You are on page 1of 17

Syok Hipovolemik

Definisi

Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi


kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ,
disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi
yang tidak adekuat.Paling sering, syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan
darah yang cepat (syok hemoragik). (Wijaya, 2006)

Etiologi

Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari


volume darah dalam pembuluh darah yang berkurang.Hal ini bisa terjadi akibat
pendarahan yang masif atau kehilangan plasma darah.(Wijaya, 2006)

Penyebab syok hipovolemik dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yang


terdiri dari:

1. Perdarahan
1. Hematom subkapsular hati
2. Aneurisma aorta pecah
3. Pendarahan gastrointestinal
4. Perlukaan berganda
2. Kehilangan plasma:
a. Luka bakar yang luas
b. Pankreatitis
c. Deskuamasi kulit
d. Sindrom Dumping
e. Kehilangan cairan ekstraselular:
f. Muntah (vomitus)
g. Dehidrasi
h. Diare
i. Terapi diuretik yang sangat agresif
j. Diabetes insipidus (Wijaya, 2006)

Patofisiologi

Tubuh manusia berespon terhadap pendarahan akut dengan mengaktivasi


sistem fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskular, ginjal,
dan sistem neuroendokrin.(Wijaya, 2006)
Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan
akut dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah
(melalui pelepasan tromboksan A2 lokal).Selain itu, platelet diaktivasi (juga
melalui pelepasan tromboksan A2 lokal) dan membentuk bekuan darah immatur
pada sumber pendarahan.Pembuluh darah yang rusak menghasilkan kolagen, yang
selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin dan menstabilkan bekuan darah.
Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menyempurnakan fibrinasi dari bekuan
darah dan menjadi bentuk yang sempurna. (Wijaya, 2006)

Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik


dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan
vasokonstriksi pembuluh darah perifer.Respon ini terjadi akibat peningkatan
pelepasan norepinefrin dan penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur
oleh baroreseptor di arcus caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah
pulmonal).Sistem kardiovaskuler juga berespon dengan mengalirkan darah ke
otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot, dan traktus
gastrointestinal. (Wijaya, 2006)

Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan


sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah
angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi menjadi
angiotensin II di paru-paru dah hati. Angotensin II mempunyai 2 efek utama, yang
keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok hemoragik, yaitu
vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron dari
korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan
akhirnyaakan menyebabkan retensi air. (Wijaya, 2006)

Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan


meningkatan Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi.ADH dilepaskan dari
glandula pituitari posterior sebagai respon terhadap penurunan tekanan darah
(dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap penurunan konsentrasi natrium (yang
dideteksi oleh osmoreseptor).Secara tidak langsung ADH menyebabkan
peningkatan reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distalis, duktus
kolektivus, dan lengkung Henle.(Wijaya, 2006)
Mekanisme yang rumit yang telah dijelaskan sebelumnya efektif dalam
memenuhi perfusi organ vital pada kehilangan darah yang berat. Tanpa resusitasi
cairan dan darah dan atau koreksi keadaan patologi yang mendasari perdarahan,
perfusi jantung akhirnya akan berkurang, dan kegagalan berbagai organ akan
segera terjadi. (Wijaya, 2006)

Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian darah rata-rata dan


menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal inilah yang menimbulkan
penurunan curah jantung. Curah jantung yang rendah di bawah normal akan
menimbulkan beberapa kejadian pada beberapa organ. (Wijaya, 2006)

1. Mikrosirkulasi

Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk
meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi
jantung dan otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya
gastrointestinal. Kebutuhan energy untuk penalaksanaan metabolism di jantung
dan otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ tersebut tidak mampu menyimpan
cadangan energy. Sehingga keduanya sangat bergantung akan kesediaan oksigen
dan nutrisi tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia yang berat untuk waktu yang
melebihi kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika tekanan arterial rata-rata
(mean arterial pressure/MAP) jatuh hingga < 60 mmHg, maka aliran ke organ
akan turun drastis dan fungsi sel di semua organ akan terganggu.(Wijaya, 2006)

2. Neuroendokrin

Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan


kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respons autoimun tubuh
yang mengatur perfusi serta substrak lain.(Wijaya, 2006)

3. Kardiovaskular

Tiga variabel seperti : pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi)


ventrikel dan kontraksi miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume
sekuncup. Curah jantung, penentu utama dalam perfusi jaringan, adalah hasil kali
volume sekuncup dan frekuensi jantung.Hipovolemia menyebabkan penurunan
pengisian ventrikel, yang pada akhirnya menurunkan volume sekuncup.Suatu
peningkatan frekuensi jantung sangat bermanfaat namun memiliki keterbatasan
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung.(Wijaya, 2006)

4. Gastrointestinal

Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi


peningkatan absorpsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang
mati dalam usus.Hal ini memicu pelebaran darah serta peningkatan metabolisme
dan bukan memperbaiki sel dan menyebabkan depresi jantung.(Wijaya, 2006)

5. Ginjal

Gagal ginjal akut adalah suatu komplikasi dari syok dan hipoperfusi,
frekuensi terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan
pengganti.Yang banyak terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi
antara syok, sepsis dan pemberian obat yang nefrotoksik seperti aminoglikosida
dan media kontras angiografi.Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi
dengan mempertahankan garam dan air.Pada saat aliran darah di ginjal berkurang,
tahanan arteriol aferen meningkat untuk mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang
bersama-sama dengan aldosteron dan vesopresin bertanggung jawab terhadap
menurunnya produksi urin.(Wijaya, 2006)

Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat


berkurangnya aliran darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya
pelepasan oksigen ke dalam jaringan.Kekurangan oksigen di jaringan
menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme anaerob dan
menghasilkan asam laktat.Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam
laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-Giesecke, 1991).Yang penting
dalam klinik adalah pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok hipovolemik
yang disertai asidosis adalah saturasi oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi
jaringan yang harus segera dipulihkan dengan penggantian cairan.Asidosis
merupakan urusan selanjutnya, bukan prioritas utama.(Wijaya, 2006)

Gejala Klinis
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi
premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung.
Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respons
kompensasi.Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan
cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan takhikardia. Kehilangan
volume yang cukp besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia
lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang
cepat atau singkat. (Wijaya, 2006)

Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat non-
perdarahan serta perdarahan adalah sama meski ada sedikit perbedaan dalam
kecepatan timbulnya syok. Respon fisiologi yang normal adalah mempertahankan
perfusi terhadap otak dan jantung sambil memperbaiki volume darah dalam
sirkulasi efektif. Di sini akan terjadi peningkatan kerja simpatis, hiperventilasi,
pembuluh vena yang kolaps, pelepasan hormon stress serta ekspansi besar guna
pengisian volume pembuluh darah dengan menggunakan cairan interstisial,
interselular dan menurunkan produksi urin. (Wijaya, 2006)

Pada pasien dengan kemungkinan syok akibat hipovolemik, riwayat


penyakit penting untuk menentukan penyebab yang mungkin dan untuk
penanganan langsung.Syok hipovolemik akibat kehilangan darah dari luar
biasanya nyata dan mudah didiagnosis.Perdarahan dalam kemungkinan tidak
nyata, seperti pasien hanya mengeluhkan kelemahan, letargi, atau perubahan
status mental.Gejala-gejala syok seperti kelemahan, penglihatan kabur, dan
kebingungan, sebaiknya dinilai pada semua pasien. (Wijaya, 2006)

Pada pasien trauma, menentukan mekanisme cedera dan beberapa


informasi lain akan memperkuat kecurigaan terhadap cedera tertentu (misalnya,
cedera akibat tertumbuk kemudi kendaraan, gangguan kompartemen pada
pengemudi akibat kecelakaan kendaraan bermotor). (Wijaya, 2006)

Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan


hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali
dalam beberapa menit. Adalah penting untuk mengenali tanda-tanda syok, yaitu:
1. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian
kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2. Takikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons
homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran
darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
3. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah
sistemik dan curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang
esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah
otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di bawah 70
mmHg.
4. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik.
Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.
(Wijaya, 2006)

Tanda-tanda vital ortostatik mungkin normal pada individu hipovolemik,


atau individu normal dapat memperlihatkan perubahan-perubahan ortostatik yaitu
hipotensi.Jadi, gunakan pertimbangan klinis. Sebagai tambahan, ingesti alkohol,
makan atau usia lanjut dapat menyebabkan perubahan-perubahan ortostatik dalam
tekanan darah dan nadi. Penurunan diastolik ortostatik sebesar 10-20 mmHg atau
peningkatan nadi sebesar 15 detak/detik dianggap bermakna.periksa tanda-tanda
vital ortostatik, berbaring dan setelah berdiri selama 1 sampai 2 menit. Takikardia
biasanya tetap ada tetapi mungkin tidak didapatkan bila ada iritasi diafragma,
yang menyebabkan stimulasi vagal.Hipoperfusi ditandai oleh berkurangnya
jumlah urin, daya pikir menurun, ekstremitas dingin, bercak-bercak, dll.
Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan
menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi seperti:

1. Turunnya turgor jaringan


2. Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering
3. Bola mata cekung. (Wijaya, 2006)

Stadium Syok

Syok secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium, yaitu :

1. Stadium kompensasi
Pada stadium ini fungsi organ vital dipertahankan melalui mekanisme
kompensasi fisiologis tubuh dengan cara meningkatkan refleks simpatis,
sehingga terjadi :
a. Resistensi sistemik meningkat :
1) distribusi selektif aliran darah dari organ sekunder ke organ primer
(jantung, paru, otak)
2) resistensi arteriol meningkat diastolic pressure meningkat.
b. Heart rate meningkat, cardiac output meningkat.
c. Sekresi vasopressin, renin-angiotensin-aldosteron meningkat ginjal
menahan air dan sodium di dalam sirkulasi.

Manifestasi klinis : takikardia, gelisah, kulit pucat dan dingin, pengisian


kapiler lambat (lebih dari 2 detik). (Wijaya, 2006)

2. Stadium dekompensasi
Pada stadium ini telah terjadi :
a. Perfusi jaringan buruk, O2 sangat turun, metabolism anaerob, laktat
meningkat, laktat asidosis, diperberat oleh penumpukan CO2 , dimana
CO2 menjadi asam karbonat.
b. Gangguan metabolisme energy dependent Na+/K+ pump tingkat seluler
integritas membran sel terganggu, fungsi lisosom dan mitokondria
memburuk kerusakan sel.
c. Aliran darah lambat dan kerusakan rantai kinin serta sistem koagulasi,
akan diperburuk dengan terbentuknya agregasi trombosit dan
pembentukan trombus disertai tendensi perdarahan.
d. Pelepasan mediator vaskular : histamine, serotonin, sitokin (TNF alfa dan
interleukin I), xantin oxydase membentuk oksigen radikal serta platelets
aggregating factor. Pelepsan mediator oleh makrofag menyebabkan
vasodilatasi arteriol dan permeabilitas kapiler meningkat, venous return
menurun, preload turun, cardiac output turun.

Manifestasi klinis : takikardia, tekanan darah sangat turun, perfusi perifer


buruk, asidosis, oliguria dan kesadaran menurun.(Wijaya, 2006)

3. Stadium irreversible
Syok yang berlanjut akan menyebabkan kerusakan dan kematian sel, multi
organ failure. Cadangan phosphate berenergi tinggi (ATP) akan habis
terutama di jantung dan hepar tubuh kehabisan energi.
Manifestasi klinis : nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur. Anuria dan
tanda-tanda kegagalan organ.(Wijaya, 2006)

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik seharusnya selalu dimulai dengan penanganan jalan


napas, pernapasan, dan sirkulasi.Ketiganya dievaluasi dan distabilkan secara
bersamaan, sistem sirkulasi harus dievaluasi untuk tanda-tanda dan gejala-gejala
syok.Jangan hanya berpatokan pada tekanan darah sistolik sebagai indikator
utama syok; hal ini menyebabkan diagnosis lambat.(Wijaya, 2006)

Mekanisme kompensasi mencegah penurunan tekanan darah sistolik


secara signifikan hingga pasien kehilangan 30% dari volume darah.Sebaiknya
nadi, frekuensi pernapasan, dan perfusi kulit lebih diperhatikan.Juga, pasien yang
mengkonsumsi beta bloker mungkin tidak mengalami takikardi, tanpa
memperhatikan derajat syoknya.(Wijaya, 2006)

Klasifikasi perdarahan telah ditetapkan, berdasarkan persentase volume


darah yang hilang.Namun, perbedaan antara klasifikasi tersebut pada pasien
hipovolemik sering tidak nyata.Penanganan sebaiknya agresif dan langsung lebih
berkaitan pada respon terapi dibandingkan klasifikasi awal.(Wijaya, 2006)

Telah ditetapkan klasifikasi perdarahan berdasarkan persentasi volume


darah yang hilang.Namun sifatnya tidak absolut dan hanya bersifat sebagai
bantuan.Tatalaksana harus agresif dan lebih dituntun oleh respon terhadap terapi
ketimbang menurut klasifikasi awal.(Wijaya, 2006)

Pendarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%) tidak ada komplikasi,


hanya terjadi takikardi minimal.Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah,
tekanan nadi, dan frekuensi pernapasan.Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3
detik sesuai untuk kehilangan darah sekitar 10%.

Pendarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%). Gejala klinisnya,


takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit), takipnea, penurunan tekanan nadi,
kulit teraba dingin, perlambatan pengisian kapiler, dan ansietas ringan . Penurunan
tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar katekolamin, yang menyebabkan
peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan selanjutnya meningkatkan
tekanan darah diastolik. (Wijaya, 2006)

Pendarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%).Pasien biasanya


mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, oligouria,
dan perubahan status mental yang signifikan, seperti kebingungan atau agitasi.
Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40% adalah jumlah
kehilangan darah yang paling kecil yang menyebabkan penurunan tekanan darah
sistolik. Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan
untuk pemberian darah seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap cairan.
(Wijaya, 2006)

Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%).Gejala-gejalanya berupa


takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, tekanan nadi menyempit (atau
tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak ada) urine yang keluar,
penurunan status mental (kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan pucat.
Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara cepat. (Wijaya, 2006)

Ada empat daerah pendarahan yang mengancam jiwa meliputi: dada,


perut, paha, dan bagian luar tubuh. Dada sebaiknya diauskultasi untuk mendengar
bunyi pernapasan yang melemah, karena pendarahan yang mengancam hidup
dapat berasal dari miokard, pembuluh darah, atau laserasi paru.Abdomen
seharusnya diperiksa untuk menemukan jika ada nyeri atau distensi, yang
menunjukkan cedera intraabdominal.Kedua paha harus diperiksa jika terjadi
deformitas atau pembesaran (tanda-tanda fraktur femur dan pendarahan dalam
paha).Seluruh tubuh pasien seharusnya diperiksa untuk melihat jika ada
pendarahan luar. (Wijaya, 2006)

Adapun lokasi dan estimasi perdarahan yang terjadi :

1. Fraktur femur tertutup : 1,5-2 liter


2. Fraktur tibia tertutup : 0,5 liter
3. Fraktur pelvis : 3 liter
4. Hemothoraks : 2 liter
5. Fraktur iga (tiap satu) : 150 cc
6. Luka sekepal tangan : 500 cc
7. Bekuan darah sekepal : 500 cc
Pada pasien tanpa trauma, sebagian besar pendarahan berasal dari
abdomen.Abdomen harus diperiksa untuk mengetahui adanya nyeri, distensi, atau
bruit.Mencari bukti adanya aneurisma aorta, ulkus peptikum, atau kongesti hepar.
Juga periksa tanda-tanda memar atau perdarahan. (Wijaya, 2006)

Pada pasien hamil, dilakukan pemeriksaan dengan spekulum


steril.Meskipun, pada pendarahan trimester ketiga, pemeriksaan harus dilakukan
sebagai double set-up di ruang operasi. Periksa abdomen, uterus,atau adneksa.
(Wijaya, 2006)

Diagnosis

Syok hipovolemik didiagnosis ketika ditemukan tanda berupa ketidak-


stabilan hemodinamik dan ditemukan adanya sumber pendarahan. Diagnosis akan
sulit bila pendarahan tidak ditemukan dengan jelas atau berada dalam traktus
gastrointestinal atau hanya terjadi penurunan jumlah plasma darah. Setelah
pendarahan maka biasanya hemoglobin dan hematokrit tidak langsung turun
sampai terjadi gangguan kompensasi atau terjadi penggantian cairan dari luar. Jadi
kadar hematokrit di awal tidak menjadi pegangan sebagai adanya pendarahan.
Kehilangan plasma ditandai dengan hemokonsentrasi, kehilangan cairan bebas
ditandai dengan hipernatremia.Temuan terhadap hal ini semakin meningkatkan
kecurigaan adanya hipovolemia. (Wijaya, 2006)

Pada pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas, yaitu
nausea, muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja yang sering, bisa air,
malabsorbtif, atau berdarah yang tergantung bakteri pathogen yang spesifik.

Derajat dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan :

1. Keadaan klinis : ringan, sedang dan berat (telah dibicarakan di atas)


2. Berat Jenis Plasma : pada dehidrasi BJ plasma meningkat
a. Dehidrasi berat : BJ plasma 1,032 1,040
b. Dehidrasi sedang : BJ plasma 1,028 1,032
c. Dehidrasi ringan : BJ plasma 1,025 1,028
3. Pengukuran Central Venous Pressure (CVP) : Bila CVP +4 s/d +11 cmH2O :
normal. Pada syok dan dehidrasi maka CVP kurang dari +4 cmH2O.7
Jangan mengandalkan TD sistolik sebagai indikator utama dari syok;
kebiasaan ini mengakibatkan tertundanya diagnosis. Mekanisme kompensasi
mencegah penurunan TD sistolik yang bermakna, sampai pasien telah
kehilangan 30% dari volume darahnya. Perhatian harus lebih ditujukan
terhadap nadi, frekuensi nafas, dan perfusi kulit. Disamping itu, pasien-pasien
yang sedang mendapat obat penyekat beta mungkin tidak memperlihatkan
takikardia, tanpa memandang derajat syoknya. (Wijaya, 2006)

Harus dibedakan syok akibat hipovolemik dan akibat kardiogenik karena


penatalaksanaan yang berbeda.Keduanya memang memiliki penurunan curah
jantung dan mekanisme kompensasi simpatis. Tetapi dengan menemukan adanya
tanda syok kardiogenik seperti distensi vena jugularis, ronki dan gallop S3 maka
semua dapat dibedakan.

1. Pemeriksaan Laboratorium

Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan, langkah diagnosis


selanjutnya tergantung pada penyebab yang mungkin pada hipovolemik, dan
stabilitas dari kondisi pasien itu sendiri. (Wijaya, 2006)

Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain:


analisis Complete Blood Count (CBC), kadar elektrolit (Na, K, Cl, HCO3, BUN,
kreatinin, kadar glukosa), PT, APTT, AGD, urinalisis (pada pasien yang
mengalami trauma), dan tes kehamilan. Darah sebaiknya ditentukan tipenya dan
dilakukan pencocokan. (Wijaya, 2006)

2. Pemeriksaan Radiologi

Pasien dengan hipotensi dan/atau kondisi tidak stabil harus pertama kali
diresusitasi secara adekuat.Penanganan ini lebih utama daripada pemeriksaan
radiologi dan menjadi intervensi segera dan membawa pasien cepat ke ruang
operasi. (Wijaya, 2006)
Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala
hipovolemia langsung dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber
perdarahan.Pasien trauma dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan
ultrasonografi di unit gawat darurat jika dicurigai terjadi aneurisma aorta
abdominalis.Jika dicurigai terjadi perdarahan gastrointestinal, sebaiknya dipasang
selang nasogastrik, dan gastric lavage harus dilakukan.Foto polos dada posisi
tegak dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi atau Sindrom Boerhaave.Endoskopi
dapat dilakukan (biasanya setelah pasien tertangani) untuk selanjutnya mencari
sumber perdarahan. (Wijaya, 2006)

Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia


subur. Jika pasien hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah dan
ultrasonografi pelvis harus segera dilakukan pada pelayanan kesehatan yang
memiliki fasilitas tersebut.Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik sering
terjadi.Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan hasil tes
kehamilan negatif jarang, namun pernah dilaporkan. (Wijaya, 2006)

Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari
foto polos dada awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography,
aortografi, atau CT-scan dada. (Wijaya, 2006)

Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST


(Focused Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan pada pasien
yang stabil atau tidak stabil.CT-Scan umumnya dilakukan pada pasien yang
stabil.Jika dicurigai fraktur tulang panjang, harus dilakukan pemeriksaan
radiologi. (Wijaya, 2006)

Penatalaksanaan

1. Pastikan jalan nafas pasien dan nafas dan sirkulasi dipertahankan.


Beri bantuan ventilator tambahan sesuai kebutuhan.

2. Perbaiki volume darah sirkulasi dengan penggantian cairan dan


darah cepat sesuai ketentuan untuk mengoptimalkan preload jantung,
memperbaiki hipotensi, dan mempertahankan perfusi jaringan.
3. Kateter tekan vena sentra dimasukkan dalam atau didekat atrium
kanan untuk bertindak sebagai petunjuk penggantian cairan. Pembacaan
tekanan vena sentral kontinu (CVP) memberi petunjuk dan derajat perubahan
dari pembacaan data dasar; kateter juga sebagai alat untuk penggantian volume
cairan darurat.

4. Jarum atau kateter IV diameter besar dimasukkan kedalam vena


perifer. Dua atau lebih kateter mungkin perlu untuk penggantikan cairan cepat
dan pengembalian ketidakstabilan hemodinamik; penekanan pada penggantian
volume.

5. Buat jalur IV diameter besar dimasukkan ke vena periver. Dua tau


lebih kateter mungkin perlu untuk penggantian cairan cepat dan pengembalian
ketidakstabilan hemodinamik; penekanan pada penggantian volume.

6. Ambil darah untuk spesimen; garis darah arteri, pemeriksaan


kimia, golongan darah dan pencocokan silang, dan hemtokrit.

7. Mulai infus IV dengan cepat sampai CVP meningkat pada tingkat


pada tingkat yang memuaskan diatas pengukuran dasar atau sampai terdapat
perbaikan pada kondisi klinis pasien.

8. Infus larutan Ringer Laktat digunakan pada awal penangana karena


cairan ini mendekati komposisi elektrolit plasma, begitu juga dengan
osmolalitasnya, sediakan waktu untuk pemeriksaan golongan darah dan
pencocokkan silang, perbaiki sirkulasi, dan bertindak sebagai tambahan terapi
komponen darah.

9. Mulai tranfusi terapi komponen darah sesuai program, khususnya


saat kehilangan darah telah parah atau pasien terus mengalami hemoragi.

10. Kontrol hemoragi; hemoragi menyertai status syok. Lakukan


pemeriksaan hematokrit sering bila dicurigai berlanjutnya perdarahan
11. Pertahankan tekanan darah sistolik pada tingkat yang memuaskan
dengan memberi cairan dan darah sesuai ketentuan.

12. Pasang kateter urine tidak menetap: catat haluaran urine setiap 15-
30 menit, volume urine menunjukkan keadekuatan perfusi ginjal.

13. Lakukan pemeriksaan fisik cepat untuk menentukan penyebab


syok.

14. Pertahankan surveilens keperawatan terus menerus terhadap pasien


total-tekanan darah, denyut jantung, pernafasan, suhu kulit, warna, CVP, EKG,
hematokrit, Hb, gambaran koagulasi, elektrolit, haluaran urine-untuk mengkaji
respon pasien terhadap tindakan. Pertahankan lembar alur tentang parameter
ini; analisis kecenderungan menyatakan perbaikan atau pentimpangan pasien.

15. Tinggikan kaki sedikit untuk memperbaiki sirkulasi serebral lebih


baik dan mendorong aliran darah vena kembali kejantung (posisi ini
kontraindikasi pada pasien dengan cidera kepala). Hindarkan gejala yang tidak
perlu.

16. Berikan obat khusus yang telah diresepkan (misalnya inotropik


seperti dopamen) untuk meningkatkan kerja kardiovaskuler.

17. Dukung mekanisme devensif tubuh

18. Tenangkan dan nyamankan pasien: sedasi mungkin perlu untuk


menghilangkan rasa khawatir.

19. Hilangkan nyeri dengan kewaspadaan penggunaan analgesik atau


narkotik.

20. Pertahankan suhu tubuh.

a) Terlalu panas menimbulkan vasodilatasi yang merupakan mekanisme


kompensasi tubuh dari vasokontriksi dan meningkatnya hilangnya caiiran
karena perspirasi.
b) Pasien yang mengalami septik harus dijaga tetap dingin: demam tinggi
meningkatkan efek metabolik selular terhadap syok.(Wijaya, 2006)

Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera yang


mengancam nyawa dan meliputi penilaian dari A,B,C,D,E. Mencatat tanda vital
awal (baseline recordings) penting untuk memantau respon penderita terhadap
terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat
kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan
penderita mengijinkan. Metode pengkajian dalam primary survey ini yaitu: cepat,
ermat, dan tepat yang dilakukan dengan melihat (look), mendengar (listen), dan
Merasakan (feel). (Wijaya, 2006)

1. Airway dan breathing


Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan
cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi.Diberikan tambahan oksigen
untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.
Ada tiga hal utama dalam tahapan airway ini yaitu look, listen, dan
feel. Look atau melihat yaitu perawat melihat ada tidaknya obstruksi jalan
napas, berupa agitasi: (hipoksemia), penurunan kesadaran (hipercarbia),
pergerakan dada dan perut pada saat bernapas (see saw-rocking
respiration), kebiruan pada area kulit perifer pada kuku dan bibir
(sianosis), adanya sumbatan di hidung, posisi leher, keadaan mulut untuk
melihat ada tidaknya darah. Tahapan kedua yaitu listen atau mendengar,
yang didengar yaitu bunyi napas. Ada dua jenis suara napas yaitu suara
napas tambahan obstuksi parsial, antara lain: snoring, gurgling,
crowing/stidor, dan suara parau(laring) dan yang kedua yaitu suara napas
hilang berupa obstruksi total dan henti napas. Terakhir yaitu Feel, pada
tahap ini perawat merasakan aliran udara yang keluar dari lubang hidung
pasien.
Pada tahap look (melihat), yang dilakukan yaitu: melihat apakah
pasien bernapas, pengembangan dada apakah napasnya kuat atau tidak,
keteraturannya, dan frekuensinya. Pada tahap listen( mendengar) yang
didengar yaitu ada tidaknya vesikuler, dan suara tambahan napas. Tahap
terakir yaitu feel, merasakan pengembangan dada saat bernapas, lakukan
perkusi, dan pengkajian suara paru dan jantung dengan menggunakan
stetoskop.
2. Sirkulasi kontrol perdarahan
Pengkajian circulation, yaitu hubungan fungsi jantung, peredaran
darah untuk memastikan apakah jantung bekerja atau tidak. Pada tahap
look atau melihat, yang dilakukan yaitu mengamati nadi saat diraba,
berdenyut selama berapa kali per menitnya, ada tidaknya sianosis pada
ekstremitas, ada tidaknya keringat dingin pada tubuh pasien, menghitung
kapilery reptile, dan waktunya, ada tidaknya akral dingin. Pada tahap feel,
yang dirasakan yaitu gerakan nadi saat dikaji (nadi radialis, brakialis, dan
carotis),Lakukan RJP bila apek cordi tidak berdenyut. Pada tahapan lesson,
yang didengar yaitu bunyi aliran darah pada saat dilakukan pengukuran
tekanan darah.
Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang
jelas terlihat, memperoleh akses intra vena yang cukup, dan menilai
perfusi jaringan.Perdarahan dari luka luar biasanya dapat dikendalikan
dengan tekanan langsung pada tempat pendarahan.PASG (Pneumatick Anti
Shock Garment) dapat digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari
patah tulang pelvis atau ekstremitas bawah, namun tidak boleh menganggu
resusitasi cairan cepat.Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah
cairan resusitasi yang diperlukan.Mungkin diperlukan operasi untuk dapat
mengendalikan perdarahan internal.
3. Disability pemeriksaan neurologi
Yang dikaji pada tahapan ini yaitu GCS (Glasgow Coma Scale),
dan kedaan pupil dengan menggunakan penlight. Pupil normal yaitu
isokor, mengecil: miosis, melebar: dilatasi.Dilakukan pemeriksaan
neurologi singkat untuk menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata
dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini bermanfaat
dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi
dan meramalkan pemulihan.perubahan fungsi sistem saraf sentral tidak
selalu disebabkan cidera intra kranial tetapi mungkin mencerminkan
perfusi otak yang kurang.Pemulihan perfusi dan oksigenasi otak harus
dicapai sebelum penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari cidera
intra kranial.
4. Exposure pemeriksaan lengkap
Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan
jiwanya, penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai
jari kaki sebagai bagian dari mencari cidera.
5. Dilasi lambung dikompresi.
Dilatasi lambung sering kali terjadi pada penderita trauma,
khususnya pada anak-anak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau
disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan, biasanya berupa bradikardi
dari stimulasi saraf fagus yang berlabihan.Distensi lambung membuat
terapi syok menjadi sulit.Pada penderita yang tidak sadar distensi lambung
membesarkan resiko respirasi isi lambung, ini merupakan suatu
komplikasi yang bisa menjadi fatal.Dekompresi lambung dilakukan
dengan memasukan selamh atau pipa kedalam perut melalui hidung atau
mulut dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi
lambung.Namun, walaupun penempatan pipa sudah baik, masih mungkin
terjadi aspirasi.
6. Pemasangan kateter urin
Katerisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan
adanya hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau
produksi urine. Darah pada uretra atau prostad pada letak tinggi, mudah
bergerak, atau tidak tersentuh pada laki-laki merupakan kontraindikasi
mutlak bagi pemasangan keteter uretra sebelum ada konfirmasi
kardiografis tentang uretra yang utuh. (Wijaya, 2006)

Wijaya, Ika Prasetya. 2006. Syok Hipovolemik Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Ed IV. Jilid I. Jakarta : EGC

You might also like