You are on page 1of 8

BASIC LIFE SUPPORT (BLS) Langkah utama yang harus dilakukan ketika menemukan korban

adalah :

a. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong


Pasien dengan kedaruratan dapat terjadi dimana saja, kapan b. Pastikan kesadaran korban dengan nilai kesadaran korban
saja dan dapat dialami oleh siapa saja. Dapat berupa serangan
penyakit mendadak, kecelakaan, atau bencana alam. Time saving is (panggil, sentuhan, rangsang nyeri)
life saving merupakan dasar dari tindakan pada menit-menit pertama c. Meminta pertolongan pada masyarakat sekitar dan menjelaskan
yang dapat menentukan hidup atau mati penderita. Basic Life bahwa kita akan memberi pertolongan (jangan lupa
Support merupakan tindakan-tindakan segera yang dilakukan untuk
memperkenalkan diri agar tidak terjadi kesalahpahaman)
mencegah proses menuju kematian. Dalam Basic Life Support
penolong harus dapat melakukan Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP) d. Memperbaiki posisi korban; agar BLS efektif hendaknya posisi
atau Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO) bila diperlukan. Sirkulasi pasien telentang dan berada pada permukaan yang rata dan keras
yang terhenti 3-5 menit dapat menyebabkan kerusakan otak
e. Mengatur posisi penolong; penolong berlutut sejajar dengan
permanen, sedangkan pada korban yang pernah mengalamai
hipoksemia waktunya menjadi lebih sempit sehingga butuh bahu korban
penanganan segera. Keadaan tersebut disebut keadaan gawat Kita dapat menggunakan prinsip DRS, yaitu
darurat, yaitu keadaan yang apabila tidak mendapat pertolongan
cepat, korban dapat kehilangan sebagian anggota tubuh atau D: Danger, yaitu sebelum kita menolong korban pastikan
meninggal. BLS yang dilakukan dengan cara yang benar keamanan untuk diri kita sendiri, pasien, dan lingkungan
menghasilkan cardiac output 30% dari cardiac output normal. Hal R: Responsive, yaitu periksa kesadaran korban secepat
itu berarti total volume darah yang dipompa oleh ventrikel per menit mungkin. Pemeriksaan dapat menggunakan AVPU:
adalah 30% dari normalnya 4,8-6,4 L/menit2. Volume darah total
(volume plasma dan sel darah) pada pria normal rata-rata 75 mL/kg A: Alert; korban sadar dan memiliki orientasi yang
berat badan5. baik

Prinsip penanganan primary survey yaitu deteksi secara V: Verbal; korban sadar dan memiliki orientasi yang
cepat dan koreksi segera kondisi-kondisi yang mengancam jiwa. baik setelah diberikan rangsangan verbal.
P: Pain; korban dapat memberikan respon setelah
diberikan rangsangan nyeri.

U: Unconscious; korban tidak sadar.

S: Send for Help, yaitu meminta pertolongan kepada rumah


sakit atau tempat rujukan yang tepat sehingga korban dapat
diberikan terapi definitif.

Apabila korban dalam keadaan sadar dan memiliki orientasi yang


baik, kita dapat melanjutkan ke secondary survey untuk melakukan
pemeriksaan menyeluruh pada korban. Sedangkan jika terjadi
penurunan kesadaran dan orientasi, kita tetap melanjutkan prosedur
primary survey. Hal tersebut dilakukan untuk menangani
kemungkinan keadaan kegawatdaruratan sehingga meningkatkan
harapan hidup korban.
Ketika kita menemukan korban dalam keadaan unresponsive, tahap
selanjutnya yaitu meraba arteri carotis selama 10 detik, untuk
1. Airway (prinsip: pastikan jalan napas bebas dari benda
memastikan teraba denyut nadi, dan secara bersamaan memeriksa
nafas dengan cara look, listen, and feel. Jika tidak didapatkan denyut asing)
nadi dan napas terhenti atau tersengal, kemudian kita menilai Tindakan yang dilakukan yaitu memastikan terbukanya jalan
Airway, Breathing, Circulation/Chest Compression, Disability, nafas, membersihkan jalan nafas dan membebaskan jalan nafas.
Exposure. Karena alat Automated External Defibrilator (AED) Pada temuan pasien dengan kondisi tidak sadar, langsung
hanya dimiliki oleh tenaga medis di rumah sakit atau tempat bersihkan sumbatan jalan nafas. Cara untuk menilai ada tidaknya
rujukan, maka terapi yang dapat diberikan hanya melakukan pijat sumbatan jalan nafas dengan
jantung sambil menunggu bantuan datang. a. Look ; lihat pergerakan dinding dada, apakah simetris kanan-
Terdapat dua perbedaan pendapat yaitu yang bersumber dari kiri
American Heart Association (AHA) dan Advanced Trauma Life b. Listen ; dengarkan suara napas (adakah napas, adakah suara
Supports (ATLS) mengenai urutan primary survey. AHA
napas tambahan)
merupakan organisasi yang memberikan perhatian terhadap penyakit
jantung menggunakan urutan C-A-B karena ketika terjadi henti c. Feel ; merasakan hembusan napas dari hidung/mulut
jantung mendadak, sebisa mungkin tetap mempertahankan perfusi Jika saat mendengarkan suara napas pasien terdapat suara
pada otak supaya tidak terjadi kerusakan permanen. Sedangkan tambahan, dapat dicurigai terdapat sumbatan pada jalan napas
ATLS yang merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang pasien. Jika terdapat sumbatan maka sumbatan tersebut harus
traumatologi menggunakan urutan A-B-C karena ketika kasus dihilangkan dahulu. Sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan
korban yang terjadi merupakan kasus trauma, maka terdapat dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi kain,
kemungkinan tersumbatnya jalan napas sehingga prioritas utama sedangkan sumbatan benda keras dapat dikorek dengan jari
kita adalah membebaskan dan menjaga jalan napas korban. telunjuk yang dibengkokkan. Sumbatan jalan nafas pada pasien
Penggunaan A-B-C atau C-A-B tergantung dari kasus pada korban tidak sadar paling sering disebabkan oleh pangkal lidah. Mulut
yang akan kita tangani. dapat dibuka dengan teknik cross finger, dimana ibu jari
diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk pd mulut korban.
Apabila kita curiga pasien mengalami cidera spinal, maka perlu
Selanjutnya dilakukan pembebasan jalan napas.
melakukan immobilisasi pada kepala dan leher korban dengan collar
neck sambil melakukan primary survey.
a. Tanpa alat: Chin lift dan Jaw Thrust
Chin lift dilakukan dengan cara mengangkat dagu ke depan
dengan jari telunjuk dan jari tengah sambil menekan kening
kebelakang dengan telapak tangan lainnya. Cara yang lebih
aman adalah dengan jaw thrust, yaitu dengan memegang
jawbone dengan kedua tangan dan secara perlahan dorong ke
depan, gunakan keempat jari pada kedua tangan untuk
menekan.

Jaw thrust

b. Dengan alat: Oro pharyngeal airway, Naso pharyngeal


airway
Airway definitif: Orotrakeal airway, Nasotrakeal airway,
Surgical airway (Cricothyroidectomy dan tracheostomy)
2. Breathing Jika telah dipastikan tidak teraba denyutan, berikan pijat jantung
Dilakukan identifikasi untuk memastikan korban bernapas atau luar atau Cardio Pulmonary Resucitation (CPR) untuk
tidak, identifikasi dilakukan tidak boleh lebih dari 10 detik. Jika membantu sirkulasi yang dilakukan dengan teknik :
korban tidak bernapas, bantuan napas dapat diberikan melalui o Ambil titik tengah dari sternum, lalu ambil setengah bagian
mulut-mulut atau mulut-hidung dengan memberikan hembusan bawahnya. Daerah tersebut merupakan daerah untuk
awal sebanyak dua kali hembusan sampai dada korban terlihat meletakkan tangan penolong dalam memberikan bantuan
mengembang.
sirkulasi.
Pada saat melakukan hembusan baik dari mulut-mulut maupun
mulut-hidung pastikan o Tumit tangan yang dominan diletakkan di atas tangan yang
mulut penolong dapat menutup seluruh mulut atau hidung sudah berada tepat di titik pijat jantung.
korban dengan baik untuk mencegah terjadinya kebocoran.
o Jari-jari kedua tangan dirapatkan dan diangkat agar tidak ikut
Cara memberikan nafas buatan adalah sebagai berikut: menekan.
Buka sedikit mulut pasien. Ambil nafas panjang dan o Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding
tempelkan rapat-rapat bibir penolong melingkari mulut dada korban dengan tenaga dari berat badannya secara
pasien. teratur sebanyak 30 kali dgn kedalaman 2-2,4 inch atau 5-6

Tiup selama 1,5-2 detik. Lihat apakah dada terangkat. cm karena terdapat penelitian bahwa terdapat keterkaitan

Tetap pertahankan airway, lepas mulut penolong dari mulut kedalaman kompresi berlebihan dan cedera yang tidak

pasien. mengancam jiwa.

Lihat apakah dada pasien turun waktu exhalasi. o Kecepatan kompresi pada orang dewasa yaitu 100-

3. Circulation / Chest Compression 120x/menit. Jika kecepatan kompresi meningkat menjadi

Pastikan ada tidaknya denyut jantung korban dengan meraba lebih dari 120x/menit, kedalaman kompresi akan berkurang
arteri karotis di daerah leher korban. Penolong dapat meraba sesuai dosis.
pertengahan leher kemudian jari digeser ke sisi kiri atau kanan 1-
2 cm, raba dengan lembut selama 5-10 detik.
o Ketika melakukan pijatan penolong tidak boleh bertumpu o Dapat dilakukan baik oleh 1 atau 2 penolong. Satu penolong
diatas dada diantara kompresi untuk mendukung rekoil melakukan CPR sedangkan penolong lain menjaga jalan
napas. Ketika akan bertukar posisi, pemolong harus
penuh dinding dada pasien. Rekoil dinding dada memberikan
menyelesaikan lima kali siklus CPR
relatif tekananan intrathoraks yang mendorong pengembalian
vena dan aliran darah kardiopulmonari.
o Satu siklus pijat jantung adalah 30 : 2 yaitu 30 kali kompresi
diikuti 2 kali napas buatan dengan setiap napas buatan
diberikan lebih dari 1 detik.
Minimalisasi frekuensi dan durasi gangguan dalam kompresi untuk
mengoptimalkan jumlah kompresi yang dilakukan tiap menit.
4. Disability
Menilai kesadaran (status mental) korban dengan memeriksa 5. Exposure
pupil, anggota gerak, dan tanda vital. Hal yang dilakukan pada Tahap akhir survey primer adalah eksposur korban untuk
pemeriksaan pupil, yaitu memeriksa ukuran pupil, reaksi mengontrol lingkungan dengan segera. Buka seluruh pakaian
terhadap cahaya, dan kesimetrisannya. Cedera spinal bisa untuk pemeriksaan lengkap. Pada saat yg sama mulai
diperiksa dengan mengamati gerak ekstremitas spontan dan lakukan tindakan pencegahan hipotermia (beri selimut,ganti
usaha napas spontan. dengan baju kering, nyalakan pemanas).
Dapat menggunakan Glassgow Coma Scale (GCS) untuk Setelah korban dapat bernafas secara normal kembali, tetapi
penilaian secara lengkap, yaitu masih tidak sadar, lakukan posisi mantap.
Keadaan dimana tidak perlu dilakukan RJP Daftar Pustaka
1. Ada permintaan dari keluarga secara sah
AHA. 2015. Guidelines for CPR and ECC.
2. Henti jantung pada pasien stadium akhir yang telah
http://eccguidelines.heart.org/index.php/american-
mendapat pengobatan optimal heart-association/ ( 5 November 2015).
3. Pada neonatus / bayi dengan kelainan yang memiliki angka Montana State University-Bozeman. 1998. Performace
mortalitas tinggi, seperti sangat prematur, dan anencephali Benchmarks.
4. Tanda klinis kematian yang ireversibel sudah muncul, seperti http://btc.montana.edu/olympics/physiology/pb01.ht
kaku, lebam dan pembusukan ml. (15 Oktober 2012).
5. Upaya RJP dengan risiko membahayakan penolong Muttaqin Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan
Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta:
6. Penderita dengan trauma yang tidak bisa diselmatkan seperti
Salemba Medika.
hangus terbakar, dekapitasi atau hemikorporektomi Satyanegara, dkk. 2010. Ilmu bedah Saraf Satyanegara
Edisi IV. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Kapan RJP dihentikan : Tambayong Jan. 2009. Patofisiologi. Jakarta: EGC.
1. Korban ROSC
2. Penolong merekam adanya asistol selama 10 menit dan
Korban muncul tanda kematian
3. Bantuan tenaga medis lebih ahli datang
4. Penolong kelelahan

You might also like