
kuliner, tempat
pertunjukkan dan
museum sejarah.
4 Ruko Perdagangan 3-4 Lantai Ruko yang
dan Jasa direncanakan 3-4 lantai
merupakan ruko yang
terletak di koridor Jalan
Kembang Jepun baik
untuk perdagangan
maupun Jasa.
Sumber: Hasil Analisa, 2015

2.2.3 Jarak Antar Bangunan


Berdasarkan survei primer dan perhitungan yang telah dilakukan, banyak
terdapat bangunan pada Kawasan Koridor Jalan Kembang Jepun yang tidak
memperhatikan jarak antar bangunan. Oleh karena itu, rancangan yang akan kami
buat untuk Kawasan Koridor Jalan Kembang Jepun adalah dengan menperhatikan
jarak bangunan.

Untuk ruko akan dibuat jarak 13 meter apabila bangunan telah mencapai 50
meter. Hal ini akan diterapkan pada ruko perdagangan dan jasa yang
terdapat di jalan utama koridor Jalan Kembang Jepun.
Sedangkan untuk permukiman dan peribadatan menggunakan standar
minimum jarak antar bangunan yaitu 3 meter.

Kriteria Tidak Terukur

Path

Perencanaan kawasan yang akan dilakukan pada bagian path di kawasan


Kembang Jepun ini adalah membuat pedestrian ways di sepanjang koridor Kembang
Jepun mengingat kondisi eksisiting dari pedestrian ways tersebut yang kurang baik.
Pedestrian ways ini juga akan dilengkapi dengan green canopy yang berfungsi
untuk mengurangi polusi yang ditimbulkan dari padatnya lalu lintas pada koridor
Kembang Jepun dan menambah suasana nyaman pada pejalan kaki. Green Canopy
adalah sebuah atap atau peneduh yang dibuat menggunakan tanaman. Berikut
merupakan gambar rencana dari pedestrian ways yang dilengkapi dengan green
canopy.

Landmark

Dalam perencanaan kawasan ini, gapura Kya-Kya tetap dijadikan sebagai


landmark di Kembang Jepun karena fungsi dari gapura ini juga sudah sesuai dan
desain dari gapura ini sesuai dengan arahan kawasan ini yaitu mempertahankan
urban heritage Tionghoa. Untuk lebih mengembangkan kawasan ini sesuai
peruntukkannya di RDTRK UP Tanjung Perak, maka akan dibuat juga landmark lain
seperti Klenteng, Jepun Plaza, dan Jepun Hall.
Klenteng merupakan sebuah tempat ibadah dari orang-orang Tionghoa. Di
kawasan Kembang Jepun sendiri sebenarnya sudah terdapat klenteng namun
ukurannya kecil yang bernama Klenteng Hong Tiek Hian. Untuk itu, agar lebih
mendukung peruntukkan kawasan ini sebagai kawasan urban heritage, akan
dibentuk sebuah Klenteng yang lebih besar mengingat kawasan ini juga didominasi
oleh masyarakat etnis Tionghoa. Selain itu, karena klenteng di kawasan ini tidak
termasuk kawasan bangunan Cagar Budaya maka dapat dilakukan pelebaran
terhadap bangunannya. Dan nantinya, klenteng tersebut juga akan dijadikan
sebagai landmark kawasan Kembang Jepun.
Selain klenteng, untuk dapat lebih mengembangkan kawasan Kembang Jepun
sebagai kawasan urban heritage, akan didirikan sebuah gedung pertunjukkan
dengan desain bertemakan Cina. Gedung ini dinamakan Jepun Hall. Fungsi dari
Jepun Hall adalah gedung yang dijadikan tempat pertunjukkan budaya dari Cina
yang dilengkapi dengan fasilitas food court bagi pengunjung Jepun Hall. Selain itu,
terdapat pula sebuah museum yang bertemakan Cina di dalam Jepun Hall tersebut.
Sehingga nantinya, Jepun Hall juga dijadikan sebagai landmark dari kawasan
Kembang Jepun.
Dalam kondisi eksisting, kawasan Kembang Jepun sangat didominasi oleh
perdagangan dan jasa. Maka dari itu untuk lebih meminimalisir penggunaan lahan
dan menciptakan kawasan perdagangan jasa yang lebih tertata di kawasan
Kembang Jepun, di buatlah sebuah pusat grosir yang dinamakan Jepun Plaza. Dan
nantinya, Jepun Plaza ini juga dijadikan sebuah landmark dari kawasan Kembang
Jepun.

Nodes

Dalam perencanaan kawasan ini, akan didirikan nodes lain seperti Jepun Plaza,
Jepun Hall, dan Taman di sepanjang sungai. Jepun Plaza merupakan pusat grosir di
kawasan Kembang Jepun. Selain sebagai sebuah landmark, Jepun Plaza juga dapat
dijadikan sebagai nodes karena nantinya Jepun Plaza merupakan titik berkumpulnya
aktivitas masyarakat di kawasan Kembang Jepun.
Selain Jepun Plaza, terdapat pula Jepun Hall yang dapat dijadikan sebagai
nodes. Jepun Hall merupakan gedung yang dijadikan sebagai tempat pertunjukkan
budaya dari Cina yang dilengkapi dengan fasilitas food court bagi pengunjung Jepun
Hall. Otomatis Jepun Hall dapat dijadikan pula titik berkumpulnya aktivitas
masyarakat di kawasan Kembang Jepun.
Terdapat pula satu nodes berupa taman di sepanjang sungai. Karena kawasan
Kembang Jepun sangat minim RTH, maka didirikan sebuah taman yang letaknya di
sepanjang sungai. Taman ini juga dapat dijadikan titik berkumpul oleh masyarakat.

Edge

Pembatas alamiah dapat berupa sungai, dimana di lokasi studi peran ini
diambil oleh Sungai Kalimas yang mengalir di sepanjang Jalan Kalimas Utara,
menjadi pembatas sebelah barat dari lokasi studi. Pembatas buatan yang ada di
lokasi studi adalah:
Sebelah Timur: Jalan Dukuh
Sebelah Barat: Jalan Kalimas Utara
Sebelah Utara: Jalan Kalimati Kulon
Sebelah Selatan: Jalan Kopi
District

Kawasan Kembang Jepun merupakan kawasan Central Business District yang


terletak di daerah Surabaya Utara. Kawasan ini merupakan sentra perdagangan
grosir yang kemudian dikenal sebagai CBD (Central Business District) I kota
Surabaya. Sesuai arahan dari RDTRK UP Tanjung Perak, kawasan Kembang Jepun
diperuntukkan sebagai kawasan perdagangan dan jasa serta kawasan urban
heritage. Kawasan Kembang Jepun terkenal memiliki arsitektur khas Tionghoa yang
sangat kental. Sehingga dalam perencanaannya, harus menggunakan arsitektur
khas Tionghoa untuk mendukung pengembangan kawasan sebagai kawasan urban
heritage.

Berdasarkan hasil analisa konsep kriteria terukur dan tidak terukur Shirvani
beserta kebijakan-kebijakan yang ada, maka didapatkan strategi untuk rencana
pengembangan pada koridor Kembang Jepun sebagai berikut :

1. Menetapkan kawasan yang memiliki nilai sosial-budaya sebagai


kawasan cagar budaya atau kawasan strategis dengan sudut
kepentingan sosial-budaya sesuai kriteria yang telah ditentukan.
2. Meningkatkan sarana dan prasarana lingkungan dalam
pengembangan kawasan yang selaras dengan kebutuhan daya
dukung seiring dengan adanya peningkatan intensitas kegiatan.
3. Memperkuat aktivitas yang telah ada dan mendorong pengembangan
aktivitas budaya, selaras dengan potensi yang dimiliki dalam
menciptakan iklim investasi yang kondusif.
4. Melakukan revitalisasi dalam pengembangan kawasan melalui
strategi pelestarian yang bersinergi dengan aktivitas ekonomi, sosial
dan budaya sehingga mampu mengembalikan dan meningkatkan
citra dan kualitas kawasan.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kawasan Koridor Kembang Jepun merupakan salah satu kawasan


urban heritage di Surabaya Utara dimana dalam perkembangannya
bangunan yang ada dikawasan tersebut dipengaruhi oleh masa kolonial
dan arsitektur etnis tionghoa. Namun saat ini permasalahan yang ada
pada kawasan tersebut yaitu suasana yang tidak hidup di Kawasan
Koridor Kembang Jepun pada saat malam hari. Oleh karena itu,
perancangan yang akan direncanakan pada kawasan studi nantinya
bertujuan untuk menghidupkan kembali kawasan urban heritage
Kembang Jepun dengan didukung oleh perdagangan dan jasa yang ada
pada kawasan tersebut.
Adapun rancangan yang akan direncanakan meliputi:
1. Pembangunan Jepun Plaza di Jalan Kembang Jepun sebagai pusat grosir
perdagangan dan jasa di kawasan tersebut.
2. Pembangunan Jepun Hall sebagai pusat kesenian di kawasan tersebut
dimana juga terdapat museum, panggung pertunjukkan dan pusat kuliner
atau foodcourt.
3. Penambahan RTH pada kawasan tersebut dalam bentuk pedestrian
dengan green canopy maupun pembangunan RTH di sepanjang Sungai
Kalimas.
4. Pelebaran bangunan Klenteng sebagai tempat ibadah masyarakat
tionghoa dan juga landmark dari Kawasan Koridor Kembang Jepun.
5. Adapun ketinggian bangunan yang akan direncanakan yaitu 3-4 lantai
untuk perdagangan dan jasa.

You might also like