Professional Documents
Culture Documents
Penulis,
DAFTAR ISI
Gambar 4.9 Putaran balik dan Traffic Light di Koridor Jalan Stasiun Wonokromo ............. 38
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sarana Prasarana Lalu Lintas Koridor Jalan Stasiun Wonokromo ...................... 6
Tabel 3.1 Sarana Prasarana Lalu Lintas Koridor Jalan Stasiun Wonokromo ..................... 27
Tabel 4.1 Analisa Sarana Prasarana Lalu Lintas Koridor Jalan Stasiun Wonokromo .......... 39
BAB I
PENDAHULUAN
Transportasi adalah usaha untuk memindahkan orang dan atau barang dari satu
tempat ke tempat lain. Usaha untuk memindahkan yang dimaksudkan disini dapat
dilakukan dengan menggunakan berbagai sarana atau moda, dengan menggunakan
berbagai sumber tenaga dan dilakukan untuk keperluan tertentu Usaha memindahkan
orang atau barang tersebut akan menimbulkan lalu lintas. Transportasi merupakan
sarana yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan, terutama
dalam mendukung kegiatan perekonomian masyarakat. Begitu pula di Kota Surabaya
adanya kegiatan transportasi yang menimbulkan lalu lintas cenderung dipacu oleh
adanya pertambahan penduduk yang sedang terjadi di Kota Surabaya hal ini
mengakibatkan bertambahnya aktivitas yang dilakukan oleh semua lapisan masyarakat
disetiap bidangnya. Bertambahnya aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat tentunya
harus didukung dengan sarana dan prasana yang baik.
Usaha yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kota Surabaya untuk mendukung
berbagai aktivitas masyarakat dirasakan belum maksimal karena masih banyak
ditemukan permasalahan transportasi, khususnya transportasi darat. Permasalahan ini
juga di sebabkan oleh sebuah fenomena dimana jumlah kendaraan di Kota Surabaya
diperkirakan semakin bertambah setiap tahunnya bahkan dalam hitungan bulan.
Berdasarkan ungkapan Kasatlantas Polrestabes Surabaya AKBP, Raydian Kokrosono,
setiap bulannya pertambahan jumlah kendaraan di Surabaya selalu diatas 17.000
kendaraan. Sebagian besar pertambahan ini didominasi oleh kendaraan roda dua
(sepeda motor) dengan nilai yang bertambah rata rata 13.441 tiap bulannya
sedangkan sisanya, dengan rata rata pertambahan jumlah sebanyak 4.042, dialami
oleh kendaraan roda empat. Tepatnya, ditahun 2014 tercatat oleh pihak kepolisian
bahwa terdapat jumlah kendaraan dengan total 4.521.629 kendaraan Fakta ini,
membuat permasalahan transportasi tidak bisa dipungkiri lagi akan terjadi seperti
peristiwa kemacetan lalu lintas, khususnya dibeberapa titik pusat di Kota Surabaya
yang berfungsi sebagai pusat perdagangan dan jasa. Apalagi bertambahnya jumlah
1
kendaraan ini tidak diimbangi dengan kebijakan pengendalian lalu lintas yang ada,
baik dalam hal kapasitas jalan, ketersedian lahan parkir serta sarana dan prasarana
lainnya yang dapat mndukung berlangsung aktivitas masyarakat dengan baik.
Fakta diatas menjadi salah satu contoh faktor penyebab munculnya
permasalahan transportasi , seperti permasalahan yang terjadi di Koridor Jalan Stasiun
Wonokromo. Permasalahan trasnportasi utama di koridor ini adalah kemacetan yang
terjadi akibat adanya penyempitan jalan, hambatan samping, dan jumlah kendaraan
yang melampaui volume serta kapasitas jalan.
Koridor Jalan Stasiun Wonokromo merupakan sebuah koridor di Kota Surabaya
yang menjadi salah satu pusat kawasan perdagangan dan jasa Kota Surabaya yang
mempunyai aktifitas sangat tinggi terutama pada jam jam sibuk atau biasa disebut
dengan peak hour. Apalagi ditambah terdapat beberapa bangunan yang menjadi
bangkitan dan tarikan dari segala aktivitas yang berlangsung dikoridor tersebut.
Sebagai contohnya di koridor ini terdapat stasiun wonokromo dan DTC (Darmo Trade
Center). Kedua bangunan ini saja telah menimbulkan bangkitan sistem kegiatan yang
tinggi. Tampak pada jam sibuk aktifitas parkir di depan DTC sangat ramai atau penuh
sehingga bahu jalan yang ada penuh oleh parkir kendaraan terutama sepeda
motor,becak yang pada menunggu penumpang. Jumlah angkutan yang menaik
turunkan penumpang sepanjang segmen jalan,jumlah kendaraan bermotor yang
masuk dan keluar ke/dari lahan samping jalan dan arus kendaraan yang bergerak
lambat seperti becak dan gerobak,angkutan, truck dan sebagainya menyebabkan
kemacetan di koridor ini tidak dapat dihindari lagi. Selain itu banyaknya PKL
(pedagang kaki lima) dikawasan tersebut memperkecil kapasitas jalan yang ada serta
menghambat laju lalu lintas di kawasan tersebut.
Permasalahan transportasi ini telah berlangsung dalam kurun waktu yang lama
sudah sebaiknya dilakukan tindakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut demi
kelancaran lalu lintas. Dalam penelitian ini akan diidentifikasikan intensitas
penggunaan jalannya, sehingga dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang dapat
menyebabkan permasalahan transportasi tersebut. Dengan begitu, dapat diketahui
titik permasalahan yang terjadi sehingga dapat diidentifikasikan dengan tepat solusi
yang perlu dilakukan atau dapat direkomendasikan oleh penulis untuk memperbaiki
kondisi lalu lintas di Koridor Jalan Stasiun Wonokromo.
2
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
Makalah ini mengambil studi kasus di Kota Surabaya sebagai salah satu kota
besar di Indonesia yang banyak memiliki permasalahan transportasi yang cukup
kompleks. Kajian ini mengambil wilayah studi di Koridor Jalan Stasiun Wonokromo
sebagai salah satu koridor jalan di Kota Surabaya yang memiliki permasalahan
transportasi yang cukup kompleks dan akan dijabarkan pada bab selanjutnya.
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab pendahuluan, dijelaskan mengenai latarbelakang, rumusan
masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup pembahasan, dan sistematika penulisan
yang menjelaskan bagian-bagian dari makalah secara terperinci.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi teori-teori dan kajian dari berbagai literatur yang berhubungan dengan
permasalahan dalam ruang lingkup pembahasan.
BAB IV ANALISIS
Di dalam bab ini Berisi tentang hasil analisis tentang permasalahan yang ada
di Koridor Jalan Stasiun Wonokromo untuk kemudian dicari solusi terbaik dalam
mengatasi permasalahan yang ada.
BAB V KESIMPULAN
Di dalam bab ini Berisi tentang kesimpulan dari hasil pembahasan dan
rekomendasi yang merupakan usulan penyelesaian permasalahan transportasi.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Volume lalu lintas adalah banyaknya kendaraan yang melewati suatu titik atau garis
tertentu pada suatu penampang melintang jalan. Data pencacahan volume lalu lintas adalah
informasi yang diperlukan untuk fase perencanaan, desain, manajemen sampai
pengoperasian jalan (Sukirman 1994).
Menurut Sukirman (1994), volume lalu lintas menunjukan jumlah kendaraan yang
melintasi satu titik pengamatan dalam satu satuan waktu (hari, jam, menit). Sehubungan
dengan penentuan jumlah dan lebar jalur, satuan volume lalu lintas yang umum
dipergunakan adalah lalu lintas harian rata-rata, volume jam perencanaan dan kapasitas.
Jenis kendaraan dalam perhitungan ini diklasifikasikan dalam 3 macam kendaraan yaitu :
5
Dengan:
Q : volume kendaraan bermotor (smp/jam)
P : faktor satuan mobil penumpang
Qv : Volume kendaraan bermotor (kendaraan per jam)
6
Kend.berat 1,75 - 1,75 2,25 1,3
Sepeda motor 0,33 0,24 0,20 0,20 0,2/0,4*
Bemo/bajai - 0,71 - 0,52 -
Becak - - - 0,93 0,5*(1,0)**
Sirkulasi dalam sistem transportasi terdiri dari 2 sirkulasi, yakni: (1) Sirkulasi
spasial dan (2) Sirkulasi non spasial (Tamin, 2000).
A. Sirkulasi spasial
Merupakan sirkulasi yang dilakukan atas dasar kegiatan perjalanan di lokasi
tertentu dengan memperhatikan kondisi tata guna lahan dari sebuah ruang/kawasan.
Pergerakan spasial dalam ruang kawasan terdiri dari:
1. Pola perjalanan orang
2. Pola perjalanan yang dipengaruhi oleh aktivitas bekerja dan bermukim. Pola
perjalanan ini memiliki sebaran spasial seperti perkantoran, permukiman dan
pertokoan.
3. Pola perjalanan barang
4. Pola perjalanan yang dipengaruhi oleh aktivitas produksi dan konsumsi dengan
ditandai adanya pergerakan distribusi dari pusat produksi ke lokasi konsumsi.
Adapun pandangan tentang klasifikasi sirkulasi yang diungkapkan oleh Chapin
(1965) terdiri dari 5 sirkulasi yaitu:
1. Radial: pergerakan yang berasal dari permukiman pinggiran kota menuju ke CBD
untuk tujuan tertentu.
2. Circumferential : Pergerakan yang berasal dan bertujuan di pinggiran kota.
3. Through : pergerakan yang hanya melewati kota dengan asal dari laur kota.
4. CBD (Central Bisnis District): Pergerakan yang hanya terjadi di CBD.
5. Sub Urban Activity Center (SAC) : Pergerakan yang mengarah ke SAC/ pusat
aktivitas pinggiran kota.
Begitu pula, Tolley dan Turton (1995) mengungkapkan bahwa beberapa
prinsip pergerakan komuter dalam kawasan perkotaan terdiri dari:
7
1. Dalam pusat kota
2. Dari pinggiran kota menuju pusat kota
3. Dari pusat kota menuju pinggiran kota dan luar kota
4. Dalam pinggiran kota
5. Cross-Komuter yaitu dari daerah pedesaan dan pinggiran kota
Di samping itu, tipe sirkulasi dalam area amatan menurut Roberts (1974)
terdiri dari 4 sirkulasi yaitu:
1. Through movement/Eksternal-Eksternal: pergerakan yang hanya dilakukan
dengan asal dan tujuan di luar kawasan amatan.
2. Eksternal- Internal : Pergerakan yang dilakukan dengan titik awal pergerakan
dari luar kawasan dan titik tujuan di kawasan amatan.
3. Internal-eksternal : pergerakan yang dilakukan dengan titik asal kawasan
amatan dan tujuan pergerakan ke luar kawasan amatan.
4. Internal: pergerakan yang dilakukan dengan titik awal dan tujuan perjalanan di
dalam kawasan amatan.
B. Sirkulasi non spasial
Merupakan sirkulasi yang tidak mengenal batas ruang/kawasan. Sirkulasi ini
terdiri dari:
1. Jenis sarana angkutan
2. Dalam melakukan perjalanan memilih jenis angkutan merupakan hal yang paling
penting. Pemilihan angkutan biasanya mempertimbangkan beberapa faktor
diantaranya maksud perjalanan, jarak tempuh, biaya dan tingkat kenyamanan.
3. Waktu pergerakan
4. Waktu terjadinya pergerakan sangat bergantung pada rutinitas orang melakukan
kegiatan sehari-hari. Seseorang melakukan kegiatan dapat dilakukan di pagi
hari, siang hari, malam hari tergantung dari maksud tujuan dari perjalanannya.
5. Alasan pergerakan
Alasan terjadinya pergerakan dapat dikelompokan berdasarkan tujuan dari
pergerakannya yaitu berkaitan dengan pendidikan, sosial budaya, ekonomi,
keagamaan dan sebagainya.
8
2.1.2. Tarikan dan Bangkitan
Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum melalui suatu titik di jalan yang dapat
dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu. Untuk jalan dua lajur dua arah,
kapasitas ditentukan untuk arus dua arah, tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus
dipisahkan per arah dan kapasitas ditentukan per lajur (MKJI, 1997).
Kapasitas jalan adalah kemampuan ruas jalan untuk menampung arus atau volume
lalu lintas yang ideal dalam satuan waktu tertentu, dinyatakan dalam jumlah kendaraan
yang melewati potongan jalan tertentu dalam satu jam (kend/jam), atau dengan
mempertimbangan berbagai jenis kendaraan yang melalui suatu jalan digunakan satuan
mobil penumpang sebagai satuan kendaraan dalam perhitungan kapasitas maka kapasitas
menggunakan satuan satuan mobil penumpangper jam atau (smp)/jam.
Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum melalui suatu titik di jalan yang dapat
dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu. Untuk jalan dua lajur dua arah,
kapasitas ditentukan untuk arus dua arah, tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus
dipisahkan per arah dan kapasitas ditentukan per lajur (MKJI, 1997).
Kapasitas jalan adalah kemampuan ruas jalan untuk menampung arus atau volume
lalu lintas yang ideal dalam satuan waktu tertentu, dinyatakan dalam jumlah kendaraan
yang melewati potongan jalan tertentu dalam satu jam (kend/jam), atau dengan
mempertimbangan berbagai jenis kendaraan yang melalui suatu jalan digunakan satuan
mobil penumpang sebagai satuan kendaraan dalam perhitungan kapasitas maka kapasitas
menggunakan satuan satuan mobil penumpangper jam atau (smp)/jam.
Pada saat arus rendah kecepatan lalu lintas kendaraan bebas tidak ada gangguan dari
kendaraan lain, semakin banyak kendaraan yang melewati ruas jalan, kecepatan akan
semakin turun sampai suatu saat tidak bisa lagi arus/volume lalu lintas bertambah, di sinilah
kapasitas terjadi. Setelah itu arus akan berkurang terus dalam kondisi arus yang dipaksakan
sampai suatu saat kondisi macet total, arus tidak bergerak dan kepadatan tinggi. Persamaan
dasar untuk menentukan kapasitas adalah sebagai berikut:
= 0
10
Keterangan :
C : Kapasitas (smp/jam)
C0 : Kapasitas dasar (smp/jam)
FCW : Faktor penyesuaian lebar jalan
FCSP : Faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tak terbagi)
FCSF : Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan
FCCS : Faktor penyesuaian ukuran kota
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
Tingkat pelayanan berdasarkan KM 14 Tahun 2006 tentang Manajemen dan Rekayasa
Lalu Lintas Di Jalan diklasifikasikan atas:
a. Tingkat pelayanan A
1. Arus bebas dengan volume lalu lintas rendah dan kecepatan tinggi;
2. Kepadatan lalu lintas sangat rendah dengan kecepatan yang dapat dikendalikan
oleh pengemudi berdasarkan batasan kecepatan maksimum/minimum dan kondisi
fisik jalan;
3. Pengemudi dapat mempertahankan kecepatan yang diinginkannya tanpa atau
dengan sedikit tundaan.
b. Tingkat pelayanan B
1. Arus stabil dengan volume lalu lintas sedang dan kecepatan mulai dibatasi oleh
kondisi lalu lintas;
2. Kepadatan lalu lintas rendah hambatan internal lalu lintas belum memengaruhi
kecepatan;
3. Pengemudi masih punya cukup kebebasan untuk memilih kecepatannya dan lajur
jalan yang digunakan.
c. Tingkat pelayanan C
1. Arus stabil tetapi kecepatan dan pergerakan kendaraan dikendalikan oleh volume
lalu lintas yang lebih tinggi;
2. Kepadatan lalu lintas sedang karena hambatan internal lalu lintas meningkat;
3. Pengemudi memiliki keterbatasan untuk memilih kecepatan, pindah lajur atau
mendahului.
d. Tingkat pelayanan D
1. Arus mendekati tidak stabil dengan volume lalu lintas tinggi dan kecepatan masih
ditolerir namun sangat terpengaruh oleh perubahan kondisi arus;
11
2. Kepadatan lalu lintas sedang namun fluktuasi volume lalu lintas dan hambatan
temporer dapat menyebabkan penurunan kecepatan yang besar;
3. Pengemudi memiliki kebebasan yang sangat terbatas dalam menjalankan
kendaraan, kenyamanan rendah, tetapi kondisi ini masih dapat ditolerir untuk
waktu yang singkat.
e. Tingkat pelayanan E
1. Arus lebih rendah daripada tingkat pelayanan D dengan volume lalu lintas
mendekati kapasitas jalan dan kecepatan sangat rendah;
2. Kepadatan lalu lintas tinggi karena hambatan internal lalu lintas tinggi;
3. Pengemudi mulai merasakan kemacetan-kemacetan durasi pendek.
f. Tingkat pelayanan F
1. Arus tertahan dan terjadi antrian kendaraan yang panjang;
2. Kepadatan lalu lintas sangat tinggi dan volume rendah serta terjadi kemacetan
untuk durasi yang cukup lama;
3. Dalam keadaan antrian, kecepatan maupun volume turun sampai 0.
12
ke bentuk lingkaran. Perencanaan geometrik jalan memfokuskan pada
pemilihan letak dan panjang dari bagian ini , sesuai dengan kondisi medan.
b. Alinyemen Vertikal
Alinyemen Vertikal atau penampang memanjang jalan disini akan terlihat
apakah jalantersebut tanpa kelandaian, mendaki atau menurun. Pada
perencanaan alinyemen Vertikal inimempertimbangkan bagaimana meletakkan
sumbu jalan sesuai kondisi medan denganmemperhatikan sifat operasi
kendaraan, keamanan, jarak pandang, dan fungsi jalan.
Fungsi Jalan ARTERI KOLEKTOR LOKAL
Kelas Jalan I II III A III B III C
Muatan Sumbu >10 10 8 Tidak Ditemukan
Terberat (ton)
Tipe Medan D B G D B G D B G
Kemiringan Medan <3 3-25 >25 <3 3-25 >25 <3 3-25 >25
(%)
Menurut MKJI 1997, hambatan samping adalah dampak terhadap kinerja lalu
lintas akibat kegiatan di samping /sisi jalan. Aktifitas samping jalan di Indonesia sering
menimbulkan konflik, kadang-kadang besar pengaruhnya terhadap lalu lintas.
Hambatan samping yang terutama berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan
perkotaan yang dimaksud adalah :
1. Pejalan kaki
2. PKL di pinggir jalan
3. Angkutan umum dan kendaraan lain berhenti
4. Kendaraan lambat (misalnya becak, kereta kuda)
5. Kendaraan masuk dan keluar dari lahan di samping jalan
13
2.3.1. Level of Service (LOS)
Salah satu metode yang digunakan untuk menilai kinerja jalan yang menjadi
indikator dari kemacetan. Suatu jalan dikategorikan mengalami kemacetan apabila
hasil perhitungan LOS menghasilkan nilai mendekati 1. Dalam menghitung LOS di
suatu ruas jalan, terlebih dahulu harus mengetahui kapasitas jalan (C) yang dapat
dihitung dengan mengetahui kapasitas dasar, faktor penyesuaian lebar jalan, faktor
penyesuaian pemisah arah, faktor penyesuaian pemisah arah, faktor penyesuaian
hambatan samping, dan faktor penyesuaian ukuran kota. Kapasitas jalan (C) sendiri
sebenarnya memiliki definisi sebagai jumlah kendaraan maksimal yang dapat
ditampung di ruas jalan selama kondisi tertentu (MKJI, 1997). Tingkat pelayanan jalan
(LOS) dalam perencanaan jalan dinyatakan dengan huruf-huruf A sampai dengan F
yang berturut-turut menyatakan tingkat pelayanan yang terbaik sampai yang terburuk.
Tingkat Pelayanan A
LOS A sepenuhnya arus bebas; yang ada adalah kecepatan arus-bebas;
kendaraan dapat bermanuver dengan mudah di dalam aliran lalu lintas.
Tingkat Pelayanan B
LOS B mendekati arus bebas; umumnya kecepatan arus bebas; kemampuan
untuk bermanuver di dalam aliran lalulintas sedikit terbatasi.
Tingkat Pelayanan C
LOS C memungkinkan aliran arus dengan kecepatan yang masih pada atau
mendekati kecepatan arus bebas; kebebasan bermanuver di dalam aliran
lalulintas semakin terbatas dan perpindahan lajur membutuhkan kewaspadaan
pengemudi.
Tingkat Pelayanan D
LOS D kecepatan mulai sedikit menurun dengan peningkatan arus; kepadatan
mulai meningkat agak cepat; kebebasan bermanuver semakin terbatas.
Tingkat Pelayanan E
LOS E menggambarkan operasi pada kapasitas kepadatan tertinggi; operasi
mengkhawatirkan dan hampir tidak terdapat jeda yang dapat dimanfaatkan
pada aliran lalulintas; kemampuan manuver dalam aliran lalulintas sangat
rendah.
Tingkat Pelayanan F
14
LOS F menggambarkan terhentinnya arus kendaraan pada titik kemacetan
seperti dipertemuan jalur, kondisi penyalipan atau perbaikan lajur. Terhentinya
arus terjadi ketika perbandingan antara tingkat arus dengan kapasitas telah
melebihi 1,0. (Sumber : Khisty dan Lall, 2005)
2.3.2. Kecepatan
15
BAB III
GAMBARAN UMUM WILAYAH
Wilayah studi yang digunakan pada tugas ini adalah Koridor Jalan Stasiun
Wonokromo. Koridor ini memiliki panjang sekitar 600 m yang membentang dari Jalan
Jendral Ahmad Yani hingga perempatan Jalan Jagir Wonokromo. Koridor ini terletak pada
wilayah administrasi Kelurahan Jagir, Kecamatan Wonokromo, Surabaya. Koridor Jalan
Stasiun Wonokromo merupakan koridor tambahan untuk menghubungkan akses dari
Kelurahan Ngagel serta Kelurahan Jagir menuju ke arah Jalan Jendral Ahmad Yani. Namun
seiring perkembangannya, koridor ini justru menjadi koridor tujuan karena sangat
banyaknya tarikan kegiatan yang berupa perdagangan dan jasa yang tumbuh di koridor
tersebut. Yang dimana sebenarnya koridor tersebut hanya merupakan jalan arteri sekunder.
Wilayah studi memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :
16
Barat : Koridor Jalan Stasiun Wonokromo
Timur : Jalan Tales I dan Pulo Wonokromo Wetan Gang IV
Utara : Jalan Jagir Wonokromo
Selatan : Jalan Jendral Ahmad Yani
Untuk dapat mengetahui batas-batas wilayah dari wilayah studi lebih jelas, dapat
dilihat peta orientasi wilayah studi berikut atau lebih jelasnya pada Gambar 3.1.
Aktivitas yang terjadi di Koridor Jalan Stasiun Wonokromo berdampak pada sirkulasi
internal hingga terjadi peningkatan volume kendaraan pada peak hour (jam sibuk) yang
menyebabkan intensitas pelayanan Koridor Jalan Stasiun Wonokromo mengalami
penurunan. Peak hour terjadi sekitar pukul 07.00 09.00 (jam masuk kerja untuk karyawan
stasiun Wonokromo, pedagang di DTC maupun pedagang di Pasar Wonokromo dan
Pedagang Kaki Lima) dan 17.00 19.00 yang merupakan jam pulang kerja sekaligus jam
masuknya PKL-PKL yang baru buka stand di malam hari di depan DTC. Volume yang tinggi
pada jam-jam sibuk dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah Koridor Jalan
Stasiun Wonokromo adalah jalan yang menghubungkan Jalan Ahmad Yani dan Jalan Ngagel,
yang berarti menghubungkan antara Surabaya Selatan dengan Surabaya Pusat sehingga
banyak dilewati penduduk yang berangkat ke tempat kerja atau fasilitas pendidikan. Selain
itu penggunaan lahan di sekitar Koridor Jalan Stasiun Wonokromo juga merupakan tarikan
karena didominasi oleh perdagangan dan jasa. Namun selain jam-jam sibuk yaitu pada siang
hari, kondisi lalu lintas di Koridor Jalan Stasiun Wonokromo relatif lancar.
Selain di hari biasa, yaitu pada saat weekend volume kendaraan di koridor ini juga
sangat tinggi tepatnya pada hari Sabtu malam. Selain peak hour di jam-jam masuk dan
pulang kerja, volume lalu lintas dengan potensi kemacetan juga terjadi di malam hari sekitar
pukul 21.00-23.00, pada jam ini hampir seluruh bahu jalan digunakan sebagai tempat
berjualan PKL dan angkutan untuk ngetem. Hal ini menyebabkan kemacetan parah
dengan kecepatan rata-rata kurang dari 30 km/jam.
Gambar 3.2 Parkir Liar dan PKL di Koridor Jalan Stasiun Wonokromo
18
Sumber : Survey Primer, 2016
Moda angkutan yang melewati Koridor Jalan Stasiun Wonokromo terdiri dari
berbagai jenis antara lain : sepeda, becak, sepeda motor, mobil pribadi, mobil jasa
angkutan umum, dan truck/kendaraan besar lainnya. Berdasarkan hasil survey primer,
jenis kendaraan roda dua sepeda motor mendominasi jenis moda angkutan yang ada
di koridor ini. Pada pagi hari, keberadaan becak cukup banyak sebagai moda angkutan
barang-barang para pedagang di Pasar Wonokromo.
19
Koridor Jalan Stasiun Wonokromo hanya sebagai penghubung. Pada pola
pergerakan ini, pengguna jalan tidak menjadikan Koridor Jalan Stasiun
Wonokromo sebagai tujuan tetapi sebagai penghubung (jalan ini hanya
dilewati). Pergerakan seperti ini misalnya pergerakan yang berasal dari arah
Jalan Ngagel dan Jalan Jagir Wonokromo yang menuju ke arah Jalan Achmad
Yani, atau dari Jalan Jetis Kulon menuju Jalan Ngagel atau jalan Jagir
Wonokromo. Dalam hal ini Koridor Jalan Stasiun Wonokromo hanya sebagai
penghubung antara tempat asal dan tujuan. Pola sirkulasi eksternal-eksternal
banyak terjadi pada koridor Jalan Stasiun Wonokrmo, mengingat fungsi jalan
ini sebagai jalan arteri sekunder. Pola sirkulasi eksternal-eksternal ini menjadi
permasalahan karena semakin menambah beban jalan karena banyaknya
kendaraan yang hanya melintas.
Eksternal-Internal
Pola pergerakan eksternal-internal adalah pola pergerakan dari luar yang
menuju ke Koridor Jalan Stasiun Wonokromo. Sebagaimana telah diketahui
bahwasannya Koridor Jalan Stasiun Wonokromo adalah kawasan perdagangan
dan jasa, sehingga Koridor Jalan Stasiun Wonokromo menjadi tarikan
pergerakan yang menyebabkan Koridor Jalan Stasiun Wonokromo menjadi
tujuan pergerakan. Jadi pola eksternal-internal ini adalah pola yang menjadikan
Koridor Jalan Stasiun Wonokromo menjadi kawasan tarikan.
Internal-Eksternal
Pola pergerakan internal-eksternal adalah pola pergerakan dari Koridor Jalan
Stasiun Wonokromo menuju luar. Pola pergerakan ini menjadikan kawasan
Koridor Jalan Stasiun Wonokromo sebagai kawasan bangkitan/produksi. Pada
umumnya kawasan bangkitan berasal dari kawasan perumahan dan
permukiman. Kecilnya proporsi perumahan dan permukiman di kawasan
Koridor Jalan Stasiun Wonokromo menjadikan jalan ini memiliki pola
pergerakan internal-eksternal yang kecil pula.
Internal-Internal
Tipe pergerakan ini merupakan pergerakan internal (di dalam) Koridor Jalan
Stasiun Wonokromo itu sendiri. Pergerakan ini terlihat di Koridor Jalan Stasiun
Wonokromo dengan melihat kondisi penggunaan lahan yang beraneka ragam
(adanya perumahan, permukiman, dan perdagangan dan jasa) sehingga
20
pergerakan dari kawasan bangkitan (perumahan dan permukiman) ke kawasan
tarikan yang ada di Koridor Jalan Stasiun Wonokromo (Pasar Wonokromo,
Stasiun Wonokromo, dan DTC).
Pola sirkulasi yang terjadi di Koridor Jalan Stasiun Wonokromo merupakan
mobilitas penduduk sekitar untuk melakukan aktivitas kesehariannya. Pola sirkulasi
dibagi menjadi dua jenis pergerakan:
a. Pola Pergerakan Orang
Pola pergerakan orang dalam pembahasan ini merupakan aktivitas pejalan
kaki. Pada Koridor Jalan Stasiun Wonokromo didapatkan bahwa pergerakan pejalan
kaki terdapat pada pasar Wonokromo dan stasiun Wonokromo yang mengundang
banyak aktivitas manusia untuk melakukan aktivitas sehari hari seperti melakukan jual
beli dan penumpang yang ingin berangkat ataupun turun dari Stasiun Wonokromo.
b. Pola Pergerakan Barang
Pergerakan barang yang terjadi di Koridor Jalan Stasiun Wonokromo
diakibatkan karena aktivitas perdagangan dan jasa yang menjadi aktivitas utama pada
Jalan Koridor Jalan Stasiun Wonokromo , terutama distribusi barang menuju Darmo
Trade Centre (DTC) dan pasar Wonokromo. Adanya stasiun Wonokromo juga menjadi
salah satu akses distribusi barang yang baik. Bila kita tinjau dari arah kedatangannya
maka dapat dibagi:
Arah utara, berasal dari Jalan Ngagel melewati jembatan Kali Jagir.
Arah selatan, berasal dari Koridor Jalan Stasiun Wonokromo, Jalan Ahmad Yani,
dan Jalan Jetis Kulon.
Arah barat, berasal dari Jalan Jagir Wonokromo, dan Jalan Jagir W. Wetan.
Arah Timur, berasal dari Jalan Jagir Wonokromo.
21
sangatlah mempengaruhi tarikan di wilayah studi ini, maka terdapat banyak sekali
terdapat banyak kawasan pertokoan dari kecil hingga sedang.
(a) (b)
Gambar 3.4 (a) Darmo Trade Center (DTC) dan (b) Stasiun Wonokromo
Sumber : Survey Primer, 2016
Selain perdagangan dan jasa terdapat pula penggunaan lahan lain yang
menjadi tarikan di Koridor Jalan Stasiun Wonokromo yaitu penggunaan lahan sebagai
fasilitas umum, yang berupa Stasiun Wonokromo serta Pegadaian Wonokromo dan
juga masjid Sabillilah yang lokasinya berada di pinggir Koridor Jalan Stasiun
Wonokromo. Kemudian terdapat pula beberapa permukiman dan perumahan yang
tergolong untuk masyarakat menengah ke bawah. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat
pada Gambar 3.5 Peta penggunaan lahan di Koridor Jalan Stasiun Wonokromo.
Dari akses keluar masuk penggunaan lahan tersebut juga sering
mengakibatkan perlambatan kendaraan yang melintas dikarenakan minimnya GSB
yang dimiliki oleh masing-masing bangunan pada koridor tersebut. Pada gang-gang
yang ada dikoridor tersebut juga sering terjadi kemacetan dikarenakan minimnya GSB
pada tiap-tiap bangunan serta ketiadaan lahan parkir sehingga memakan kapasitas
dari pada rumija tersebut. Selain itu juga terdapat banyak pelanggaran pelanggaran
penggunaan lahan yang ada seperti pkl-pkl liar yang menggelar dagangan hingga
memakan bahu jalan.
Tarikan pergerakan di Koridor Jalan Stasiun Wonokromo adalah Stasiun
Wonokromo, DTC (Darmo Trade Center), Pasar Wonokromo dan pedagang-pedangan
kaki lima pinggiran Koridor Jalan Stasiun Wonokromo. Hal tersebut menjadikan Koridor
Jalan Stasiun Wonokromo sebagai tujuan,dan menimbulkan pola pergerakan
eksternal-internal.Dari pola pergerakan Eksternal-Internal tersebut memunculkan
masalah transportasi seperti kemacetan,masalah semakin dipertambah oleh jumlah
22
volume kendaraan yang melebihi kapasitas jalan,kendaraan baik umum maupun
pribadi berhenti sembarang walaupun hanya sementara. Sumber tarikan lain di Koridor
Jalan Stasiun Wonokromo adalah Koridor Jalan Stasiun Wonokromo menjadi jalan
penghubung antara jalan Ahmad Yani dan jalan Darmo sebaliknya sehingga sering kali
terjadi penumpukan kendaraan di Koridor Jalan Stasiun Wonokromo. Sementara
menjadi bangkitan pergerakan di Koridor Jalan Stasiun Wonokromo berasal dari
penduduk setempat yang melakukan aktivitas.
23
Gambar 3.5 Peta Penggunaan Lahan Koridor Jalan Stasiun Wonokromo
Sumber : Surver Primer & Analisa ArcGIS, 2016
24
3.3 Kapasitas Jalan
Dimensi jalan pada dasarnya dapat berupa Geometrik Jalan, yang merupakan
gambaran bentuk dimensi yang dinyatakan dari suatu jalan beserta bagian-bagiannya
dalam bentuk 2 dimensi (Benham). Untuk geometrik jalan di Koridor Jalan Stasiun
Wonokromo terdiri dari 2 bagian, hal tersebut dikarenakan adanya botle neck pada
koridor tersebut. Dimana pada koridor yang berada di depan Masjid Sabillilah dan
Pengadian memiliki 3 lajur pada masing-masing jalurnya, sedangkan di depan DTC
dan Stasiun Wonokromo mengalami penyempitan menjadi 2 lajur pada tiap jalurnya.
Sehingga hal tersebut mengakibatkan peningkatan pelambatan laju kendaraan yang
melintas koridor tersebut. Belum lagi ditambah dengan hambatan samping yang ada.
Untuk lebih jelasnya berikut gambaran geometrik jalan pada Koridor Jalan Stasiun
Wonokromo.
Gambar 3.6 Geometrik Jalan pada Depan Stasiun Wonokromo dan DTC
Sumber : Survey Primer, 2016
Gambar 3.7 Geometrik Jalan pada Depan Masjid Sabillilah dan Pegadaian
Sumber : Survey Primer, 2016
25
3.3.2. Hambatan Samping
Tabel 3.1 Sarana Prasarana Lalu Lintas Koridor Jalan Stasiun Wonokromo
26
No Saran Keterangan Gambar
Prasarana
1 Stasiun Sarana transportasi stasiun
Wonokromo Wonokromo masih terawat karena
merupakan salah satu bangunan
heritage yang dijaga akan bentuk
bangunan tersebut
27
3.4 Kinerja Jalan
3.4.2. Kecepatan
28
BAB IV
ANALISA
29
Gambar 4.2 Jenis Kendaraan Ringan (LV)
Sumber : Survey Primer, 2016
c. Sepeda Motor (Motor Cycle)
Kendaraan bermotor beroda 2 (dua) dengan jumlah penumpang maksimum 2
orang termasuk pengemudi. Sepeda motor adalah jenis kendaraan yang dominan
melintasi ruas Koridor Jalan Stasiun Wonokromo.
Pola sirkulasi yang ada di koridor Koridor Jalan Stasiun Wonokromo yaitu :
Pola Pergerakan Orang
Aktivitas dari perpindahan orang dari pasar Wonokromo dan Stasiun
Wonokromo yang mengundang aktivitas manusia yang berpindah tempat dari
satu tempat ke tempat yang lain, seperti yang terjadi pada penumpang yang
ingin berangkat maupun turun dari Stasiun Wonokromo.
Pola Pergerakan Barang
Pergerakan barang yang terjadi di koridor Koridor Jalan Stasiun
Wonokromo terjadi karena aktivitas perdagangan dan jasa yang ada di koridor
Jalan, terutama terjadi di Pasar Wonokromo dan Pasar DTC.
31
4.1.3. Tarikan dan Bangkitan
Analisis bangkitan dan tarikan erat kaitannya dengan penggunaan lahan serta
interaksi guna lahan dan transportasi yang sangat dinamis dan komplek. Interaksi ini
melibatkan berbagai aspek kegiatan serta berbagai kepentingan. Perubahan guna
lahan akan selalu mempengaruhi perkembangan transportasi dan sebaliknya. Didalam
kaitan ini, Black menyatakan bahwa pola perubahan dan besaran pergerakan serta
pemilihan moda pergerakan merupakan fungsi dari adanya pola perubahan guna lahan
di atasnya. Sedangkan setiap perubahan guna lahan dipastikan akan membutuhkan
peningkatan yang diberikan oleh sistim transportasi dari kawasan yang bersangkutan
(Black, 1981:99).
Koridor Jalan Stasiun Wonokromo didominasi oleh penggunaan lahan untuk
perdagangan dan jasa. Penggunaan lahan perdagangan dan jasa yang menjadi tarikan
pada koridor ini yaitu BNI, Pusat Grosir Darmo Trade Center (DTC), dan beberapa toko
kelontong di sepanjang Koridor Jalan Stasiun Wonokromo. Penggunaan lahan untuk
fasilitas umum yang turut menjadi sumber tarikan yakni masjid dan Stasiun Kereta Api
Wonokromo. Sedangkan penggunaan lahan untuk permukiman di belakang DTC
menjadi bangkitan yang turut menyumbang kemacetan pada koridor ini. Hasil analisa
penggunaan lahan di Koridor Jalan Stasiun Wonokromo dapat dilihat pada Gambar
4.5 di bawah ini.
32
Gambar 4.5 Peta Tarikan Bangkitan berdasarkan Penggunaan Lahan
Koridor Jalan Stasiun Wonokromo
Sumber : Hasil Analisa ArcGIS, 2016
33
Kemacetan pada perempatan antara Koridor Jalan Stasiun Wonokromo, Jalan
Ahmad Yani, dipicu oleh tingginya volume akibat banyak kendaraan yang melintas
jalur tersebut, kebanyakan kendaraan yang melintas di koridor Wonokromo menuju
kearah Ahmad Yani, dan menuju ke Stasiun Wonokromo dan Pasar DTC. Dan terlebih
pada peak hour, pagu hari sekitar pukul 06.00 08.00 saat berangkat kerja
menumpuk di area Stasiun Wonokromo, dan jam pulang kerja pukul 16.00 -19.00
WIB, dengan mayoritas kendaraan mobil dan sepeda motor. Through Traffic lebih
didominasi oleh kendaraan yang melakukan perjalanan dari kegiatan yang berasal dari
luar koridor, dan tingginya volume kendaraan yang masuk tersebut menyebabkan
kemacetan atau penumpukan kendaraan terjadi pada perempatan jalan. Sehingga
menyebabkan ruas jalan padat merayap dengan kecepatan dibawah normal yaitu lebih
rendah dari 20 km/jam.
Kemacetan yang terjadi dipicu oleh adanya tarikan bangkitan di sekitar
kawasan, seperti keberadaan berbagai fasilitas berupa Stasiun Wonokromo, Bank BNI,
Pegadaian dan juga pasar DTC. Menjelang malam muncul pasar kaget yang memakai
ruang jalan sebagai tempatnya. Kendaraan yang berlalu lalang menuju fasilitas
tersebut di sepanjang koridor dari arah Ngagel, Jagir, maupun dari Ahmad Yani
menjadikan Koridor Jalan Stasiun Wonokromo merupakan kawasan Trip Attraction.
Kondisi terpadat pada koridor terjadi pada peak hour pada saat jam berangkat kerja
dimulai sekitar 05.00 08.00 WIB dan sore hari saat jam balik kerja pukul 16.00
19.00. Pada saat siang hari kondisi volume kendaraan normal dan tidak ada kepadatan
terjadi. Kegiatan lain yang terjadi pada koridor yaitu pada saat malam hari terdapat
pasar kaget yang memakan bahu jalan, dan akan mengurangi kapasitas jalan dimana
kendaraan yang akan melintas kesulitan untuk mendahului kendaraan lain maupun
bergerak dengan kecepatan normal.
Permukiman pada wilayah studi merupakan bangkitan yang cukup besar.
Masyarakat sekitar akan pergi ke pusat kegiatan komersil dengan melewati Koridor
Jalan Stasiun Wonokromo, hal ini tentunya akan menyebabkan arus lalu lintas yang
besar khusunya pada peak hour. Kantor BNI cukup menyebabkan perlambatan jalan
khususnya di pagi hari pada jam peak hour akibat letaknya yang dekat dengan traffic
light dari arah Jalan Ahmad Yani. Keberadaan tukang becak maupun ojek di depan
pusat grosir DTC menyebabkan kemacetan karena menghambat pergerakan
kendaraan lain, ditambah lagi dengan lebar jalan yang menyempit di depan pusat
34
grosir DTC. Angkot atau lyn juga banyak yang nge-tem untuk menunggu penumpang
disekitar DTC maupun Stasiun Kereta Api Wonokromo. Tidak adanya lahan khusus
untuk pemberhentian kendaraan yang keluar atau menuju ke stasiun Wonokromo
dapat menyebabkan kemacetan Koridor Jalan Stasiun Wonokromo. Ramainya DTC
sebagai pusat perbelanjaan menyebabkan banyak kendaraan yang keluar masuk
sehingga berakibat pada kemacetan jalan. Selain itu adanya fasilitas umum yaitu bank
BNI dan Pegadaian yang berada di sekitar Raya Wonokromo juga menyebabkan
tarikan yang cukup besar bagi lokasi tersebut. Kedua penggunaan lahan inilah yang
memicu angkot/lyn memarkir kendaraan mereka pada badan jalan yang turut
menyebabkan turunnya kapasitas Koridor Jalan Stasiun Wonokromo.
4.2 Kapasitas Jalan
Dimensi jalan pada dasarnya dapat berupa Geometrik Jalan, yang merupakan
gambaran bentuk irisan melintang dimensi jalan yang dinyatakan dari suatu jalan
beserta bagian-bagiannya dalam bentuk 2 dimensi (Benham). Sedangkan, titik konflik
merupakan suatu titik pertemuan dari beberapa jalan yang kondisinya tidak sesuai
dengan kondisi ideal dan berpotensi menimbulkan kecelakaan.
Seperti yang sudah dijelaskan pada bab gambaran umum, Koridor Jalan
Stasiun Wonokromo memiliki 2 (dua) bentuk geometrik jalan. Hal ini dikarenakan
adanya penyempitan lebar jalan atau yang dikenal dengan istilah bottle neck. Adanya
bottle neck pada sisi jalan di depan DTC yang juga merupakan sumber tarikan yang
cukup besar menyebabkan perlambatan bahkan kemacetan pada jam-jam peak hour .
Ditambah lagi dengan banyaknya motor maupun PKL gerobak yang berhenti di sekitar
kawasan ini. Rumija Koridor Jalan Stasiun Wonokromo yang panjangnya 22,5 meter
mengalami penyempitan mulai depan DTC menjadi 16 meter. Jalan yang sudah
mengalami penyempitan ditambah dengan berbagai hambatan dari samping membuat
kinerja Koridor Jalan Stasiun Wonokromo terus menurun pelayanannya.
4.2.2. Hambatan Samping
Kelancaran lalu lintas dapat diketahui dari besarnya kinerja lalu lintas. Salah
satu yang mempengaruhi kinerja jalan adalah hambatan samping. Hambatan samping
adalah dampak terhadap kinerja lalu lintas yang berasal dari aktivitas samping segmen
jalan. Hambatan samping yang umumnya sangat mempengaruhi kapasitas jalan
35
adalah pejalan kaki, angkutan umum, dan kendaraan lain berhenti, kendaraan tak
bermotor, kendaraan masuk dan keluar dari fungsi tata guna lahan di samping jalan.
Hambatan samping dapat menimbulkan masalah tundaan yang mengakibatkan
kerugian oleh masyarakat pemakai jalan. Terdapat beberapa hambatan samping di
Jalan Raya Wonokromo, antara lain:
a) Parkir On-Street
Parkir pada badan jalan (On-street Parking) dilakukan di atas badan jalan
dengan menggunakan sebagian badan jalan. Keberadaan parkir on-street
menimbulkan berbagai kerugian diantaranya mengurangi lebar manfaat jalan
sehingga dapat mengurangi arus lalu lintas dan pada akhirnya menimbulkan
gangguan pada fungsi jalan. Kendaraan yang parkir di sisi jalan merupakan
faktor utama dari 50% kecelakaan yang terjadi ditengah ruas jalan didaerah
perkotaan (Ditjen Perhubungan Darat, 1998)
Badan jalan banyak yang dimanfaatkan oleh angkutan umum sebagai
tempat parkir. Parkir on-street angkutan umum pada koridor ini memiliki sudut
900 di sepanjang jalan disekitar stasiun Wonokromo. Selain angkutan umum,
becak dan ojek juga memanfaatkan parkir pada badan jalan.
36
Gambar 4.7 PKL di Koridor Jalan Stasiun Wonokromo
Sumber : Survey Primer, 2016
c) Pasar Maling pada Malam Hari
Pada malam hari, sisi jalan yang pada siang harinya dimaanfatkan untuk
parkir angkutan umum ini dipakai untuk pasar maling. Keberadaan pasar
maling ini tentunya sangat mengganggu kelancaran lalu lintas khususnya pada
malam hari ataupun jam-jam sibuk. Perlu adanya penertiban pasar maling yang
ada pada Koridor Jalan Stasiun Wonokromo ini.
Gambar 4.8 Pasar Maling pada malam hari di Koridor Jalan Stasiun Wonokromo
Sumber : Survey Primer, 2016
d) Traffic Light dan U-turn di depan DTC
Traffic light yang berdampingan dengan U-turn (putar balik) yang ada di
depan pusat grosir DTC juga merupakan hambatan samping pada Koridor Jalan
Stasiun Wonokromo. Kendaraan yang diijinkan untuk putar balik yakni
kendaraan roda dua akan tetapi beberapa kendaraan roda 4 seperti angkutan
umum seringkali juga melakukan putar balik. Selain itu traffic light pada U-turn
seringkali dilanggar oleh pengendara roda 2, hal ini sangat berpotensi
menimbulkan kecelakaan.
37
Gambar 4.9 Putaran balik dan Traffic Light
Sumber : Survey Primer, 2016
e) Kendaraan yang keluar masuk dari samping kegiatan perdagangan jasa maupun
Fasilitas Umum
Koridor Jalan Stasiun Wonokromo didominasi oleh penggunaan lahan
untuk perdagangan jasa dan fasilitas umum. BNI dan pegadaian merupakan
sumber tarikan dimana banyak kendaraan yang keluar masuk. Hal ini juga
berlaku untuk pusat grosir DTC dan Stasiun Kereta Api Wonokromo. Kendaraan
yang keluar masuk ke Pusat grosir DTC dimulai sejak pagi hingga pukul 17.00
WIB. Sedangkan keluar masuknya kendaraan dari dan ke Stasiun Kereta Api
Wonokromo hampir terjadi setiap waktu bergantung jadwal perhentian kereta
api di Stasiun Wonokromo.
38
1 Stasiun Keberadaan sarana berupa stasiun
Wonokromo kereta api pada koridor ini
memudahkan pergerakan
orang/barang ke tempat lain selain
itu posisinya yang juga dekat
dengan pusat grosir DTC
memudahkan proses distribusi
barang. Permasalahan yang timbul
akibat keberadaan stasiun kereta api
Wonokromo adalah seringkali terjadi
tundaan oleh angkutan umum yang
berhenti menurunkan/menaikkan
penumpang.
2 Lahan Lahan parkir yang disediakan oleh
Parkir stasiun KA Wonokromo hanya
menyediakan parkir untuk
kendaraan roda 2 sehingga
kendaraan roda 4 berhenti/parkir di
badan jalan, hal ini dapat
menimbulkan kemacetan.
Pusat grosir DTC sebenarnya sudah
menyediakan parkir untuk roda 2
akan tetapi masih banyak
pengemudi yang parkir di sisi trotoar
DTC yang seharusnya merupakan
hak bagi pejalan kaki.
39
sekitar Pusat Grosir DTC
dimanfaatkan untuk parkir
becak/ojek dan tempat berjualan
PKL sehingga pejalan kaki
kehilangan haknya.
40
lalu lintas sedang karena hambatan internal lalu lintas meningkat dan pengemudi
memiliki keterbatasan untuk memilih kecepatan, pindah lajur atau mendahului
kendaraan lain yang ada di depannya.
Sedangkan tingkat pelayanan pada jam sibuk (peak hour) lebih besar daripada
kapasitas jalan dengan tingkat pelayanan F dengan rasio V/C >1 sehingga
menimbulkan kemacetan. Arus tertahan dan terjadi antrian kendaraan yang panjang,
kepadatan lalu lintas sangat tinggi dan volume rendah serta terjadi kemacetan untuk
durasi yang cukup lama dan dalam keadaan antrian, kecepatan maupun volume turun
sampai 0.
Penurunan tingkat pelayanan kinerja jalan hingga berada pada tingkat F ini
disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor ini disebabkan oleh faktor volume lalu
lintas jalan. Jenis kendaraan yang melintas di ruas jalan stasiun Wonokromo yang
cukup beragam selain itu juga banyaknya kendaraan lambat seperti becak, sepeda
kayuh maupun pejalan kaki turut menyebabkan terjadinya perlambatan arus lalu
lintas. Penggunaan lahan yang didominasi peruntukan perdagangan jasa dan fasilitas
umum menyebabkan angka bangkitan dan tarikan yang cukup besar. Kendaraan
keluar masuk pada peruntukan ini menghambat pergerakan kendaraan yang lainnya.
Namun volume lalu lintas ini tidak terlalu signifikan mengakibatkan permasalahan
kemacetan.
Kemacetan akan semakin parah pada jam-jam puncak (peak hour). Kapasitas
jalan terlihat mendominasi faktor penyebab permasalahan kemacetan yang terjadi di
koridor ini. Hal tersebut akibat perlambatan dan kemacetan yang terjadi di ruas jalan
Stasiun Wonokromo disebabkan oleh berbagai gangguan samping yakni keberadaan
PKL, parkir on-street, pasar dadakan, putar balik dan traffic light didepan Pasar DTC,
angkot yang ngetem dan ditambah lagi dengan adanya bottle neck atau penyempitan
ruang milik jalan.
Kinerja suatu ruas jalan dapat ditinjau dari kecepatan perjalanan oleh
kendaraan yang melintas. Ruas jalan Stasiun Wonokromo yang memiliki fungsi arteri
sekunder berarti memiliki kecepatan tempuh kendaraan minimal 30 km/jam.
Berdasarkan survey pada umumnya kecepatan kendaraan yang melintas ruas jalan
sudah melebihi 30 km/jam, namun saat kondisi ramai pada saat peak hour kecepatan
41
kendaraan yang melintas kurang atau sama dengan 30 km/jam. Kecepatan paling
minim yakni hingga 20 km/jam dan cukup menyebabkan kemacetan pada jalan ini.
Dengan kecepatan rerata pada angka ini dapat disimpulkan bahwa jalan Stasiun
Wonokromo memiliki kinerja jalan yang tidak sesuai dengan fungsi jalannya.
42
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Makalah ini menjelaskan tentang munculnya permasalahan kemacetan yang terjadi di
Koridor Jalan Stasiun Wonokromo, Kota Surabaya . Koridor Jalan Stasiun Wonokromo
merupakan sebuah koridor di Kota Surabaya yang menjadi salah satu pusat kawasan
perdagangan dan jasa Kota Surabaya yang mempunyai aktifitas sangat tinggi terutama
pada jam jam sibuk. Permasalahan kemacetan tersebut timbul disebabkan oleh berbagai
faktor.
Oleh karena itu untuk mengetahui faktor penyebab permasalahan kemacetan yang
terjadi di Koridor Jalan Stasiun Wonokromo, diperlukan identifikasi permasalahan
transportasi yang meliputi observasi hingga analisa data dari hasil observasi (data primer)
dan data sekunder dari dokumen-dokumen terkait. Brbagai analisa dalam mengidentifikasi
penyebab permasalahan antara lain volume jalan, kapasitas jalan, dan kinerja jalan.
Berdasarkan identifikasi volume lalu lintas, yang didapatkan dengan melakukan
observasi jenis kendaraan, sirkulasi lalu lintas, dan tarikan dan bangkitan, ditemukan adanya
pengaruh dari penggunaan lahan terhadap kemacetan sebagai tarikan bangkitan dengan
adanya Darmo Trade Center dan Stasiun Wonokromo yang mana semakin menambah
beban jalan. Selain itu, pola pergerakan eksternal-eksternal atau banyak kendaraan hanya
sekedar melintas juga menjadi faktor lain penambah beban jalan di koridor ini.
Yang kedua, mengidentifikasi kapasitas jalan didapatkan dengan melakukan observasi
geometrik jalan dan hambatan samping. Permasalahan yang dapat diidentifikasikan dari
kapasitas jalan adalah hambatan samping jalan seperti banyaknya angkutan umum yang
melakukan nge-time sembarangan tanpa menghiraukan rambu rambu lalu lintas yang ada,
PKL di badan jalan dan parkir on-street, penyebab kemacetan dan tundaan lalu lintas. Serta
adanya botle neck dari 3 lajur menjadi 2 lajur pada Koridor Jalan Stasiun Wonokromo yang
menuju ke arah Jagir semakin menyempitkan jalan. Selain itu, hal tersebut diperparah
dengan adanya akses keluar masuk pada pusat kegiatan yang ada dikawasan tersebut,
seperti stasiun wonokromo dan Darmo Trade Center menimbulkan perlambatan. Bottle neck
atau penyempitan serta hambatan samping menjadi faktor utama penyebab kemacetan di
koridor ini.
43
Sedangkan untuk mengidentifikasi kinerja jalan dilakukan perhitungan Level of Service
(LOS) dan kecepatan lalu lintas. Dapat disimpulkan hasil yang didapat dari kinerja jalan
koridor jalan stasiun wonokromo dapat dikatakan tidak sesuai dengan fungsinya, hasil
tersebut didukung juga dari identifikasi volume dan kapasitas jalan. Hasil ini mengisyaratkan
bahwa terjadi permasalahan transportasi yaitu kemacetan di koridor ini.
Identifikasi permasalahan sistem transportasi yang ada di Koridor Jalan Stasiun
Wonokromo sangatlah kompleks. Dari pengidentifikasian yang dilakukan peneliti secara
keseluruhan, hampir dapat menemukan permasalahan transportasi.
5.2 Rekomendasi
44
DAFTAR PUSTAKA
AASHTO (2001) A Policy on Geometric Design of Highways and Streets, fourth Edition.
Washington D.C
Abubakar, Iskandar (1995) Menuju Lalu Lintas yang Tertib Kumpulan Materi & Petunjuk
Teknis lalu Lintas & Angkutan Jalan. Jakarta : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.
BAPPEKO Surabaya. 2008. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Unit
Pengembangan Wonokromo. Surabaya : Pemerintah Kota Surabaya.
Black (1981) Perencanaan dan Permodelan Transportasi : Teori dan Praktek. London :
Cromm Helm
Chapin, F.S. (1965) Transportation and Land Use. In J. F. Stuart Chapin. Urban Land Use
Planning. Edisi Kedua. Urbana: University of IlIinols Press, 339-369.
Direktorat Jenderal Bina Marga (Juni, 1997) MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia).
Jakarta : Departemen Pekerjaan Umum.
Hobbs, F., D. (1995) Perencanaan dan Teknik Lalu-lintas .Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Jayadinata, Johara T. (1999) Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan
dan Wilayah. Bandung: Penerbit Institut Teknologi Bandung (ITB).
Pemerintah Republik Indonesia (2004) Undang Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang
Jalan
Tamin, O.Z., (2000) Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Edisi kedua. Bandung:
Penerbit Institut Teknologi Bandung (ITB).
Tolley, R. & Turton, B. (1995) Transport Demand and Supply; Type of Movement. Transport
System, Policy and Planning. Edisi Pertama. Singapura: Longman Scientific and
Technical.
Wibowo, Sony S. (2000) Pengantar Rekayasa Jalan. Bandung : Penerbit Institut Teknologi
Bandung (ITB).