You are on page 1of 21

Nama : Galih nugraha

Nim : 04121401078
Daftar Pustaka :

1. Guyton, A.C. & Hall, J.E. (1997). Buku ajar fisiologi kedokteran (9th ed.) (Setiawan, I.,
Tengadi, K.A., Santoso, A., penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1996).
2. Neal, M.J. 2006. At Glance Farmakologi Medis ed.5. Jakarta: Penerbit Erlangga
3. Robbins, Stanley L. 2012. Buku Ajar Patologi. Jakarta: Penerbit EGC
4. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Edisi ke-5. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam FKUI, 2009.
5. Wilson, Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit (4th ed.)(pp.35-61)(Anugerah,
P., penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1992).

2. Menurut keluarganya, pasien mengidap DM Tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu dan setiap hari
mengsumsi obat glibenklamid 5 mg.
Sistem organ apa saja yang terlibat dalam kasus ini ?
- Sistem simpatik/adrenergic
- Sistem kardiovaskuler
- Sistem saraf
- Sistem endokrin
- Sistem ekresi
- Sistem metabolism tubuh

Golongan obat dari anti diabetik oral dan contohnya?

a. Sulfonylurea
Kerjanya merangsang sekresi insulin sel sel beta pancreas. Rangsangannya melalui
interaksi dengan ATP sensitive K channel pada membrane membrane sel beta yang
menimbulkan depolarisasi membrane dan keadaan ini akan membuka kanal Ca.
maka ion Ca2+ akan masuk sel beta, merangsang granula berisi insulin dan akan
terjadi sekresi insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptide C.
Tolbutamid
Tolazamid
Asetoheksimid
Klorpropamid
Glibenklamid
Glipizid
Gliklazid
Glimepiride
Efek Samping :
Sulfonylurea bisa menyebabkan hipoglikemia, terutama bila dipakai dalam 3 4
bulan pertama pengobatan
Yang Harus Diperhatikan :
Semua usaha menurunkan glukosa darah diluar obat seperti olahraga lebih dari
biasanya, tidak makan atau makan terlalu sedikit, apabila dilakukan bersamaan
dengan minum sulfonylurea, mudah menyebabkan hipoglikemia.
b. Meglitinid
Merangsang sekresi insulin dengan menutup kanal K yang ATP independent di sel
beta pancreas.
Repaglinid
Nateglinid
c. Biguanid
Menurunkan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot
dan adipose terhadap insulin
Metformin
Buformin
Fenformin
Efek Samping :
Beberapa orang bisa timbul keluhan terutama pada saluran cerna, misalnya :
Gangguan pengecapan
Nafsu makan menurun
Mual, muntah, kembung, sebah, atau nyeri perut, banyak gas di perut, atau
diare
Pada beberapa penderita, dilaporkan bisa menimbulkan ruam atau bintik-
bintik di kulit.
d. Tiazolidinedion
Merupakan agonist potent dan selektif PPAR gamma (proliferators activated
receptor gamma), mengaktifkan PPAR gamma membentuk kompleks PPAR
gamma RXR dan terbentuklah GLUT baru. Di jaringan adipose PPAR gamma
mengurangi keluarnya asam lemak menuju otot, dan karenanya dapat mengurangi
resistensi insulin. Juga menurunkan produksi glukosa hepar, menurunkan asam
lemak bebas di plasma dan remodeling jaringan adipose.
Pioglitazone
Rosiglitazone
Efek Samping :
Beberapa efek merugikan yang mungkin timbul adalah bengkak, berat badan naik,
dan rasa capai. Efek serius yang jarang terjadi adalah gangguan hati. Keluhan
gangguan hati yang mungkin terjadi antara lain:
Mual dan muntah
Nyeri perut
Rasa capai
Nafsu makan turun
Warna urin kuning tua
Warna kulit kuning
e. Penghambat enzim alfa glikosidase
Menghambat kerja enzim alfa glikosidase pada brush border intestine,
memperlambat absorpsi polisakarida, dekstrin, dan disakarida di intestine sehingga
dapat mencegah peningkatan glukosa plasma.
Akarbose
Efek Samping :
Obat ini umumnya aman dan efektif, namun ada efek samping yang kadang
mengganggu, yaitu perut kembung, terasa banyak gas, banyak kentut, bahkan diare.
Yang Harus Diperhatikan
Karena kerap timbul keluhan perut, maka acarbose jangan diberikan pada keadaan
sebagai berikut :
Irritable bowel syndrome
radang usus kronis, ulcerative colitis atau Crohns disease
gangguan penyerapan usus yang kronis, chronic malabsorption disorder.
Dosis yang tinggi dari acarbose dapat menggangu fungsi hati, tetapi bila dosis obat
diturunkan atau dihentikan maka hati akan pulih (reversible).

3. Menurut keluarganya, sebelum tidak sadar, Tn. D merasa dingin, berkeringat, jantung
berdebar-debar, badan lemas dan merasa cemas, setelah minu obat sebelum akan pagi.
Apakah hubungan antara keluhan dengan obat yang dikosumsi?
Sekresi insulin yang dipacu oleh glibenklamid menurunkan kadar glukosa darah,
dan jika dikonsumsi tanpa asupan makanan yang cukup dapat menyebabkan
hipoglikemik. Pada keadaan pasien dapat berkeringat karena respon hormone kortisol
terhadap stress tersebut dengan mencoba meningkatkan kadar glukosa darah melalui
gluconeogenesis di hepar. Pasien mengalami palpitasi karena jantung mencoba
memompa darah dengan cepat untuk kompensasi rendahnya kadar gula darah. Pasien
juga merasa lemas karena glukosa yang dapat dipakai dalam darah sangat rendah
sehingga pembentukan glikogen di otot rendah dan otot sulit untuk berkontraksi.
Akhirya dapat terjadi koma karena menurunkan aktivitas otak karena otak hanya dapat
menerima asupan glukosa dan tidak dapat menggunakan asam lemak ataupun protein.

Bagaimana cara menyampaikan breaking bad news kepada keluarga pasien ?


Kaye P, Breaking Bad News: A 10 Step Approach, 1996

Breaking Bad News 10 Steps

1. Persiapan wawancara
Resume semua informasi

Ajak staff RS untuk ikut hadir

Cari tempat yang cukup pribadi

Rencanakan waktu yang tepat

Perkenalkan diri

Tanyakan pada pasien siapa yang akan hadir

Isyarat nonverbal: jarak, postur, tingkat mata.

2.Menilai pengertian pasien


Tanyakan tentang pandangan pasien terhadap keadaannya

Sejauhmana anda ketahui mengenai penyakit anda?

Apa yang telah dokter lain katakan kepada anda?.

3. Menanyakan sejauh mana pasien ingin ketahui

Apakah anda pernah memikirkan penyebab penyakit anda?

Apakah anda tahu mengapa kita melakukan pemeriksaan ini?


Sejauh mana anda ingin mengetahui kondisi anda?

Apakah anda ingin mengetahui kondisi anda sepenuhnya atau kepada orang lain?.

4. Mengungkapkan berita

Saya punya berita kurang baik mengenai hasil pemeriksaan anda

Saya punya berita serius yang memerlukan keputusan penting

Jangan menggunakan bahasa medis

Dari hasil pemeriksaan sumsum tulang, menunjukkan adanya kanker darah yang disebut
leukemia.

5. Membiarkan proses denial


Biarkan pasien untuk mengendalikan informasi yang mereka terima.

6. Memberikan penjelasan lebih lanjut

Prognosis

Pilihan pengobatan

Dampak terhadap kualitas hidup

7. Mendengarkan kekhawatiran pasien

Apa yang anda khawatirkan?

Luangkan waktu untuk jawaban.

8. Merespon Emosi Pasien


Mendorong pasien untuk mencurahkan emosinya

Menghargai emosi pasien dan memberi empati

Menolerir suasana diam sejenak

Saya mengerti bahwa informasi ini tidak seperti yang Anda inginkan. Saya harap Anda
tabah

Saya mengerti bahwa hal ini bukanlah yang anda harapkan.

9. Membuat ringkasan hasil diskusi

Saya mencoba membuat ringkasan hal-hal yang telah kita diskusikan bersama dan langkah-
langkah berikutnya.

Apakah anda mengerti yang telah kita bicarakan?

Apakah ada yang ingin anda tanyakan?

Rekam Medik.

10. Merencanakan waktu untuk diskusi selanjutnya

Apakah Anda siap untuk membicarakan tentang pilihan pengobatan sekarang atau ingin
menunggu beberapa hari lagi?

Tiap pasien memiliki tanggapan yang berbeda:

1. The doctor was very kind to me when she told me I had cancer, but I dont remember any thing
of what she said to me on that day, I just remember she was very kind.
2. When I was told that I had cancer, I felt my whole world collapse around me.
Berita buruk dalam dunia kedokteran juga terkadang menyangkut tentang masa hidup pasien.
Terkadang pasien sering menanyakan Berapa lama waktu yang dimiliki? atau Berapa lama sisa
hidup saya?. Jawaban yang satu-satunya bisa dijawab oleh seorang dokter adalah:

Jangan menebak dan tidak berbohong.


Seringkali tidak mungkin untuk memperkirakan ini.
Jelaskan bahwa tidak mungkin untuk menilai.
Mereka (Pasien) bertanya bukan karena takut > beberapa orang ingin menyelesaikan urusan
mereka sebelum kematian.

4. Pemeriksaan fisik :
Kesadaran : koma, TD 90/40, nadi 124 x/menit, suhu 36 C.
Kadar glukosa drah sewaktu (GDS) dengan lat glucometer : 40 mg/dl.
Interpretasi dari hasil pemeriksaan ? (penjelasan secara
lengkap)
Kesadaran = koma.
TD = 90/40 (rendah/hipotensi). Normalnya menurut WHO tekanan sistolik 120-
140 mmHg , tekanan diastoliknya 80-90 mmHg.
Nadi = 120x/menit (takikardi). Normalnya 60-100x/menit untuk umur diatas 18
tahun. Untuk usia lanjut 60-70x/menit.
Suhu = 36oC ( agak rendah)
Kadar gula darah sewaktu = 40 mg/dl (rendah/hipoglikemia). Normalnya < 140
mg/dl

mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik

Koma :
Ambilan glukosa otak difasilitasi oleh 2 transporter glukosa yaitu GLUT 1 dan GLUT3
yang tidak tergantung dengan insulin. Dalam keadaan hipoglikemia, sistem transportasi
glukosa ini mengalami gangguan. Sedangkan pada hipoglikemia kronik akan terjadi up
regulasi transporter glukosa, suatu fenomena penting yang berperan dalam terjadinya
hypoglycemia unawareness.
Otak hanya menggunakan glukosa sebagai sumber energy dan mengalami kesulitan
untuk menggunakan sumber energy lain. Kadar glukosa darah turun terlalu jauh
gejala syok hipoglikemik koma
Tekanan Darah rendah :
Pemakaian glibenklamid sekresi insulin berlebihan adiponektin meningkat
insulin- induced NOxide meningkat anti-aterogenik terbentuk vasodilatasi
hipotensi.
Epinefrin mengaktifkan reseptor 2 vasodilatasi otot pembuluh darah
hipotensi
Takikardi :
Epinefrin mengaktifkan reseptor 1 kontraktilitas jantung palpitasi
takikardi
Pemakaian glibenklamid tidak diikuti makan tepat waktu hipoglikemia
kompensasi dari epinefrin jantung berkontraksi CO meningkat takikardi
Kelemahan myocardium akibat kekurangan energy merangsang reflex simpatik
frekuensi denyut jantung meningkat peningkatan denyut nadi
Hipoglikemia :
Pengonsumsian glibenklamid perangsangan pelepasan insulin di sel beta pankreas
insulin dalam darah dan uptake glukosa oleh sel meningkat. Namun saat
pengkonsumsian obat ini tidak di barengi dengan asupan makanan, akibatnya hanya
glukosa yang ada di darah saat itu saja yang di uptake ke sel tanpa adanya tambahan
glukosa dari makanan. Sehingga kadar glukosa darah pun lama kelamaan mulai
menurun hipoglikemi.

Template :
DD

Diagnosis pasti

Diagnosis hipoglikemi ditegakkan berdasarkan trias Whipple, yaitu :


Adanya gejala2 dan tanda2 hipoglikemi
Kadar glukosa plasma yang rendah
Terjadi pemulihan gejala setelah kadar glukosa plasma kembali normal melalui
pemberian glukosa eksogen.
Namun, nilai cutoff dari kadar glukosa plasma untuk menetapkan hipoglikemi masih
simpang siur. Berbagai kepustakaan menggunakan rentang nilai antara 45 sampai 75 mg/dl
(2,5 4,2 mmol/l). Dalam praktek sehari-hari, definisi hipoglikemi disesuaikan dengan
keadaan klinis. Walaupun tidak ada ketentuan pasti tentang seberapa rendah kadar glukosa
darah sebagai patokan mendefinisi-kan hipoglikemi, namun terdapat kesepakatan bahwa
kadar glukosa plasma vena antara 45 sampai 60 mg/dl (2,5 3,3 mmol/l) jelas mendukung
diagnosis hipoglikemi, dan bila dibawah 45 mg/dl (2,5 mmol/l) biasanya sudah
menimbulkan gejala klinis yang berat. Bila kadar glukosa darah yang rendah disertai
dengan gejala2 neurologik, kecurigaan terhadap hipoglikemi lebih tinggi dan perlu segera
dicari faktor penyebabnya. Pada pasien diabetes yang diterapi dengan insulin, kadar
glukosa darah hendaklah dipertahankan diatas 75 mg/dl (4,2 mmol/l) untuk mencegah
kemungkinan terjadinya hipoglikemi simtomatis dan hypoglycemia unawareness.

Prognosis

Prognosis Dubia (tidak tentu/ragu-ragu). Prognosis bisa menjadi dubia ad


sanam/bonam apabila segera mendapat tindakan/pertolongan cepat, tetapi bisa juga
menjadi dubia ad malam (meninggal) bila telah mencapai stadium neuro-glikopenik
berat.
Bila koma hipoglikemia terjadi pada pasien yang mendapat sulfonilurea sebaiknya
pasien tersebut dirawat di rumah sakit, karena ada risiko jatuh koma lagi setelah suntikan
dekstrosa. Pemberian dekstrosa diteruskan dengan infus dekstrosa 10% selama 3 hari.
Monitor glukosa darah setiap 3-6 jam sekali dan kadarnya dipertahankan 90-180 mg%.
Hipoglikemia karena sulfonilurea ini tidak efektif dengan pemberian glukagon. Sebagian
kecil pasien tidak berespons terhadap pengobatan di atas dan tetap tidak sadar walaupun
kadar glukosa darah sudah di atas normal. Pada pasien ini biasanya terjadi edema serebri
dan perlu pengobatan dengan manitol atau deksametason. Dosis manitol 1,5-2 g/kg BB
diberikan setiap 6-8 jam. Dosis awal deksametason 10 mg bolus dilanjutkan 2 mg setiap
6 jam. Pasien tetap mendapat infus dekstrosa 10% dan glukosa darah di sekitar 180 mg%,
di samping dicari penyebab koma yang lain. Hindari fluktuasi kadar glukosa yang besar
karena akan memperberat edema serebri. Bila koma berlangsung lama perlu diberikan
insulin dalam dosis kecil. Kematian dapat terjadi jika pengobatan terlambat.

Learning issue :

Syok hipoglikemik

Pendahuluan

Hipoglikemia adalah suatu keadaan klinis yang terjadi akibat penurunan kadar glukosa
darah dibawah rentang batas normal. Hipoglikemia dapat disebabkan oleh berbagai kelainan dan
berat ringannya ditentukan pula oleh lamanya terjadi penurunan kadar glukosa darah serta berat
ringan gejala yang timbul. Pada pasien diabetes melitus, hipoglikemia terutama terjadi akibat
pemberian obat-obat golongan sulfonylurea dan pemakaian insulin. Pengaruh buruk hipoglikemia
terutama akan menyebabkan gangguan fungsi syaraf otak yang bila berlangsung lama akan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Kekawatiran akan terjadinya hipoglikemia dalam
penatalaksanaan diabetes melitus, terutama pada pasien usia lanjut menimbulkan permasalahan
dalam kendali glukosa darah yang akan meningkatkan risiko komplikasi makro dan mikrovaskular
akibat hiperglikemia.

Ancaman hipoglikemi akan meningkatkan risiko kerusakan otak yang permanen, karena
glukosa merupakan sumber energi utama bagi tubuh terutama otak. Otak tidak dapat mensintesis
glukosa dan menyimpannya dalam bentuk glikogen, sehingga memerlukan suplai glukosa dari
sirkulasi darah secara kontinyu. Untuk melindungi integritas otak, tubuh mengadakan respons
terhadap hipoglikemi dengan supresi sekresi insulin melalui pelepasan hormon-hormon kontra
regulasi terutama glukagon dan epinefrin (adrenalin). Penatalaksanaan hipoglikemi meliputi
deteksi dini terhadap adanya gejala dan tanda-tanda awal hipoglikemi, mengobatinya secara benar
dan mencegah terjadinya episode hipoglikemi berulang melalui edukasi kepada pasien dan
keluarganya.
Regulasi kadar glukosa darah (Homeostasis Glukosa)

Sistem syaraf pusat sangat tergantung pada oksidasi glukosa sebagai sumber energi
utamanya. Gangguan suplai glukosa akan mengakibatkan gangguan fungsi otak (neuroglikopenia),
dan bila berlangsung lama akan menyebabkan kerusakan syaraf otak yang irreversibel dan
kematian. Pada orang dewasa sehat dengan BB 70 kg, kebutuhan glukosa otak diperkirakan
sebanyak 1 mg/kg/menit atau sebanyak 100 g/hari. Ambilan glukosa otak difasilitasi oleh 2
transporter glukosa yaitu GLUT 1 dan GLUT3 yang tidak tergantung dengan insulin. Dalam
keadaan hipoglikemia, sistem transportasi glukosa ini mengalami gangguan. Sedangkan pada
hipoglikemia kronik akan terjadi up regulasi transporter glukosa, suatu fenomena penting yang
berperan dalam terjadinya hypoglycemia unawareness.

Dalam keadaan puasa, otak dapat menggunakan benda2 keton ( -hydroksi-butirat dan
aseto asetat) sebagai sumber energi alternatif. Ambilan benda2 keton oleh otak proporsional
dengan kadarnya didalam darah. Oksidasi benda2 keton dapat menjadi sumber energi hanya bila
kadarnya didalam sirkulasi mengalami peningkatan, seperti terjadi dalam keadaan puasa yang
lama. Jadi bila kadar glukosa darah rendah, sedangkan kadar keton sangat tinggi, maka otak
sebagian terlindung dari efek buruk hipoglikemia. Namun bila kadar glukosa dan keton rendah,
seperti terjadi pada hipoglikemi akibat pemberian insulin dan gangguan oksidasi asam lemak, otak
akan sangat rentan terhadap gangguan metabolik. Kadar glukosa didalam sirkulasi ditentukan oleh
keseimbangan antara asupan glukosa (absorpsi + produksi) dan utilisasi/ penggunaannya oleh
berbagai jaringan. Dalam keadaan puasa, produksi glukosa tergantung pada ketersediaan substrat2
yang diperlukan bagi proses glikogenolisis dan glukoneogenesis. Sementara utilisasi glukosa
ditentukan oleh ambilan glukosa dan ketersediaan sumber energi alternatif terutama bagi jaringan
otot. Mekanisme utama yang berperan dalam pencegahan hipoglikemia ditunjukkan dalam gambar
dibawah ini :

Dalam keadaan puasa (post absorptive state), kadar insulin menurun, sehingga
menurunkan ambilan glukosa oleh hepar, otot dan lemak. Glikogenolisis didalam hati merupakan
proses paling penting untuk memenuhi kebutuhan glukosa dalam keadaan puasa selama 12
sampai 24 jam.
Gambar 1. Homeostasis glukosa

Bila puasa berlangsung lebih lama, setelah simpanan glikogen hati berkurang, akan terjadi
lipolisis dan pemecahan protein untuk mempertahankan kadar asam lemak, gliserol dan asam
amino didalam aliran darah. Asam lemak akan digunakan oleh otot sebagai sumber energi dan
oleh hati untuk memproduksi benda2 keton yang akan digunakan sebagai sumber energi alternatif
bagi jaringan2 tubuh lain. Gliserol dan asam amino akan diambil oleh hati dan ginjal yang akan
digunakan sebagai bahan utama bagi proses glukoneogenesis. Penelitian terbaru menunjukkan
bahwa produksi glukosa pada laki-laki sehat sekitar 1,8 mg/kg/menit selama dalam keadaan puasa
sampai 40 jam. Kontribusi proses glukoneogenesis terhadap produksi glukosa basal meningkat
dari 41% setelah 12 jam sampai 92% setelah 40 jam puasa. Dalam keadaan puasa yang lama, ginjal
memproduksi 25% atau lebih dari total kebutuhan akan glukosa, terutama melalui proses
glukoneogenesis dari glutamine, laktat dan gliserol. Pada insufisiensi ginjal kronik yang berat akan
terjadi gangguan produksi glukosa renal sehingga akan menimbulkan hipoglikemi puasa. Bila
kadar glukosa plasma berada dibawah nilai ambang hipoglikemi, akan terjadi pelepasan hormon2
kontra regulasi, sebagai usaha untuk meningkatkan produksi glukosa. Nilai ambang ini
diperkirakan pada kadar 67 mg/dl. Bagian ventromedial hypothalamus merupakan organ utama
yang berperan dalam respons kontra regulasi.
Hormon2 kontra regulasi terbagi dalam 2 kelompok :

Hormon2 kerja cepat yaitu katekolamin dan glukagon.

Hormon2 kerja lambat yaitu growth hormone dan kortisol.

Katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) bekerja menghambat sekresi insulin dan secara
langsung merangsang proses glukoneogenesis di hepar dan ginjal, menghambat utilisasi glukosa
di jaringan perifer dan merangsang proses lipolisis. Selanjutnya proses lipolisis akan menghasilkan
substrat2 yang diperlukan untuk glukoneogenesis (yaitu gliserol) dan sumber energi alternatif bagi
otot (yaitu asam lemak dan benda2 keton). Glukagon terutama bekerja merangsang produksi
glukosa hati, namun sangat sedikit atau bahkan tidak mempunyai efek terhadap utilisasi glukosa
perifer atau stimulasi produksi glukosa ginjal. Walaupun glukagon merangsang lipolisis dan
ketogenesis, namun hanya mempunyai efek minimal terhadap mobilisasi prekursor
glukoneogenesis dari lemak. Efek kontra regulasi dari kortisol dan growth hormone terjadi
beberapa jam setelah hipoglikemi. Jadi kedua hormon ini hanya berperan minimal dalam
pencegahan hipoglikemi akut, namun penting dalam pencegahan hipoglikemi akibat puasa yang
lama. Kortisol merangsang glukoneogenesis hati dan lipolisis, sehingga meningkatkan kadar asam
lemak bebas dan gliserol. Growth hormone juga mempunyai efek yang sama terhadap lipolisis dan
glukoneogenesis, serta secara bersamaan menekan utilisasi glukosa di jaringan perifer. Kedua
hormon diatas dapat meningkatkan lipolisis untuk menghasilkan substrat penting bagi proses
glukoneogenesis, serta asam lemak bebas dan benda2 keton yang akan digunakan sebagai sumber
energi cadangan/ alternatif.

Diagnosis hipoglikemi

Diagnosis hipoglikemi ditegakkan berdasarkan trias Whipple, yaitu :


Adanya gejala2 dan tanda-tanda hipoglikemi
Kadar glukosa plasma yang rendah
Terjadi pemulihan gejala setelah kadar glukosa plasma kembali normal melalui pemberian glukosa
eksogen.
Namun, nilai cutoff dari kadar glukosa plasma untuk menetapkan hipoglikemi masih simpang siur.
Berbagai kepustakaan menggunakan rentang nilai antara 45 sampai 75 mg/dl (2,5 4,2 mmol/l).
Dalam praktek sehari-hari, definisi hipoglikemi disesuaikan dengan keadaan klinis.
Walaupun tidak ada ketentuan pasti tentang seberapa rendah kadar glukosa darah sebagai patokan
mendefinisikan hipoglikemi, namun terdapat kesepakatan bahwa kadar glukosa plasma vena
antara 45 sampai 60 mg/dl (2,5 3,3 mmol/l) jelas mendukung adanya hipoglikemi, dan bila
dibawah 45 mg/dl (2,5 mmol/l) biasanya sudah menimbulkan gejala klinis yang berat. Bila kadar
glukosa darah yang rendah disertai dengan gejala2 neurologik, kecurigaan terhadap hipoglikemi
lebih tinggi dan perlu segera dicari faktor penyebabnya. Pada pasien diabetes melitus yang diterapi
dengan insulin, kadar glukosa darah hendaklah dipertahankan diatas 75 mg/dl (4,2 mmol/l) untuk
mencegah kemungkinan terjadinya hipoglikemi simtomatis dan hypoglycemia unawareness.

Tanda-tanda dan gejala-gejala hipoglikemi


Tanda-tanda dan gejala-gejala hipoglikemi dibagi dalam 2 kategori, yaitu : otonomik dan
neuroglikopenik. Tanda-tanda dan gejala-gejala otonomik terjadi akibat aktivasi sistem syaraf
otonom melalui pelepasan epinefrin dari medulla adrenal kedalam sirkulasi dan norepinefrin dari
ujung2 syaraf simfatis postganglionic kedalam jaringan2 target. Dalam keadaan normal, ambang
glikemik bagi pelepasan katekolamin lebih tinggi daripada ambangnya bagi induksi gejala-gejala
neuroglikopenik. Sehingga gejala-gejala otonomik mengawali timbulnya gejala-gejala
neuroglikopenik. Gejala-gejala dan tanda-tanda yang berhubungan dengan pelepasan katekolamin
dapat berupa tremor, muka pucat, palpitasi, takhikardia, tekanan nadi yang melebar dan rasa cemas
(ansietas). Berkeringat, rasa lapar dan parestesia juga umum ditemukan, yang biasanya dimediasi
oleh adanya pelepasan asetilkholin. Pada orang dewasa, pengeluaran keringat lebih mencolok, hal
ini diduga akibat stimulasi oleh syaraf2 simfatis kolinergik post ganglionik.

Tabel 1. Gejala-gejala dan tanda-tanda hipoglikemi pada orang dewasa


Otonomik Neuroglikopenik

Gejala- Tanda-tanda Gejala-gejala Tanda-tanda


gejala

Rasa lapar Muka pucat Badan lemas, Cortical


rasa capek blindness

Berkeringat Takhikardia Dizziness Hypothermia

Rasa cemas Tekanan nadi Sakit kepala Seizures


melebar

Parestesia Bingung Coma

Palpitasi Perubahan
tingkah laku

Tremor Gangguan fungsi


kognitif
Penglihatan
kabur, diplopia.

Gejala2 neuroglikopenik terjadi akibat kekurangan glukosa didalam otak. Karena glukosa
merupakan sumber energi utama untuk metabolisme jaringan otak, maka penurunan kadar glukosa
darah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan energi bagi otak.

Jadi, gejala2 neuroglikopenia tidak dapat dibedakan dengan gejala2 akibat terjadinya
hipoksia jaringan otak. Gejala2 tersebut antara lain berupa rasa lemas, kelelahan, pusing, sakit
kepala, perubahan perilaku dan bingung. Pasien dapat mengalami letargi, mudah tersinggung dan
bahkan dapat bersikap agresif. Dapat pula terjadi gangguan fungsi kognitif, gangguan berfikir dan
berkonsentrasi, aphasia dan bicara kacau. Disamping itu, hipoglikemia dapat menyebabkan
pandangan kabur, kebutaan, paresthesia, hemiplegi, hipotermi, dan bahkan koma, kejang dan
berakhir dengan kematian.

Faktor risiko hipoglikemi

Beberapa faktor risiko untuk terjadinya hipoglikemi pada pasien diabetes melitus antara lain :
Faktor risiko umum : Faktor risiko yang jarang :

1. Kesalahan dosis dan jadwal injeksi 1. Defisiensi endokrin cortisol, GH, atau
insulin disertai asupan karbohidrat keduanya
yang kurang 2. Non - cell tumor
2. Obat hipoglikemik oral terutama 3. Alkohol atau salisilat
golongan sekretagog tanpa diikuti 4. Penghentian tiba2 kortikosteroid
asupan karbohidrat yg cukup 5. Emesis
3. Ada riwayat hipoglikemi berat 6. Penghentian nutrisi parenteral /enteral
4. Anestesi umum tiba2
5. Pengurangan asupan oral
6. Sakit berat gangguan faal hati,
payah jantung, gagal ginjal, sepsis
dan trauma berat Penatalaksanaan

Pendekatan kerjasama tim sangat diperlukan dalam mendeteksi dan mengatasi hipoglikemi
dirumah sakit, sementara peranan keluarga sangat penting dalam mengenal gejala-gejala dan
tanda-tanda dini hipoglikemi pada pasien DM dirumah, terutama kelompok pasien usia lanjut.

Bila pasien pernah mengalami episode hipoglikemi, perlu dilakukan penilaian keadaan umum
pasien meliputi kesadaran dan status kardiorespirasi, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah,
waktu penyuntikan dan dosis insulin, dan jumlah asupan kalori yang diberikan. Bila pasien masih
sadar dan masih bisa makan / minum, dapat diberikan karbohidrat oral atau air gula atau tablet
glukosa. Bila pasien tidak sadar atau tidak bisa makan/minum, berikan infus dextrose atau injeksi
glukagon IM. Setelah episode hipoglikemi teratasi, pemantauan kadar glukosa darah yang ketat
terus dilakukan sampai kadar glukosa darah benar-benar stabil. Selanjutnya dicari faktor2
penyebab terjadinya hipoglikemi, dan bila memungkinkan ganti insulin dengan obat oral yang
tidak memberikan efek samping hipoglikemi.

Sebelum dipulangkan, pasien dan keluarganya diberikan edukasi yang jelas dan dalam bentuk
tertulis agar dapat dipelajari dengan seksama untuk mencegah terjadinya episode hipoglikemi
berulang.
Simpulan

Ancaman hipoglikemi merupakan hambatan utama dalam mempertahankan kendali glukosa yang
optimal pada pasien DM. Pencegahan terhadap hipoglikemi merupakan kunci utama.
Gambar 2. Salah satu contoh algoritma tatalaksana hipoglikemi menurut Lovelace Medical Center
Diabetes Episodes of Care, (Diabetes Spectrum 2005;18:1:42.)

Simpulan

Ancaman hipoglikemi merupakan hambatan utama dalam mempertahankan kendali glukosa yang
optimal pada pasien DM. Edukasi kepada pasien dan keluarga tentang pengenalan dini gejala dan
tanda-tanda hipoglikemi serta upaya penanggulangannya dirumah merupakan hal yang paling
penting dalam mencegah manifestasi kerusakan otak yang irreversibel dan gejala sisanya.

You might also like