You are on page 1of 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis


2.1.1 Autisme
Monks dkk., mengungkapkan bahwa autisme berasal dari kata autos yang
berarti aku. Pada pengertian nonilmiah kata tersebut dapat ditafsirkan bahwa semua
anak yang mengarah pada dirinya sendiri disebut dengan autisme. Sementara itu, Berk
mengartikan autisme dengan istilah absorbed in the self atau keasyikan dalam dirinya
sendiri. Sementara Wall mengartikan autisme sebagai aloof atau withdrawn, yang
mana anak-anak dengan gangguan autisme ini tidak tertarik dengan dunia di
sekelilingnya. Kemudian, Tilton mengungkapkan bahwa pemberian nama autisme
karena hal ini diyakini dari keasyikan yang berlebihan dalam dirinya sendiri. (Novan
Ardy, 2014)

Autisme adalah suatu gangguan perkembangan secara menyeluruh yang


mengakibatkan hambatan dalam kemampuan sosialisasi, komunikasi, dan juga
perilaku. Gejala autis ini pada umumnya muncul sebelum mencapai usia 3 tahun. Pada
umumnya penyandang autis mengacuhkan suara, pengelihatan ataupun kejadian yang
melibatkan mereka, dan mereka menghindari atau tidak merespon kontak sosial
misalnya pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak.(Sri Muji,
2014)

2.1.1.1 Sejarah Autisme


Deskripsi klinis pertama kali tentang kondisi khusus anak-anak muncul tahun
1800-an yang jika dikaji kondisi tersebut disebut autisme. Di tahun 1943, Leo Karner,
psikiater pertama yang diakui sebagai psikiater anak, menerbitkan sebuah investigasi
tentang autisme. Artikelnya Autistic Disturbances of Affective Contact begitu
berpengaruh untuk sejumlah waktu, namun ia mengkategorikannya ke dalam sindrom
Kanner. Dalam artikelnya Kanner meyakinkan kondisi ini berkaitan

10
11

dengan kurangnya kehangatan ibu dan kemelekatan pada anak, menghasilkan teori ibu
pendingin untuk autisme namun sekarang sudah ditinggalkan. (Anjali Sastri, 2012)
Di tahun 1964 psikolog Bernard Rimland, memiliki anak dengan autisme,
menentang penjelasan Kanner di bukunya Infantille Autism: The Syndrom and Its
Implications for a Neursl Theory of Behavior. Untuk pertama kalinya autisme dilihat
berbasiskan neurologis, disebabkan perbedaan di dalam otak dan bukannya pola
pengasuhan. (Anjali Sastri, 2012)
Pandangan modern muncul di tahun 1979 di Inggris ketika seorang dokter,
Lorna Wing, dan seorang psikiater, Judith Gould, meneliti banyak sampel anak-anak
dengan kelemahan interaksi sosial timbal balik. Dari sampel yang sama mereka juga
menemukan kalau anak-anak ini juga mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan
berimajinasi. Setelah penelitian ini kemudian dikenal konsep triadik yang menjadi
landasan dalam melihat autisme sampai saat ini. (Anjali Sastri, 2012)

2.1.2 Data Mining


Data mining dapat didefinisikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi
yang berguna dari gudang basis data yang besar yang membantu dalam pengambilan
keputusan. Teknik data mining menelusuri data yang ada untuk membangun sebuah
model dan menggunakan model tersebut agar dapat mengenali pola data yang lain yang
tidak berada dalam data yang tersimpan. Pengelompokan data juga dapat dilakukan
menggunakan data mining untuk mengetahui pola keseluruhan data-data yang dapat
diambil. (Eko Prasetyo, 2012)

2.1.2.1 Posisi Data Mining dalam Berbagai Disiplin Ilmu


Terdapat kesamaan antara sebagian bahasan dalam data mining dengan bahasan
di bidang ilmu yang lain. Kesamaan bidang data mining dengan statistic adalah
penyampelan, estimasi, dan pengujian hipotesa. Kesamaan dengan kecerdasan buatan
adalah pengenalan pola dan mesin pembelajaran adalah algoritma pencarian, teknik
pemodelan, dan teori pembelajaran. (Eko Prasetyo, 2012)
12

2.1.2.2 Pekerjaan dalam Data Mining


Terdapat empat kelompok pekerjaan yang berkaitan dengan data mining, yaitu
: (Eko Prasetyo, 2012)
1. Model prediksi

Model prediksi berkaitan dengan pembuatan sebuah model yang dapat melakukan
pemetaan dari setiap himpunan variable ke setiap targetnya, kemudian menggunakan
model tersebut untuk memberikan nilai target pada himpunan baru yang didapat.
Terdapat dua jenis model prediksi, yaitu klasifikasi dan regresi. Klasifikasi digunakan
untuk variable target diskret, sedangkan regresi untuk variable target kontinu.

2. Analisis Kelompok

Analisis kelompok melakukan pengelompokan data-data ke dalam sejumlah


kelompok berdasarkan keamanan karakteristik masing-masing data pada kelompok-
kelompok yang ada. Data-data yang masuk dalam batas kesamaan dengan
kelompoknya akan bergabung dalam kelompok tersebut, dan akan terpisah dalam
kelompok yang berbeda jika keluar dari batas kesamaan dengan kelompok tersebut.

3. Analisis Asosiasi

Analisis asosiasi digunakan untuk menemukan pola yang menggambarkan


kekuatan hubungan fitur dalam data. Pola yang ditemukan biasanya merepresentasikan
bentuk aturan implikasi atau subset fitur. Tujuannya adalah untuk menemukan pola
yang menarik dengan cara yang efisien.

4. Deteksi Anomali

Pekerjaan deteksi anomaly berkaitan dengan pengamatan sebuah data dari sejumlah
data secara signifikan mempunyai karakteristik yang berbeda dari sisa data yang lain.
Data data yang karakteristiknya menyimpang dari data yang lain disebut outlier.
Algoritma deteksi anomali yang baik harus mempunyai laju deteksi yang tinggi dan
laju error yang rendah.
13

2.1.2.3 Konsep Klasifikasi


Klasifikasi merupakan suatu pekerjaan menilai objek data untuk
memasukannya ke dalam kelas tertentu dari sejumlah kelas yang tersedia. Terdapat dua
pekerjaan utama dalam klasifikasi, yaitu pembangunan model sebagai prototype untuk
disimpan sebagai memori dan penggunaan model tersebut untuk melakukan
pengenalan/klasifikasi/prediksi pada suatu objek data lain agar diketahui di kelas mana
objek data tersebut dalam model yang sudah disimpannya. (Eko Prasetyo, 2012)

2.1.3 Algoritma Nave Bayes


Algoritma Naive Bayes merupakan salah satu algoritma yang terdapat pada
teknik klasifikasi. Naive Bayes merupakan pengklasifikasian dengan metode
probabilitas dan statistik yang dikemukan oleh ilmuwan Inggris Thomas Bayes, yaitu
memprediksi peluang di masa depan berdasarkan pengalaman dimasa sebelumnya
sehingga dikenal sebagai Teorema Bayes. Teorema tersebut dikombinasikan dengan
Nave dimana diasumsikan kondisi antar atribut independen.(Eko Prasetyo, 2012)

2.1.3.1 Teorema Bayes


Bayes merupakan teknik prediksi berbasis probabilistik sederhana yang
berdasar pada teorema Bayes dengan asumsi independensi yang kuat (naif). Nave
Bayes menggunakan model fitur independen. Maksud independensi yang kuat
(terutama Nave Bayes) pada fitur adalah bahwa sebuah fitur pada suatu data tidak
berkaitan dengan ada atau tidaknya suatu fitur lain pada data yang sama (Eko Prasetyo,
2012).

Formula umum teorema Bayes sebagai berikut :


(|). ()
(|) = . . (2.1)
()
Keterangan :
P(H | E) : probabilitas akhir bersyarat suatu hipotesis H terjadi jika diberikan
bukti (evidence) E terjadi
P(E | H) : probabilitas munculnya bukti (evidence) E terjadi akan mempengaruhi
hipotesis H
14

P(H) : probabilitas awal (priori) hipotesis H terjadi tanpa memandang evidence


apapun
P(E) : probabilitas awal (priori) evidence E terjadi

Terdapat beberapa hal penting dari aturan Bayes, yaitu

1. Sebuah probabilitas awal (priori) H atau P(H) adalah probabilitas dari suatu
hipotesis sebelum evidence diamati.
2. Sebuah probabilitas akhir H atau P(H|E) adalah probabilitas dari suatu hipotesis
setelah evidence diamati.

2.1.3.2 Nave Bayes untuk Klasifikasi


Kaitan antara Nave Bayes dengan klasifikasi, korelasi hipotesis, dan evidence
dengan klasifikasi adalah hipotesis dalam teorema Bayes merupakan label kelas yang
menjadi target pemetaan dalam klasifikasi, sedangkan evidence merupakan fitur-fitur
yang menjadi masukan dalam model klasifikasi. Jika X adalah vector masukan yang
berisi fitur dan Y adalah label kelas, Nave Bayes ditulis dengan notasi P(X|Y) yang
artinya probabilitas label kelas Y didapatkan jika fitur-fitur X yang diamati merupakan
kelas Y. Notasi ini dapat juga disebut probabilitas akhir (posterior probability) untuk
Y, sedangkan P(Y) disebut probabilitas awal (prior probability) Y (Eko Prasetyo,
2012).

Formulasi Nave Bayes untuk klasifikasi adalah

(). =1 ( |)
(|) = . . . (2.2)
()

Keterangan :
(|) : probabilitas data dengan vector X pada kelas Y.
=1 ( |) : probabilitas independen kelas Y dari semua fitur dalam vector
X.
P(X) : probabilitas awal (priori) vector fitur
P(Y) : probabilitas awal (priori) kelas Y
15

Persamaan (2.2) merupakan model dari Nave Bayesian yang akan digunakan
untuk proses klasifikasi. Untuk fitur tipe numeric (kontinu) terdapat perhitungan
khusus sebelum dimasukan ke dalam Nave Bayes dengan menggunakan Densitas
Gauss. (Eko Prasetyo, 2012).

2.1.4 Peningkatan Performa Algoritma Nave Bayes dengan Korelasi


Algoritma nave bayes merupakan salah satu algoritma klasifikasi yang terkenal
dan menghasilkan akurasi yang bagus. Pengklasifikasian dengan nave bayes dapat
dengan mudah diinduksi dari data set. Namun jika kekuatan independen atribut yang
kurang dan hanya menggunakan distribusi probabilitas untuk mendapatkan hasil
klasifikasi akan membuat akurasi nave bayes menjadi buruk. (Nurnberger, 1999)
Untuk itu dibutuhkan satu parameter tambahan untuk menentukan posterior probability
dengan analisis korelasi setiap atribut terhadap suatu kelas.

Analisis korelasi merupakan alat statistik yang digunakan untuk mengetahui


derajat hubungan linier suatu variable dengan variable lainnya. Tujuan analisis korelasi
adalah untuk mencari hubungan variable bebas (X) dengan variable terikat (Y). Berikut
adalah persamaan untuk menentukan korelasi : (Harinaldi, 2005)
()()
= . (2.3)
( 2 ()2 )( 2 ()2 )

Keterangan:

=Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

N = jumlah data

y = Jumlah perkalian antara variabel x dan Y

2 = Jumlah dari kuadrat nilai X

2 = Jumlah dari kuadrat nilai Y

()2 = Jumlah nilai X kemudian dikuadratkan

()2 = Jumlah nilai Y kemudian dikuadratkan


16

2.1.5 Metode Pembobotan Nilai Parameter


Pembobotan parameter mewakilkan seberapa besar pengaruh suatu parameter
terhadap parameter yang lainnya. Salah satu metode pembobotan yaitu metode ranking.
Dalam metode ranking setiap parameter akan disusun berdasarkan ranking. Penentuan
ranking bersifat subjektif dari yang paling penting ke yang kurang atau sebaliknya.
Setelah ranking ditetapkan, maka penentuan bobot dilakukan dengan pendekatan
jumlah ranking dengan persaman berikut : (Muhammad Banda, 2002)

( n + 1 )
= ... (2.4)
( + 1 )

= bobot normal untuk parameter ke j

n = banyak parameter yang sedang dikaji

p = parameter

= posisi ranking suatu parameter

Setiap parameter diberi bobot senilai ( n + 1 ) dan dinormalisasi dengan


( + 1 ).

2.1.6 Metode Pengembangan Waterfall


Metode pengembangan perangkat lunak Waterfall merupakan salah satu model
proses perangkat lunak yang mengambil kegiatan proses dasar seperti spesifikasi,
pengembangan, validasi, dan evolusi. Model ini kemudian merepresentasikannya ke
dalam bentuk fase-fase proses yang berbeda seperti analisis dan pendefinisian
kebutuhan, perancangan perangkat lunak, implementasi, pengujian unit, integrasi
sistem, pengujian sistem, serta operasi dan pemeliharaan (Sommerville, 2011).
17

Gambar 2. 1 Model Proses Waterfall


(Sumber : Sommerville, 2011)
Adapun penjelasan tahapan-tahapan dari model waterfall yang ditunjukkan pada
gambar 2.1 menurut Sommerville (2011) adalah sebagai berikut :

1. Analisis dan Penentuan Kebutuhan


Merupakan tahap pengumpulan informasi mengenai kebutuhan sistem yang
didapat dari pengguna (user). Proses ini mendefinisikan secara rinci mengenai
fungsi-fungsi, batasan dan tujuan dari perangkat lunak sebagai spesifikasi sistem.
2. Desain Sistem dan Perangkat Lunak
Tahap desain merupakan tahap yang melibatkan proses perancangan sistem yang
difokuskan pada empat atribut, yaitu struktur data, arsitektur perangkat lunak,
representasi antarmuka, dan detail (algoritma) prosedural. Yang dimaksud struktur
data adalah representasi dari hubungan logis antara elemen-elemen data individual.
3. Implementasi dan Pengujian
Pada tahap ini, perancangan perangkat lunak direalisasikan sebagai serangkaian
program atau unit program. Kemudian proses pengujian melibatkan verifikasi
bahwa setiap unit program telah memenuhi kebutuhan yang telah didefinisikan
pada tahap pertama.
18

4. Integrasi dan Uji Coba Sistem


Unit program/program individual diintegrasikan menjadi sebuah kesatuan sistem
dan kemudian dilakukan pengujian. Dengan kata lain, pengujian ini ditujukan
untuk menguji keterhubungan dari tiap-tiap fungsi perangkat lunak sudah
memenuhi kebutuhan. Setelah pengujian sistem selesai dilakukan, perangkat lunak
dikirim kepada pelanggan/user.
5. Operasi dan Pemeliharaan Sistem
Tahap ini biasanya memerlukan waktu yang paling lama, di mana sistem diterapkan
dan digunakan. Pemeliharaan mencakup proses pengoreksian beberapa kesalahan
yang tidak ditemukan pada tahap-tahap sebelumnya ataupun penambahan
kebutuhan-kebuthan baru yang diperlukan.

2.2 Tinjauan Empiris


Pada penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa penelitian terkait yang
pernah dilakukan oleh peneliti lain sebagai tinjauan studi, yaitu sebagai berikut :

1. Komparasi Algoritma Klasifikasi Data Mining Untuk Memprediksi Penyakit


Tuberulosis Studi Kasus Puskesmas Karawang Sukabumi. (Saputra, Rizal. 2014).
Pada penelitian ini penulis melakukan komparasi algoritma klasifikasi data
mining untuk memprediksi penyakit tuberculosis dengan empat metode data
mining yaitu algoritma C4.5, nave bayes classifier, neural network, dan logistic
regression. Hasil evaluasi dan validasi, diketahui bahwa nave bayes classifier
memiliki nilai akurasi tertinggi sebesar 91,61%.
2. Klasifikasi Status Gizi Menggunakan Nave Bayes Classification. (Sri Kusumadewi,
2009)
Pada penelitian yang dilakuakn Sri Kusumadewi mengatakan bahwa dalam
metode nave bayes classifier semua atribut memberikan kontribusi dalam
pengambilan keputusan dengan bobot yang sama pentingnya untuk setiap atribut.
19

3. Pembobotan Korelasi Pada Nave Bayes Classifier. (Burhan Alfironi, 2015)


Pada penelitian ini dilakukan sebuah pengembangan algoritma nave bayes
dengan memperhitungkan nilai korelasi dari masing-masing attribute vector X
terhadap kelas Y. Sehingga yang menjadi parameter penentuan pemetaan suatu
vector X yang belum diketahui kelasnya terhadap kelas yang sudah ditentukan
menjadi dua hal, yaitu :
a. Probabilitas : frekuensi kemunculan data dari setiap fitur vector X dalam data
training
b. Korelasi : besar kecilnya pengaruh setiap fitur vector X terhadap kelas
4. Penerapan Forward Chaining Pada Program Diagnosa Anak Penderita Autis.
(Gusti Ayu Kadek, 2009)
Pada penelitian ini dilakukan diagnosa anak penderita autis dengan melakukan
penarikan kesimpulan berdasarkan pada fakta yang ada dengan metode forward
chaining. Penelusuran dimulai dari fakta-fakta yang ada baru kesimpulan diperoleh,
aturan yang ada ditelusuri satu persatu hingga penelusuran dihentikan karena
kondisi terakhir telah terpenuhi. Penelitian dengan penerapan forward chaining ini
menghasil akurasi sebesar 72,73%.
5. Sistem Pakar Deteksi Autisme Pada Anak Menggunakan Metode Fuzzy Tsukomoto.
(Melifa Gardenia, 2016)
Berdasarkan pengujian yang dilakukan terhadap sistem diketahui bahwa sistem
pakar yang dibangun valid dengan tingkat akurasi sebesar 73,33% dalam hasil
deteksi yang sesuai dengan pakar.

You might also like