You are on page 1of 42

WALK THROUGH SURVEY PERUSAHAAN DI

PT. BRIDGESTONE TIRE INDONESIA (BEKASI PLANT)


28 MARET 2016
HIGIENE INDUSTRI

Kelompok I
Fembriya Tenny Utami, S.Ked
Arini Damayanti, S.Ked
Pradita Adiningsih, S.Ked
Yulius Nugroho, S.Ked
Stephanie Carmerlita Fernandez, S.Ked
Riza Ernaldy, S.Ked
R. Ifan Arief Fahrurozi, S.Ked
Ni Kadek Sri Rahayu Wijayanti, S.Ked
Mohammad Haikal Bakry, S.Ked
Monica Olivine, S.Ked
Otty Mitha Octriza, S.Ked
Rosalina Hutapea, S.Ked
Trian Satrio, S.Ked

PELATIHAN HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA


KEMENTRIAN KETENAGAKERJAAN INDONESIA
PERIODE 21 MARET 2016 29 MARET 2016
JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Penerapan Kesehatan dan KeselamatanKerja (K3) dalam sebuah perusahaan
menjadi sebuah keharusan guna meminimalisir kejadian kecelakaan kerja. Pada
hakikatnya, faktor K3 berpengaruh terhadap efisiensi produksi dari suatu
perusahaan industri sehingga dapat mempengaruhi tingkat pencapaian
produktivitasnya. Karena pada dasarnya tujuan K3 adalah melindungi para tenaga
kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan dan untuk menciptakan
tenaga kerja yang sehat dan produktif. Kebijakan terkait penerapan Sistem
Manajemen Kesehatan dan KeselamatanKerja (SMK3) melibatkan unsur
manajemen, tenaga kerja, dan kondisi lingkungan kerja yang terintegrasi dalam
rangka mencegah, mengurangi kecelakaan, dan penyakit akibat kerja, serta
terciptanya lingkungan kerja yang aman, efisien, dan produktif. Salah satu caranya
adalah menciptakan perusahaan yang higiene agar lingkungan kerja menjadi aman,
nyaman, dan sehat.
Kondisi kesehatan dan keselamatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia
secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati
posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand.
Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di
dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar
global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas
kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu
tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu
memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
Soekotjo Joedoatmodjo, Ketua Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Nasional (DK3N) menyatakan bahwa frekuensi kecelakaan kerja di perusahaan
semakin meningkat, sementara kesadaran pengusaha terhadap Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) masih rendah, yang lebih memprihatinkan pengusaha dan
pekerja sektor kecil menengah menilai K3 identik dengan biaya sehingga menjadi
beban, bukan kebutuhan. Catatan PT Jamsostek dalam tiga tahun terakhir (1999 -
2001) terbukti jumlah kasus kecelakaan kerja mengalami peningkatan, dari 82.456
1
kasus pada 1999 bertambah menjadi 98.902 kasus di tahun 2000 dan berkembang
menjadi 104.774 kasus pada 2001. Untuk angka 2002 hingga Juni, tercatat 57.972
kasus, sehingga rata-rata setiap hari kerja terjadi sedikitnya lebih dari 414 kasus
kecelakaan kerja di perusahaan yang tercatat sebagai anggota Jamsostek.
Sedikitnya 9,5 persen dari kasus kecelakaan kerja mengalami cacat, yakni 5.476
orang tenaga kerja, sehingga hampir setiap hari kerja lebih dari 39 orang tenaga
kerja mengalami cacat tubuh. Berdasarkan data kasus kecelakaan kerja di atas perlu
upaya-upaya yang nyata untuk mengurangi jumlah kasus kecelakaan kerja, salah
satunya melalui program hiperkes (hygiene perusahaan dan kesehatan kerja).
Setiap perusahaan diharapkan mampu menerapkan Sistem Manajemen
Kesehatan dan KeselamatanKerja (SMK3) dalam perusahaannya masing-masing,
di mana sistem tersebut menjadi suatu siklus yang tidak terputus dan
berkesinambungan.SMK3 dimulai dengan penerapan K3, evaluasi dan peninjauan
ulang hingga pada akhirnya peningkatan berkelanjutan.Salah satu tahapan yang
paling penting dari siklus tersebut adalah penentuan hazard (potensi bahaya) yang
terdapat pada perusahaan dan dapat menjadi faktor risiko bagi tenaga kerja, baik itu
dari faktor fisik, kimia maupun biologi.
Melihat pentingnya penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan
KeselamatanKerja (SMK3) dan higiene perusahaan sebagai bentuk upaya
pencegahan timbulnya penyakit akibat kerja dan pencemaran lingkungan akibat
proses produksi perusahaan, maka pada hari Senin, 28 Maret 2016 telah dilakukan
kunjungan ke sebuah perusahaan yang terletak di daerah Bekasi, yaitu PT.
Bridgestone Tire Indonesia (Bekasi Plant). Kunjungan perusahaan bagi tim
penyusun ini lebih difokuskan untuk:
1. Mengetahui pelaksanaan sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
di PT. Bridgestone Tire Indonesia (Bekasi Plant).
2. Mengidentifikasi potensi bahaya faktor fisik, kima, dan biologis di PT.
Bridgestone Tire Indonesia (Bekasi Plant).
3. Mengetahui pengelolaan limbah industri di PT. Bridgestone Tire Indonesia
(Bekasi Plant).
Selanjutnya, dilakukan analisis masalah terhadap data-data yang diperoleh
di lapangan dan kemudian dilakukan upaya alternatif pemecahan masalah yang ada
di PT. Bridgestone Tire Indonesia (Bekasi Plant).Diharapkan alternatif pemecahan
masalah yang ditawarkan dalam proses tersebut dapat diterapkan kepada seluruh
2
karyawan yang terlibat sehingga dapat mengurangi potensi adanya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja guna memaksimalkan kinerja para karyawan.

1.2 Dasar Hukum


1. UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja
2. UUNo. 3 Tahun 1969 tentang persetujuan konvensi organisasi perburuhan
international No. 120 mengenai higine dalam perniagaan dan kantor-kantor
3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep. 187/MEN/1999 tentang
Bahan Kimia Berbahaya
4. Permenakertrans No. 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja
5. Peraturan Menteri Perburuhan No. 7 Tahun 1964 tentang syarat kesehatan
dan kebersihan serta penerangan dalam tempat kerja
6. Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pada pasal 86
dimana dikatakan bahwa pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja

1.3 Profil Perusahaan


1. Nama Perusahaan
PT. Bridgestone Tire Indonesia (Bekasi Plant).
2. Alamat
Jl. Raya Bekasi KM 27, Kelurahan Harapan Jaya, Bekasi Utara, Kota Bekasi,
Jawa Barat, Indonesia. 17124. Telepon (021) 8840828
3. Sejarah dan Perkembangan
PT. Bridgestone Tire Indonesia merupakan perusahaan patungan swasta
Nasional Indonesia dengan swasta Jepang. Perusahaan didirikan berdasarkan
UU Pemerintah Republik Indonesia No.1 Tahun 1967, tentang Penanaman
Modal Asing. Landasan hukumnya adalah Surat Izin Presiden No. B-
84/PRES/1973 tanggal 11 Agustus 1973 dan Surat Keputusan Menteri
Perindustrian No. 295/M/SK/8/1973 tanggal 11 Agustus 1973. Pemegang
saham adalah PT Sinar Bersama Makmur (43%), Bridgestone Corporation
(51%), dan Mitsui & Co.Ltd (6%). PT Bridgestone Tire Indonesia didirikan
pertama kali pada tanggal 8 September 1973 di Jalan Raya Bekasi Km 27
Kelurahan Harapan Jaya, Bekasi Utara 17124. Perusahaan ini kini memiliki dua
3
pabrik yang terletak di Bekasi dan Karawang, Jawa Barat, serta satu kantor
pusat di Jl M.H. Thamrin No. 59, Jakarta. Luas area pabrik yang terletak di
Bekasi yaitu 27,6 Ha dan luas area pabrik di Karawang yaitu 37,0 Ha.
4. Visi, Misi, dan Nilai Utama
Visi Grup Bridgestone adalah Trust and Pride dengan misi grup Bridgestone
didasarkan pada kata-kata pendirinya: "Menyumbang Masyarakat dengan Mutu
Tertinggi". Untuk memenuhi misi ini, Grup Bridgestone telah menggunakan
konsep "dasar" untuk menunjukkan komitmen yang berkesinambungan dari
karyawan untuk memberikan kepada pelanggan produk dan jasa untuk
melayani masyarakat di mana Bridgestone melakukan bisnis. "Esensi
Bridgestone" terdiri dari kata-kata, budaya perusahaan yang terintegrasi dan
keragaman Indonesia bahwa perusahaan saat ini telah mewarisi dan rasa
berbagi nilai-nilai yang dapat dianut oleh karyawan Bridgestone di seluruh
dunia.

Kebijakan Dasar Perusahaan


1. Perusahaan ini mengetahui dengan cepat setiap gejala perubahan
tentang produk yang dibutuhkan di pasar dengan mengecek segera ke
lapangan.
2. Perusahaan mengembangkan teknologi baru sesuai dengan permintaan
pasar.
3. Perusahaan memenuhi kebutuhan pasar dengan menyuplai produk
dengan tepat waktu.
4. Perusahaan membentuk sistem pengontrolan mutu produk guna
menjaga agar mutunya tetap tinggi sebagai jaminan kepuasan
pelanggan.
5. Perusahaan membentuk program pendidikan dan pelatihan bagi
karyawan.

5. Kegiatan Usaha
PT. Bridgestone Tire Indonesia (Bekasi Plant) merupakan perusahaan yang
bergerak di bidang otomotif (ban, tabung dan flap).
6. Jumlah Karyawan

4
Total karyawan di PT. Bridgestone Tire Indonesia (Bekasi Plant) adalah 3454
orang.

7. Jam Kerja Karyawan


Sesuai dengan Kesepakatan Kerja Bersama, pengaturan jam kerja di PT
Bridgestone Tire Indonesia, Bab IV pasal 19 mengenai pengaturan jam kerja,
maka jam kerja dibagi menjadi dua, yaitu waktu kerja biasa (non shift) dan
waktu kerja bergilir (sistem shift), dengan pengaturan yaitu waktu kerja biasa
adalah hari senin hingga jumat dengan jam kerja 08.00 16.45 WIB dan jam
istirahat 12.00 13.00 WIB. Sedangkan untuk waktu kerja sistem shift berlaku
bagi pekerja yang bekerja di bagian produksi, yang diatur setiap 8 jam kerja.
Namun untuk shift yang bekerja pada malam hari ditetapkan 7 jam kerja.
Pengaturan shift ditetapkan sebagai berikut.
Shift Jam Kerja Jam Istirahat

I 08.00 16.10 WIB 12.00 13.00 WIB

II 16.00 00.10 WIB 20.00 21.00 WIB

III 00.00 08.10 WIB 04.00 05.00 WIB

8. Jaminan Asuransi Kesehatan


PT. Bridgestone Tire Indonesia (Bekasi Plant) tergabung dalam BPJS
Ketenagakerjaan dan Kesehatan serta asuransi mandiri dari perusahaan.
9. P2K3 di PT. Bridgestone Tire Indonesia (Bekasi Plant)
OHSAS & Awareness PT. Bridgestone Tire Indonesia (Bekasi Plant)
diresmikan pada tahun 2011 yang tergabung dalam unit kerja General Affair
Section (GAS).

1.4 Alur Produksi


PT Bridgestone Tire Indonesia merupakan industri yang bergerak di bidang
pembuatan ban kendaraan yang terdiri dari masing-masing seksi produksi. Adapun proses
yang dilakukan di masing-masing seksi produksi antara lain sebagai berikut. Gambar
proses produksi yang dilakukan di PT Bridgestone Tire Indonesia

5
A. Raw Material House (RMH).
Merupakan seksi produksi yang bersifat menyimpan bahan baku, baik
impor maupun lokal. Ada beberapa bahan baku yang digunakan dalam proses
pembuatan ban, antara lain:

Carbon black, rubber, chemical, dan oil, yang digunakan sebagai bahan
pembuat compound atau adonan utama dari ban, serta digunakan pada
tahap extruding.
Dipp cord/ steel cord, yang digunakan pada tahap calendaring.
Bead wire, yang digunakan pada tahap bead.
B. Banbury
Merupakan seksi produksi yang berfungsi melakukan proses mixing
terhadap raw material. Pada tahap ini, beberapa raw material, yaitu carbon black,
rubber, chemical, dan oil dicampur jadi satu di dalam suatu alat yang disebut mesin
banbury. Hasil dari tahap ini berupa lembaran-lembaran karet ban yang dinamakan
compound sebagai bahan utama dari pembuatan komponen-komponen ban yang
lain.

6
C. Extruding
Merupakan seksi produksi yang berfungsi melakukan proses mixing karet
(compound) yang berasal dari banbury untuk diolah menjadi lembaran tread (top
tread, side tread, tread) yang kemudian diberi size mark.

D. Bead
Merupakan seksi produksi yang berfungsi melakukan proses pelapisan karet
(compound) pada bead wire atau steel belt sehingga dihasilkan bead. Bead
berfungsi sebagai tempat velg menempel pada ban.

E. Calendering
Merupakan seksi produksi yang berfungsi juga melakukan proses pelapisan
karet (compound) pada benang atau dipp cord dengan menggunakan mesin
calendar sehingga dihasilkan coated cord atau ply cord.

F. Cutting
Merupakan seksi produksi yang berfungsi melakukan pemotongan
lembaran karet (ply cord) menjadi suatu bagian-bagian kecil sesuai dengan ukuran
ban yang akan dibuat.

G. Building
Merupakan seksi produksi yang berfungsi melakukan proses pembentukan
tire. Pada tahap ini, seluruh komponen bahan yang dihasilkan dari proses
extruding, bead, calendaring dan cutting digabung menjadi satu. Hasil dari proses
building berupa ban setengah jadi atau biasa disebut green tire yang terdiri dari tiga
jenis, yaitu:

PSR (Passenger Radial), yaitu ban yang digunakan untuk kendaraan jenis
sedan, jeep, van, dan minibus.
PSS (Passenger Standard), yaitu ban yang digunakan untuk kendaraan
angkutan umum atau sejenisnya.
TBS (Truck, Bus, Standard), yaitu ban yang digunakan untuk kendaraan-
kendaraan besar, seperti truk, taktor, atau sejenisnya.
H. Curing
Merupakan seksi produksi yang berfungsi melakukan proses pencetakan
green tire menjadi tire melalui proses vulkanisasi yaitu menggunakan mesin
7
dengan tekanan dan suhu panas yang tinggi.

I. Tire Finishing
Merupakan seksi quality assurance/ quality control yang melakukan proses
terakhir dari pembuatan ban yang menyangkut kualitas ban. Pada seksi ini, terdiri
dari empat proses, antara lain:

Trimming
Proses pencukuran atau menghilangkan rambut ban dengan standar tertentu.
Untuk PSR dan PSS dilakukan pencukuran sepanjang 1 ml, sedangkan
untuk TBS dilakukan pencukuran sepanjang 5 ml.

Inspection
Proses pemeriksaan ban secara menyeluruh untuk mencari defect atau cacat
pada ban yang dilakukan oleh inspector. Jika ban sudah sesuai dengan
standar maka ban tersebut dapat langsung dikirimkan ke proses berikutnya,
tetapi bila ban tidak sesuai standar maka ban tersebut akan mengalami
proses repairing. Balance Proses keseimbangan ban di mana pada proses
ini dicari titik teringan dari ban tersebut. Pada proses balance ini dilakukan
oleh dua mesin, yaitu Automatic Machine dan Manual Machine. Jika hasil
dari proses tersebut ban dalam keadaan inspect maka dilakukan proses
berikutnya yaitu uniformity. Proses kestabilan ban yang terdiri dari kelas A,
B, C. Conicity (proses keseimbangan ban dimana ban mengarah ke
kestabilan normal) RFV (Radial Force Variation) LFV (Lateral Force
Variation) Jika ban yang berdasarkan kelas A, B, C telah memenuhi
standar maka dapat langsung disimpan sebagai stok untuk dijual.

Tube
Merupakan seksi produksi ini khusus untuk membuat ban dalam dan flap
(pelindung ban dalam terhadap velg) dari segala ukuran mobil.

Tire Ware House (TWH)


Merupakan gudang penampungan ban, baik untuk diekspor ke luar negeri
ataupun dijual di Indonesia. Pada dasarnya semua kualitas ban buatan
Bridgestone adalah sama, yang membedakan adalah hasil uniformity (rank

8
A, B, C). Untuk rank A, merupakan tire yang akan diekspor, tirerank B
dijual di Indonesia, sedangkan tirerank C tidak dijual atau dipotong untuk
bahan bakar boiler incinerator (mesin penghasil uap atau steam).

Secara garis besar proses produksi yang dilakukan di PT Bridgestone Tire


Indonesia adalah sebagai berikut: setelah penerimaan bahan baku, proses awal yang
dilakukan yaitu pencampuran bahan baku yang terdiri dari raw rubber, carbon
black, sulfur, dan bahan kimia lain dengan hasil berupa lembaran- lembaran karet
(compound), kemudian lembaran karet tersebut dilakukan proses beading dan cord
manufacturing, yaitu proses dengan hasil lembaran yang telah diberikan textile
cord dan steel cord.

Proses selanjutnya tread stock extruding dimana pada proses tersebut


dilakukan pemanasan, pendinginan, dan proses pemotongan lembaran- lembaran
ban tersebut menjadi tread rubber, belt, dan bead ring. Tahap selanjutnya yaitu
proses pembentukan (building) tire hingga menjadi Green Tire. Setelah itu
dilakukan proses vulcanizing ban dengan menggunakan curing machine sehingga
terberntuk serabut-serabut ban yang kemudian dilakukan proses trimming di bagian
finishing.

Setelah proses finishing selesai, tahap selanjutnya yaitu dilakukan uji coba
terhadap produk yang telah dihasilkan dengan melakukan ranking menurut kelas A,
B, C untuk kemudian siap dipasarkan sesuai dengan permintaan konsumen.

1.5 Landasan Teori


A. Hygiene Industri
Hygiene adalah suatu ilmu kesehatan yang mengajarkan tata cara untuk
mempertahankan kesehatan jasmani, rohani, dan sosial untuk mencapai tingkat
kesejahteraan yang lebih tinggi, serta sebagai suatu usaha pencegahan penyakit
yang menitik beratkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta
lingkungannya.

9
B. Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Kerja
Beberapa faktor mempengaruhi kesehatan kerja daripada tenaga kerja
antara lain faktor fisik, faktor biologis, faktor kimia, sanitasi industry, dan
pengolahan limbah.
1. Faktor Fisik
a. Bising
Kebisingan diartikan sebagai suara yang tidak dikehendaki,
misalnya yang merintangi terdengarnya suara-suara, musik dan
sebagainya atau yang menyebabkan rasa sakit atau yang
menghalangi gaya hidup.
Jenis kebisingan
Kebisingan terus-menerus: dihasilkan oleh mesin-mesin
yang berputar.
Kebisingan terputus-putus: seperti suara pesawat terbang
di udara.
Kebisingan menghentak: seperti suara dentuman meriam,
bom meledak.

Akibat kebisingan

Tipe Uraian
Perubahan ambang batas sementara
Kehilangan
akibat kebisingan, perubahan ambang
pendengaran
Akibat batas permanen akibat kebisingan
lahiriah Rasa tidak nyaman atau stress meningkat,
Akibat fisiologis tekanan darah meningkat, sakit kepala,
bunyi dering
Gangguan
Kejengkelan, kebingungan
emosional
Gangguan tidur atau istirahat, hilang
Gangguan
Akibat konsentrasi waktu bekerja, membaca dan
gaya hidup
psikologis sebagainya.
Merintangi kemampuan mendengarkan
Gangguan
TV, radio, percakapan, telpon dan
pendengaran
sebagainya.

Kebisingan yang dapat diterima oleh tanaga kerja tanpa


mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam
pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam

10
sehari atau 40 jam seminggu, yaitu 85 dB (A)
(Permenakertrans No. 13/MEN/X/2011). Agar kebisingan
tidak mengganggu kesehatan atau membahayakan, perlu
diambil tindakan seperti penggunaan peredam pada sumber
bising, penyekatan, pemindahan, pemeliharaan, penanaman
pohon, pembuatan bukit buatan ataupun pengaturan tata
letak ruang dan penggunaan alat pelindung diri sehingga
kebisingan tidak mengganggu kesehatan atau
membahayakan.

b. Getaran
Yang dimaksud dengan getaran adalah gerakan yang teratur
dari benda atau media dengan arah bolak-balik dari kedudukan
keseimbangan. Getaran terjadi saat mesin atau alat dijalankan
dengan motor sehingga pengaruhnya bersifat mekanis.
Jenis getaran
o Getaran seluruh tubuh, mempunyai frekuensi 1-
80 Hz.
o Vibrasi segmental, dapat memapari tubuh pekerja
seperti lengan dan tangan. Getaran ini
mempunyai frekuensi 5 1500 Hz.

c. Iklim dan Suhu


Seorang tenaga kerja akan mampu bekerja secara efisien dan
produktif bila lingkungan tempat kerjanya nyaman. Suhu
nyaman bagi orang indonesia adalah 24C-26C. Bila iklim
kerja panas dapat menimbulkan ketidaknyamanan dalam bekerja
dan gangguan kesehatan.

d. Pencahayaan
Sifat-sifat pencahayaan yang baik:
- Pembagian iluminasi pada lapangan penglihatan;
- Pencegahan kesilauan;

11
- Arah sinar;
- Warna;
- Panas penerangan terhadap keadaan lingkungan.
Pengaruh pencahayaan yang kurang terhadap penglihatan:
- Iritasi, mata berair dan mata merah
- Penglihatan rangkap
- Sakit kepala
- Ketajaman penglihatan menurun, begitu juga sensitifitas
terhadap kontras warna juga kecepatan pandangan
- Akomodasi dan konvergensi menurun
Intensitas cahaya di ruang kerja adalah sebagai berikut
dibawah :
Tingkat
Jenis Kegiatan pencahayaan Keterangan
minimal (Lux)
Ruang penimpanan dan ruang
Pekerjaan kasar &
peralatan/instalasi yang
tidak terus- 100
memerlukan pekerjaan yang
menerus
kontinyu
Pekerjaan kasar Pekerjaan dengan mesin dan
200
dan terus-menerus perakitan kasar
Pekerjaan kantor/administrasi,
Pekerjaan rutin 300 ruang kontrol dan pekerjaan mesin
dan perakitan atau penyusun
Pembuatan gambar atau bekerja
Pekerjaan agak dengan mesin kantor pekerja
500
halus pemeriksaan atau pekerjaan dengan
mesin
Pemilihan warna, pemrosesan,
Pekerjaan halus 1000 tekstil, pekerjaan mesin halus dan
perakitan halus
1500
Mengukir dengan tangan, pekerjaan
Pekerjaan amat (tidak
mesin dan perakitan yang sangat
halus menimbulkan
halus
bayangan)
3000
(tidak Pemeriksaan pekerjaan, perakitan
Pekerjaan detail
menimbulkan sangat halus
bayangan)

Beberapa hal yang dapat menurunkan intensitas penerangan:


- Adanya debu atau kotoran pada bola lampu;
- Bola lampu yang sudah lama;

12
- Kotornya kaca jendela, untuk penerangan alami;
- Perubahan letak barang-barang.

2. Faktor Biologis
Dasar hukum faktor biologis yang mempengaruhi lingkungan kerja
adalah Kepres No. 22/1993 tentang penyakit yang timbul karena
hubungan kerja (point) penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus,
bakteri, atau parasit yang didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki
resiko kontaminan khusus.
Biological hazard adalah semua bentuk kehidupan atau mahkluk
hidup dan produknya yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia
dan hewan. Faktor biologis dapat dikategorikan menjadi:
1. Mikroorganisme dan toksinnya (virus, bakteri, fungi, dan
produknya);
2. Arthopoda (crustacea, arachmid, insect);
3. Alergen dan toksin tumbuhan tingkat tinggi (dermatitis kontak,
rhinitis, asma);
4. Protein alergen dari tumbuhan tingkat rendah (lichen, liverwort,
fern) dan hewan invertebrata (protozoa, ascaris).

Faktor biologis dapat masuk ke dalam tubuh dengan cara:


1. Inhalasi/ pernafasan (udara terhirup)
2. Ingesti/ saluran pencernaan
3. Kontak dengan kulit
4. Kontak dengan mata, hidung, mulut.

Faktor biologi dan juga bahaya-bahaya lainnya di tempat kerja dapat


dihindari dengan pencegahan antara lain dengan:
1. Administrasi kontrol seperti administrasi kesehatan awal karyawan
baru, pemeriksaaan kesehatan secara berkala bagi karyawan lama;
2. Dilarang makan dan minum di area produksi;
3. Menjaga kebersihan kebersihan perseorangan/individu;

13
4. Penggunaan masker yang baik untuk pekerja yang berisiko tertular
lewat debu yang mengandung organisme patogen dengan cara
menutupi hidung dan mulut dengan tujuan untuk menghindari debu
respirabel (< 10 mikrometer);
5. Menggunakan sarung tangan yang menutupi sampai siku saat
menuangkan bahan baku;
6. Desinfeksi secara teratur terhadap lantai, dinding dan peralatan
produksi;
7. Membersihkan semua debu yang ada di sistem pendingin paling
tidak satu kali setiap bulan;
8. Membuat sistem pembersihan yang memungkinkan terbunuhnya
mikroorganisme yang patogen pada sistem pendingin;
9. Menggunakan alas kaki dan baju khusus dalam area produksi untuk
menghindari kontaminasi mikroorganisme dari luar;
10. Sebelum dan sesudah bekerja dalam area produksi diharuskan
mencuci tangan di air mengalir dan sabun;
11. Pengontrolan suhu dan kelembaban udara dengan menggunakan
pendingin ruangan untuk menekan pertumbuhan dari
mikroorganisme;
12. Melakukan pengolahan terhadap limbah produksi.

Dengan mengenal bahaya dari faktor biologi dan bagaimana


mengotrol dan mencegah penularannya diharapkan efek yang
merugikan dapat dihindari. Salah satunya kantin atau tempat makan
para pekerja berada di ruangan tertutup sehingga lalat tidak dapat keluar
masuk dan hinggap pada makanan pekerja.

3. Faktor Kimia
Faktor kimia merupakan salah satu sumber bahaya potensial bagi
pekerja. Bahan kimia yang didefinisikan sebagai unsur kimia, senyawa,
dan campurannya yang bersifat alami maupun buatan (sintetis) selalu
terdapat di setiap proses industri. Paparan terhadap zat-zat kimia
tertentu di tempat kerja dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, baik
dalam jangka waktu pendek maupun panjang. Untuk memahami faktor
14
kimia di tempat kerja, seorang ahli K3 harus memiliki pengetahuan
tentang efek toksik dan sifat dari suatu zat kimia. Identifikasi zat kimia
berbahaya dapat dilakukan dengan melihat pelabelan bahan kimia dan
Material Safety Data Sheet (MSDS).
a. Klasifikasi (berdasarkan bentuknya)
i. Partikulat, yaitu setiap sistem titik-titik cairan atau debu
yang mendispersi di udara yang mempunyai ukuran
demikian lembutnya sehingga kecepatan jatuhnya
mempunyai stabilitas cukup sebagai suspensi di udara.
Bentuk ini memiliki ukuran 0.02-500m.Yang termasuk
dalam bentuk partikulat diantaranya adalah sebagai
berikut.
1. Debu: merupakan suspensi partikel benda padat
di udara. Butiran debu ini dihasilkan oleh
pekerjaan mekanisasi, seperti pekerjaan yang
berkaitan dengan gerinda, pemboran, pemecahan,
dan penghancuran material padat. Ukuran debu
dapat bervariasi mulai dari yang dapat terlihat
dengan mata telanjang (50m) sampai dengan
yang tidak terlihat. Partikel debu yang berukuran
kurang dari 10m dapat membahayakan
kesehatan karena dapat terhirup dan masuk ke
dalam paru-paru, dan yang berukuran 0.5 4 m
dapat terdeposit pada alveolus paru, seperti debu
kapas, silica, dan asbes.
2. Fume: adalah partikel-partikel benda padat hasil
kondensasi bahan-bahan dari bentuk uap,
biasanya terjadi setelah penguapan dari logam
cair. Uap dari logam cair terkondensasi menjadi
partikel-partikel padat di dalam ruangan logam
cair tersebut, misalnya pada pekerjaan
penyolderan, pengelasan, atau peleburan logam.
Contoh: metal fume pada peleburan logam seperti
ZnO dan PbO.
15
3. Kabut (fog): adalah sebaran partikel-partikel cair
di udara sebagai hasil proses kondensasi dari
bentuk uap atau gas melalui proses
electroplanting dan penyemprotan di mana cairan
tersebar, terpercik atau menjadi busa partikel buih
yang sangat kecil. Contoh: kabut minyak yang
dihasilkan selama operasi memotong dan gerinda.
4. Asap (smoke):adalah partikel-partikel karbon
yang mempunyai ukuran kurang dari 0.5m dan
bercampur dengan senyawa hidrolarbon sebagai
hasil pembakaran tidak sempurna dari bahan
bakar, seperti hasil pembakaran batubara.
5. Smog: adalah bentuk suspense antara smoke dan
fog bersama di udara. Smog terdapat pada
pekerjaan pembuihan.
ii. Non Partikulat
1. Gas adalah molekul dalam udara yang menempati
ruang yang tertutup dan dapat diubah menjadi
cairan atau keadaan padat dengan pengaruh dari
gabungan kenaikan tekanan dan pengurangan
suhu. Gas dapat berdifusi dengan cara menjalar
atau menyebar. Contoh : bahan seperti oksigen,
nitrogen, atau karbon dioksida dalam bentuk gas
pada suhu dan tekanan normal, dapat diubah
bentuknya hanya dengan kombinasi penurunan
suhu dan penambahan tekanan.
2. Uap adalah bentuk gas dari suatu bahan yang
dalam keadaan normal berbentuk padat atau
cairan pada suhu dan tekanan ruang. Uap dapat
dirubah kembali menjadi padat atau cair dengan
menambah tekanan atau menurunkan suhu.
Bahan-bahan yang memiliki titik didih yang
rendah lebih mudah menguap dari pada yang
memiliki titik didih yang tinggi. Contoh bentuk
16
uap adalah uap air, uap minyak, uap merkuri, uap
toluen.

b. Pengaruh Fisiologis dan Patologis Bahan Kimia


Bahan kimia iritatif adalah bahan kimia yang dapat
menyebabkan iritasi atau menimbulkan bahaya apabila tubuh
kontak dengan bahan kimia. Bagian tubuh yang terkena
biasanya kulit, mata, dan saluran pernapasan.
Iritasi melalui kulit apabila terjadi kontak antara bahan kimia
tertentu dengan kulit, bahan itu akan merusak lapisan yang
berfungsi sebagai pelindung. Keadaan ini disebut dermatitis
(peradangan kulit).
Iritasi melalui mata yaitu kontak yang terjadi antara bahan-
bahan kimia dengan mata bisa menyebabkan rusaknya mulai
yang ringan sampai kerusakan permanen.
Iritasi saluran pernapasan oleh karena bahan-bahan kimia
berupa bercak-bercak cair, gas atau uap akan menimbulkan
rasa terbakar apabila terkena pada daerah saluran pernapasan
bagian atas (hidung dan kerongkongan).
Bahan kimia bersifat asfiksian merupakan bahan kimia yang
dapat menyebabkan asfiksia, yaitu keadaan sesak napas
dihubungkan dengan gangguan proses oksigensi dalam
jaringan tubuh, sehingga menimbulkan sensasi tercekik dan
dapat menyebabkan kematian. Terdapat dua jenis asfiksia,
yakni:
o Simple asphyxiation (sesak napas yang sederhana)
karena ini berhubungan dengan kadar oksigen di
udara yang digantikan dan didominasi oleh gas
seperti nitrogen, karbon dioksida, ethane,
hydrogen atau helium yang kadar tertentu
mempengaruhi kelangsungan hidup.
o Chemical asphyxiation (sesak napas karena bahan-
bahan kimia). Pada situasi ini, bahan-bahan kimia

17
langsung dapat mempengaruhi dan mengganggu
kemampuan tubuh untuk mengangkut dan
menggunakan zat asam, sebagai contoh adalah
karbon monoksida, nitrogen, propan, argon, dan
metana.
Bahan kimia bersifat zat pembius dapat mehilangkan
kesadaran dan mati rasa. Paparan terhadap konsentrasi yang
relatif tinggi dari bahan kimia tertentu seperti ethyl dan
prophyl alcohol (aliphatic alcohol), dan methylethyl keton
(aliphatic keton), acetylene hydrocarbon ethyl dan
isoprophyl ether, dapat menekan susunan syaraf pusat.
Bahan kimia beracun/toksin merupakan bahan kimia yang
dalam kosentrasi relatif sedikit dapat mempengaruhi
kesehatan manusia atau bahkan menyebabkan kematian.
Manusia memiliki sistem yang komplek. Keracunan sistemik
dihubungkan dengan reaksi dari salah satu sistem atau lebih
dari tubuh terhadap bahan-bahan kimia yang mana reaksi ini
merugikan dan dapat menyebar keseluruh tubuh. Contoh
bahan kimia toksin antara lain pestisida, benzene, dan
sianida.
Bahan kimia karsinogenik. Paparan bakan-bahan kimia
tertentu bisa menyebabkan pertumbuhan sel-sel yang tidak
terkendali, menimbulkan tumor (benjolan-benjolan) yang
bersifat karsinogen. Tumor tersebut mungkin baru muncul
setelah beberapa tahun bevariasi antara 4 tahun sampai 40
tahun. Bahan kimia seperti arsenic, asbestos, kromium, nikel
dapat menyebabkan kanker paru-paru.
Bahan kimia fibrotic merupakan bahan kimia yang bila
masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan terbentuknya
jaringan fibrotik, seperti pneumoconiosis. Pneumoconiosis
adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh mengendapnya
partikel-partikel debu halus daerah pertukaran gas dalam
paru-paru dan adanya reaksi dari jaringan paru dan

18
membentuk jaringan fibrotik. Contoh bahan-bahan yang
menyebabkan pneumoconiosis adalah crystalline silica,
asbestos, talc, batubara dan beryllium.

c. Pengukuran
Untuk mengetahui kondisi real tentang kadar kontaminan
kimiawi di tempat kerja, maka perlu dilakukan
pengukuran/pengujian terhadap faktor kimia yang memapari
tempat tersebut dengan cara pengambilan sample yang
selanjutnya akan dianalisa. Dalam melakukan pengukuran pada
lingkungan kerja diperlukan pengambilan sample yang dapat
dilakukan secara terus menerus dalam kurun waktu tertentu yang
pada prinsipnya harus representatif dalam 8 jam kerja.Metode
yang digunakan antara lain Standar Nasional Indonesia (SNI),
NIOSH, AIHA, dan lain-lain. Beberapa instrument analisis yang
digunakan dalam pengujian faktor kimia adalah AAS untuk
analisis kadar logam, GC untuk kadar hidrokarbon,
spectrophotometer UV/Vis untuk analisis gas organic, dan X-
Ray deffractometer.Nilai Ambang Batas (NAB), diatur
berdasarkan surat edaran Permenakertrans No.13/MEN/X/2011
tentang NAB faktor kimia dan faktor fisika di tempat kerja.
Kategori nilai ambang batas:
1. NAB rata-rata selama jam kerja
2. NAB pemaparan singkat
3. NAB tertinggi

d. Pengendalian
Pengendalian potensi bahaya kimia dapat dilakukan dengan
berbagai cara seperti:
Pemberian label dan simbol pada wadah untuk bahan yang
berisikan tentang: nama bahan kimia, resiko yang
ditimbulkan, jalan masuknya ke tubuh, efek paparan, cara
penggunaan yang aman dan pertolongan pertama keracunan.

19
Memiliki MSDS, yaitu semua informasi mengenai suatu
bahan kimia yang dibuat oleh seuatu perusahaan, berisikan
antara lain kandungan/komposisi, sifat fisik dan kmia, cara
pengankutan dan penyimpanan, informasi APD sesuai NAB,
efek terhadap kesehatan, gejala keracunan, pertolongan
pertama keracunana, alamat dan nomer telepon pabrik
pembuat atau distributor.
Memiliki petugas K3 kimia dan ahli K3 kimia yang
mempunyai kewajiban , melakukan identifikasi bahaya
melaksanakan prosedur kerja aman, penganggulangan
keadaan darurat dan mengembankan pengetahuan K3 di
bidang kimia.
Prinsip pengendalian bahan kimia di lungkungan kerja
dilakukan dengan tahapan sebaai berikut:
- Pengendalian secara teknis
a. Substitusi
b. Isolasi
c. Ventilasi (alamiah dan buatan)
- Pengendalian administrasi
a. Pemilihan bahan produksi potensi bahaya serendah
mungkin
b. Labelling. Telah dijelaskan sebelumnya.
c. Penyimpanan bahan sesuai dengan kelompok sifat dan
besar potensi bahaya
d. Penanganan limbah dan sampah kimia secara khusus
dan benar.
Dasar hukum yang mengatur pengendalian bahan kimia
berbahaya adalah keputusan menteri tenaga kerja RI, No. Kep.
187/MEN/1999.

20
C. Sanitasi Industri
a. Prinsip dasar sanitasi terdiri dari:
i. Sanitasi adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk
menjaga kebersihan;
ii. Sanitasi ini merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh
industri dalam menerapkan Good Manufacturing Practices
(GMP);
iii. Sanitasi dilakukan sebagai usaha mencegah penyakit pada
tenaga kerja dan lingkungan sekitar perusahaan;
iv. Manfaat yang diperoleh bagi konsumen bila industri pangan
adalah,konsumen terhindar dari penyakit atau kecelakaan karena
keracunan makanan;
v. Manfaat yang diperoleh bagi produsen adalah produsen dapat
meningkatkan mutu dan umur simpan produk, mengurangi
komplain dari konsumen;
vi. Mengurangi biaya recall;
vii. Praktik sanitasi meliputi pembersihan, pengelolaan limbah, dan
higiene pekerja yang terlibat.

b. Sanitasi industri meliputi:


i. Water supply
Suplai air dibagi menjadi dua berdasarkan penggunaannya, yaitu
domestic untuk karyawan, makan, minum dan lain lain serta
proses produksi.
ii. Pembuangan kotoran dan sampah
Sampah dibagi menjadi dua, yaitu domestic berasal dari
karyawan, bukan dari proses produksi dan sampah industry
dalam bentuk padat, cair. Sampah ini memerlukan manajemen
khusus dalam pengelolaannya. Sampah dapat diolah kembali
untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat ataupun sudah
tidak bisa dimanfaatkan lagi dan dikembalikan ke alam sebagai
bahan yang tidak berbahaya dan mudah terurai.

21
iii. Sanitasi makanan
Sanitasi makanan memegang peranan penting dalam proses
produksi. Sanitasi makanan berhubungan langsung kepada
tenaga kerja ataupun proses produksi dalam industri pangan.
Sanitasi makanan merupakan usaha pencegahan penyakit, dapat
menjadi pertimbangan ekonomi dalam penyediaan makanan dan
merupakan pencegahan penyakit yang efektif. Halhal yang
diperhatikan dalam sanitasi makanan adalah:
Kebersihan makanan penyediaan bahan makanan,
pengolahan makanan, pengangkutan bahan makanan dan
penyajian makanan
Kebersihan peralatan
Kebersihan fasilitas
Kantin dan ruang makan
Kercunan makanan
iv. Pencegahan dan pembasmian vektor dan roden
Vektor adalah binatang yang berperan dalam pemindahan
penyakit dari sumbernya ke manusia. Contoh-contoh vektor
seperti tikus, lalat, nyamuk, kecoa, kutu dan lain-lain. Masing-
masing vektor membawa penyakit tertentu dan dapat mengenai
tenaga kerja, sehingga dapat menurunkan
produktivitas.Pengendalian vektor dapat dilakukan oleh pihak
perusahaan sendiri ataupun memakai jasa pengendalian vektor
profesional.
v. Penyediaan fasilitas kebersihan
Fasilitas kebersihan merupakan hal yang mutlak harus tersedia
dalam industri. Memgang peranan penting dalam proses
produksi. Fasilitas kebersihan menjamin tenaga kerja untuk
menjalankan fungsi-fungsi biologis seperti buang air kecil,
buang air besar, makan, tempat ganti pakaian, dan lain-lain.
Hal hal yang termasuk fasilitas kebersihan, yaitu:
WC (kakus) memenuhi syarat-syarat wc sehat, jumlah
wc sebanding dengan jumlah pekerja

22
Tempat cuci
Tempat mandi membersihkan badan sebelum pulang
Tempat baju kerja (locker) tempat ganti pakaian
sebelum dan sesudah kerja
Ruang makan dan kantin memenuhi syarat syarat
rumah makan sehat atau kantin sehat.

D. Pengolahan Limbah
Limbah industri merupakan buangan yang keberadaannya di tempat tertentu
tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi.
Limbah industri tersebut dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu yang
memiliki nilai ekonomis berupa limbah yang dengan melakukan proses lanjut
akan memberi nilai tambah, serta limbah yang tidak mempunyai nilai ekonomis
berupa limbah yang diolah dalam bentuk proses apapun tidak dapat
memberikan nilai tambah tetapi hanya dapat mempermudah sistem
pembuangan.
Limbah padat dan cair yang dihasilkan akibat proses produksi sebaiknya
ditempatkan pada bak sampah tersendiri yang telah dipilah-pilah berdasarkan
jenisnya serta apakah termasuk limbah B3 atau bukan. Untuk limbah yang
bukan termasuk B3 perlu dipilah lagi apakah bisa didaur ulang atau bisa
langsung dibakar atau dikubur. Yang termasuk kedalam limbah B3 adalah
limbah industri yang mengandung bahan pencemar yang bersifat racun dan
berbahaya, dimana limah B3 tersebut merupakan bahan dalam jumlah sedikit
tetapi mempunyai potensi mencemari dan merusak lingkungan hidup dan
sumber daya. Limbah cair yang dihasilkan industri harus diolah terlebih dahulu
sesuai dengan spesifikasinya. Kontainer tempat menampung limbah yang
termasuk kategori B3 tidak boleh bocor, sampah tidak boleh tercecer pada
waktu pengumpulan dan penyimpanan sementara sebelum dibawa ke tempat
pembuangan akhir B3. Secara umum, pengolahan limbah industri dapat
dilakukan melalui 3 proses, yaitu:
1) Proses pengolahan secara fisika:
Sedimentasi,yaitu suatu proses pemisahan bahan padat dari cairan
secara gravitasi.

23
Flotasi, yaitu memisahkan partikel dengan densitasnya,
menggunakan aliran udara yang dimasukkan kedalam sistim.
Separasi minyak-air, yaitu dengan memisahkan bagian terbesar
minyak dari aliran limbah dengan menggunakan prinsip dasar
perbedaan spesifitas gravities anatara air dan minyak yang dibuang.
2) Proses pengolahan secara kimiawi:
Koagulasi-presipitasi, yaitu pencampuran bahan kimia secara
merata menjadi gumpalan-gumpalan yang cukup besar.
Netralisasi, yaitu proses untuk menurunkan sifat asam atau basa
dalam air.
3) Proses pengolahan secara biologi:
Aerobic suspended growth process, yaitu memasukkan air limbah
kedalam reaktor concrete steel earthen tank dengan aliran
konsentrasi yang sangat tinggi.
Aerobic attached growth process, yaitu proses mikroorganisme
dimasukkan kedalam beberapa media.
Aerobic lagoons (kolam stabilisasi), yaitu kolam tanah yang luas
dan dangkal untuk mengolah air limbah dengan menggunakan
proses alami dengan melibatkan ganggang dan bakteri.
Anaerobic lagoons, yaitu air limbah mentah bercampur dengan
massa microbial aktif dalam lapisan sludge.

Pengolah limbah gas secara teknis dilakukan dengan menambahkan alat


bantu yang dapat mengurangi pencemaran udara. Pencemaran udara sebenarnya
dapat berasal dari limbah berupa gas atau materi partikulat yang terbawah
bersama gas tersebut. Berikut akan dijelaskan beberapa cara menangani
pencemaran udara oleh limbah gas dan materi partikulat yang terbawah
bersamanya.
1) Mengontrol Emisi Gas Buang:
Gas-gas buang seperti sulfur oksida, nitrogen oksida, karbon
monoksida, dan hidrokarbon dapat dikontrol pengeluarannya
melalui beberapa metode. Gas sulfur oksida dapat dihilangkan dari
udara hasil pembakaran bahan bakar dengan cara desulfurisasi

24
menggunakan filter basah (wet scrubber);
Mekanisme kerja filter basah ini akan dibahas lebih lanjut pada
pembahasan berikutnya, yaitu mengenai metode menghilangkan
materi partikulat, karena filter basah juga digunakan untuk
menghilangkan materi partikulat;
Gas nitrogen oksida dapat dikurangi dari hasil pembakaran
kendaraan bermotor dengan cara menurunkan suhu pembakaran.
Produksi gas karbon monoksida dan hidrokarbon dari hasil
pembakaran kendaraan bermotor dapat dikurangi dengan cara
memasang alat pengubah katalitik (catalytic converter) untuk
menyempurnakan pembakaran;
Selain cara-cara yang disebutkan diatas, emisi gas buang jugadapat
dikurangi kegiatan pembakaran bahan bakar atau mulai
menggunakan sumber bahan bakar alternatif yang lebih sedikit
menghasilkan gas buang yang merupakan polutan.
2) Menghilangkan Materi Partikulat Dari Udara Pembuangan:
Filter Udara:
Filter udara dimaksudkan untuk yang ikut keluar pada cerobong atau
stack, agar tidak ikut terlepas ke lingkungan sehingga hanya udara
bersih yang saja yang keluar dari cerobong. Filter udara yang
dipasang ini harus secara tetap diamati (dikontrol), kalau sudah
jenuh (sudah penuh dengan abu/ debu) harus segera diganti dengan
yang baru.Jenis filter udara yang digunakan tergantung pada sifat
gas buangan yang keluar dari proses industri, apakah berdebu
banyak, apakah bersifat asam, atau bersifat alkalis dan lain
sebagainya
Pengendap Siklon:
Pengendap Siklon atau Cyclone Separators adalah pengedap debu /
abu yang ikut dalam gas buangan atau udara dalam ruang pabrik
yang berdebu. Prinsip kerja pengendap siklon adalah pemanfaatan
gaya sentrifugal dari udara / gas buangan yang sengaja dihembuskan
melalui tepi dinding tabung siklon sehingga partikel yang
relatif berat akan jatuh ke bawah.Ukuran partikel / debu / abu

25
yang bisa diendapkan oleh siklon adalah antara 5 - 40 . Makin
besar ukuran debu makin cepat partikel tersebut diendapkan.
Filter Basah:
Nama lain dari filter basah adalah Scrubbers atau Wet Collectors.
Prinsip kerja filter basah adalah membersihkan udara yang kotor
dengan cara menyemprotkan air dari bagian atas alt, sedangkan
udara yang kotor dari bagian bawah alat. Pada saat udara yang
berdebu kontak dengan air, maka debu akan ikut semprotkan air
turun ke bawah.Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dapat juga
prinsip kerja pengendap siklon dan filter basah digabungkan
menjadi satu. Penggabungan kedua macam prinsip kerja tersebut
menghasilkan suatu alat penangkap debu yang dinamakan.
Pegendap Sistem Gravitasi:
Alat pengendap ini hanya digunakan untuk membersihkan udara
kotor yang ukuran partikelnya relatif cukup besar, sekitar 50 atau
lebih. Cara kerja alat ini sederhana sekali, yaitu dengan mengalirkan
udara yang kotor ke dalam alat yang dibuat sedemikian rupa
sehingga pada waktu terjadi perubahan kecepatan secara tiba-tiba
(speed drop), zarah akan jatuh terkumpul di bawah akibat gaya
beratnya sendiri (gravitasi). Kecepatan pengendapan tergantung
pada dimensi alatnya.
Pengendap Elektrostatik:
Alat pengendap elektrostatik digunakan untuk membersihkan udara
yang kotor dalam jumlah (volume) yang relatif besar dan pengotor
udaranya adalah aerosol atau uap air. Alat ini dapat membersihkan
udara secara cepat dan udara yang keluar dari alat ini sudah relatif
bersih.Alat pengendap elektrostatik ini menggunakan arus searah
(DC) yang mempunyai tegangan antara 25-100 kv. Alat pengendap
ini berupa tabung silinder di mana dindingnya diberi muatan positif,
sedangkan di tengah ada sebuah kawat yang merupakan pusat
silinder, sejajar dinding tabung, diberi muatan negatif. Adanya
perbedaan tegangan yang cukup besar akan menimbulkan corona
discharga di daerah sekitar pusat silinder. Hal ini menyebabkan

26
udara kotor seolah-olah mengalami ionisasi. Kotoran udara menjadi
ion negatif sedangkan udara bersih menjadi ion positif dan masing-
masing akan menuju ke elektroda yang sesuai. Kotoran yang
menjadi ion negatif akan ditarik oleh dinding tabung sedangkan
udara bersih akan berada di tengah-tengah silinder dan kemudian
terhembus keluar.

27
BAB II
PELAKSANAAN

2.1 Tanggal dan Waktu Pengamatan


Pengamatan tempat kerja (walkthrough survey) di PT. Bridgestone Tire
Indonesia (Bekasi Plant) dilakukan pada hari Senin, 28 Maret 2016 pada pukul
08.00 12.30 WIB

2.2 Lokasi Pengamatan


Pengamatan dilakukan di PT. Bridgestone Tire Indonesia (Bekasi Plant) di Jl.
Raya Bekasi KM 27, Kelurahan Harapan Jaya, Bekasi Utara, Kota Bekasi,
Jawa Barat, Indonesia.

28
BAB III
HASIL PENGAMATAN

Pengamatan dilakukan di PT. Bridgestone Tire Indonesia (Bekasi Plant) pada


ruang produksi, inspeksi dan gudang dengan faktor yang mempengaruhi lingkungan
kerja adalah sebagai berikut.

3.1. Faktor Fisik


a. Bising
Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung, alat-alat yang
digunakan untuk menunjang kegiatan perusahaan, baik dalam proses
produksi, penyimpanan maupun pengangkutan di PT. Bridgestone Tire
Indonesia (Bekasi Plant) merupakan alat-alat berat yang berpotensi
menimbulkan kebisingan bagi para pekerjanya. Alat yang dimaksud
salah satunya adalah mesin curring.
Pengamatan yang dilakukan secara langsung, sehingga
pengamat dapat mendengar bising yang berasal dari alat-alat produksi
tersebut secara langsung. Berdasarkan informasi yang didapat dari
narasumber bahwa pihak perusahaan sudah melakukan pengukuran
untuk intensitas kebisingan di lingkungan kerja sesuai dengan
Permenakertrans No. 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas
faktor fisika di tempat kerja, untuk pemaparan 8 jam kerja per-hari
atau 40 jam kerja perminggu yaitu 85 dB. Beberapa alat kecuali mesin
curring memiliki intensitas bising kurang dari 85 dB. Menurut pekerja
disana, mereka diberikan alat pelindung telinga oleh perusahaan.
Namun berdasarkan pengamatan hanya beberapa karyawan yang
menggunakan alat pelindung telinga tersebut.

b. Pencahayaan
Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung penerangan di
tempat kerja PT. Bridgestone Tire Indonesia (Bekasi Plant)
menggunakan sumber pencahayaan alami dan buatan karena cahaya
matahari dapat masuk dan para pekerja yang di dalam di ruangan dapat
dibantu dengan lampu neon. Menurut informasi yang diperoleh dari

29
narasumber bahwa intensitas pencahayaan di tempat kerja mereka
yaitu sebesar 200 dimana pekerjaan menggunakan mesin dan
perakitan kasar yang mengacu kepada Peraturan Mentri Perburuhan
No.7 tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan, serta
Penerangan dalam Tempat Kerja. Menurut pengamatan yang kami
lakukan ditempat kerja secara langsung, para pekerja tidak tampak
mengalami gangguan dalam hal pencahayaan/penerangan ditempat
kerja mereka, namun terdapat beberapa pekerja yang bekerja dengan
pencahayaan redup / kurang.

c. Getaran
Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung, beberapa alat
yang digunakan untuk menunjang kegiatan perusahaan, baik dalam
proses produksi maupun penyimpanan maupun pengangkutan di PT.
Bridgestone Tire Indonesia (Bekasi Plant) berpontensi menimbulkan
getaran di dalam penggunaannya oleh para pekerja. Dari pengamatan
yang dilakukan, para pekerja terlihat tidak mengalami masalah dengan
getaran yang ditimbulkan oleh alat-alat produksi tersebut dan memakai
sarung tangan.

d. Radiasi
Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung. Terdapat alat
yang disebut pesawat radiasi pengion berupa mesin X-ray. Alat ini
digunakan untuk mendeteksi barang barang yang masuk secara tidak
sengaja ke dalam ban misalnya peniti, pulpen dan lain-lain. Namun
dari pengamatan yang dilakukan secara langsung, tidak ada masalaah
yang ditimbulkan akibat radiasi karena para pekerja berjarak lebih dari
40 meter dari alat ini.

e. Iklim Kerja
Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung, beberapa
ruangan tidak di fasilitasi dengan air conditioner ataupun kipas angin.
Terdapat alat dengan tingkat panas tinggi yaitu mesin curring. Alat
tersebut menyebabkan peningkatan suhu ruangan berkisar antara 34-38

30
C. Pada para pekerja dianjurkan untuk banyak minum supaya tidak
mengalami dehidrasi. Tidak ada paparan matahari langsung pada para
pekerja. Dari pengamatan yang dilakukan ditempat produksi para
pekerja sebagaian terlihat tidak mengalami masalah yang berkaitan
iklim kerja di tempat mereka bekerja.

3.2. Faktor Kimia


Pada kunjungan ke PT. Bridgestone Tire Indonesia (Bekasi Plant)
ditemukan bahwa pihak perusahaan telah memberi informasi dan
mengklarifikasi dengan jelas mengenai bahaya kimia yang mungkin dapat
dialami oleh pekerja. Dan berbagai pencegahan serta perlindungan dari kontak
dan efek akibat dari bahan kimia sudah diatasi dan ditangani dengan bukti
adanya sertifikasi yang bersangkutan. Untuk faktor bahaya kimia yang ada di
lingkungan kerja PT. Bridgestone Tire Indonesia (Bekasi Plant) keterangan
mengenai bahan baku merupakan karet alami yang didapatkan dari
perkebunan karet (polyisoprene) yaitu di Sumatera, selain karet, bahan yang
digunakan untuk memproduksi ban ialah Carbon black, Sulfur. Dari hasil
pengamatan secara langsung, dapat dilihat bahwa PT. Brigestone Tire
Indonesia (Bekasi Plant) telah memiliki fasilitas mandiri laboratorium dan ahli
K3 di bidang kimia sehingga dapat diketahui apakah bahan baku yang
digunakan aman dan baik untuk pekerja.
Karet merupakan senyawa yang terdiri dari polimerisopren dan
campuran bahan organik lain dan air. Beberapa orang, yang memiliki alergi
terhadap latex, dapat menyebabkan terjadinya alergi anafilaktik,
Carbon black merupakan bahan yang mudah terbakar, selain itu
apabila manusia terpapar bahan ini dapat menyebabkan efek karsinogenik.
Pada paparan jangka pendek dengan konsentrasi yang tinggi dari debu carbon
black dapat menyebabkan gangguan pada saluran pernapasan atas, yaitu iritasi
mekanis. Menurut OSHA (occupational safety and heatlh administration)
batas aman paparan di tempat kerja yaitu 3,5 mg/m3 untuk 8 jam kerja/hari.
Dikatakan berbahaya apabila paparan mencapai 1750 mg/m3.
Sulfur merupakan bahan non metal dan mudah terbakar, apabila
terbakar akan menimbulkan api berwarna biru dan menimbulkan bau seperti
telur busuk. Sulfur yang berasal dari alam merupakan bahan non toxic. Jika

31
gas sulfur dioxide bercampur dengan air, akan memproduksi asam sulfur dan
sulfat. Apabila konsentrasi asam tersebut tinggi dapat dapat bersifat korosif
dan menyebabkan kerukasakan jaringan. Apabila terjadi kebocoran asap hasil
pembakaran sulfur yang bercampur dengan udara bebas di ruang yang tertutup
akan menyebabkan terbentuknya hidrogen sulfida. Hidrogen sulfida apabila
terhirup akan menyebabkan kematian. Menurut OSHA nilai ambang batas
pemaparan Hidrogen sulfida ialah 10 ppm untuk 8 jam kerja dan 20 ppm
untuk kerja selama 15 menit.

3.3. Faktor Biologi


Pada kunjungan ke PT. Bridgestone Tire Indonesia (Bekasi Plant)
ditemukan bahwa pihak perusahaan belum memberi keterangan dengan jelas
mengenai bahaya biolgis yang mungkin dapat dialami oleh pekerja. Dari
pengamatan yang dilakukan dari bagian cooling tower, ditemukan beberapa
genangan air akibat permukaan lantai yang tidak rata (cekung), yang dapat
menjadi tempat berkembangnya bibit penyakit yang dibawa oleh vektor
penyakit yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada para pekerja.
Faktor biologis lain yang kami temukan yaitu papan kayu tempat
bahan karet yang akan diolah terdapat jamur kayu yang dapat membahayakan
tenaga kerja karena dapat menyebabkan kayu tersebut menjadi rapuh dan
sewaktu-waktu dapat roboh dan mengenai pekerja. Jamur tersebut juga dapat
mengganggu kesehatan pekerja jika terkontaminasi dengan para pekerja
tersebut, contohnya jika bersentuhan dengan tangan lalu para pekerja tanpa
mencuci tangan langsung memegang makanan.
Dibagian depan pintu toilet pada ruang produksi terdapat lumut dan
lantai yang basah. Lumut tersebut menyebabkan lantai menjadi licin sehingga
sewaktu-waktu para pekerja yang menggunakan toilet tersebut dapat terjatuh
dan mencederai para pekerja tersebut.
Di lingkungan pabrik juga ditemukan hewan peliharaan yaitu 1 ekor
kucing yang berkeliaran di area produksi. Keberadaan kucing tersebut dapat
mengganggu proses pekerjaan, membahayakan tenaga kerja pada saat bekerja
dan apabila berkembang biak menjadi banyak dapat menjadi sumber penyakit
yang dapat ditularkan melalui kucing.

32
Upaya pengendalian faktor biologi yang sudah dilakukan antara lain
tidak ada pekerja yang makan / minum di area produksi, tersedia beberapa
wastafel dan toilet untuk mencuci tangan dan pekerja menggunakan alat
pelindung diri seperti baju, sarung tangan dan alas kaki khusus di area
produksi.

3.4. Kebersihan
Dilihat dari pengamatan selama berada di PT. Bridgestone Tire
Indonesia (Bekasi Plant), secara umum sanitasi ditempat tersebut sudah cukup
baik. Kebersihan terutama dilihat dari dalam pabrik seperti dinding, lantai dan
atap yang sudah baik. Hanya pada beberapa bagian pabrik seperti tempat
cutting terdapat banyak tumpukan debu pada langit-langit. Daerah kerja
tampak bersih dan terdapat tempat sampah di setiap ruangan, dimana
dipisahkan kebagiannya masing-masing yaitu, tempat sampah berwarna merah
untuk sampah besi, kuning untuk sampah karet, hijau untuk sampah organic,
biru untuk sampah B-3, oranye untuk sampah plastic serta putih untuk sampah
kertas. Didalam pabrik terdapat tempat sampah darurat dimana apabila terjadi
kebocoran bahan baku (seperti oli, sulfur, dll) maka harus segera dibuang
kedalam tempat sampah tersebut dan secepatnya diberikan oleh cleaning
service.
Setiap ruangan juga dilengkapi dengan tata cara penggunaan P3K.
pada toilet termasuk kurang baik, dimana lampu yang masih remang-remang,
keadaan lantai yang becek, sabun cuci tangan kurang memadai, dan terdapat
beberapa peralatan makan didalam toilet. Pada perusahaan ini setiap pekerja
telah disediakan loker masing-masing dan setiap loker pekerja berisi APD
(sesuai dengan jabatan pekerjaan).
Berdasarkan pengamatan dibahan penyimpanan produk gagal sudah
sangat baik dan penyimpanan ban tersusun rapi. Menurut narasumber
penyediaan air untuk proses produksi terutama untuk pendingin besi
menggunakan air permukaan yang merupakan air sungai yang diolah,
sedangkan untuk air dikamar mandi menggunakan air PAM, untuk air minum
menggunakan air gallon yang bermerk aqua.
Untuk masalah sanitasi makanan bagi para pekerja PT Bridgestone
Indonesia (Bekasi Plant), hal ini berkaitan dengan tempat makan, kantin,

33
proses penyajian serta gizi. Dalam kunjungan ini didapatkan setiap karyawan
mendapatkan makan siang yang dibagi 2 gelombang yaitu jam 11.00-12.00
dan 12-00-13.00 WIB. Dan disajikan dikantin. Apabila karyawan tersebut
mendapat kegiatan diluar, maka diberikan uang jalan untuk makan. Serta
perhitungan gizi tiap karyawan adalah 1600 kalori.
Dari hasil pengamatan tidak tampak adanya genangan air, hanya saja
terdapat sampah besi dan ban yang ditaruh didepan pabrik dan tidak ditutup,
sehingga dapat meningkatkan terjadinya kecelakaan kerja. Limbah ini
dikumpulkan dan nantinya menurut narasumber akan dijual kembali kepada
pedagang-pedagang yang memerlukan.

34
3.5. Petugas Higiene Industri
Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung tidak terdapat peraturan
yang mengharuskan bagi seluruh tenaga kerja untuk melakukan cuci tangan di
tempat kerja. Dari hasil pengamatan ditemukan peraturan yang mengharuskan
pemakaian helm, masker debu dan sarung tangan ketika berada diruangan
produksi. Berdasarkan wawancara dengan Bagian HSE PT. Bridgestone Tire
Indonesia Bekasi Plant untuk menjaga kebersihan di pabrik diserahkan kepada
pihak ketiga penyedia jasa tenaga kebersihan (cleaning sevice) yang bekerja
selama 3 Shift . Namun, tidak ditemui adanya tenaga kebersihan yang bekerja
di ruang produksi selama survey berlangsung.

3.6. Pengolahan Limbah


Secara keseluruhan limbah yang dihasilkan PT. Bridgestone Tire
Bekasi Plant dibagi menjadi dua kategori yaitu limbah Bahan Buangan
Berbahaya dan bukan B3. Yang termasuk limbah B3 ini adalah oli, lumpur
mesin, serbuk kayu, sarung tangan yang terkontaminasi oleh B3 lainya dan
lain-lain. Pengolahan limbah pada PT. Bridgestone Tire Bekasi Plant ini
dibagi menurut bentuk dari limbah tersebut yaitu:
1) Pengolahan Limbah Cair
Limbah dikumpulkan dan disimpan dalam wadah terpisah yang kemudian
diangkut untuk diolah kembali ke PT. PPLI (Prasadha Pamunah Limbah
Industri) tiap tiga bulan sekali. Secara singkat, pengolahan limbah cair

35
dilakukan dengan cara semua limbah cair dimasukkan ke bak
penampungan (WWTP). Selanjutnya, dilakukan penyaringan untuk
memisahkan bagian lumpur dan airnya. Kemudian, bagian airnya
dinetralisasi dengan penambahan NaOH 100%. Kemudian dimasukkan
dalam tangki aerasi untuk mengaktifkan bakteri pengurai dan sedimentasi.
Perusahaan menggunakan proses recycling air limbah domestik atau
sewage treatment plant (STP). Unit pengolahan limbah ini dirancang dan
dibangun sebagai utility dalam proyek pengembangan di dalam ruang
lingkup PT. Bridgestone Tire Bekasi Plant, proses pengolahan melalui
tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Pretreatment
Pemisahan padatan berukuran besar agar tidak terbawa pada unit
pengolahan selanjutnya.
b.Aerasi
Tiga tahapan aerasi yang dilalui berupa aerasi alami, aerasi difusi,
dan aerasi mekanik. Secara umum aerasi merupakan proses yang
bertujuan untuk meningkatkan kontak antara udara dan air untuk
meningkatkan konsentrasi oksigen di dalam air limbah.
c. Post aerasi
Untuk memastikan tingkat oksigen terlarut terpenuhi.
d.Clarifier
Pemisahan pasrtikel yang mengendap secara gravitasi.
e. Chlorinasi
Penginjeksian chlorine untuk membunuh bakteri pathogen dan
meningkatkan kejernihan air.
f. Effluent
Pengaliran menuju Effluent Tank untuk selanjutnya dibuang pada
saluran kota. Sebagian air ini diproses lagi untuk keperluan
recycling untuk menyiram tanaman maupun mencuci kendaraan.

2) Pengolahan Limbah Padat


Dalam rangka mengefisiensi penggunaan sumber daya alam dan
mengeliminir limbah produk, PT. Bridgestone Tire Bekasi Plant
menggunakan ban yang tidak lolos uji standar selama 3x uji untuk

36
selanjutnya dijual kepada pihak kedua untuk diproses dan dijadikan
perlatan atau bahan baku barang lain selain ban (mainan, dll). Pada
pengolahan limbah padat PT. Bridgestone Tire Bekasi Plant juga bekerja
sama dengan PPLT dalam menangani B3 lainya selain dari ban bekas
seperti kertas, besi, plastik, maupun logam lainnya dan kemudian semua
limbah padat dikumpulkan dan diangkut tiap 3 bulan.

3.7. Tabel Ringkasan Permasalahan


Faktor Masalah yang Dasar Hukum Pemecahan Masalah
dihadapi

Fisik 1. Alat yang digunakan Permenakertrans 1. Penggunaan


seperti mesin No. pelindung
curring yang dapat 13/MEN/X/2011 kuping/earplug
menimbulkan bising 2. Diketahui nilai
2. Tidak diketahuinya pengukuran dari
nilai pengukuran beberapa faktor
dari beberapa faktor fisik agar dapat
fisik (apakah di melakukan
bawah normal atau pengendalian bila
di atas normal), didapatkan nilai
seperti ambang yang melebihi nilai
kebisingan, ambang
intensitas 3. Pemasangan lampu
cahaya,getaran pada dan sumber cahaya
conveyor belt,dan memadai untuk alat
iklim (suhu panas) yang memerlukan
3. Pencahayaan ketelitian tinggi.
beberapa pekerja
pada area produksi
masih kurang
Kimia - Permenakertrans -
No.
13/MEN/X/2011
dan Keputusan
Menteri Tenaga
Kerja RI No. Kep.
187/MEN/1999

Biologi 1. Terdapat genangan Standard 1. Dilakukan


air terbuka yang European pengendalian
dapat menjadi Directive No. vektor yang dapat
tempat menyebabkan
90/679 dan UU
perkembangbiakan penyakit salah
kuman penyakit No. 1 Tahun 1970 satunya dengan

37
2. Adanya jamur pada menghilangkan
papan kayu tempat adanya genangan
meletakkan karet air dan hewan.

3. Adanya lantai Undang-undang 2. Pemakaian alat


depan toilet yang No.1 Tahun 1970 pelindung diri
terdapat lumut tentang selama bekerja di
sehingga lantai keselamatan kerja area produksi
menjadi licin 3. Mencuci tangan
4. Adanya hewan yang Peraturan menteri setelah bekerja dan
berkeliaran diarea perburuhan No.7 kontak dengan
produksi tahun 1964 berbagai vector
yang ada
tentang syarat
4. Tidak membawa
kesehatan, dan mengonsumsi
kebersihan serta makanan dan
penerangan. minuman di area
produksi
5. Petugas kebersihan
lebih
memperhatikan
kebersihan toilet
dan rutin
membersihkan
toilet
Sanitasi 1. Debu pada langit Peraturan Menteri 1. Langit langit
langit ruang area Perburuhan No. 7 seluruh ruangan
produksi Tahun 1964 area produksi
2. Kebersihan toilet dibersihkan secara
kurang baik rutin
3. Limbah besi dan 2. Menjaga
karet ban kebersihan toilet,
ditelantarkan di area melakukan
terbuka dan tidak pembersihan secara
tertutup. rutin dan
menyediakan sabun
cuci tangan sesuai
standar
3. Menyediakan
wadah khusus
tertutup untuk
limbah besi dan
karet ban
Pengolahan - Peraturan Menteri -
Limbah Perburuhan No. 7
Tahun 1964

38
BAB IV
PEMECAHAN MASALAH

4.1.Faktor Fisik
Sesuai dengan hasil pengamatan di tempat kerja PT.Bridgestone Tire
Indonesia (Bekasi Plant), untuk menghindari penyakit akibat kerja yang
disebabkan oleh faktor fisik maka perlu dilakukan:
a. Bising
1) Dilakukan pengukuran secara berkala untuk kebisingan di
tempat kerja.
2) Dipastikan kembali berapa nilainya dari alat alat berat yang
menimbulkan bising.
3) Sebaiknya diberikan tanda peringatan untuk alat-alat berat yang
intensitas bising melebihi 85 dB.
4) Melakukan rotasi kerja kepada para pekerja untuk menghindari
penurunan pendengaran.
5) Melakukan pembatasan jam kerja pada para pekerja yang
menggunakan alat berat yang menimbulkan bising.

b. Pencahayaan
Pemasangan sumber cahaya yang memadai. Pencahayaan sebaiknya
disesuaikan dengan kebutuhan pencahayaan di masing-masing
ruangan/ tempat kerja dengan memperhatikan detail pekerjaan yang
akan dilakukan oleh para pekerja, di mana pekerjaan yang
membutuhkan ketelitian tinggi, membutuhkan lux yang baik (tinggi).

4.2.Faktor Kimia
Sesuai dengan hasil pengamatan di tempat kerja PT. Bridgestone Tire
Indonesia (Bekasi Plant) untuk menghindari penyakit akibat kerja yang
disebabkan oleh faktor kimia, perlu dilakukan:
1) Promosi kepada tenaga kerja berupa pengenalan terhadap :
Bahan-bahan kimia apa saja yang dapat terpapar pada tubuh pekerja di
masing-masing sektor produksi, termasuk tingkat potensi bahaya dari
masing-masing bahan tersebut.

39
Efek yang dapat ditimbulkan apabila pekerja terpapar bahan tersebut, baik
efek jangka pendek maupun jangka panjang.
Tindakan yang sebaiknya dilakukan untuk terhindar dari paparan bahan
kimia tersebut.
Tindakan yang dapat segera dilakukan apabila terpapar bahan kimia yang
berbahaya.

4.3.Faktor Biologi
Sesuai dengan hasil pengamatan di tempat kerja PT.Bridgestone Tire
Indonesia (Bekasi Plant), untuk menghindari penyakit akibat kerja yang
disebabkan oleh faktor biologi, maka perlu dilakukan:
1) Identifikasi faktor biologis yang ada di tempat kerja mengingat penyakit
terbanyak yang dialami oleh pekerja berupa infeksi saluran pernapasan dan
radang tenggorokan.
2) Memperbaiki saran dan prasarana yang dapat menyebabkan genangan air
dimana dapat menimbulkan penyakit. Hal ini berkaitan dengan upaya
pengendalian vektor penyakit.
3) Pemakaian alat pelindung diri selama bekerja di area produksi,
mewajibkan pekerja untuk disiplin mengenai mencuci tangan setelah
bekerja dan kontak dengan vektor, tidak membawa dan mengonsumsi
makanan dan minuman di area produksi.
4) Memaksimalkan tenaga kebersihan dalam menjaga sarana dan prasarana
yang ada disekitar area pabrik dengan membuat jadwal pelaksanaan
kebersihan yang dicatat setiap harinya. Selain itu juga dipasang stiker
peringatan diarea didepan pintu toilet
5) Melakukan pengecekkan secara berkala terhadap barang-barang yang
digunakan dalam proses industri (maintenance) dan menjaga serta
merawat barang-barang tersebut. dalam hal ini papan kayu dapat dijemur
secara rotasi agar tidak ditumbuhi jamur kayu.
6) Menetralisir area pabrik dari faktor-faktor biologis seperti kucing dan
dapat membuat tanda larangan untuk tidak membiarkan hewan masuk ke
area pabrik.

40
4.4.Sanitasi
Sesuai dengan hasil pengamatan di tempat kerja PT.Bridgestone Tire
Indonesia (Bekasi Plant), untuk menghindari penyakit akibat kerja yang
disebabkan oleh sanitasi, maka perlu dilakukan:
1) Langit langit seluruh ruangan area produksi dibersihkan secara rutin.
2) Menjaga kebersihan toilet, melakukan pembersihan secara rutin dan
menyediakan sabun cuci tangan sesuai standar.
3) Menyediakan wadah khusus tertutup untuk limbah besi dan karet ban.

41

You might also like