You are on page 1of 15

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PENCEGAHAN ATRESIA ANI (PERBAIKAN)


DI PUSKESMAS NANGGALO PADANG

OLEH KELOMPOK 4

NANDA AFRINA 14121932


NOVA SUSILAWATI 14121939
NIRMALA GINTA 14121942
NOFVILSA EFRIDA 14121925
PUTTRI LAWITRA 14121961
RAHMA ZULDIANITA 14121950
RAHMI PUTRI ROZA 14121970

PROGRAM STUDI S-I KEPERAWATAN


STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2016
SATUAN ACARA PENYULUHAN
PENCEGAHAN ATRESIA ANI

Pokok Bahasan : Pencegahan atresia ani


Sasaran : Ibu hamil, dan pasangan usia subur di sekitar Puskemas Nanggalo
Waktu : 10.00 10.30 Wib
Hari/Tanggal : Sabtu, 19 Maret 2016
Tempat : Puskesmas Nanggalo Padang

A. LATAR BELAKANG

Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah suatu
kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk Agenesis ani,
Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1 : 5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai
penyakit tersering yang merupakan syndrom VACTRERL (Vertebra, anal, cardial,
esophageal, renal, limb).

Dalam asuhan neonatus tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat kongenital pada
anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi
gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus
akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan
yang cermat atau pemeriksaan perineum. Kelainan kongenital pada anus ini biasanya
disebabkan karena putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu /3 bulan, dan adanya gangguan
atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus
urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

Kesehatan berdasarkan Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan


memuat bahwa kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera sempurna yang lengkap meliputi
fisik, mental dan sosial yang memungkinkan orang hidup produktif secara sosial. Kondisi
dinamis dalam rentang sehat sakit yang merupakan hasil interaksi dengan lingkungan.
Dimana dalam upaya meningkatkan kesadaran dan kemampuan menjaga kesehatan secara
optimal dibutuhkan dorongan individu agar mampu secara mandiri atau kelompok untuk
mencapai tujuan hidup sehat (Kusnanto, 2004)
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang mencakup
pelayanan bio-psiko-sosio dan spiritual yang komprehensif serta ditujukan kepada individu,
keluarga serta masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat, keperawatan pada dasarnya
adalah human science and human care and caring menyangkut upaya memperlakukan
klienss secara manusiawi dan utuh sebagai manusia yang berbeda dari manusia lainnya dan
kita ketahui manusia terdiri dari berbagai sistem yang saling menunjang, di antara sistem
tersebut adalah sistem persepsi sensori (Handayani, 2008).
Cacat bawaan adalah keadaan cacat yang terjadi sebelum terjadi kelahiran. Istilah
anomaly congenital adalah cacat fisik maupun non fisik, sedangkan malformasi dan
dismorfikongenital diartikan berupa cacat fisik saja. Salah satu masalah cacat fisik seperti
Atresia ani. Atresia berasal dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau
makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau
tertutup nya lubang badan normal atau organ tubular secara congenital disebut juga clausura.
Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya
saluran atau rongga tubuh, hal ini bias terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian
karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran
tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubang nya dubur. Atresia ani memiliki
nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan
tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya.
Menurut Lemone Pand Burke (2000), Anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
Membran anus yang menetap
Anus imperforate dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-macam
jarak dari peritoneum
Lubang anus yang terpisah dengan ujung

Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur.
Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan.
Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embroilogik didaerah usus, rectum
bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai
keenam usia kehamilan.
Rektum berupa kelainan letak tengah di daerah anus seharusnya terbentuk secara
lazim terdapat lekukan anus (analdimple) yang cukup dalam. Namun, pada kelainan
yang jarang ditemukan ini sering terdapat fistula rektouretra yang menghubungkan
rektum yang buntu dengan uretra pars bulbaris.
Kelainan letak tinggi Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki,
sebaliknya kelinan letak redah sering ditemukan pada bayi perempuan. Pada
perempuan dapat ditemukan fistula -and kutaneus, fistula rektoperinium dan fistula
rekto vagina. Sedangkan pada laki-laki dapat ditemukan dua bentuk fistula yaitu
fistula ektourinaria dan fistula rektoperineum. Fistula ini menghubungkan rektum
dengan kandung kemih pada daerah trigonum vesika. Fistula tidak dapat dilalui jika
mekonium jika berukuran sangat kecil, sedangkan fistula dapat mengeluarkan
mekonium dalam rektum yang buntu jika berukuran cukup besar. Oleh karena itu,
dapat terjadi kelainan bentuk anorektum disertai fistula. Kelainan bawaan anus juga
dapat disebabkan gangguan pertumbuhan dan fusi. Gangguan pemisahan kloaka
menjadi rektum dan sinus urogenital. (Mansjoer A, 2000).

Sebagai profesi keperawatan, peran perawat dalam menangani kasus gagal ginjalakut
harus secara konfrehensif untuk mencegah komplikasi yang lebih lanjut yang dapat dilakukan
berdasarkan standar praktek keperawatan diantaranya menganjurkan posisi tidur pasien tirah
baring, pemasangan kateterisasi (apabila dianjurkan), memberikan nutrisi peroral ataupun
parenteral dengan kriteria menyiapkan lingkungan. (Hidayat Alimul, 2009: 21-27).
Bila tidak ditangani dengan baik maka dapat menimbul komplikasi yang
mambahayakan pada bayi, komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara
lain: Asidosishiperkioremia, Infeksisalurankemih yang bias berkepanjangan, Kerusakan
uretra (akibat prosedur bedah). Komplikasi jangka panjang seperti Eversimukosa anal,
Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut di anastomosis), Masalah atau kelambatan yang
berhubungan dengan toilet training, Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi),
Prolaps mukosa anorektal, Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan
infeksi). (Caroline, E.J.2002).
Insidensi rata-rata sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup. Insidensi Atresia
Ani di Amerika Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup. Di dunia, insidensibervariasidari
0,4 3,6 per 10.000 kelahiranhidup. Insidensitertinggiterdapat di Finlandiayaitu 1
kasusdalam 2500 kelahiranhidup.Kejadian di AmerikaSerikat 600 anak lahir dengan atresia
ani. Data yang didapatkan kejadian atresia ani timbul dengan perbandingan 1 dari 5000
kelahiran. (Ranjan L. Fernando, 2001).
Angka kejadian kasus di Indonesia sekitar 90%.didapatkan data kasus atresia ani di
Jawa Tengah, khususnya di Semarang yaitu sekitar 50% dalam kurun waktu tahun 2007-
2009, di RS Dr. Kariadi Semarang terdapat 20% pasien dengan kasus atresia ani, Menyikapi
kasus yang demikian serius akibat dari komplikasi penyakit atresia ani, maka penulis
mengangkat kasus atresia ani untuk lebih memahami perawatan pada pasien dengan atresia
ani. (WHO, 2001).
Di indonesia atresia ani merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar.
Dari berbagai penelitian yang ada frekuensi penderita atresia ani berkisar antara 5-25%.
Penelitian dari berbagai daerah di indonesia menunjukkan angka yang sangat bervariasi
tergantung pada tingkat atresia ani di tiap-tiap daerah. ( soemoharjo, 2008).
Dan menurut data, ibu-ibu yang hamil dan yang baru menikah banyak di sekitar
wilayah Puskesmas Nanggalo Padang serta Puskesmas Nanggalo Padang juga dekat dengan
Kamous kami, untuk itu kami ingin melakukan penyuluhan tentang pencegahan atresia ani di
tempat tersebut.

B. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan tentang pencegahan atresia ani pada ibu-ibu yang
sedang hamil ataupun pasangan usia subur mengetahui bagaimana cara untuk
menanggulangi atresia ani tersebut.

b. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan audience dapat mengetahui dan
memahami tentang :
a. Pengertian atresia ani
b. Penyebab atresia ani
c. Tanda dan gejala atresia ani
d. Dampak atresia ani
e. Pencegahan atresia ani

C. PELAKSANAAN KEGIATAN
a. Sasaran
Ibu hamil, dan pasangan usia subur di sekitar Puskesmas Nanggalo Padang
b. Metoda
Ceramah
Diskusi dan Tanya jawab
c. Media
Microfon
LCD
Leaflet
Laptop

d. Waktu dan tempat


Hari/Tanggal : Sabtu, 19 Maret 2016
Waktu : 10.00 10.30 Wib
Tempat: Puskesmas Nanggalo Padang

e. Pengorganisasian dan Fungsinya


1. Moderator : Rahmi Putri Roza
Membuka acara
Memperkenalkan mahasiswa
Menjelaskan tujuan dan topik yang disampaikan
menjelaskan kontrak dan waktu presentasi
2. Presenter : Nirmala Ginta
Menyampaikan materi penyuluhan tentang pencegahan
penyakit anemia
3. Observer : Nanda Afrina
Mengamati hasil penyuluhan tentang pencegahan anemia
Mencatat hasil pelaksanaan penyuluhan
Membuat laporan hasil penyuluhan yang telah dilaksanakan

4. Fasilitator :
- Nofvilsa Efrida
- Rahma zuldianita
- Nova susilawati
- Puttri lawitra

Memotivasi peserta untuk berperan aktif selama jalannya


kegiatan
Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan dari awal sampai akhir
Membuat absensi penyuluhan
Membagikan leaflet

f. Setting Tempat

: Moderator : Observer
: Presenter : Peserta

: Fasilitator

D. KEGIATAN PENYULUHAN

No Tahap Kegiatan Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta


1. Pembukaan Moderator mengucapkan Menjawab salam
(5 menit)
salam
Mendengar dan
Moderator
memperhatikan
memperkenalkan diri dan
anggota
Moderator menjelaskan Mendengar dan
tentang topic penyuluhan memperhatikan
Moderator membuat Memperhatikan dan
kontrak waktu dan bahasa setuju dengan
kesepakatan
Moderator menjelaskan
Mendengar dan
tujuan penyuluhan
memperhatikan
Moderator
memperhatikan
mempersilahkan presenter
untuk menyampaikan
materi
2. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan Menggali pengetahuan Mengemukakan
(20 menit) audience tentang Pendapat
pengertian atresia ani
Memperhatikan
Memberikan
reinforcement positif atas
tanggapan audience
Mendengarkan dan
Menjelaskan tentang
memperhatikan
pengertian atresia ani
Mengemukakan
Menggali pengetahuan
pendapat
audience tentang penyebab
atresia ani Memperhatikan
Memberikan
reinfoicement positif atas
tanggapan audience Mendengarkan dan
Menjelaskan penyebab
memperhatikan
atresia ani Mengemukakan
Menggali pengetahuan
pendapat
audience tentang tanda
dan gejala atresia ani Memperhatikan
Memberikan
reinfoicement positif atas Mendengarkan dan
tanggapan audience Memperhatikan
Menjelaskan tentang Mengemukakan
tanda dan gejala atresia ani pendapat
Menggali pengetahuan
audience tentang dampak
Memperhatikan
dari atresia ani
Memberikan
reinforcement positif atas
jawaban audience Mendengarkan dan
Menjelaskan dampak Memperhatikan
atresia ani Mengemukakan
Menggali pengetahuan pendapat
audience tentang
pencegahan atresia ani Memperhatikan
Memberikan
reinforcement positif atas
jawaban audience
Menjelaskan tentang Mendengarkan dan

pencegahan atresia ani memperhatikan

3. Penutup Memberikan kesempatan Bertanya jika belum


(5 menit)
kepada peserta untuk memahami materi
bertanya tentang materi
yang belum dipahami Mendengarkan dan
Mempersilahkan anggota
memperhatikan
untuk menjawab
pertanyaan dari peserta
Menjawab
(jika ada) pertanyaan
Mengevaluasi materi yang Mendengarkan dan
telah diberikan memperhatikan
Menyimpulkan materi Menjawab salam

Menutup dan
mengucapkan salam

E. EVALUASI
1. Evaluasi struktur
Penyuluhan dan peserta dapat hadir sesuai dengan rencana
Diharapkan pengaturan alat dan tempat sesuai dengan perencanaan
Diharapkan waktu sesuai dengan perencanaan
Diharapkan tempat dan alat yang digunakan sesuai perencanaan.

2. Evaluasi proses
Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan waktu yang direncanakan
Peserta penyuluhan mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
Peserta berperan aktif dalam jalannya penyuluhan

3. Evaluasi hasil
70 % audience yang hadir mampu menyebutkan pengertian atresia ani
70 % audience yang hadir mampu menyebutkan penyebab atresia ani
70 % audience yang hadir mampu menyebutkan tanda tanda atresia ani
70 % audience yang hadir mampu menyebutkan dampak atresia ani
70 % audience yang hadir mampu menyebutkan pencegahan atresia ani

F. Materi : lampiran
MATERI

ATRESIA ANI

A. Pengertian Atresia ani

Merupakan suatu kelainan malformasi kongenital dimana terjadi ketidaklengkapan


perkembangan embrionik pada bagian anus atau tertutupnya anus secara abnormal atau
dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap pada daerah anus. Lokasi terjadinya anus
imperforata ini meliputi bagian anus, rektum, atau bagian di antara keduanya. (A. Aziz
Alimul Hidayat, 2011). Imperforata ani (atrisia ani) adalah tidak komplitnya perkembangan
embrionik pada distal usus (anus) atau tertutupnya anus secara abnormal. (Suryadi & Rita
Yuliani, 2010. Abdullah Royyan, 2012) Imperforata anus adalah malformasi kongenital
dimana rektum tidak mempunyai lubang keluar. (Donna L. Wong, 2003).
Merupakan suatu kelainan bawaan dimana tidak ada lubang tetap pada anus. (Weni
Kristiyanasari, 2011)
Malforasi kongenital yang dikenal sebagai anus imperforata meliputi anus, rektum atau batas
di antara keduanya. Ada dua klasifikasi anus imperforata, berhubungan dengan penempatan
ujung distal kolon (rektum). Yaitu :
1. Anus imperforata tinggi, rektum berakhir di atas suspensorium puborektal, kompleks
otot utama pengendali sfingter dan defekasi.
2. Anus imperforata rendah, rektum melintasi suspensorium puborektal, dengan lokasi
abnormal di perineum.
(Betz, Cecily L, 2002)

B. Penyebab Atresia ani

- Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur.
- Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
- Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus,
rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu
keempat sampai keenam usia kehamilan.
- Rektum berupa kelainan letak tengah di daerah anus seharusnya terbentuk secara
lazim terdapat lekukan anus (analdimple) yang cukup dalam. Namun, kelainan
yang jarang ditemukan ini sering terdapat fistula rektouretra yang
menghubungkan rektum yang buntu dengan uretra pars bulbaris.
- Kelainan letak tinggi Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki,
sebaliknya kelinan letak redah sering ditemukan pada bayi perempuan. Pada
perempuan dapat ditemukan fistula -and kutaneus, fistula rektoperinium dan
fistula rektovagina. Sedangkan pada laki-laki dapat ditemukan dua bentuk fistula
yaitu fistula ektourinaria dan fistula rektoperineum. Fistula ini menghubungkan
rektum dengan kandung kemih pada daerah trigonum vesika. Fistula tidak dapat
dilalui jika mekonoium jika brukuran sangat kecil, sedangkan fistula dapat
mengeluarkan mekonium dalam rektum yang buntu jika berukuran cukup besar.
Oleh karena itu, dapat terjadi kelainan bentuk anorektum disertai fistula. Kelainan
bawaan anus juga dapat disebabkan gangguan pertumbuhan dan fusi. Gangguan
pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital. (Mansjoer, A.2002.)

C. Tanda dan gejala atresia ani

Tanda dan gejala yang sering timbul, yaitu :


Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi
mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi.
Pada bayi wanita sering ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi
buang air besar feses keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah
rektourinarius.
Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di kandung
kemih atau uretra dan jarang rektoperineal.
Mekonium tidak keluar dalm 24 jam pertama setelah kelahiran. (Suriadi,2001).
Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
Perut kembung 4-8 jam setelah lahir.
Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula
Bila ada fistula pada perineum (mekoneum +) kemungkinan letak rendah
Bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal,
pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol
(Adele,1996)

D. Dampak Atresia ani

Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.


Obstruksi intestinal
Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.

Komplikasi jangka panjang :


Eversi mukosa anal.
Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.(Betz, 2002)

E. Pencegahan atresia ani

1. Upaya pencegahan primer dilakukan untuk mencegah ibu hamil agar tidak
mengalami kelahiran bayi dengan kelainan kongenital, yaitu dengan :
a. Tidak melahirkan pada usia ibu risiko tinggi, seperti usia lebih dari 35 tahun agar
tidak berisiko melahirkan bayi dengan kelainan kongenital.

b. Mengonsumsi asam folat yang cukup bila akan hamil. Kekurangan asam folat pada
seorang wanita harus dikoreksi terlebih dahulu sebelum wanita tersebut
hamil, karena kelainan seperti spina bifida terjadi sangat dini. Maka kepada wanita
yang hamil agar rajin memeriksakan kehamilannya pada trimester pertama dan
dianjurkan kepada wanita yang berencana hamil untuk mengonsumsi asam folat
sebanyak 400mcg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.
Asam folat banyak terdapat dalam sayuran hijau daun, seperti bayam, brokoli, buah
alpukat, pisang, jeruk, berry, telur, ragi, serta aneka makanan lain yang diperkaya
asam folat seperti nasi, pasta, kedelai, sereal.

c. Perawatan Antenatal (Antenatal Care)


Antenatal care mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya menurunkan
angka kematian ibu dan perinatal. Dianjurkan agar pada setiap kehamilan dilakukan
antenatal care secara teratur dan sesuai dengan jadwal yang lazim berlaku. Tujuan
dilakukannya antenatal care adalah untuk mengetahui data kesehatan ibu hamil dan
perkembangan bayi intrauterin sehingga dapat dicapai kesehatan yang optimal dalam
menghadapi persalinan, puerperium dan laktasi serta mempunyai pengetahuan yang
cukup mengenai pemeliharaan bayinya. Perawatan antenatal juga perlu dilakukan
untuk mencegah terjadinya persalinan prematuritas atau berat badan lahir rendah yang
sangat rentan terkena penyakit infeksi. Selain itu dengan pemeriksaan kehamilan
dapat dideteksi kelainan kongenital. Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling
sedikit 4 kali selama masa kehamilan dengan distribusi kontak sebagai berikut:
1. Minimal 1 kali pada trimester I (K1), usia kehamilan 1-12 minggu.
2. Minimal 1 kali pada trimester II (K2), usia kehamilan 13-24 minggu.
3. Minimal 2 kali pada trimester III (K3 dan K4), usia kehamilan >24 minggu
4. Menghindari obat-obatan, makanan yang diawetkan. Dan alcohol karena
dapat menyebabkan kelainan congenital seperti atresia ani

2. Pencegahan Sekunder, dapat dilakukan dengan :


a. Diagnosis
Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui secara dini beberapa kelainan
kehamilan/pertumbuhan janin, kehamilan ganda, molahidatidosa, dan sebagianya.
Pemeriksaan cairan amnion (amnionsentesis)
Amnionsentesis dilakukan pada usia kehamilan 15-19 minggu dengan aspirasi per-abdomen
dengan tuntunan USG. Dari cairan amnion tersebut dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
antara lain pemeriksaan genetic/kromosom, pemeriksaan alfa-feto-protein terhadap defek
tuba neural (anensefali, mengingomielokel), pemeriksaan terhadap beberapa gangguan
metabolic (galaktosemia, fenilketonurua), dan pemeriksaan lainnya.
Pemeriksaan Alfa feto protein maternal serum (MSAFP)
Apabila serum ini meningkat maka pada janin dapat diketahui mengalami defek tuba neural,
spina bifida, hidrosefalus, dan lain-lain. Apabila serum ini menurun maka dapat ditemukan
pada sindrom down dan beberapa kelainan kromosom.
Biopsi korion
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kelainan kromosom pada janin, kelainan
metabolik, kelainan genetik dapat dideteksi dengan analisis DNA, misalnya talasemia dan
hiperplasia adrenal congenital.
Fetoskopi/kordosentesis
Untuk mengenal kelainan kongenital setelah lahir, maka bayi yang baru lahir perlu diperiksa
bagian-bagian tubuh bayi tersebut, yaitu bentuk muka bayi, besar dan bentuk kepala, bentuk
daun telinga, mulut, jari-jari, kelamin, serta anus bayi.

b. Pengobatan
Pada umumnya penanganan kelainan kongenital pada suatu organ tubuh umumnya
memerlukan tindakan bedah. Beberapa contoh kelainan kongenital yang memerlukan
tindakan bedah adalah hernia, celah bibir dan langit-langit, atresia ani, spina bifida,
hidrosefalus, dan lainnya. Pada kasus hidrosefalus, tindakan non bedah yang dilakukan
adalah dengan pemberian obat-obatan yang dapat mengurangi produksi cairan serebrospinal.
Penanganan PJB dapat dilakukan dengan tindakan bedah atau obat-obatan, bergantung pada
jenis, berat, dan derajat kelainan.

3. Pencegahan Tersier
Upaya pencegahan tersier dilakukan untuk mengurangi komplikasi penting pada
pengobatan dan rehabilitasi, membuat penderita cocok dengan situasi yang tak dapat
disembuhkan. Pada kejadian kelainan kongenital pencegahan tersier bergantung pada
jenis kelainan. Misalnya pada penderita sindrom down, pada saat bayi baru lahir
apabila diketahui adanya kelemahan otot, bisa dilakukan latihan otot yang akan
membantu mempercepat kemajuan pertumbuhan dan perkembangan anak. Bayi ini
nantinya bisa dilatih dan dididik menjadi manusia yang mandiri untuk bisa melakukan
semua keperluan pribadinya.
Banyak orang tua yang syok dan bingung pada saat mengetahui bayinya lahir dengan
kelainan. Memiliki bayi yang baru lahir dengan kelainan adalah masa-masa yang
sangat sulit bagi para orang tua. Selain stres, orang tua harus menyesuaikan dirinya
dengan cara-cara khusus. Untuk membantu orang tua mengatasi masalah tersebut,
maka diperlukan suatu tim tenaga kesehatan yang dapat mengevaluasi dan melakukan
penatalaksanaan rencana perawatan bayi dan anak sesuai dengan kelainannya.

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri E/3. Jakarta : EGC
Hidayat, A. Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika
Hidayat, A. Alimul. 2011. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan.
Jakarta : Salemba Medika
Kristiyanasari, Weni. 2011. Asuhan Keperawatan Neonatus Dan Anak. Yogyakarta : Nuha
Medika
Royyan, Abdullah. 2012. Asuhan Keperawatan Klien Anak. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Atresia ani.pdf, diakses tanggal 16 Maret 2016

You might also like