You are on page 1of 35

BAB I

PENDAHULUAN

Ketuban pecah dini atau premature rupture of the membrane (PROM) adalah pecahnya
selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan(1-3).

Beberapa peneliti melaporkan insidensi KPD berkisar antara 8 10 % dari semua


kehamilan. Hal ini menunjukkan, KPD lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan
dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan
atau KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kelahiran prematur(1).

Etiologi terjadinya ketuban pecah dini tidak jelas dan tidak dapat ditentukan secara pasti.
Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun
faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor
predesposisi adalah infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden
dari vagina, servik yang inkompetensia, overdistensi uterus, trauma, letak lintang dan lain-lain(4-
7)
.

Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa yang positif
palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal atau melakukan seksio
yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan
membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu
atau keduanya. Diagnosis KPD didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
laboratorium(5, 6, 8).

Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih kontroversial
dalam ilmu kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum ada, selalu
berubah. KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan
mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian
perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan
kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partus buatan yang
sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif.

Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap aktif terutama
pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai terjadinya proses persalinan,
sehingga masa tunggu akan memanjang berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya
infeksi. Sedangkan sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan
dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang cukup(5, 6).

Ada 2 komplikasi yang sering terjadi pada KPD, yaitu : pertama, infeksi, karena ketuban
yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya penyebab infeksi. Dengan tidak
adanya selaput ketuban seperti pada KPD, flora vagina yang normal ada bisa menjadi patogen

1
yang akan membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya. Oleh karena itu membutuhkan
pengelolaan yang agresif seperti diinduksi untuk mempercepat persalinan dengan maksud untuk
mengurangi kemungkinan resiko terjadinya infeksi ; kedua, adalah kurang bulan atau
prematuritas, karena KPD sering terjadi pada kehamilan kurang bulan. Masalah yang sering
timbul pada bayi yang kurang bulan adalah gejala sesak nafas atau respiratory Distress Syndrom
(RDS) yang disebabkan karena belum masaknya paru(3, 8, 9).

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi.

Ketuban Pecah Dini ( amniorrhexis premature rupture of the membrane PROM )


adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan(1-11). Pengertian
KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before the onset of labour. Hacker
(2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis sebelum permulaan persalinan pada setiap
tahap kehamilan. Sedangkan Mochtar (1998) mengatakan bahwa KPD adalah pecahnya
ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada
multipara kurang dari 5 cm. Hakimi (2003) mendefinisikan KPD sebagai ketuban yang
pecah spontan 1 jam atau lebih sebelum dimulainya persalinan.

Secara klinis diagnosa KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah
selaput ketuban dan dalam waktu satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan,
dengan demikian untuk kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu yang
disediakan untuk melakukan pengamatan adanya tanda-tanda awal persalinan. Bila terjadi
pada kehamilan < 37 minggu maka peristiwa tersebut disebut KPD Preterm (PPROM =
preterm premature rupture of the membrane - preterm amniorrhexis(5-7).

Periode Laten : adalah interval waktu dari kejadian pecahnya selaput chorioamniotik
dengan awal persalinan(5).

Arti klinis Ketuban Pecah Dini adalah(2-11) :

1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka kemungkinan
terjadinya prolapsus talipusat atau kompresi talipusat menjadi besar.
2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian terendah yang
masih belum masuk pintu atas panggul seringkali merupakan tanda adanya gangguan
keseimbangan feto pelvik.
3. KPD seringkali diikuti dengan adanya tanda-tanda persalinan sehingga dapat memicu
terjadinya persalinan preterm.

3
4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam ( prolonged rupture of membrane)
seringkali disertai dengan infeksi intrauterine.
5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka panjang kejadian
ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion bagi pertumbuhan dan
perkembangan janin.

2.2 Epidemiologi

Beberapa peneliti melaporkan insidensi KPD berkisar antara 8 10 % dari semua


kehamilan. Hal ini menunjukkan, KPD lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan
dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan
atau KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kelahiran prematur(1).

KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan
mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan.
Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu bertujuan untuk menghilangkan
kemungkinan terjadinya prematuritas dan Respiratory Distress Syndrom (RDS)(12).

2.3 Etiologi
Etiologi terjadinya ketuban pecah dini tidak jelas dan tidak dapat ditentukan secara
pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD,
namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi
faktor predesposisi adalah(1-12) :
1. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari vagina
atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian
menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini.
2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan
pada serviks uteri (akibat persalinan, kuretase).
3. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya
tumor, hidramnion, gemelli.

4
4. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau penyebab terjadinya
KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun
amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi
5. Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu
atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
6. Keadaan sosial ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas perawatan
antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh Chlamydia trachomatis dan
Neisseria gonorrhoeae.
7. Faktor lain yaitu:
Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu
Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum
Defisiensi gizi dari tembaga dan vitamin C
Overdistensi uterus :
Kehamilan kembar dan hidramnion
Factor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetic).

5
Sumber (12)
2.4 Patofisiologi(6, 7, 13)
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan menginduksi
kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban. Banyak mikroorganisme
servikovaginal, menghasilkan fosfolipid A2 dan fosfolipid C yang dapat meningkatkan
konsentrasi secara local asam arakidonat, dan lebih lanjut menyebabkan pelepasan PGE2 dan
PGF2 alfa dan selanjutnya menyebabkan kontraksi miometrium. Pada infeksi juga dihasilkan

6
produk sekresi akibat aktivasi monosit/ makrofag, yaitu sitokin, interleukin 1, factor nekrosis
tumor dan interleukin 6. Platelet activating factor yang diproduksi oleh paru-paru janin dan
ginjal janin yang ditemukan dalam cairan amnion, secara sinergis juga mengaktifasi
pembentukan sitokin. Endotoksin yang masuk ke dalam cairan amnion juga akan merangsang
sesl-sel desidua untuk memproduksi sitokin dan kemudian prostaglandin yang menyebabkan
dimulainya persalinan.
Adanya kelemahan local atau perubahan kulit ketuban adalah mekanisme lain
terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi. Enzim bacterial dan atau produk
host yang disekresikan sebagai respon untuk infeksi dapat menyebabkan kelemahan dan
ruptur kulit ketuban. Banyak flora servikovaginal komensal dan patogenik mempunyai
kemampuan memproduksi protease dan kolagenase yang menurunkan kekuatan tegangan
kulit ketuban. Elastase leukosit polimorfonuklear secara spesifik dapat memecah kolagen tipe
III pada manusia, membuktikan bahwa infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang terjadi
karena kolonisasi bakteri atau infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III dan
menyebabkan ketuban pecah dini.
Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B, katepsin N, dan kolagenase yang
dihasilkan netrofil dan makrofag, nampaknya melemahkan kulit ketuban. Sel inflamasi
manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah plasminogen menjadi
plasmin, potensial menjadi penyebab ketuban pecah dini.

2.5 Diagnosis(3, 5-7)


Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa yang positif
palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal atau melakukan
seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti
akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan
janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat.
Diagnosis KPD didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium. Diagnosa
KPD ditegakkan dengan cara :
a. Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-
tiba dari jalan lahir, terus menerus atau tidak. Cairan berbau khas, dan perlu juga

7
diperhatikan warna keluanya cairan tersebut, his belum teratur atau belum ada, dan belum
ada pengeluaran lendir darah. Dari anamnesis 90% sudah dapat mendiagnosa KPD secara
benar.

b. Pemeriksaan fisik
Periksa tanda-tanda vital pasien yaitu kesadaran, tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu
badan. Apakah ada tanda infeksi, seperti suhu badan meningkat dan nadi cepat.

c. Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban
baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.

d.Pemeriksaan dengan spekulum.


Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan pertama terhadap
kecurigaan KPD. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari
orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan,
penderita diminta batuk, megejan atau lakukan manuver valsava, atau bagian terendah
digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada forniks
anterior/posterior. Inspekulo juga dilakukan untuk mengambil cairan pada forniks
posterior.

e. Pemeriksaan dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai
pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang
kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam karena
pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim
dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi
patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau KPD yang sudah dalam
persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan, dan bila akan dilakukan penanganan
aktif (terminasi kehamilan), dan dibatasi sedikit mungkin.

8
6.Diagnosis Banding
- Inkontinensia urin
- Mucus servikal
- excessive vaginal discharge ( seperti pengeluaran fisiologis atau bakteri atau vaginosis).

7.Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya.
Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret
vagina.
1.Tes Lakmus (tes Nitrazin).
yaitu dengan memeriksa kadar keasaman cairan vagina. Kertas mustard emas yang
sensitive, pH ini akan berubah menjadi biru tua pada keberadaan bahan basa. pH
normal vagina selama kehamilan adalah 4,5-5,5, pH cairan amniotik adalah 7-7,5.
Tempatkan sepotong kertas nitrazin pada mata pisau spekulum setelah menarik
spekulum dari vagina, jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan
adanya air ketuban (alkalis). Darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang
positif palsu. Kemungkinan infeksi dengan memeriksa :
Beta Streptococcus
Clamydia Trachomatis
Neisseria Gonorrheae
2.Mikroskopik (tes pakis)
dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan
mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
3.Aspirasi air ketuban dilakukan untuk :
Kultur cairan amnion dilakukan untuk mengetahui adanya infeksi
Pemeriksaan interleukin 6
Alfa fetoprotein

9
b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri.
Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi
kesalahan pada penderita oligohidromnion. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mencari :
Amniotic Fluid Index (AFI)
Aktivitas janin
Pengukuran Bb janin
Detak jantung janin dan Kelainan kongenital atau deformitas.

2.6 Penatalaksanaan(1-9, 12, 13)


Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam
mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas
ibu maupun bayinya.
Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan
insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikkan insidensi
chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus
dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara konservatif dengan
maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan
infeksi yang akan memperjelek prognosis janin.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan
tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk
mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan
janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada
kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal
untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah
matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsis pada janin merupakan sebab utama
meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin
langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten.

10
Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus dipertimbangkan
dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap penderita KPD yaitu umur kehamilan dan
ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu.

Tiga kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan pada ketuban pecah dini, yaitu :
1. Konservatif
Tirah baring : dilakukan untuk mengurangi keluarnya ketuban
sehingga dapat memperpanjang masa kehamilan.
Tirah baring dikombinasikan dengan antibiotic :
Ampisilin dose tinggi : untuk streptococcus beta
Eritrosin dose tinggi : untuk chlamydia tracomatis dan
ureoplasma.

11
Sumber(14)

12
Sumber(15)
1. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu)
Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya
mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan
komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari
persalinan disebut periode latent = L.P = lag period. Makin muda umur kehamilan
makin memanjang L.P-nya(5).
Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan
sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24
jam setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum
ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal
dilakukan bedah caesar.
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun
antibiotik tidak berfaedah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap
chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian antibiotik
profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera
setelah diagnosis KPD ditegakan dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari
6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung
lebih dari 6 jam. Beberapa penulis meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan)

13
segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi
inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat
diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan
dapat dikurangi.
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap
keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan
komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang
fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin
kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan bishop score
jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika
tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.

Jika didapatkan tidak ada infeksi dan usia kehamilan > 37 minggu :
Jika ketuban telah pecah >18 jam maka berikan antibiotic profilaksis untuk
mengurangi infeksi streptococcus group B : ampisilin 2 gr IV setiap 6 jam
Untuk mematangkan serviks gunakan prostaglandin dan infus oksitosin atau SC.

2. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu)


Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai
tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat konservatif disertai pemberian antibiotik
yang adekuat sebagai profilaksis. Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan
dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk
mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu,
obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan juga tujuan menunda proses
persalinan.
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada
pnderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru, jika
selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-
tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur
kehamilan

14
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlansung dengan jalan
merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulakan komplikasi-komplikasi yang
kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi gawat janin
sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi
intoksikasi.
Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedah
sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan bedah sesar
hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi
seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin,
partus tak maju, dll.
Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif. Ternyata
pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang berbahaya, maka
perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatan pengolahan konservatif
adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi
intrauterin.
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leukosit darah tepi setiap hari,
pemeriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan denyut
jantung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya
setiap 6 jam. Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan
secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The National Institutes of Health (NIH)
telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD pada
kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi intramanion. Sedian terdiri atas
betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis
masing-masing 6 mg tiap 12 jam (untuk memperbaiki kematangan paru janin).

Berikan antibiotic untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin : Ampisilin 4x500 mg
per oral selama 7 hari dan eritromisin 3x250 mg per oral salama 7 hari.

15
Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam dan cairan vagina berbau),
perlakuan terapi sama dengan terapi amnionitis :
Berikan antibiotic kombinasi sampai persalinan :
Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam
Gentamisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
jika persalinan pervaginam : STOP antibiotic pasca persalinan
persalinan SC : lanjutkan antibiotic ditambah metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam
sampai bebas demam 48 jam.

Induksi persalinan dilakukan :


Setelah pecah 6 jam
Setelah pecah 12 jam
Setelah pecah 24 jam

16
Sumber :(16)

17
2.7 Komplikasi(1, 3, 4, 8, 17)
Pengaruh ketuban pecah dini terhadap ibu dan bayi adalah meningkatnya
mortalitas dan morbiditas perinatal. Pengaruh KPD terhadap janin dan ibu yaitu :
1. Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin
sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterine lebih dahulu terjadi (amnionitis,
vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan meninggikan mortalitas dan
morbiditas perinatal. Janin yang mengalami takhikardi mungkin mengalami infeksi
intrauterin. IUFD, IPFD, asfiksia dan prematuritas.
2. Terhadap ibu
Karena jalan terlalu terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi bila
terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis
(nifas), peritonitis dan septikemia, serta dry labor. Ibu akan merasa lelah karena
terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lama, nadi cepat dan nampaklah gejala-
gejala infeksi. Hal tersebut akan meninggikan angka kematian dan angka morbiditas
pada ibu.
Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan
ruangan dalam rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi ascenden. Salah satu
fungsi selaput ketuban adalah melindungi atau menjadi pembatas dunia luar dan
ruangan dalam rahim sehingga mengurangi kemungkinan infeksi. Makin lama periode
laten, makin besar kemungkinan infeksi dalam rahim, persalinan prematuritas dan
selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan bayi atau janin
dalam rahim (Manuaba, 1998). Tanda adanya infeksi bila suhu ibu 38oC, air ketuban
yang keruh dan bau, lekosit darah >15.000/mm3.Partus lama,infeksi,atonia
uteria,perdarahan postpartum, atau infeksi nifas.

18
Sumber (3)

19
BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Istri Suami
Nama : Ny. R Nama : Tn. A
Umur : 38 tahun Umur : 43 Tahun
Pendidikan : SD Pendidikan : SD
Pekerjaan :- Pekerjaan :-
Pangkat :- Pangkat :-
Suku :- Suku :-
Agama : Islam Agama : Islam
Golongan darah : O / Rh (+) Golongan darah : -
Alamat : Kp. Cibuntu
No.CM : 523774
Tanggal Masuk : 12 Mei 2013
Kartu Pengenal : Jamkesmas

B. DATA DASAR
Dilakukan autoanamnesis pada pasien pada tanggal 12Mei 2013
Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan mules (-) dan keluar air-air (+)

Keluhan Tambahan : tidak ada

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang ke ruang vk RSPUD Kabupaten Bekasi atas rujukan bidan muawanah dengan
keluhan nyeri perut bagian bawah, lendir darah (-) dan keluar air-air yang merembes (+)
sejak jam 5:00 tanggal 12 mei 2013. Pasien mengatakan ini merupakan kehamilan keenam
dengan usia kehamilan 24 minggu. Pasien mengakui adanya keluhankeputihan berwarna
putih susu dan gatal pada kemaluan tiga bulan yang lalu sebelum ketuban pecah. Pasien
mengaku hamil 24 minggu dengan HPHT november 2012.

20
Riwayat penyakit dahulu :
Hipertensi, DM, jantung, asma, alergi disangkal
Riwayat penyakit keluarga :
Hipertensi, DM, jantung, asma, alergi disangkal
Perangai pasien :
Pasien kooperatif
Riwayat menstruasi :
-
Riwayat pernikahan :
Menikah 1 kali
Riwayat KB :
KB oral atau mini pil
Riwayat Obstetri:
No. Jenis Jenis Penolong Umur Anak BB lahir
Kelamin Persalinan
1 Perempuan N Dokter 17 tahun 2700 gram
2 Laki-laki N Dokter 15 tahun 3300 gram
3 Laki-laki N Dokter 13 tahun 3700 gram
4 perempuan SC Dokter 11 tahun 3800 gram
5 laki-laki N Dokter 9 tahun 4100 gram

6 HAMIL INI

Catatan penting selama asuhan antenatal :


ANC di bidan teratur.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status generalis
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg

21
Nadi : 86 x/menit
Suhu : 36.5oC
Pernafasan : 22 x/menit
Mata : Konjungtiva anemis -/- ,sklera ikterik -/-
Paru : SN Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Jantung : BJ I II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : permbesaran perut yang simetris, bising usus (+),striae gravidarum (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

2. Status obstetri
a. Pemeriksaan luar
TFU : 19 cm
TBJ klinis : 930 gram
Leopold I : teraba bagian keras, simetris, melenting, kesan kepala
Leopold II : teraba bagian keras memanjang di sebelah kanan, dan bagian kecil-
kecil menonjol di sebelah kiri, kesan punggung di kanan, ekstremitas di
kiri
Leopold III : teraba bagian lunak, tidak melenting, asimetris, kesan bokong
Leopold IV : bagian bokong belum masuk PAP
His : (-)
DJJ : 141 x/menit
Ketuban : pecah sendiri
Vulva/Uretra : tenang, perdarahan aktif (-)
b. Inspekulo : tidak dilakukan
c. Pemeriksaan dalam : portio licin, ostium terbuka, pembukaan 2 cm, ketuban (-)
d. Pelvimetri klinik : tidak dilakukan

22
3. Pemeriksaan Laboratorium (12Mei 2013 pukul 13.00 WIB)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Darah Rutin
Hb 10.1* 12 16 g/dL

Hematocrit
30.4* 35 50

Eritrosit
3.7* 3.8 5.8 juta/L

Leukosit 10900* 3500 10000/ mm

Trombosit
264000 150000 400000/ mm3

Hasil laboratorium tanggal 21 mei 2013 pukul 10.00


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Darah Rutin
Hb 9.3* 12 16 g/dL

Hematocrit
28.2* 35 50

Eritrosit 3.53* 3.8 5.8 juta/L


Leukosit 19500* 3500 10.000/ mm

Trombosit
233000 150000 400000/ mm3

4. Pemeriksaan Penunjang
Tes lakmus (Nitrazin) : tidak dilakukan
Tes speculum : tidak dilakukan
Tes mikroskopis : tidak dilakukan

23
CTG : tidak dilakukan
USG : tidak dilakukan

D. DIAGNOSIS KERJA
Ibu : G6P5A0gravida24 minggu + KPD + Letak sungsang + riwayat SC
Janin : presentasi bokong, tunggal hidup

E. RENCANA PENATALAKSANAAN
Rdx/: - Cek lab lengkap : darah
- Observasi tanda-tanda vital, his, DJJ/jam
Rth/ : Kolaborasi dengan dr.Zuherdi, SpOG
Konservatif
intruksi:
infus RL
Cefotaxime 3x1 gram/iv
F. PROGNOSIS
Ibu : Dubia add bonam
Janin : Dubia add malam

G. CATATAN KEMAJUAN
Tanggal, Jam Temuan Klinis dan Penatalaksanaan
Pemeriksaan
12Mei 2013 Pasien masuk vk(ruang bersalin)
pukul 13.00 Observasi TTV dan DJJ
Pasien istirahat, dalam pengawasan

pukul 13:15 Memasang infus RL


Mengambil sediaan darah untuk cek laboratorium
pukul 13.35 Memberikan injeksi cefotaxime 1 gr/iv
Observasi
KU : baik RR : 22 x/menit
TD : 120/80 mmHg S : 36,6 oC
Nadi : 86 x/menit DJJ : 155 x/menit

24
Pukul 14.00 Observasi
KU : baik RR : 21 x/menit
TD : 100/70 mmHg S : 36,5 oC
Nadi : 80 x/menit DJJ : 141 x/menit

Menganjurkan os untuk bed rest


Menganjurkan untuk melapor bila His meningkat

Pukul 17:00 Memberikan nutrisi sore

Pukul 21:00 Observasi


KU : baik RR : 22 x/menit
TD : 100/70 mmHg S : 36,5 oC
Nadi : 85 x/menit DJJ : 141 x/menit

Pukul 21:30 Memberikan injeksi cefotaxime 1 gram/iv


Terpasang infus RL 16 tpm

13 mei 2013
Pukul 07:00 Memberikan asupan nutrisi
Pasien masih mengeluhkan keluar air-air
Observasi :
KU : baik RR : 24 x/menit
TD : 90/60 mmHg S : 36,5 oC
Nadi : 81 x/menit DJJ : 144 x/menit

Pukul 12:00 Memberikan asupan nutrisi


Pukul 13:00 Observasi
KU : baik RR : 23 x/menit His : -
TD : 120/60 mmHg S : 35,4 oC
Nadi : 82 x/menit DJJ : 148 x/menit

Pukul 14:00 Observasi


KU : baik RR : 20 x/menit His : -
TD : 90/60 mmHg S : 35,6 oC
Nadi : 78 x/menit DJJ : 150 x/menit

Pukul 20:00 Observasi

25
KU : baik RR : 23 x/menit His : -
TD : 120/80 mmHg S : 36,2 oC
Nadi : 84 x/menit DJJ : 153 x/menit

14 mei 2013
Pukul 14:00 Observasi :
KU : baik RR : 20 x/menit His : -
TD : 110/70 mmHg S : 35,2 oC
Nadi : 80 x/menit DJJ : 140 x/menit

Terpasang infus RL 16 tpm

Pukul 17:00 Memberikan asupan nutrisi

Pukul 22:00 Observasi :


KU : baik RR : 22 x/menit His : -
TD : 110/70 mmHg S : 34,8 oC
Nadi : 81 x/menit DJJ : 142 x/menit

15 mei 2013
Pukul 08:00 Os mengatakan perut masih terasa kembung
Observasi :
KU : baik RR : 22 x/menit His : -
TD : 110/70 mmHg S : 35,2 oC
Nadi : 80 x/menit DJJ : 136 x/menit

Pukul 09:09 Os memaksa ingin pulang


Konsul dr.Zuherdi. SpoG
Os diperbolehkan pulang dan kontrol kembali ke poliklinik hari kamis

21 mei 2013
Pukul 02:00 Os datang keruang vk dengan keluhan mules-mules sejak pukul 18:00
tanggal 20 mei 2013, keluar air-air (+) sedikit.

Observasi :
KU : baik RR : 22 x/menit His : +
TD : 120/80 mmHg S : 36 oC
Nadi : 82 x/menit DJJ : 126 x/menit

26
Tfu : 19 cm
VT :
portio : tebal lunak
pembukaan : 3 cm
ketuban : (-)
presentasi : letak sungsang

Pukul 02:38 bayi lahir spontan letak sungsang


jenis kelamin laki-laki
BBLR 680 gram
A/S 1-2

Pukul 02:43 Plasenta lahir spontan, lengkap


Rupture (-)
Perdarahan 200 cc
Lokhia berbau
Kontraksi uterus : Normal
Kantung kencing : (-)

Pukul 03:00 Observasi :


KU : baik RR : 22 x/menit perdarahan : normal
o
TD : 110/80 mmHg S : 36 C kantung kencing : (-)
Nadi : 82 x/menit kontraksi uterus : N

Terapi Oral
Amoxilin 3x1
Asam mefenamat 3x1
SF 2x1
Linoral 3x1

Os terpasang infus RL + 1 ampul sinto 16 tpm

Pukul 08:00 Observasi :


KU : baik RR : 23 x/menit perdarahan : N
TD : 120/70 mmHg S : 35,2 oC Kont-ut : baik
Nadi : 83 x/menit
Tfu : 2 jari dibawah umbiliccus

Pukul 08:30 Pindah ke nifas


Pukul 10:00 Cek laboratorium darah lengkap

27
BAB IV

ANALISIS KASUS

Pasien berumur 38 tahun, dengan G6P5A0 hamil 24 minggu dengan KPD yang ditentukan
dari :
a. Anamnesa
Pada anamnesis didapatkan pasien mengeluh keluar air-air tanggal 12 mei 2013
pukul 05:00 tanpa diikuti oleh nyeri perut dan tidak terdapat lendir darah. Pasien
mengaku hamil 24 minggu dengan HPHT november 2012.

Menurut kepustakaan :
Anamnesa dapat menegakkan diagnosis 90% pada Ketuban Pecah Dini /
KPD.Keluhan yang didapatkan pada pasien memiliki riwayat keluarnya air-air
secara tiba-tiba, tidak mengalami kontraksi dan keluarnya lendir darah(5, 6, 15).

b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
KU : baik
RR : 22 x/menit
TD : 120/80 mmHg
S : 36,6 oC
Nadi : 86 x/menit
DJJ : 155 x/menit
TFU : 19 cm
His : (-)

c. Inspeksi
Terlihat adanya cairan disekitar vagina

28
d. Pemeriksaan dengan spekulum
Tidak dilakukan

Menurut kepustakaan :
Pemeriksaan dilakukan 1 kali pada wanita dengan pecah ketuban. Pemeriksaan dengan
spekulum steril ini dilakukan untuk mengidentifikasi cairan pada serviks atau yang
terkumpul pada vagina(9).

e. Pemeriksaan dalam
Portio licin, pembukaan 2 cm, dan ketuban (-)

Menurut Kepustakaan :
Pada pemeriksaan dalam didapatkan cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah
tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu
dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan
tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari
pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal.
Pemeriksaan dalam hanya dapat dilakukan apabila pasien sedang diinduksi dan sedang
dipersiapkan untuk melahirkan(5, 6, 9).

f. Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan laboratorium
(12Mei 2013 pukul 13.00 WIB)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Darah Rutin
Hb 10.1* 12 16 g/dL

Hematocrit
30.4* 35 50

Eritrosit
3.7* 3.8 5.8 juta/L

29
Leukosit 10900* 3500 10000/ mm

Trombosit 264000 150000 400000/ mm3

Tanggal 21 mei 2013 pukul 10.00


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Darah Rutin
Hb 9.3* 12 16 g/dL

Hematocrit
28.2* 35 50

Eritrosit 3.53* 3.8 5.8 juta/L

Leukosit 19500* 3500 10.000/ mm

Trombosit
233000 150000 400000/ mm3

Menurut kepustakaan :
Yang perlu diperhatikan dari hasil laboratorium darah adalah leukosit, karena leukosit
menentukan apakah sudah terjadi infeksi atau belum pada ibu. Leukosit normal pada
ibu hamil adalah >15000/mm(2, 5).

- Tes lakmus (tes Nitrazin)


Tidak dilakukan

Menurut kepustakaan :
Dengan menggunakan tes nitrazin, diagnosis KPD dapat ditegakkan sampai
dengan 90% . PH normal vagina adalah 4,5-6,0 dimana PH amnion lebih alkali
yaitu 7,1-7,3. Kertas Nitrazine akan berubah menjadi biru saat PH <6,0 namun

30
darah, semen dan sabunp pencuci vagina dapat menyebabkan false positif pada tes
ini(15).

- Tes pakis atau Ferning Tes


Tidak dilakukan

Menurut kepustakaan :
Tes ini dilakukan untuk menapis diagnosis dengan diagnosis banding. Tes pakis
dilakukan dengan cara menorehkan cairan ke object glass dan dibiarkan
mengering maka akan terlihat gambaran seperti daun pakis(9).

- Aspirasi air ketuban


Tidak dilakukan

Menurut kepustakaan(2) :
Aspirasi air ketuban dilakukan untuk :
Kultur cairan amnion dilakukan untuk mengetahui adanya infeksi
Pemeriksaan interleukin 6
Alfa fetoprotein

g. Pemeriksaan USG
- Tidak dilakukan

Menurut kepustakaan :
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri.
Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi
kesalahan pada penderita oligohidromnion.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mencari(2) :
Amniotic Fluid Index (AFI)
Aktivitas janin
Pengukuran Bb janin

31
Detak jantung janin
Kelainan kongenital atau deformitas.
h. Pemeriksaan CTG
Tidak dilakukan

Menurut kepustakaan :
Pemeriksaan dengan CTG sebaiknya dilakukan untuk memantau keadaan janin(15).

i. Penatalaksanaan
Tanggal 12 s/d 15 mei 2013
- Cefotaxime 1 gr/iv 3x1

Tanggal 21 mei 2013 (nifas)


- Amoxicilin
- As.mefenamat
- Sf
- Linoral

Menurut kepustakaan :
Pada kasus ini usia gestasi pasien adalah 24 minggu maka terapi yang digunakan menurut
jurnal terbaru adalah pemberian terapi antibiotik, profilaksis grup beta streptococcus dan
memberikan 1 dosis dexametason pada penderita(14, 15).

j. Persalinan
Bayi lahir spontan dengan presentasi bokong
Lokhia berbau (+)
BBLR : 680 gram
Plasenta lahir secara manual

Menurut kepustakaan :
Lokhia berbau menandakan sudah terjadinya infeksi intrauterine(8).

32
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari kasus diatas kemungkinan yang menjadi faktor predisposisi adalah :


Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari vagina
atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian
menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini.
Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu
atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
Keadaan sosial ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas perawatan
antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh Chlamydia trachomatis
dan Neisseria gonorrhoeae.
Defisiensi gizi dari tembaga dan vitamin C.

Pemeriksaan yang dilakukan di rumah sakit masih belum sesuai dengan tinjauan pustaka
oleh karena ketidak tersediaan alat yang memadai. Pemeriksaan spechulum ada baiknya
untuk dilakukan untuk menegakkan diagnosis.

Pemberian terapi pada pasien ini sudah sesuai dengan kepustakaan, yaitu dengan
pemberian antibiotic, pemberian kortikosteroid tidak dilakukan pada pasien berhubungan
dengan usia gestasi yang masih kecil yaitu 24 minggu. Usia gestasi tidak dapat dipastikan
dengan pasti oleh karena tidak dilakukannya USG. Sehingga penentuan usia kehamilan
hanya berdasarkan HPHT.

33
5.2 Saran
Pemeriksaan yang lebih spesifik sebaiknya dilakukan oleh klinisi.
Pemeriksaan vaginal toucher sebaiknya tidak dilakukan kecuali pasien sedang diinduksi
atau sedang dalam tahap bersalin.
Sebagai klinisi perlu kiranya untuk melakukan anamnesis dan berbagai pemeriksaan yang
lebih teliti agar dapat menentukan diagnosis secara tepat sehingga dapat menangani kasus
kegawatdaruratan persalinan dan dengan penatalaksanaan yang tepat juga agar dapat
menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. caughey B.A RNJ, Norwitz R.E. Contemporary Diagnosis And Management Of Preterm Premature
Rupture Of Membranes. http://wwwncbinlmnihgov. 2008;1.
2. Manuaba. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC; 2007.
3. G M. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri Dan Ginekologi. Jakarta: EGC; 2004.
4. Ida M. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana untuk pendidikan bidan.
jakarta: EGC; 1998.
5. Mochtar. Sinopsis obstetri. jakarta: EGC; 1998.
6. sarwono p. ilmu kebidanan. 1999;3:677-82.
7. manuaba. kapita selekta penatalaksanaan rutin obstetri ginekologi dan KB. jakarta: EGC; 2001.
8. Graber mark Tp, Herting. The Family Practice Handbook: EGC; 2006.
9. Levenno K CG. obstetri williams edisi 21. jakarta: EGC; 2009.
10. Sarwono P. ilmu kebidanan. 1999;3:181 -201.
11. UNPAD F. obstetri fisiologis. 1983. Epub mei 1983.
12. Parry Samuel SJ. Premature Rupture Of The Fetal Membranes. Nejm. 1998;338:663-70. Epub 4
june 2013.
13. Morgan geri hc. obstetri dan ginekologi: EGC; 2003.
14. acog. PRACTICE GUIDELINES. AAFP; 2008.
15. Medina Tanya HA. Preterm premature rupture of the membranes : diagnosis and management.
AAFP. 2006;73:659.
16. manuaba. buku ajar patologi obstetri. Jakarta: EGC; 2009.
17. Azwar A. pengantar pelayanan dokter keluarga. Jakarta: IDI; 1995.

35

You might also like