Professional Documents
Culture Documents
Segala puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
menolong hamba-Nya untuk menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa
pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini di susun Agar pembaca dapat mengetahui Konflik yang terjadi baru baru ini
Yaitu di LAPAS CEBONGAN, DIY. Yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai
sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan dan godaan. Baik itu yang
datang dari penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah banyak
membantu agar dapat menyelesaikan makalah ini. Serta teman teman yang telah mensupport agar
cepat terselesaikannya makalah ini dengan lancar.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun
makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritik nya. Terima
kasih .
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.3.Tujuan Penulisan
BAB II
2
PEMBAHASAN
Pada Sabtu 23 Maret 2013, sekitar pukul 01.30 WIB, satu kelompok yang terdiri atas
sekitar 17 orang tak dikenal mendatangi Lapas Cebongan. Mereka berhasil masuk setelah
mengancam petugas lapas dengan senjata api. Pelaku juga melakukan tembakan ke udara agar
sipir dan napi yang lain tiarap. Mereka lalu meminta sipir menunjukkan sel di mana terdapat
tahanan yang terlibat kasus penganiayaan anggota Koppasus hingga tewas di Hugo's Cafe.
Mereka juga meminta sipir memberikan kunci sel tempat para tersangka ditahan. Dalam
prosesnya, mereka sempat melukai sipir, dan melakukan ancaman dengan menunjukkan
granat. Akhirnya sipir memberitahu bahwa para tahanan tersebut ditempatkan di sel 5A serta
memberikan kunci selnya. Setelah memperoleh informasi tersebut, kelompok itu kemudian
pergi menuju sel para tersangka.
Dalam prosesnya, ketika mereka semakin mendekati sasaran, jumlah pelaku yang ikut
serta semakin sedikit. Dari 17 orang yang melakukan penyerangan, hanya satu orang yang
melakukan penembakan. Begitu tiba di sel 5A, mereka menyuruh para tahanan yang berada di
sana untuk berkumpul. Kemudian salah seorang pelaku bertanya di mana kelompok Diki. Ia
berkata, "Yang bukan kelompok Diki, minggir!". Sempat ada tahanan yang berkata bahwa
Diki tidak ada, namun pelaku mengancam bahwa mereka akan menembak semua tahanan itu
jika tidak diberitahu. Akhirnya para tahanan memisahkan diri hingga tersisa tiga orang.
Mereka disuruh untuk berkumpul, kemudian langsung ditembak hingga tewas. Setelah itu,
pelaku menembak satu orang tahanan lagi.
Setelah menembak mati para tahanan, para penembak memaksa sebanyak 31 tahanan
di sel tersebut yang menyaksikan eksekusi itu untuk bertepuk tangan. Begitu selesai, para
pelaku pun pergi meninggalkan sel. Untuk menghilangkan barang bukti, mereka merusak
kamera CCTV dan mengambil rekaman CCTV lapas.
Penyerangan berlangsung selama kurang lebih 15 menit, sementara penembakannya
berlangsung selama 5 menit. Salah satu saksi melaporkan bahwa, selama peristiwa
berlangsung, ada seorang pelaku yang terus-menerus melihat jam di tangannya.
Korban
Korban yang tewas dalam pristiwa penembakan ini adalah:
Hendrik Benyamin Angel Sahetapi alias Diki Ambon, 31 tahun. Diki
merupakan seorang karyawan swasta namun dikenal pula sebagai seorang preman. Ia pernah
ditangkap Polresta Yogyakarta dalam kasus pembunuhan mahasiswa tahun 2002 dan
pemerkosaan tahun 2007. Diki pernah bergabung dengan ormas pimpinan Hercules, namun
kemudian mundur dan tidak aktif lagi. Ia juga menjadi tenaga keamanan di Hugo's Cafe yang
terletak depan halaman Hotel Sheraton Mustika di Jl Solo Km 10 Maguwoharjo, Sleman.
Adrianus Candra Galaja alais Dedi, 33 tahun
Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu alias Adi, 29 tahun
Yohanes Juan Manbait alias Juan, 38 tahun. Yohanes adalah seorang anggota
Polresta Yogyakarta yang pernah terlibat kasus sabu-sabu. Akibat kasus itu, ia dipecat dari
kepolisian. Ia juga divonis hukuman 2,8 tahun dan perawatan di RS Grhasia khusus narkoba.
Ketika mengeroyok Heru, Juan sedang menjalani masa bebas bersyarat.
Keempat korban berasal dari Nusa Tenggara Timur, dengan rincian tiga orang berasal
dari Kupang dan satu orang berasal dari Flores.
Pelaku
Menurut Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila, para pelaku penembakan adalah
orang-orang yang sangat terlatih dan profesional. Siti mengungkapkan bahwa, berdasarkan
keterangan para saksi, masing-masing pelaku membawa senjata laras panjang dan pistol di
kiri dan kanan pinggang, serta memakai rompi, yang diduga antipeluru, dan zebo (penutup
muka) yang seragam. Mereka juga membawa granat.[11] Sementara pakaian yang dikenakan
3
tidak seragam. Ada yang memaki kemeja lengan pendek maupun panjang. Celana yang
dikenakan juga bukan seragam. Para pelaku disebutkan memiliki postur yang tegap dan tinggi
badannya hampir sama. Siti mengtakan bahwa mereka "bergerak dengan singkat cepat,
terencana.
Latar belakang penyerangan adalah pengeroyokan dan pembunuhan terhadap Serka
Heru Santoso di Hugo's Cafe pada 19 Maret 2013 dan pengeroyokan terhadap mantan
anggota Kopassus Sertu Sriyono pada 20 Maret 2013. Dalam peristiwa penyerangan ke lapas,
empat tersangka kasus pembunuhan Serka Santoso ditembak mati, yakni Gameliel
Yermiyanto Rohi Riwu, Adrianus Candra Galaja, Hendrik Angel Sahetapi alias Deki, dan
Yohanes Juan Manbait.
Pelaku membawa serta rekaman CCTV dan aksi tersebut hanya dilakukan selama
sekitar 15 menit. Seluruh rekaman CCTV kemudian diakui dibuang di Sungai Bengawan
Solo. Menurut Unggul, para pelaku menyatakan sepenuhnya sadar dan siap
mempertanggungjawabkan perbuatannya apa pun risikonya.
Kopassus mengklaim belum ada bukti keterlibatan Kopassus dalam penembakan ini. Selain
itu, Kasi Intel Grup II Kopassus Kandang Menjangan, Kartasura, Kapten Inf Wahyu
Yuniartoto menyatakan bahwa seluruh anggotanya sedang berada di dalam satuan saat
kejadian penyerangan berlangsung. Ia mekenkan bahwa tidak ada satupun anggotanya yang
keluar dari kegiatan pengamanan markas. Meskipun demikian, Kepala Penerangan Kopassus
Mayor Susilo menyatakan bahwa pihaknya akan menindak tegas anggotanya jika memang
ada yang terlibat dalam kasus penyerangan ini.
Dugaan keterlibatan anggota Kopassus juga dibantah oleh Panglima Kodam IV/Diponegoro,
Mayjen TNI Hardiono Saroso dan Assintel Komandan Jenderal Kopassus, Letkol Infantri
Richard.
Haris Azhar, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau
yang lebih dikenal dengan KONTRAS, mengatakan bahwa penyerangan ini dilakukan secara
terencana karena berlangsung dengan "rapi dan cepat." Haris juga menyamakan cara para
pelaku, yang mengurangi jumlah ketika semakin mendekati sasaran, dengan operasi buntut
kuda.Sementara itu kepolisian belum bisa memastikan apakah penyerangan tersebut
merupakan sesuatu yang terencana.
Wandi Marceli, pengacara keempat tersangka pengeroyokan yang tewas dalam penyerangan
ini, mempertanyakan keputusan polisi untuk memindahkan para kliennya dari Mapolda DIY
ke Lapas Cebongan. Ia menyatakan bahwa dirinya merasa "janggal" karena keempat kliennya
tewas ditembak tidak sampai satu hari setelah dipindahkan.Wakil Komandan Pusat Polisi
4
Militer dan Ketua Tim Investigasi TNI AD Brigjen TNI Unggul K Yudoyono KBR68H,
Jakarta - Tim Investigasi TNI Angkatan Darat menyatakan penyerangan yang dilakukan
anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) ke Lapas Cebongan Sleman Yogyakarta
bermotif balas dendam. Ketua Tim Investigasi Unggul Yudhoyono mengatakan, latar belakang
pembunuhan terhadap anggota Kopassus Heru Santoso dan penyerangan terhadap Sriyono
memperkuat motif balas dendam tersebut.
Menurut Unggul, Sriyono merupakan bekas anggota Kopassus yang merupakan rekan para
pelaku saat latihan komando. Penyerangan dilakukan atas dasar solidaritas korps.
Sebelumnya, Heru Santoso tewas setelah dikeroyok di Hugos Kafe pada 19 Maret 2013.
Sementara Sriyono diserang pada 20 Maret 2013. Pelaku pengeroyokan dan penyerangan
diduga adalah kelompok yang sama, termasuk empat orang napi yang tewas dalam
penyerbuan ke Lapas Cebongan. Empat orang itu adalah Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu,
Adrianus Candra Galaja, Hendrik Angel Sahetapi alias Deki, dan Yohanes Juan Manbait.
Anggota Komisi I DPR Helmy Fauzi mengapresiasi hasil kerja sementara Tim Investigasi
TNI AD terkait penyerangan LP Cebongan, Sleman, Yogyakarta. Pertanggungjawaban
diharapakan tidak berhenti pada 11 oknum personel Grup 2 Kopassus Kertasura. "11 Pelaku
disebut-sebut merupakan anak buah dari Serka Heru Santoso yang tewas dibunuh preman di
Yogyakarta beberapa waktu lalu. Meski demikian, mekanisme pertanggungjawaban komando
terhadap atasan oknum Kopassus tersebut tetap harus diterapkan," kata Helmy dalam
keterangan pers yang diterima detikcom, Jumat (5/4/2013).
"Bagaimana mungkin pelaku bisa menguasai senjata dan tidak pulang ke markas di Gunung
Lawu tanpa ada pengawasan memadai komandan," tegasnya.
Helmy menambahkan, aksi yang berlatar balas dendam yang dilakukan oknum Kopassus
tersebut adalah bentuk penerapan jiwa korsa yang salah. Helmy mengusulkan, Mabes TNI
melakukan pembenahan dalam pendidikan, training dan doktrin prajurit Kopassus.
"Kalau pemahaman jiwa korsa termanifestasi dalam sikap salah berarti ada yang salah dalam
pembangunan etik dan tingkah laku prajurit," papar politisi PDIP ini.
Langkah TNI AD yang membeberkan oknum personelnya dalam keterlibatan insiden
pembunuhan 4 tahanan di LP Sleman, Sabtu pekan lalu, merupakan bagian dari reformasi
internal militer yang nyata. Selama ini, dia berpendapat, para pelaku kekerasan dan
pelanggaran HAM yang melibatkan militer kerap tidak dihukum memadai dan kerap lolos.
"Momentum ini harus dijadikan awal memutus praktik impunitas di tubuh TNI. Langkah
nyatanya adalah melakukan pembahasan Revisi UU Peradilan Militer," ujarnya.
Helmy meminta masyarakat terus mengawal kasus yang sempat menarik perhatian khalayak
luas selama sepekan terakhir."Semua harus mengawal terus kasus ini agar peradilan kelak
independen dan pelaku tidak dihukum ringan," ujarnya.
5
Tim Investigasi TNI Angkatan Darat (AD) diduga berusaha memunculkan penyesatan
informasi terkait kasus penyerangan Lapas Kelas IIB Cebongan, Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta. Setidaknya, ada tiga informasi yang diduga merupakan penyesatan.
"Pertama, soal aksi spontanitas pelaku," kata sosiolog Universitas Indonesia, Thamrin
Tamagola, dalam konferensi pers di kantor Imparsial, Rabu (10/4/2013). Dia mengatakan, ada
jeda waktu sejak pembunuhan Serka Heru Santoso di Hugo's Cafe dengan penyerangan dan
pembunuhan di Lapas Cebongan.
Terbunuhnya Santoso di kafe tersebut pada 19 Maret 2013 disebut sebagai motif pelaku
penyerangan lapas yang disampaikan Tim Investigasi TNI AD. Penyerang lapas membunuh
empat tahanan yang merupakan pelaku pembunuhan Santoso.
Selain itu, kata Tamagola, selama jeda waktu kasus Santoso dan penyerangan lapas, ada
komunikasi antara petinggi Polri dan TNI. "Artinya, saya menduga bahwa serangan itu sudah
direncanakan sebelumnya," ujar dia.
Penyesatan informasi kedua, menurut Tamagola, bisa dilihat dari jarak tempat latihan para
pelaku dengan lapas yang diserang. Motif spontanitas dan jiwa korsa berseberangan dengan
fakta jarak antara lereng Gunung Lawu ke Cebongan. "Pelaku itu turun gunung dari Gunung
Lawu terus melakukan serangan ke Lapas Cebongan yang ada di Sleman. Itu kan artinya perlu
waktu untuk melaksanakannya," tuturnya.
Ketiga, Thamrin meragukan bila 11 anggota Grup II Korps Pasukan Khusus (Kopassus)
Kartasura mengakui perbuatannya secara kesatria seperti yang disampaikan oleh Tim
Investigasi TNI AD. Kesebelas pelaku, menurut dia, terpaksa mengaku karena ditemukan
empat unit telepon genggam petugas Lapas Cebongan di salah satu barak Grup II Kopassus
Kartasura. "Jadi, bukan kesatria, melainkan terpojok karena ada empat HP yang ditemukan
itu. Itu jelas-jelas bentuk penyesatan informasi yang sengaja dibuat," ujarnya.
TNI AD menyatakan 11 anggotanya terlibat kasus penyerangan lapas pada Sabtu (23/3/2013)
dini hari. Dua dari pelaku yang terlibat disebut berusaha mencegah aksi tersebut, tetapi gagal.
Pelaku juga mengaku kepada tim investigasi TNI AD menggunakan enam senjata, di
antaranya AK-47 dan replikanya. Ketua Tim Investigasi dari TNI AD Brigjen TNI Unggul K
Yudhoyono mengatakan, penyerangan tersebut merupakan tindakan seketika yang dilatari
jiwa korsa dan membela kehormatan kesatuan.
"Para prajurit tampil bertanggung jawab, kesatria, dan siap menerima sanksi hukum apa pun.
Bagi saya itu melegakan, itu sifat kesatria, bertanggung jawab atas apa yang dilakukan. Itulah
prajurit sejati yang harus ditunjukkan kepada seluruh rakyat Indonesia," kata Presiden di
kawasan Istana, Jumat, 5 April 2013.
SBY menilai penyerangan Cebongan merupakan bentuk semangat korsa dari prajurit TNI.
"Ada perilaku dari sekelompok orang, di luar disebut kelompok preman, yang dengan sadis
membunuh seorang bintara Kopassus TNI AD," katanya. Meski demikian, SBY menilai
tindakan para prajurit itu tak dapat dibenarkan.
6
Tim Investigasi TNI Angkatan Darat kemarin menyatakan penyerangan terhadap empat
tahanan di Cebongan adalah anggota Kopassus. Ketua Tim Investigasi, Brigadir Jenderal
Unggul K. Yudhoyono, mengatakan mereka menyerang Cebongan pada Sabtu dinihari dua
pekan lalu karena rekan mereka, Sersan Kepala Santoso, diduga dibunuh empat orang yang
ditahan di sana. Seorang pelaku berinisial U menjadi eksekutor tunggal pembantaian itu.
(Baca juga: senjata yang digunakan Kopassus membantai empat narapidana)
Keluarga korban menilai hasil investigasi sarat rekayasa. Kakak Gamaliel Riwu Wohi, Yani
Rohi Riwu, mengatakan hasil investigasi itu menutupi skenario pembantaian dan untuk
melindungi jaringan pelaku yang lebih luas. Yani juga menolak empat korban disebut sebagai
preman. "Labelisasi itu adalah skenario yang melemahkan korban."
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta semua pihak khususnya TNI dan Polri untuk
memetik pelajaran dari peristiwa penembakan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cebongan
sehingga tidak terjadi lagi di masa mendatang.
"Saya harap semua pihak dukung proses pengakan hukum sebaik-baiknya kemudian petiklah
pelajaran Insya Allah kehidupan di negeri kita makin tertib. Saya dukung langkah-langkah
TNI dan Polri untuk tegakkan hukum dan keadilan berikan ruang seluas-luasnya untuk
mereka bekerja secara profesional," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada pers
usai Sholat Jumat di Kompleks Istana Presiden Jakarta.
Kepala Negara mengatakan setelah peristiwa penembakan tersebut terjadi, pihaknya setelah
mendapat laporan dari Kapolri dan Panglima TNI segera memberikan instruksi penanganan.
"Saya instruksi untuk ungkap pelakunya hukum ditegakkan dan profesional," kata Presiden.
Ditambahkannya, "saya sudah keluarkan instruksi waktu itu untuk mengungkap, menemukan
pelakunya, hukum dan keadilan ditegakkan, dan semua dijalankan secara profesional."
"Jangan sampai negara dituduh membiarkan dan tidak tegakkan hukum dan keadilan. Kita
ikuti semua proses, TNI, utamanya TNI AD telah berinisiatif membentuk tim investigasi,
sementara kepolisian juga melanjutkan langkah-langkah penyelidikan," kata Presiden.
Kepala Negara menilai jiwa kebersamaan harus diarahkan pada hal yang positif bukan
negatif.
Presiden mengatakan para pelaku sudah mengakui perbuatannya dan tentunya ada sanksi
hukum yang harus dihadapi.
"Saya dapatkan laporan semuanya, para prajurit yang melakukan tindakan itu tampil secara
bertanggung jawab, secara ksatria, dan siap mendapatkan sanksi hukum apapun. Demikian
juga para komandan akan ikut bertanggung jawab semuanya," tegas Presiden.
Kepala negara menambahkan, "Saya mendukung langkah-langkah jajaran TNI, utamanya TNI
AD dan Kepolisian untuk menegakkan hukum dan keadilan sebenar-benarnya. Dan saya
minta dukungan masyarakat luar, berikan kesempatan ruang kepada mereka untuk bekerja
secara profesional."
7
Secara primer mereka dijerat dengan pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) jo pasal 55 (1) ke-1 KUHP. Subsider, ketiga tersangka dijerat dengan pasal pasal 338
KUHP jo pasal 55 (1) ke-1 KUHP. Lebih subsider mereka dijerat dengan pasal pasal 351 (1)
Jo ayat (3) KUHP jo pasal 55 (1) ke-1 KUHP dan pasal 103 ayat (1) jo ayat (3) ke-3 KUHP
Militer.
Sidang ruang ke dua kedua atas nama Sersan Satu Tri Juwanto, Sersan Satu Anjar Rahmanto,
Sersan Satu Marthinus Roberto Paulus, Sersan Satu Herman Siswoyo, Sersan Satu Suprapto.
Mereka dijerat pasal primer 340 KUHP jo pasal 56 ke-1 KUHP. Subsider dijerat dengan pasal
pasal 338 KUHP jo pasal 56 ke-1 KUHP. Lebih subsider dijerat dengan pasal 351 (1) Jo ayat
(3) KUHP Jo Pasal 56 ke-1 KUHP dan kedua pasal 170 (1) KUHP.
Sidang ke tiga atas nama Sersan Dua Ikhmawan Suprapto. Ia dijerat Dengan pasal 340 KUHP
jo Pasal 56 ke-2 KUHP, subsider dijerat pasal 338 KUHP jo pasal 56 ke-2 KUHP, Lebih
sunsider dierat dengan pasal 351 (1) jo ayat (3) KUHP Jo Pasal 56 ke-2 KUHP.
Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, pasal 338 tentang pembunuhan, pasal 351
tentang penganiayaan, pasal 103 KUHP Militer tentang perbuatan tidak mentaati perintah
atasan.
Berkas keempat atas nama Sersan Mayor Rokhmadi, Sersan Mayoor Muhammad Zaenuri,
dan Sersan Kepala Sutar. Mereka dijerat dengan pasal 121 ayat (1) KUHP Militer jo 55 (1)
ke-1 KUHP. Pasal ini berisi tidak memberitahukan atau meneruskan informasi situasi
keamanan kepada atasannya.
Ketiga tersangka juga dijerat dengan pasal pasal 338 KUHP jo pasal 55 (1) ke-1 KUHP.
Lebih subsider mereka dijerat dengan pasal pasal 351 (1) Jo ayat (3) KUHP jo pasal 55 (1) ke-
1 KUHP dan pasal 103 ayat (1) jo ayat (3) ke-3 KUHP Militer.
Terdakwa Ucok merupakan eksekutor dalam penyerangan Lapas Cebongan, dia yang
menembak mati empat tahanan titipan Polda DIY.
Aksi penembakan terhadap tahanan titipan Polda DIY yang merupakan tersangka
pengeroyokan Serka Heru Santosa anggota Kopassus Grup II Kandang Menjangan hingga
mengalami luka tusuk pada dada dan meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit atas dasar
solidaritas.
8
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Ada banyak sekali komentar diberbagai media massa tentang kasus Penyerangan
Kopassus di Lapas Cebongan. Mulai dari mengecam karena main hakim sendiri sampai
dengan yang memuji Kopassus, karena bisa membunuh 4 orang yang dikaitkan premanisme.
Namun yang jelas, semua pihak sepakat, hukum jalanan (street justice) tidak akan pernah
menyelesaikan masalah, tetapi justru akan memperuncing dan menambah masalah yang lain.
Penegakan hukum harus dipastikan terbuka atas kasus ini. Semata-mata, untuk mencegah
semakin meningkatnya ketidakpercayaan publik pada hukum dan para aparat negara.
Meski demikian,ada beberapa hikmah yang bisa diambil dari kasus tersebut. Tentu
sebagai umat Islam, kita harus memandangnya sebuah kasus dari sudut pandang Islam. Bukan
berdasarkan sudut pandang yang lain. Dan yang terpenting, hikmah tersebut hanya bisa
diambil oleh orang yang menggunakan akalnya.
9
10