You are on page 1of 19

DAFTAR PENYAKIT GIGI DAN MULUT

Sesuai dengan kompetensinya, dokter gigi harus mampu memberikan pelayanan terhadap penyakit gigi dan mulut yaitu:

NO. ICD DA 3rd EDITION/ICD Version for 2010/ICD 10 CM 2013 PPK

1. A69 Infeksi spiroketal lainnya A69.1 Infeksi Vincent lainnya A69.10 Gingivitis ulseratif 1. ANUG
Other spirochaetal infection Other Vincent's nekrotikan akut
infection Necrotizing ulcerative
(acute) gingivitis
2. B00 Infeksi virus herpes (herpes B00.1 Dermatitis virus B00.11 Herpes simplex labialis 2. Recurrent herpes labialis
simplex) herpes vesikular
Herpesviral (herpes simplex) Herpesviral vesicular
infection dermatitis
3. B00.2 Gingivostomatitis dan B00.2X Gingivostomatitis virus 3. Primary Herpetic
faringotonsilitis virus herpes Gingivostomatitis
4. herpes Herpesviral 4. Recurrent Intra Oral
Herpesviral gingivostomatitis Herpes /Stomatitis
gingivostomatitis and Herpetika
pharyngotonsilitis
5. B08 Infeksi virus dengan lesi pada B08.4 Stomatitis vesikular Hand, foot, mouth 5. Hand, foot and mouth
kulit dan selaput lendir, lainnya enterovirus dengan disease disease (flu Singapura)
Other viral infection characterized ruam
by skin and mucous membrane Enteroviral vesicular
lesions, not elsewhere classified stomatitis with
exanthem
6. B26 Gondong B26.9 Gondong tanpa B26.9X Manifestasi di mulut 6 Mumps (gondongan)
Mumps (Parotitis Epidemika) komplikasi Oral manifestation
NO. ICD DA 3rd EDITION/ICD Version for 2010/ICD 10 CM 2013 PPK

Mumps without other


complication
7. B37 Kandidiasis B37.0 Kandida stomatitis B37.00 Kandida stomatitis 7 Kandidiasis
Candidiasis Candidal stomatitis pseudomembran akut pseudomembrano akut
Acute
pseudomembranous
candidal stomatitis
8. B37.03 Kandida stomatitis 8 Kandidiasis Eritematous
eritema (atrofik) kronik Kronik (Denture
Chronic erythematous Stomatitis/Candida-
(atrophic) candidal associated denture
stomatitis stomatitis)
Stomatitis gigi tiruan
yang disebabkan oleh
infeksi kandida
Denture stomatitis due to
candidal infection
9. K00 Gangguan perkembangan dan K00.6 Gangguan erupsi gigi K00.63 Gigi sulung tidak 9 Persistensi gigi sulung
erupsi gigi Disturbances in tooth tanggal (persistensi)
Disorders of tooth develompment eruption Retained (persistent)
and eruption primary tooth
10. K01 Gigi terbenam dan gigi impaksi K01.1 Gigi impaksi K01.16 Molar rahang atas 10 Impaksi M3 klasifikasi IA
Embedded and impacted teeth Impacted teeth Maxillary molar
11. K01.17 Molar bawah
Mandibular molar
12. K02 Karies gigi K02.3 Karies terhenti 11 Arrested caries
Dental caries Arrested caries
13. K02.5 Karies gigi pada K02.51 Karies gigi pada 12 Demineralisasi
ICD10C permukaan pit dan permukaan pit dan Permukaan
NO. ICD DA 3rd EDITION/ICD Version for 2010/ICD 10 CM 2013 PPK

M 2013 fissure fissure terbatas pada Halus/Aproksimal Karies


Dental caries on pit and lapisan email dini / lesi putih / karies
fissure surface Dental caries on pit and email tanpa kavitas
fissure surface limited to
enamel

14. K02.52 Karies gigi pada 13 Karies mencapai dentin


permukaan pit dan
fissure mencapai lapisan
dentin
Dental caries on pit and
fissure surface
penetrating into dentin
15. K02.6 Karies gigi pada K02.61 Karies gigi pada Demineralisasi
ICD10C permukaan halus permukaan halus Permukaan
M 2013 Dental caries on smooth terbatas pada lapisan Halus/Aproksimal Karies
surface email dini / lesi putih / karies
Dental caries on smooth email tanpa kavitas
surface limited to enamel
16. K02.62 Karies gigi pada Karies mencapai dentin
permukaan halus
mencapai dentin
Dental caries on smooth
surface penetrating into
dentin

17. K02.8 Karies gigi, lainnya, ydt 14 Karies Mencapai Pulpa


Other specified dental Vital Gigi Sulung
NO. ICD DA 3rd EDITION/ICD Version for 2010/ICD 10 CM 2013 PPK

caries

18. K03 Penyakit jaringan keras gigi K03.0 Atrisi gigi berlebihan 15 Atrisi, Abrasi, Erosi
lainnya Other disease of Excessive attrition of
hard tissues of teeth teeth
19. K03.1 Abrasi gigi
Abrasion of teeth
20. K03.2 Erosi gigi
Erosion of teeth
21. K03.6 Endapan (akresi) pada 16 Oral Hygiene Buruk
gigi Deposits
(accretions) on teeth
22. K03.7 Perubahan warna pada 17 Perubahan Warna
jaringan keras gigi Mahkota Eksterna
pasca erupsi
Posteruptive color
changes of dental hard
tissues
23. K03.8 Penyakit jaringan K03.80 Sensitive dentin 18 Dentin hipersensitif
keras gigi, lainnya ydt
Other specified
diseases of hard
tissues of teeth
24. K04 Penyakit jaringan pulpa dan K04.0 Pulpitis K04.00 Awal (hiperemi) 19 Hyperemia Pulpa Gigi
periapikal Initial (hyperaemia) Tetap Muda

25. Diseases of pulp and periapical K04.01 Acute 20 Iritasi Pulpa Gigi Tetap
tissues Muda
26. Irreversible pulpitis 21 Pulpitis irreversibel (Akar
tunggal, akar jamak yang
NO. ICD DA 3rd EDITION/ICD Version for 2010/ICD 10 CM 2013 PPK

lurus dengan sudut


pandang kerja pada
orifice tidak terhalang)
27. Reversible pulpitis 22 Pulpitis reversibel /
Pulpitis awal / Pulpa
Pada gigi sulung atau gigi
permanen, pasien dewasa
muda
28. K04.1 Nekrosis pulpa 23 Nekrosis pulpa
Necrosis of pulp
29. K04.6 Abses periapikal 24 Abses Periapikal
dengan sinus
Periapical abcess with
sinus
30. K04.7 Abses periapikal tanpa
sinus
Periapical abcess
without sinus
31. K05 Gingivitis dan penyakit K05.0 Gingivitis akut K05.00 Gingivitis akut akibat 25 Gingivitis akut akibat
periodontal Gingivitis and Acute gingivitis ICD10CM plak Plak Mikrobial
periodontal disease Acute gingivitis, plaque
induced
32. K05.2 Periodontitis agresif K05.21 Aggressive periodontitis, 26 Abses Periodontal
Aggressive periodontitis localized/ periodontal
abcess
33. K05.3 Periodontitis kronik K05.30 Simplex 27 Periodontitis Kronis
Chronic periodontitis dengan kehilangan
jaringan periodontal
ringan - sedang
NO. ICD DA 3rd EDITION/ICD Version for 2010/ICD 10 CM 2013 PPK

34. K07 Anomali dentofasial K07.2 Anomali hubungan K07.20 Distoklusi 28 Maloklusi Klas I
Dentofacial anomalies antar lengkung gigi Disto-occlusion
Anomalies of dental
arch relationship
35. K07.21 Mesioklusi
Mesio-occlusion
36. K07.22 Jarak gigit berlebih
(tumpang gigit
horizontal)
overjetExcessive overjet
(horizontal overbite)
37. K07.23 Tumpang gigit berlebih
(tumpang gigit vertikal)
overbite Excessive
overbite (vertical
overbite)
38. K07.25 Gigitan terbuka
Openbite
39. K07.26 Gigitan bersilang depan,
belakang
Crossbite (anterior,
posterior
)
40. K07.27 Oklusi lingual gigi
posterior rahang bawah
Posterior lingual
occlusion of mandibular
teeth
41. K07.3 Anomali letak gigi 29 Anomali letak gigi karena
Anomalies of tooth kehilangan prematur gigi
NO. ICD DA 3rd EDITION/ICD Version for 2010/ICD 10 CM 2013 PPK

position sulung

42. K07.5 Kelainan fungsi K07.51 Maloklusi akibat 30 Kelainan Fungsi


dentofasial kelainan menelan Dentofasial
Dentofacial functional Malocclusion due to
abnormalities abnormal swallowing
43. K07.54 Maloklusi akibat
kelainan menelan
Malocclusion due to
mouth breathing
44. K07.55 Maloklusi akibat
kebiasaan buruk lidah,
bibir atau jari tangan
Malocclusion due to
tongue, lip or finger
habits
45. K08 Gangguan gigi dan jaringan K08.1 Seluruh gigi tanggal K08.10 Seluruh gigi tanggal 31 Kelainan fungsi sistem
pendukung lainnya ICD10C Complete loss of teeth tanpa penyebab spesifik stomatognatik akibat
Other disorders of teeth and M Complete loss of teeth, kehilangan semua gigi
supporting structures unspecified cause asli, tetapi tulang alveolar
46. K08.11 Seluruh gigi tanggal masih baik
akibat trauma
Complete loss of teeth,
due to trauma
47. K08.12 Seluruh gigi tanggal
akibat penyakit
periodontal
Complete loss of teeth
due to periodontal
NO. ICD DA 3rd EDITION/ICD Version for 2010/ICD 10 CM 2013 PPK

disease

48. K08.13 Seluruh gigi tanggal


akibat karies
Complete loss of teeth
due to caries
49. K08.3 Akar gigi tertinggal 32 Akar Gigi Tertinggal
Retained dental root
50. K08.4 Sebagian gigi tanggal K08.40 Sebagian gigi tanggal 33 Kelainan fungsi system
ICD10C Partial loss of teeth tanpa penyebab spesifik stomatognatik akibat
M Partial loss of teeth, kehilangan satu atau
unspecified cause beberapa gigi asli
51. K08.41 Sebagian gigi tanggal
akibat trauma
Partial loss of teeth due
to trauma
52. K08.42 Sebagian gigi tanggal
akibat penyakit
periodontal
Partial loss of teeth due
to periodontal diseases
53. K08.43 Sebagian gigi tanggal
akibat karies
Partial loss of teeth due
to caries
54. K12 Stomatitis dan lesi-lesi yang K12.0 Afte mulut rekuren K12.00 Afte (minor) kambuhan 34 Stomatitis Aphtosa
Berhubungan Recurrent oral aphthae Recurrent aphthous ulcer recurent
Stomatitis and related lesions
55. K12.04 Luka traumatik 35 Ulkus traumatik
1. Patogenesis Karies
Karies gigi adalah proses kerusakan yang dimulai dari email berlanjut ke
dentin. Karies gigi merupakan penyakit yang berhubungan dengan banyak faktor yang
saling memepengaruhi. Terdapat empat etiologi penyebab karies, yaitu host, agent,
substrat dan waktu. Faktor tersebut merupakan faktor utama, dimana bila terdapat
keempat faktor utama tersebut yang saling berinteraksi dan dalam waktu tertentu
maka terjadilah karies. Selain faktor tersebut diatas ada juga beberapa faktor resiko
seseorang terkena karies, antara lain penggunaan fluor, oral hygiene, saliva,pola
makan, keturunan, ras dan jumlah bakteri.
Semua permukaan gigi yang terbuka beresiko terserang karies dari gigi erupsi
hingga gigi tersebut tanggal. Mekanisme terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya
plak (lapisan yang menutupi permukaan gigi), dimana 70% dari volume plak terdiri
dari bakteri. Bakteri tersebut berasal dari streptococcus mutans dan lactobacillus akan
mengubah dan menfermentasikan gula dari sisa makanan yang tertinggal pada gigi
dalam jangka waktu tertentu sehingga berubah menjadi asam yang akan menurunkan
pH mulut menjadi rendah (sekitar pH 5,5) dan menyebabkan terganggunya
keseimbangan kondisi di sekitar mulut, diikuti dengan terjadinya demineralisasi yang
akan yang akan berlanjut pada jaringan-jaringan gigi didalamnya sehingga
terbentuklah lubang (kavitas) yang sering disebut karies gigi.
Pada kondisi ini proses supersaturasi fisikokimia akan terjadi berulang kali
dalam mulut dan akan kecenderungan email untuk mendapatkan Ca dan P dari dalam
rongga mulut dalam upaya untuk mengganti elemen yang hilang pada proses
demineralisasi. Bila proses tersebut tercapai maka menghasilkan keadaan yang
disebut remineralisasi email. Karies sebagai akibat ketidakseimbangan demineralisasi
dan remineralisasi yang terjadi pada gigi. Jika gigi dapat dipertahankan kebersihannya
dari plak dan konsumsi gula dikurangi, maka proses remineralisasi pada daerah
tersebut dapat terjadi dengan adanya deposit kristal dari mineral-mineral yang
terdapat pada saliva. Dengan kata lain ada aliran mineral keluar dari gigi. Namun jika
lebih banyak kristal mineral yang larut pada suartu bagian permukaan gigi dapat
rusak. Apabila hal ini terjadi proses remineralisasi tidak mungkin terjadi dan lubang
pada gigi mulai terlihat.
Karies diawali dengan lesi karies berwarna putih akibat dekalsifikasi dan akan
berkembang menjadi lubang berwarna coklat atau hitam yang mengikis gigi. Warna
putih terbentuk karena hilangnya mineral interprismata dan larutannya mineral pada
perifer prismata sehingga garis-garis pertumbuhan yang bermuara pada permukaan
email hilang sehingga mudah terjadi keausan. Akumulasi plak pada permukaan gigi
utuh dalam dua sampai tiga minggu menyebabkan terjadinya bercak putih.
Waktu berlangsungnya bercak putih menjadi kavitas tergantung pada mulut
dan kondisi individu. Biasanya kavitas di dalam email tidak menyebabkan nyeri,
email tidak sensitif dalam rangsangan nyeri. Nyeri baru timbul apabila sudah
mencapai dentin, dimana dentin memiliki serabut syaraf dan saluran-saluran yang
sangat halus, yang rentan terhadap asam yang dihasilkan oleh fermentasi karbohidrat.
Pada tahap akhir adalah saat kerusakan gigi sudah mencapai lapisan email dan
dentin kemudian mencapai bagian syaraf ditenggah gigi yaitu pulpa. Sewaktu bakteri
dan plak mencapai pulpa, bakteri tersebut menyebarkan infeksi kumannya dan gigi
mulai terasa sakit. Rasa sakit itu disebabkan oleh adanya peradangan pada pulpa yang
menyebabkan peningkatan tekanan di dalam ruang pulpa. Tekanan tersebut
menyebabkan pembuluh darah di dalam pulpa rusak sehingga rasa sakit bertambah.
Karies yang timbul sampai pulpa menyebabkan kerusakan yang tidak dapat
diperbaiki.

2. Klasifikasi ICDAS (International Caries Detection and Assessment System)


ICDAS ini mereka mengklasifikasi karies berdasarkan keparahan kariesnya, misalnya
masih belum ada kavitas, sampai kavitas yang mencapai pulpa. Klasifikasi ini dalam
bentuk angka, dan diawali dengan huruf D, misal D0, D1.
0 : gigi yang sehat.
1 : perubahan awal pada email yang tampak secara visual. Biasa dilihat dengan cara
mengeringkan permukaan gigi, dan tampak adanya lesi putih di gigi tersebut.
2 : perubahan pada email yang jelas tampak secara visual. Terlihat lesi putih pada
gigi, walau gigi masih dalam keadaan basah.
3 : kerusakan email, tanpa keterlibatan dentin (karies email).
4 : terdapat bayangan dentin (tidak ada kavitas pada dentin). Karies pada tahap ini
sudah menuju dentin, berada pada perbatasan dentin dan email (dentino-enamel
junction).
5 : kavitas karies yang tampak jelas dan juga terlihatnya dentin (karies sudah
mencapai dentin).
6 : karies dentin yang sudah sangat meluas (melibatkan pulpa).
3. Persarafan gigi
Nervus trigeminus merupakan nervus cranial terbesar, sensorik pada leher dan
kepala serta merupakan nervus motorik pada otot-otot pengunyahan. Nervus
trigeminus muncul dari pons, dekat dengan batas sebelah atas dengan radiks motorik
kecil yang terletak di depan dan radiks sensorik besar yang terletak di medial.
Nervus trigeminus dinamai saraf tiga serangkai sebab terdiri atas tiga cabang (rami)
utama yang menyatu pada ganglion Gasseri. Ketiga cabang tersebut adalah:
1. Nervus ophtalmicus, yang mensarafi dahi, mata, hidung, selaput otak,
sinus paranasalis dan sebagian dari selaput lendir hidung. Saraf ini memasuki rongga
tengkorak melalui fissura orbitalis superior.
2. Nervus maxillaries, yang mensarafi rahang atas serta gigi-gigi rahang
atas, bibir atas, pipi, palatum durum, sinus maxillaries dan selaput lendir hidung.
Saraf ini memasuki rongga tengkorak melalui foramen rotundum.
3. Nervus mandibularis, yang mensarafi rahang bawah, bibir bawah,
mukosa pipi, lidah, sebagian dari meatus accusticus externus, meatus accusticus
internus dan selaput otak. Saraf ini memasuki rongga tengkorak melalui foramen
ovale.
Ketiga nervi (rami) ini bertemu di ganglion semilunare Gasseri. Dalam
ganglion semilunar Gasseri terdapat sel-sel ganglion unipolar. Juluran aferen perifer
dari sel-sel unipolar ini lewat pada ketiga cabang utama dari nervus trigeminus itu.
Juluran aferen sentral dari sel-sel unipolar itu lewat di dalam porsio mayor N V yang
msuk ke pons. Setelah msuk ke dalam pons (di perbatasan 1/3 depan dengan 2/3
belakang pons), maka porsio mayor N V itu bercabang dua, yaitu:
a. Rami ascendens (pendek), yang bersinaps di nukleus sensibilis
prinseps nervi trigemini. Serabut-serabut ini menghantarkan rasa peraba.
b. Rami desendens (panjang), yang menjulur ke distal dan membentuk
tractus spinalis nervi trigemini. Tractus ini menjulur ke caudal, sampai di bagian atas
dari medulla spinalis cervicalis. Dalam perjalanan ke caudal ini, serabut tractus
spinalis N V ini melepaskan kolateral-kolateral untuk bersinaps dalam nuklei tracti
spinalis nervi trigemini. Serabut-serabut ini menghantarkan rasa peraba, nyeri dan
suhu.
Sel-sel unipolar dari serabut-serabut yang menghantarkan peraba propioseptik
terletak dalam nukleus mesenfalikus nervi trigemini. Nukleus mesenfalikus N V ini
adalah suatu nukleus yang unik. Ia merupakan satu-satunya nukleus di susunan saraf
pusat yang mengandung sel-sel unipolar. Sel-sel unipolar sebenarnya hanya terdapat
di dalam ganglia di luar sistem saraf pusat, misalnya dalam ganglia Gasseri.
Sel-sel unipolar nuklei mesenfali N V memiliki juluran perifer dan juluran sentral.
Juluran perifernya menuju ke oto-otot intrafusal muskulus mastikatorius. Juluran
perifer sel-sel unipolar nukleus mesenfalikus N V ini lewat di porsio minor nervi
trigemini. Juluran sentralnya bersinaps di nukleus motorius nervi trigemini.
Dengan demikian maka terbentuklah suatu busur refleks, yaitu suatu refleks
monosinaptik dengan sel unipolar dalam nukleus mesenfalikus sebagai neuron aferen
dan motorneuron alfa di nukleus motorius N V sebagai neuron eferen.
Radiks motorik Serabut radiks motorik terdiri atas dua nuclei, yaitu superior
dan inferior. Nucleus superior mengandung sehelai sel yang menempati keseluruhan
panjang bagian lateral substansi grisea pada saluran serebral. Nukleus inferior atau
nucleus kepala terletak pada bagian atas pons, dekat dengan permukaan dorsal, dan
berdekatan dengan margin lateral garis fossa rhomboid. Serabut dari nucleus superior
yang merupakan radiks mesenfalikus turun melalui otak tangah dan memasuki pons
bersatu dengan serabut dari nucleus yang lebih bawah, dan radiks motorik terbentuk
melewati pons menuju tempat kemunculannya. Tidak terlalu diketahui apakah radiks
mesenfalikus itu motorik ataukah sensorik.
Radiks sensorik Serabut radiks sensorik terdiri atas sel-sel ganglion
semilunar yang terletak pada durameter dekat dengan apeks partis petrosa pada tulang
temporal. Setelah menuju ke belakang melewati sinus petrosa superior dan tentorium
cerebelli dan memasuki pons, radiks sensorik terbagi menjadi radiks superior dan
inferior. Radiks superior berakhir sebagian sebagai nucleus yang terletak pada pons
bagian lateral dari akar inferior dan sebagian lagi sebagai locus cruleus, radiks
inferior menurun melewati pons dan medulla oblongata dan berakhir di bagian bawah
substansi gelatinosa Rolando. Radiks inferior ini kadang-kadang dinamai radiks spinal
nervus. Medulasi dari serabut radiks sensorik dimulai sekitar bulan kelima kehidupan
fetus tetapi keseluruhan serabut tersebut tidak termedulasi sampai bulan ketiga
kelahiran.
Ganglion semilunar (semilunar ganglion [gasseri]; gasserian ganglion)
menempati cavitas (cavum Meckelli) pada duramater melapisi impressio trigemini
dekat dengan apeks partis petrosa os temporal. Bentuknya crecsentic atau seperti
bulan sabit dengan kekonvekan mengarah ke depan atau medial berhubungan dengan
arteri carotis interna dan sinus cavernous bagian posterior. Radiks motorik berjalan di
depan dan di medial akar sensorik dan melewati di bawah ganglion. Mereka keluar
dari cranium melewati foramen ovale dan kemudian setelah keluar dari foramen ini,
bergabung dengan nervus mandibularis. Nervus petrosus superficial mayor juga
terletak di bawah ganglion tersebut.
Ganglion pada bagian medial menerima serabut pleksus carotid simpatik. Dari
batasnya yang konveks yang berjalan ke depan dan lateral, tiga nervus besar
dipercabangkan yaitu nervus opthalmicus, maxillaris dan mandibularis. Nervus
opthalmicus dan maxillaris terdiri atas serabut-serabut sensorik dan nervus
mandibularis bersatu di luar cranium dengan akar motorik.
Ada empat ganglia kecil yang berhubungan dengan nervus trigeminus. Ganglion
ciliaris berhubungan dengan nervus opthalmicus, ganglion sphenopalatina
berhubungan dengan nervus maxillaris dan ganglion oticum dan ganglion
submaxillaris berhubungan dengan nervus mandibularis. Semua ganglia tersebut
menerima serabut sensorik dari nervus trigeminus dan serabut motorik dan simpatik
dari berbagai sumber, serabut ini disebut radiks ganglia.

4. ICD 10
Terlampir sebelumnya

5. Pemeriksaan objektif dan subjektif


a. White spot
Hasil anamnesis (subjective)
Tidak ada gejala yang dikeluhkan, gigi terdapat warna keputih putihan pada
permukaan gigi
Gejala klinis dan pemeriksaan
- Bercak putih dan warna kusam tidak mengkilat, umumnya tidak ada
gejala.
- Pemeriksaan dengan sonde tumpul, penerangan yang baik, gigi
dikeringkan.
b. Karies enamel
Hasil anamnesis (subjective)
Tidak ada gejala yang dikeluhkan, gigi terdapat warna keputih putihan pada
permukaan gigi
Gejala klinis dan pemeriksaan
- Bercak putih dan warna kusam tidak mengkilat, umumnya tidak ada gejala.
- Pemeriksaan dengan sonde tumpul, penerangan yang baik, gigi dikeringkan.
c. Karies dentin
Hasil anamnesis (subjective)
- Perubahan warna gigi
- Permukaan gigi terasa kasar, tajam
- Terasa ada makanan yang mudah tersangkut
- Jika akut disertai rasa ngilu, jika kronis umumnya tidak ada rasa ngilu
Gejala klinis dan pemeriksaan
- Pemeriksaan sondasi dan tes vitalitas gigi masih baik
- Pemeriksaan perkusi dan palpasi apabila ada keluhan yang menyertai
- Pemeriksaan dengan pewarnaan deteksi karies gigi (bila perlu)
d. Iritasi pulpa
Hasil anamnesis (subjective)
Gigi tetap muda terasa sakit menetap kurang dari satu menit bila terkena
rangsangan (minum dingin/ makan manis/ asam)
Gejala klinis dan pemeriksaan
- Karies dentin,
- Sondase negatif,
- Perkusi negatif,
- Tekanan negatif.
- Vitalitas positif linu sampai dengan sakit yang menghilang apabila
rangsanan segera dihilangkan
e. Hiperemia pulpa
Belum dapat
f. Pulpitis irreversibel
Hasil anamnesis (subjective)
- Nyeri tajam, berlangsung cepat dan menetap, dapat hilang dan timbul
kembali secara spontan (tanpa rangsangan), serta secara terus menerus. Nyeri
tajam, yang berlangsung terus menerus menjalar kebelakang telinga.
- Nyeri juga dapat timbul akibat perubahan temperatur/rasa, terutama
dingin, manis dan asam dengan ciri khas rasa sakit menetap lama.
- Penderita kadang-kadang tidak dapat menunjukkan gigi yang sakit
dengan tepat.
- Kavitas dalam yang mencapai pulpa atau karies dibawah tumpatan lama,
dilakukan anamnesis menunjukkan pernah mengalami rasa sakit yang
spontan, klinis terlihat kavitas profunda, dan tes vitalitas menunjukkan rasa
sakit yang menetap cukup lama.
Gejala klinis dan pemeriksaan
- Karies dentin yang dalam atau kavitas mendekati pulpa gigi,
- Sondase positif sakit menetap,
- Perkusi negatif,
- Tekanan negatif.
- Vitalitas positif sakit yang menetap lama walaupun rangsangan segera
dihilangkan
g. Pulpitis reversibel
Hasil anamnesis (subjective)
Asimptomatik, jika ada rasa nyeri biasanya oleh karena adanya rangsangan
(tidak spontan), rasa nyeri tidak terus menerus. Nyeri akan hilang jika
rangsangan dihilangkan misal taktil, panas/dingin, asam/manis, rangsangan
dingin lebih nyeri dari pada panas.
Gejala klinis dan pemeriksaan
- Karies dentin yang dalam atau kavitas mendekati pulpa gigi
- Sondase positif sakit namun hilang apabila rangsang dihilangkan,
- Perkusi negatif,
- Tekanan negatif.
- Vitalitas positif sakit tidak menetap lama apabila rangsangan segera
dihilangkan
h. Nekrosis pulpa
Hasil anamnesis (subjective)
- Kadang dijumpai tidak ada simptom sakit
- Pada nekrosis total keadaan jaringan periapeks normal / sedikit
meradang sehingga pada tekanan atau perkusi kadang-kadang peka.
Gejala klinis dan pemeriksaan
- Tanda klinis yang sering ditemui adalah jaringan pulpa mati, perubahan
warna gigi, transluensi gigi berkurang, pada nekrosis sebagian bereaksi
terhadap rangsangan panas.
- Nekrosis koagulasi juga sering disebut nekrosis steril, ditandai oleh
jaringan pulpa yang mengeras dan tidak berbau.
- Pada nekrosis liquefaksi / gangren pulpa, jaringan pulpa lisis dan berbau
busuk.
- Perlu dilakukan pemeriksaan klinis vitalitas gigi dan foto Ro jika
diperlukan
i. Periodontitis
Hasil anamnesis (subjective)
Gigi sensitif terhadap tekanan/perkusi dan kadang-kadang goyang. Terdapat
pembengkakan pada gusi.
Gejala klinis dan pemeriksaan
- Gingiva bengkak, licin, mengkilap dan nyeri, dengan daerah yang
menimbulkan rasa nyeri bila dipegang.
- Tampak cairan eksudat purulen dan atau kedalaman probing meningkat.
- Kerusakan pelekatan terjadi secara cepat.

6. Trepanasi di daerah apeks akar.


Trepanasi melalui saluran akar
Usaha awal untuk memperoleh drainase adalah membuka saluran akar lebar-lebar
sampai melewati foramen apikalis dan saluran akar dibiarkan terbuka beberapa hari
supaya sekret dapat mengalir ke luan Ke dalam kavum pulpa dimasukkan kapas yang
longgar agar sisa makanan Lidak menutup jalan drainase. Setiap hzui kapas diganti
dan saluran dibersihkan dengan larutan garam fisiologis utau NaCl 5% bila sekret pus
tidak ada lagi. Dalam hal ini, Schroeder (1981) menganjurkan terapi altematif, yaitu
pemberian preparat antibiotik dan kortikosteroid (pasta Ledermix), dan menutup
saluran dengan oksida seng engenol. Setelah rasa sakit berkurang dan drainase telah
berhenti, saluran akar dipreparasi dengan sempuma dan diisi dengan bahan pengisi
saluran akar.
trepanasi Melalui Tulang
Trepanasi ini dikenal dengan nama fistulasi apikal.
Teknik:
1. Berikan anatesi lokal.
2. lnsisi (dalam benmk semalumr panjangnya kara-kara 20 mm) sekitar daerah
batas mukogingival di mana terletak apeks, dilakukan dengan bantuan foto
rontgen. Perforasi dengan fistulator (Sargenti 1965) melalui mukosa dan
tulang tidak mmjufm karena xukasi apeks tidak dapaf ditenhzkan atngan tepat
dan Iuka yang disebabkan sobekan akan meninggalkan bekas.
3. Pengambilan tulang alveolar langsung di atas apeks dan nanah mengalir
keluar.
4. Kuretase dengan kuret secara hatbhati pada apeks dan irigasi dengan larutan
gaxam fisiologis.
5. Lakukan penjahikan
6. Memasukkan sebuah pita kasa ke bawah selapuf lendir.
7. Pemberian analgetik dan ant-ibiotik.
Fistulasi apikal sebagai penanganan darurat dapat dianjurkan pada abses alveolar akut
atau infeksi periapeks akul yang disebabkan pengisian saluran akar yang tidak
sempuma atau pengisian yang berlebihan.
Pada beberapa buku tertentu, fistula apikal digambarkan sebagai prosedur sederhana
yang berlangsung hanya beberapa menit saja. Dalam hal ini sering rldak diperhat-lkan
kalau just gjgi depan iarang sekali memerlukan fistulasi apikal karena gigi ini dapat
ditangani secara endodonti tampa kesulitan. Dengan demiuan, cm penanggulangan me
temfama dilakukan pad; ggi belakang yang apeksnya ndak selalu mudah dnemukan
lokasanya. Struktur anatomis seperti sinus maksilaris, kanalis mandibularis, foramen
mentalis sering terletak di daerah yang dekat apeks, sementara akar palatal gigi
posterior ata.; berada di tempat yang sulit dicapai, Dengan banman foto ronlgen yang
tepaf, sedapat mungkin tanpa perubahan bentuk serta ukuran yang benar, \eak apeks
itu dapat diketnhui dengan fepn. Hal tersebut meniadi alasan untuk selalu dibuat flap
mukoperiosteal fistulasi apikal. Namun, jika lokasi apeks iru sukar ditentukan, tulang
dibur sedikit, sebuah karet (2 mm) dimasukkan ke dalam lekukan, kemudi/an
dilakukan foto mntgen sebagai pengonrrol. Pxosedur ini sangat memudahkan usaha
unluk menemukan apeks. Akan tetapi, perlu diingat bahwa Eistulasi apikal bukan
merupakan suatu perawatan akhir karena walaupun telah dilakukan drainase nanah,
penyakit ufama yang merupakan samba: infeksi pada Salman akar belum diaraaa
Setelah gejala rasa sakit berkurang, saluran akar hams ditangani menurut prosedur
yang tepat. Iika hal ini tidak mlmgkin dilakukan karena pemblokiran saluran, ujung
akar hams direseksi dan dilakukan pengisian saluran akar secara reirograd untuk
menutup rapat saluran ke jaringan periapeks. Tindakan ini dapat dilakukan selama
kunjungan yang sama, tetapi bolehjuga dilakukan setelah dua atau tiga minggu.
Fistulasi apikal tidak merangs:-mg penyembuhan granulqma, tetapi berfungsi untuk
rnenciptakan drainase dan mengendalikan rasa sakit, dan tindakan ini hanya
mempakan tindakan damrat. Hal ini diindikasikan pada infeksi apikal akut yang
diikuri dengan rasa sakit.

7. Phlegmon Dasar Mulut atau Ludwig`s Angina


Phlegmon dasar mulut (submandibular atau sublingual space) atau Ludwig`s angina.
Ludwig`s angina dikemukakan pertama kali oleh Von Ludwig pada 1836 sebagai
selulitis dan infeksi jaringan lunak disekeliling kelenjar mandibula. Kata angina pada
Ludwig`s angina dihubungkan dengan sensasi tercekik akibat obstruksi saluran nafas
secara mendadak. Ludwig`s angina merupakan infeksi yang berasal dari gigi akibat
penjalaran pus dari abses periapikal tergantung jenis gigi (seperti pada fascial spaces).
Kriteria yang mendasari suatu keadaan disebut dengan Ludwig`s angina yaitu:
1. Proses selulitis pada submandibular space (bukan merupakan abses)
2. Keterlibatan dari submandibular space baik unilateral atau bilateral
3. Adanya gangrene dengan keluarnya cairan serosanguinous yang meragukan
ketika dilakukan incise dan tidak jelas apakah itu adalah pus
4. Mengenai fascia, otot, jaringan ikat, dan sedikit jaringan kelenjar
5. Penyebaran secara langsung dan tidak ada penyebaran secara limfatik

Peyebab
Pada suatu penelitian Jankowska, et al yang dilakukan pada 24 pasien, dimana 16
diantaranya menderita abses leher dan 8 lainnya menderita phlegmon pada leher.
Didapatkan hasil yaitu 59% disebabkan oleh adanya infeksi pada gigi dan 29% pada
penderita pharyngotonsilitis. Kultur bakteri positif pada semua kasus. Penyebaran
infeksi pada phlegmon juga didasari oleh adanya defisiensi imunologi.

Gejala-gejala
Gejala dari Ludwig`s angina yaitu: sakit dan bengkak pada leher, leher menjadi
merah, demam, lemah, lesu, mudah capek, bingung dan perubahan mental, dan
kesulitan bernapas (gejala ini menunjukkan adanya suatu keadaan darurat) yaitu
obstruksi jalan nafas. Pasien Ludwig`s angina akan mengeluh bengkak yang jelas dan
lunak pada anterior leher, jika dipalpasi tidak terdapat fluktuasi dan pasien akan
merasa sangat nyeri.
Pemeriksaan penunjang
CT-Scan pada regio cervical dapat mendukung diagnosis phlegmon. Pemeriksaan
Ultrasound pada leher cukup untuk mendirikan diagnosis yang tepat pada
submandibular space abcess dan ludwigs angina. Selain dari pemerikasaan klinis,
pemeriksaan radiology yang akurat dan evaluasi mikrobiologi yang essensial, dapat
menentukan penyebab yang potensial dari proses inflamasi yang ada dan dapat
memberikan terapi farmakologi yang tepat pula.
Komplikasi
Pada pasien dengan infeksi cervicofacial yang tidak menrima perawatan yang sesuai
dengan situasi dan perkembangan klinisnya, Komplikasi dapat timbul jika perawatan
yang dilakukan memakan waktu yang lama dan perkembangan yang mematikan tidak
dapat acuhkan. Komplikasi paling serius dari Ludwig`s angina adalah adanya
penekanan/kolaps jalan nafas akibat pembengkakan yang berlangsung hebat.
Penatalaksanaan / Terapi
Setelah mendapat riwayat kesehatan gigi, terutama bila pernah terjadi infeksi gigi, dan
telah melaksanakan pemeriksaan fisik, hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah
memeriksa permeabilitas jalan napas lalu dilanjutkan dengan mengecek akan adanya
abses. Jika telah terbentuk abses, direkomendasikan untuk dilakukan terapi
pembedahan (abscess drainage). Namun bila belum terbentuk abscess, kita dapat
memilihterapi konservatif, yaitu dengan pemberian antibiotic IV dan tetap
mempertimbangkan kemungkinan operasi tergantung pada perkembangan penderita
48-72 jam ke depan. Selain itu, pada kasus ini, kita tidak boleh lupa tentang adanya
kemungkinan terjadinya kolaps jalan napas, yang jika terjadi harus dipertimbangkan
kemungkinan untuk melakukan trakeostomi.
Jika telah terjadi kolaps jalan napas, diperlukan tindakan bedah segera dengan
trakeostomi sebagai jalan nafas buatan. Kemudian jika saluran nafas telah ditangani
dapat diberikan antibiotik dan dilakukan incisi pada pus untuk mengurangi tekanan.
Perlu dilakukan perawatan gigi pada gigi penyebab infeksi (sumber infeksi) baik
perawatan endodontic maupun periodontic.

8. Antibiotik dan analgesik sakit gigi untuk wanita hamil


Berikut Daftar Obat Antibiotik yang aman untuk Ibu Hamil/Kehamilan & Menyusui :
Lactation Risk Categories Pregnancy Risk Categories
L1 (safest) A (controlled studies show no risk)
L2 (safer) B (no evidence of risk in humans)
L3 (moderately safe) C (risk cannot be ruled out)
L4 (possibly hazardous) D (positive evidence of risk)
L5 (contraindicated) X (contraindicated in pregnancy)
NR: Not Reviewed. This drug has not yet been reviewed by Hale.

Antibiotika [contents]
Amoxicillin Larotid, Amoxil Approved B L1
Aztreonam Azactam Approved B L2
Cefadroxil Ultracef, Duricef Approved B L1
Cefazolin Ancef, Kefzol Approved B L1
Cefotaxime Claforan Approved B L2
Cefoxitin Mefoxin Approved B L1
Cefprozil Cefzil Approved C L1
Ceftazidime,
Ceftazidime Approved B L1
Fortaz, Taxidime
Ceftriaxone Rocephin Approved B L2
Ciprofloxacin [more] Cipro Approved C L3
Clindamycin Cleocin Approved B L3
E-Mycin, Ery- L1
Erythromycin tab, ERYC, Approved B L3 early
Ilosone postnatal
Fleroxacin Approved NR

Gentamicin Garamycin Approved C L2


Kanamycin Kebecil, Kantrex Approved D L2
Moxalactam Moxam Approved NR

Nitrofurantoin Macrobid Approved B L2


Ofloxacin Floxin Approved C L2
Penicillin Approved B L1
Streptomycin Streptomycin Approved D L3
Sulbactam Approved NR

Gantrisin, Azo-
Sulfisoxazole Approved C L2
Gantrisin
Achromycin,
Tetracycline Sumycin, Approved D L2
Terramycin
Ticarcillin, Ticar,
Ticarcillin Approved B L1
Timentin
Proloprim,
Trimethoprim/sulfamethoxazole Approved C L3
Trimpex

Akan kami sebutkan obat-obat antibiotik yang YANG PERLU PERHATIAN KHUSUS
atau TIDAK BOLEH DIMINUM UNTUK IBU HAMIL dan MENYUSUI :
Golongan Aminoglikosida (biasanya dalam turunan garam sulfate-nya), seperti amikacin
sulfate, tobramycin sulfate, dibekacin sulfate, gentamycin sulfate, kanamycin sulfate, dan
netilmicin sulfate.

1. Golongan Sefalosporin, seperti : cefuroxime acetyl, cefotiam diHCl, cefotaxime Na,


cefoperazone Na, ceftriaxone Na, cefazolin Na, cefaclor dan turunan garam
monohydrate-nya, cephadrine, dan ceftizoxime Na.

2. Golongan Chloramfenicol, seperti : chloramfenicol, dan thiamfenicol.

3. Golongan Makrolid, seperti : clarithomycin, roxirhromycin, erythromycin,


spiramycin, dan azithromycin.

4. Golongan Penicillin, seperti : amoxicillin, turunan tridydrate dan turunan garam Na-
nya.

5. Golongan Kuinolon, seperti : ciprofloxacin dan turunan garam HCl-nya, ofloxacin,


sparfloxacin dan norfloxacin.

6. Golongan Tetracyclin, seperti : doxycycline, tetracyclin dan turunan HCl-nya (tidak


boleh untuk wanita hamil), dan oxytetracylin (tidak boleh untuk wanita hamil).

You might also like