You are on page 1of 150

USULAN PERBAIKAN EFEKTIVITAS MESIN DENGAN

MENGGUNAKAN METODE OVERALL EQUIPMENT


EFECTIVENESS SEBAGAI DASAR PENERAPAN
TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE
DI PT. WIKA

KARYA AKHIR
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Oleh
CUT LISNA WATI
035204035

PROGRAM STUDI TEKNIK MANAJEMEN PABRIK


P R O G R A M D I P L O M A I V
F A K U L T A S T E K N I K
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-2

USULAN PERBAIKAN EFEKTIVITAS MESIN DENGAN


MENGGUNAKAN METODE OVERALL EQUIPMENT
EFECTIVENESS SEBAGAI DASAR PENERAPAN
TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE
DI PT. WIKA

KARYA AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Oleh:

CUT LISNA WATI


035204035

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Ir. Kores Sinaga) (Ir. Ukurta Tarigan, MT)

PROGRAM STUDI TEKNIK MANAJEMEN PABRIK

P R O G R A M D I P L O M A I V

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan
No. Dok; FM-TS-01-03B Tgl. Total
EfektifProductive Maintenance Di PT.
: Februari 2007: Wika, 2009.
Rev:0 Halaman: 1 dari2
I-3

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada ALLAH SWT, atas segala rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Akhir ini dengan

baik.

Karya Akhir ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan

Akademis yang harus diselesaikan setiap mahasiswa Jurusan Teknik Industri

(Program Studi Teknik Manajemen Pabrik) Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Utara. Karya Akhir ini berjudul Usulan Perbaikan Effektivitas Mesin Dengan

Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness Sebagai Dasar

Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. WIKA.

Dalam menyelesaikan Karya Akhir ini Penulis Menyadari bahwa terdapat

kekurangan-kekurangan, baik dalam penulisan maupun dalam penyusunan

kalimat, untuk itu dengan kerendahan hati Penulis menerima saran dan kritikan

untuk lebih sempurnanya Karya Akhir ini.

Akhir kata, Penulis mengharapkan semoga Karya Akhir ini berguna bagi

pembaca sekalian. Semoga Allah SWT selalu menyertai kita semua. Terima kasih.

Medan, Juli 2009

Penulis

Cut Lisna Wati

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-iii

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penulisan Karya Akhir ini Penulis banyak mendapatkan dorongan

dan bantuan baik materil maupun moril dari berbagai pihak. Untuk itu pada

kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak

yang telah memberikan bantuan antara lain:

1. Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT selaku Ketua Departemen Teknik Industri yang

membantu mahasiswanya untuk menyelesaikan studinya.

2. Bapak Ir. Kores Sinaga selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak

memberikan bantuan bimbingan dari awal sampai akhir penelitian dalam

penulisan Karya Akhir ini.

3. Bapak Ir. Ukurta Tarigan, MT. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak

memberikan bantuan bimbingan dari awal sampai akhir penelitian dalam

penulisan Karya Akhir ini.

4. Bapak Eko Nurmawan, MW. ST. serta seluruh Tim A,B,C,dan Tim D sebagai

pembimbing lapangan selama melakukan Riset di PT. WIKA

5. Orang Tua tercinta, Ayahanda H.T. Abdullah dan Ibunda Hj. Cut Nuraini yang

telah memberi kasih sayang, doa dan dukungan yang tidak terhingga baik moril

maupun material serta kakak dan adik penulis yang terus memberikan dan

menjadi sumber motivasi dalam menyelesaikan laporan ini.

6. Muksin Abdullah, yang telah memberikan bantuan berupa dukungan, doa,

nasehat dan materi dalam menyelesaikan Karya Akhir ini.

7. Fiktor, yang telah banyak memberikan bantuan yang tak terhingga.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-iv

8. Teman-teman stambuk 2003 yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan Karya Akhir ini.

Semoga dengan dibuatnya Karya Akhir ini dapat memberikan manfaat

bagi semua pihak yang memerlukan, akhir kata penulis mengucapkan terima

kasih dan mohon maaf yang sebesarnya jika ada kesalahan maupun

kekurangan dalam penulisan Karya Akhir ini. Semoga Karya Akhir ini

bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2009

PENULIS

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-v

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

KATA PENGANTAR ............................................................... ... i

UCAPAN TERIMA KASIH .. iii

DAFTAR ISI .............................................................................. ... iv

DAFTAR TABEL.......................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ................................................................. xii

DAFTAR LAMPIRAN. xiii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................... .I-1

1.2 Pokok Permasalahan... I-4

1.3. Tujuan Penelitian........................................................................ .I-4

1.3.1. Tujuan Umum....I-4

1.3.2. Tujuan KhususI-4

1.4. Pembatasan Masalah .................................................................. .I-5

1.5. Asumsi-asumsi yang Digunakan ................................................. .I-5

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN


2.1. Sejarah Umum Perusahaan ......................................................... II-1

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-vi

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN
2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha .................................................... II-3

2.2.1. Lokasi PerusahaanII-5

2.2.2. Daerah PemasaranII-5

2.3. Organisasi dan Manajemen Perusahaan.II-7

2.3.1. Struktur Organisasi Perusahaan..II-7

2.3.2. Uraian Tugas dan Tanggung JawabII-10

2.3.3. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja..II-10

2.3.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya..II-14

2.4. Proses Produksi..II-17

2.4.1. Standar Mutu Produk..II-17

2.4.2. Bahan yang Digunakan.. II-18

2.4.2.1. Bahan BakuII-18

2.4.2.2. Bahan TambahanII-20

2.4.2.3 Bahan Penolong..II-20

2.4.3. Uraian Proses ProduksiII-21

2.5. Mesin dan Peralatan...II-31

2.5.1. Mesin Produksi dan Peralatan..II-31

2.5.2. Utilitas..II-31

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-vii

DAFTAR ISI (LANJUTAN)


BAB HALAMAN

2.5.3. Safety & File Protection..II-33

2.5.4. Waste Treatment..II-35

BAB III LANDASAN TEORI


3.1. Efektivitas Mesin ........................................................................ III-1

3.2. Defenisi Maintenance.III-2

3.3. Tujuan MaintenanceIII-4

3.4. Jenis-jenis Maintenance..III-5

3.4.1. Planned Maintenance (Pemeliharaan Terencana) .............. III-5

3.4.2. Unplanned Maintenance

(Pemeliharaan Tak Terencana) .......................................... III-7

3.4.3. Autonomous Maintenance (Pemeliharan Mandiri) ............. III-8

3.5. Tugas dan Pelaksanaan Kegiatan Maintenance.III-9

3.6. Total Productive Maintenance (TPM)..III-11

3.6.1.Pendahuluan....III-11

3.6.2. Pengertian Total Productive Maintenance (TPM)...III-12

3.6.3. Manfaat dari Total Productive Maintenance (TPM) ... III-13

3.7. Analisa Produktivitas : Six Big Losses (Enam Kerugian Besar)....III-14

3.8. OEE (Overall Equipment Efectiveness)...III-15

3.9. Perencanan dan Penetapan Total Productive

Maintenance (TPM) III-21

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-viii

DAFTAR ISI (LANJUTAN)


BAB HALAMAN

3.10. Diagram Sebab Akibat (Cause and effect Diagram)..III-22

3.12. Mesin Mixer Batching Plant....III-23

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN


4.1. Studi Pendahuluan ................................................................... IV-1

4.2. Pemecahan Masalah dan Penelitian IV-1

4.2.1. Studi Pustaka ................................................................ IV-2

4.2.2.Studi Orientasi ................................................................ IV-2

4.3. Pengumpulan Data................................................................... IV-2

4.4. Pengolahan Data.......................................................................... IV-3

4.5. Analisa Pemecahan Masalah........................................................ IV-4

4.6. Kesimpulan dan Saran...................................................................IV-4

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA


5.1. Pengumpulan Data...................................................................... V-1

5.2. Pengolahan Data ........................................................................ V-6

5.2.1. Penentuan Ideal Cyle Time (ICT) V-6

5.2.2. Perhitungan Availability. V-7

5.2.2.1. Loading time. V-7

5.2.2.2. Down Time V-8

5.2.2.3. Operation Time. V-9

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-ix

DAFTAR ISI (LANJUTAN)


BAB HALAMAN

5.2.2.4. Nilai Availability.. V-9

5.2.3. Perhitungan Performance Efficiency............. V-10

5.2.4. Perhitungan Rate of Quality Producty V-11

5.2.5. Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE). V-12

5.2.6. Perhitungan OEE Six Big Losses. V-13

5.2.6.1. Downtime losses... V-13

5.2.6.2. Speed Loss.... V-16

5.2.6.3. Defect LossV-18

5.2.7. Pengaruh Six Big Losses..V-20

BAB VI ANALISA PEMECAHAN MASALAH

6.1. Analisa Perhitungan Overall Equipment Efectivenes (OEE) ........ VI-1

6.2. Analisa Perhitungan OEE Six BigLosses ..................................... VI-1

6.3. Analisa Diagram Sebab Akibat ................................................... VI-3

6.4. Usulan Penyelesaian Masalah ..................................................... VI-5

6.4.1. Usuan Penyelesaian Masalah Six Big Losses ................... VI-5

6.4.2. Penerapan Total Productive Maintenance (TPM) ............ VI-7

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN


7.1. Kesimpulan ............................................................................... VII-1

7.2. Saran .......................................................................................... VII-2

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-x

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN
1.1. Frekuensi Mesin Akibat Perbaikan I-2

2.1. Komposisi Karyawan ..... . II-11

2.2. Bagian Shift........................................................................................... II-13

2.3. Bahan Baku Material Alam.. II-17

2.4. Bahan Baku Material Industri II-18

2.5. Bahan Tambahan Additive. II-18

5.1. Data Waktu Kerusakan (Breakdown) Mesin Batching Plant V-2

5.2. Data Waktu Pemeliharaan Mesin Mixer Batching Plant V-3

5.3. Data Waktu Setup Mesin Mixer Batching Plant. V-4

5.4. Data Produksi Mesin Mixer Batching Plant. V-5

5.5. Data Available Time Bulan November 2008-April 2009. V-5

5.6. Data Speed Rate Time Bulan November 2008-April 2009.. V-6

5.7. Ideal Cycle Time di Mesin Mixer Batching Plant V-7

5.8. Loading Time Setiap Bulan Mesin Mixer Batching Plani.. V-8

5.9. Downtime Setiap Bulan Mesin Mixer Batching Plani V-8

5.10. Operation Time Setiap Bulan pada Mesin Mixer Batching Plant.. V-9

5.11. Availability Mesin Mixer Batching Plant Periode

November2008-April 2009V-10

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-xi

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN
5.12. Performance Efficiency Mesin Mixer Batching Plant Periode

November2008-April 2009.V-11

5.13. Performance Efficiency Mesin Mixer Batching Plant Periode

November2008-April 2009 V-12

5.14. Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE).. V-13

5.15. Breakdown Loss pada Mesin Mixer Batching Plant Periode

November2008-April 2009 V-14

5.16. Setup and Adjustment Losess di Mesin Mixer Batching PlantV-16

5.17. Idling and Minor Stoppages di Mesin Mixer Batching Plant. V-17

5.18. Reduced Speed Losess di Mesin Mixer Batching Plant.. V-18

5.19. Rework Loss di Mesin Mixer Batching Plant. V-19

5.20. Yield/Scrap Loss Mesin Mixer Batching Plant Periode

November2008-April 2009.... V-20

5.21. Persentase Faktor Six Big Losses Paper Machine. V-21

5.22. Pengurutan Persentase Faktor Six Big Losses Mesin Mixer Batching Plant

Periode November2008-April 2009 V-22

6.1. Persentase Faktor six Big Losses Mesin Mixer Batching Plant

Periode November2008-April 2009. VI-2

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-xii

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN
6.2. Usulan Penyelesaian Masalah Set Up/Adjusment Loss VI-6

6.3. Usulan Penyelesaian Masalah Idling and Minor Stoppages VI-7

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-xiii

DAFTAR GAMBAR

TABEL HALAMAN
2.1. Struktur Organisasi PT. Wika Beton II-9

2.2. Proses Produksi Tiang pancang II-30

3.1. Overall Equipment Effectiveness and Goals III-16

3.2. Diagram sebab Akibat. III-23

4.1. Blok Diagram Langkah-langkah Penelitian. IV-5

4.2. Blok Diagram Perhitungan Overall Equipment Effectiveness. IV-6

5.1. Histogram Persentase Faktor Six Big Losses paper Machine

Periode November2008-April 2009 V-21

5.2. Diagram Pareto Persentase Faktor Six Big Losses Mesin Mixer Batching Plant

Periode November2008-April 2009 V-23

6.1. Histogram Persentase Faktor Six Big Losses

Periode November2008-April 2009VI-2

6.2. Proses Reduced Speed Losses.VI-10

6.3. Proses Setup And Adjustment Lossess VI-11

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-xiv

ABSTRAK
PT. WIKA merupakan suatu badan usaha milik Negara (BUMN) yang
bergerak dalam bidang usaha konstruksi, realiti perdagangan dan industri yang
juga tidak terlepas dari masalah yang berkaitan dengan efektifitas mesin/peralatan
yang diakibatkan oleh six big losses tersebut. Hal ini dapat terlihat dengan
frekuensi kerusakan yang terjadi pada mesin/peralatan karena kerusakan tersebut
target produksi tidak tercapai. Oleh karena itulah diperlukan langkah-langkah
yang efektif dan efisien dalam pemeliharaan mesin/peralatan untuk dapat
menanggulangi dan mencegah masalah tersebut.
Fungsi mesin/peralatan yang digunakan dalam proses produksi akan
mengalami kerusakan sejalan dengan semakin bertambahnya usia mesin dan
penurunan kemampuan mesin dan peralatan tersebut, meskipun dengan demikian
umur pemakaian dan kegunaan dari mesin tersebut dapat diperpanjang dengan
penerapan metode perbaikan secara berkala melalui suatu aktifitas pemeliharaan
(maintenance) yang tepat. Total Productive Maintenance (TPM) adalah salah satu
metode yang dikembangkan di Jepang yang dapat digunakan untuk meningkatkan
produktifitas dan efisiensi produksi perusahaan dengan menggunakan
mesin/peralatan secara efektif. Dalam penelitian ini objek yang diteliti adalah
mesin Mixer Batching Plan
Tahapan pertama dalam usaha peningkatan efisiensi produksi pada
perusahaan ini adalah dengan melakukan pengukuran efektifitas mesin Mixer
Batching Plan dengan menggunakan metode Overall Equipment Effectifitas
(OEE) yang kemudian dilanjutkan dengan pengukuran OEE six big losses dan dari
faktor six big losses tersebut dicari faktor terbesar yang mengakibatkan rendahnya
efisiensi. Data yang digunakan adalah data enam bulan terakhir, yaitu mulai bulan
November 2008-April 2009. Hasil perhitungan menunjukan bahwa terjadi
fluktuasi nilai OEE tiap bulannya. Nilai OEE terendah terjadi pada Februari 2009,
yaitu sebesar 69,25% dan OEE terbesar terjadi pada bulan Januari 2009 sebesar
87,97%.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

Terhentinya suatu proses di lantai produksi sering kali disebabkan adanya

masalah dalam mesin/peralatan produksi tersebut, misalnya kerusakan mesin yang

tidak terdeteksi selama proses produksi berlangsung, mesin dapat berhenti secara

tiba-tiba, menurunnya kecepatan produksi mesin, lamanya waktu set-up dan

adjustment (penyesuaian). Sehingga mesin menghasilkan produk yang cacat.

Penggunaan mesin dan peralatan produksi yang efektif akan menentukan

mutu produk. Dengan demikian dibutuhkan pemeliharaan terhadap

mesin/peralatan dari kondisi kerusakan (breakdown) dengan suatu sistem

perawatan atau pemeliharaan yang baik dan tepat sehingga dapat mengurangi

kerugian akibat mesin/peralatan. Hal ini akan meningkatkan produktivitas dan

efisiensi mesin/peralatan, sehingga kerugian yang diakibatkan oleh kerusakan

mesin dapat dihindarkan.

Pemeliharaan dan penanganan mesin/peralatan yang tidak tepat tidak saja

dapat menyebabkan masalah kerusakan mesin/peralatan saja, tetapi juga dapat

berakibat pada timbulnya kerugian-kerugian lain seperti waktu set-up dan

adjustment (penyesuaian) yang lama, menurunnya kecepatan produksi mesin,

mesin menghasilkan produk cacat atau produk yang harus dikerjakan ulang. Hal

ini tentunya merugikan pihak perusahaan karena dapat menurunkan tingkat

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-2

produktivitas dan efesiensi mesin/peralatan yang akan mengakibatkan biaya yang

harus dikeluarkan cukup besar.

PT. WIJAYA KARYA BETON PPB SUMUT (WIKA) merupakan sebuah

perusahaan yang memproduksi beton yang juga tidak terlepas dari masalah yang

berkaitan dengan produktivitas dan efisiensi mesin/peralatan. Hal ini dapat terlihat

dengan frekuensi kerusakan yang terjadi pada mesin/peralatan karena kerusakan

tersebut target produksi tidak tercapai. Akibat lain yang ditimbulkan kerusakan

mesin/peralatan yaitu dalam hal kualitas produk yang dihasilkan dimana produk

yang tidak sesuai dengan standar kualitas akan diolah kembali. Oleh karena itulah

diperlukan langkah-langkah yang efektif dan efisien dalam pemeliharaan

mesin/peralatan untuk dapat menanggulangi dan mencegah masalah tersebut.

Masalah Produktivitas dan Efisiensi mesi/peralatan yang dialami PT.

WIKA BETON disebabkan oleh pendeknya umur komponen mesin/peralatan

sehingga mesin/peralatan memiliki frekuensi pergantian maupun perbaikan

komponen yang tinggi dan juga memiliki peluang untuk mengalami kerusakan hal

ini dapat di lihat pada table 1.1. yang menunjukkan Frekuensi mesin tidak

beroperasi akibat perbaikan.

Tabel 1.1. Frekuensi Mesin Berhenti Akibat Perbaikan

Bulan Waktu Tidak Beroperasi Mesin

(Jam)

November 1,91

Desember 6,36

Januari 2,20

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-3

Tabel 1.1. Frekuensi Mesin Berhenti Akibat Perbaikan

Bulan Waktu Tidak Beroperasi Mesin

(Jam)

Febuari 2,87

Maret 6,52

April 3,66

Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan langkah-langkah yang tepat

dalam pemeliharaan mesin/peralatan, salah satunya dengan melakukan penerapan

Total Productive Maintenance (TPM). Total productive maintenance (TPM)

bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas perusahan manufaktur

secara menyeluruh dengan menggunakan overall equipment effectiveness (OEE)

sebagai alat yang digunakan untuk mengukur dan mengetahui kinerja

mesin/peralatan.

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang kesesuaian

faktor-faktor yang menentukan kebutuhan penerapan total productive

maintenance dengan kondisi perusahaan dan melihat faktor mana dari kerugian

yang dialami perusahaan tersebut yang dominan mempengaruhi terjadinya

penurunan efektivitas mesin/peralatan. Dengan demikian penulisan ini akan

memberikan usulan perbaikan efektivitas mesin/peralatan pada perusahaan melalui

penerapan total productive maintenance.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-4

1.2. Pokok Permasalahan

Setelah melakukan penelitian pendahuluan maka pokok permasalahan

yang diambil adalah pengidentifikasian terhadap faktor-faktor kerugian yang

dominan yang diakibatkan oleh tingginya pergantian dan perbaikan mesin tersebut

dan melakukan analisa terhadap penyebab besarnya kontribusi faktor-faktor

tersebut serta memberikan usulan penyelesaian masalah sebagai langkah awal

untuk menerapkan Total Productive Maintenance pada PT. WIKA BETON,

dengan menggunakan metode (Overall Equipment Effectiveness), untuk melihat

tingkat efektifitas dari penggunaan mesin.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan pelaksanaan penelitian adalah untuk memberikan usulan perbaikan

efektivitas penggunaan mesin/peralatan secara menyeluruh.

1.3.1. Tujuan Umum

1. Melakukan pengukuran efektivitas penggunaan mesin secara menyeluruh

dengan menggunakan data perusahaan

2. Melakukan pengidentifikasian terhadap faktor-faktor dominan dari kerugian

yang diakibatkan oleh kerusakan mesin

1.3.2. Tujuan Khusus

Menindak lanjuti hasil pengukuran efektivitas dan pengidentifikasian

faktor-faktor dominan tersebut sehingga dapat membantu manajemen perusahaan

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-5

untuk menganalisa dan melakukan perbaikan secara menyeluruh guna

meningkatkan produktivitas dan efisiensi perusahan di masa yang akan datang.

1.4. Pembatasan Masalah

Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini hanya meneliti satu mesin produksi saja yaitu mesin Mixer

Batching Plant.

2. Tingkat produktivitas dan efisiensi mesin/peralatan yang di ukur adalah

dengan menggunakan metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) sesuai

dengan prinsip Total Productive Maintenance untuk mengetahui besarnya

kerugian pada mesin/peralatan yang dikenal dengan six big losses

3. Data yang diambil adalah pada periode November 2008 April 2009

1.5 Asumsi-asumsi yang Digunakan

Adapun asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Pengukuran yang dilakukan dianggap sebagai langkah awal di mulainya

program perbaikan mesin/peralatan sehingga pengukuran yang bertujuan

menganalisa permasalahan yang berkaitan dengan produktivitas dan efisiensi

yang belum pernah dilakukan sebelumnya.

2. Tidak terjadinya perubahan sistem produksi selama penelitian ini

berlangsung.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-6

3. Setiap karyawan mengetahui bidang pekerjaannya sesuai dengan metode

kerja.

4. Para karyawan dan pimpinan mempunyai komitmen yang kuat untuk

mendukung peningkatan produktivitas dan efisiensi mesin/peralatan di

perusahaan ini.

1.6. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan, pembahasan dan penilaian karya akhir ini,

maka dalam pembuatannya akan dibagi menjadi beberapa bab dengan sistematika

sebagai berikut :

BAB I. PENDAHULUAN

Menjelaskan latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, asumsi yang digunakan dan sistematika

penulisan.

BAB II. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Menguraikan gambaran umum perusahaan PT. Rolimex Kimia Nusa

Mas Medan, jenis produk dan spesifikasinya, bahan baku, proses

produksi, mesin dan peralatan, serta organisasi dan manajemen

perusahaan.

BAB III. LANDASAN TEORI

Menyajikan teori-teori yang berhubungan dengan sistem pemeliharaan

mesin/peralatan umumnya dan khususnya Total Productive

Maintenance (TPM) dan teori lainnya

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-7

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN

Mengemukakan langkah-langkah serta prosedur yang akan dilakukan

dalam melakukan penelitian, pengumpulan data, pengolahan data,

analisis dan evaluasi, srta kesimpulan dan saran.

BAB V. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Mengidentifikasi keseluruhan data penelitian yang berhasil di dapat

selama penelitian, baik data primer maupun data sekunder yang

dikumpulkan serta berisi rancangan untuk melakukan penelitian. Serta

memuat tahapan-tahapan pengolahan data yang dikumpulkan hingga

digunakan untuk memecahkan masalah.

BAB IV. ANALISA PEMECAHAN MASALAH

Menjelaskan pemecahan masalah dan perencanaan langkah-langkah

yang akan dilakukan dalam memecahkan masalah, perhitungan

availability, performance efficiency dan rate of quality product yang

akan digunakan dalam perhitungan overall equipment effectivness

(OEE) untuk mengetahui seberapa besar kerugian efisiensi pada

mesin/peralatan.

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi kesimpulan dan saran yang mengemukakan kesimpulan semua

hal yang dilakukan penelitian, terutama akan hal pengolahan data yang

diperoleh pemecahannya serta langkah-langkah yang patut dilakukan

pihak perusahaan

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan.

PT. WIKA merupakan suatu badan usaha milik Negara (BUMN) yang

bergerak dalam bidang usaha konstruksi, realiti perdagangan dan industri. PT.

WIKA ini pada mulanya didirikan oleh perusahaan Belanda pada tanggal 11

Maret 1960 dengan nama Naamlazo Vennotschap Techniche Handle

Maatschappij En Bounwberijf (VIS EN CO atau disingkat NV EN CO) yang

bergerak dibidang instalasi listrik. Sejak diberlakukannya nasionalisasi terhadap

perusahaan-perusahaan asing yang berada di Indonesia, VIS EN CO berubah

menjadi Perusahaan Negara dengan nama WIJAYA KARYA atau PN. WIKA.

Pada tahun 1967, Perusahaan Negara (PN) WIKA mulai melakukan

diversifikasi usaha yang diawali dengan usaha perdagangan dan jasa konstruksi.

Usaha perdagangan meliputi perdagangan material dan peralatan industri

konstruksi seperti material dan peralatan listrik, jaringan transmisi dan distribusi,

gardu-gardu induk, alat-alat angkut dan sebagainya. Sedangkan jasa konstruksi

diawali pembangunan gedung sederhana, seperti proyek perumahan rumah susun

perumnas.

Memasuki tahun 70-an PN. WIKA melakukan langkah-langkah

diversifikasi usaha yang lebih kembang lagi dengan memproduksi komponen-

komponen bangunan beton pracetak, metal works dan peralatan listrik. Dari usaha

pengembangan ini, PN. WIKA sudah termasuk dalam jajaran kontraktor besar di

II-1
II-2I-2

Indonesia yang mampu mengerjakan berbagai pekerjaan, konstruksi, dan

bendungan dan saluran irigasi sampai jembatan serta gedung-gedung tinggi pada

saat itu.

Pada tahun 1972, tepatnya tanggal 20 Desember dengan adanya

kebijaksanaan pemerintah tentang swastanisasi, status PN. WIKA berubah status

menjadi perusahaan Perseroan Terbatas (PT) yang sahamnya milik pemerintah.

PT. WIKA memulai usahanya dengan mengembangkan Sistem Beton

Pracetak (Panel) untuk rumah sederhana pada tahun 1978, berikutnya

dikembangkan rancangan rumah susun (flats) pada tahun 1979 yang diserahkan

untuk tujuan mendukung program pemerintah dalam mengorganisasikan

perkampungan miskin khususnya di Jakarta yang untuk pertama kalinya dibangun

di Tanah Abang.

Memasuki dekade 80-an, PT. WIKA telah melangkahkan usahanya lebih

jauh lagi dengan mengembangkan industri beton pracetak. Dengan cepatnya

perkembangan industri kontruksi tahun 1985 PT. WIKA memperkenalkan Sistem

Pracetak untuk Struktur Bangunan Tingkat Tinggi dan untuk pertama kalinya

digunakan dalam konstruksi bangunan Bank Dagang Negara (BDN) di Jakarta.

Industri ini tumbuh dengan pesat dan hingga saat ini PT. WIKA juga dikenal

sebagai produsen tiang listrik dan tiang Pancang Sentrifugal terbesar di Indonesia

dengan pabrik-pabrik yang tersebar di seluruh pelosok nusantara, termasuk di

Negara tetangga Malaysia. Selain itu, PT. WIKA juga memproduksi berbagai

produk beton lainnya, seperti:

a. Bantalan jalan rel

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
II-3I-3

b. Balok-balok jembatan

c. Komponen-komponen Bangunan Gedung

Pada tanggal 11 Maret 1997, divisi produk beton PT. WIJAYA KARYA

menjadi anak perusahaan dengan nama PT. WIJAYA KARYA BETON,

berdasarkan akte notaris IMAS FATIMAH, SH. No. 44 tanggal 11 Maret 1997.

Ruang lingkup dan Bidang usahanya masih sama dengan Divisi PT. Wijaya Karya

produk beton.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

Berbagai proyek konstruksi telah dilaksanakan PT. WIKA BETON di

seluruh pelosok Nusantara, mulai dari kota-kota besar sampai ke daerah-daerah.

Gedung-gedung pencakar langit, jembatan layang, jalan kereta api, dermaga,

bendungan, saluran irigasi, pembangkit tenaga listrik, serta berbagai bangunan

industri.

Proyek-proyek ini dikerjakan secara lengkap melalui rancang bangun dan

perekayasaan baik secara sendiri maupun bekerja sama dengan perusahaan lain

dari dalam dan luar negeri. Beberapa proyek pada bidang ini yang dibangun PT.

WIKA BETON meliputi:

a. Proyek Petrokimia, Gresik

b. Bendungan Klambu, Jawa Tengah

c. Sudirman Fly Over, Jakarta

d. Hyatt Regency Hotel, Surabaya

e. Jembatan Layang Kereta, Jakarta

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
II-4I-4

Dalam bidang Realti dan Properti ini, PT. WIKA BETON telah

menyelesaikan rumah sederhana, menengah, ekskusif, termasuk rumah susun dan

apartemen. Lokasi-lokasi pemukiman tersebar di berbagai tempat di Indonesia,

diantaranya:

a. Perumahan Persada Kemala, Jakarta

b. Service area Persada Golf Garden, Jakarta

c. Persada Kemala Sport, Jakarta

Komoditi-komoditi yang diperdagangkan dalam PT. WIKA BETON

meliputi produk-produk lainnya di luar WIKA. Kegiatan usaha dalam bidang

seperti eksport telah menghasilkan PRIMANIATA untuk eksportir terbaik

nasional tahun 1992 dari Presiden Republik Indonesia pada saat itu.

Industri PT. WIKA BETON dimulai dengan industri produk-produk beton

seperti tiang listrik, tiang pancang, bantalan jalan lorry, dan komponen-komponen

konstruksi lainnya.

Untuk bidang pengecoran logam, yang semula hanya menghasilkan

produk aksesori jaringan kelistrikan, saat ini telah dikembangkan ke arah

pembuatan komponen-komponen otomotif dan produk-produk aluminium

penunjang industri lainnya. Untuk melengkapi rangkaian industri ini, PT. WIKA

BETON memiliki fasilitas pembuatan Mould & Dies yang juga dikembangkan ke

arah industri produk-produk Polimer.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
II-5I-5

2.2.1. Lokasi Perusahaan

PT. WIKA BETON merupakan perusahaan yang bergerak di bidang

pembuatan beton yang berlokasi di Jl. Medan-Binjai Km 15,5 No. 1 Sei

Semayang Kecamatan Medan Sunggal Kabupaten Deli Serdang. Perusahaan ini

dibangun diatas tanah 4,9 Ha setelah mengalami perluasan lahan beberapa kali.

PT. WIKA BETON ini merupakan salah satu industri yang berada di

daerah Binjai. Keberadaannya menyerap banyak tenaga kerja dari masyarakat

sekitarnya sehingga keberadaan perusahaan ini merupakan sebagian dari

pemecahan masalah lapangan kerja.

2.2.2. Daerah Pemasaran

Pemasaran pada PT. WIKA BETON. Segmentasi pasar dari produk PT.

WIKA BETON ini bisa diraih dari pihak pemerintah, misalnya dengan menangani

proyek-proyek pemerintah seperti dermaga, pembuatan jalur jembatan ataupun

bantalan jalur kereta api serta dari pihak swasta yang ingin mendirikan pabrik atau

gudang.

Segmentasi pasar produk yang dihasilkan oleh PT. WIKA BETON dilihat

dari variabel segmentasi pasar adalah berdasarkan segmentasi geografis. Adapun

pasar yang tetap selain pihak swasta adalah:

1. PLN : produk tiang listrik beton

2. Telkom : produk tiang telepon beton

3. Perumka : produk bantalan jalan kereta api

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-6
II-6

4. Pemda : pembuatan jembatan dan jalan layang

PT. WIKA BETON memproduksi produk beton dengan sistem make to

order, yaitu produk akan dihasilkan bila ada pesanan dari pelanggan. Pelanggan

PT. WIKA BETON yang paling utama adalah perusahaan-perusahaan yang

bergerak pada bidang konstuksi dan properti. Meskipun pelanggannya sudah

tertentu, namun PT. WIKA BETON tetap terus berusaha untuk mendapatkan

pelanggan baru untuk meningkatkan omzet penjualan produknya.

Daerah pemasaran utama PT. WIKA BETON adalah :

1. Wilayah Penjualan I, yaitu wilayah Sumatera Bagian Utara, yang meliputi

Propinsi NAD, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

2. Wilayah Penjualan II, yaitu wilayah Sumatera Bagian Selatan, yang meliputi

Propinsi Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung.

3. Wilayah Penjualan III yaitu wilayah DKI Jakarta yang juga merupakan kantor

kepala PT. Wijaya Karya.

4. Wilayah Penjualan IV yaitu wilayah Semarang

5. Wilayah Penjualan V yaitu wilayah Surabaya

6. Wilayah Penjualan VI yaitu wilayah Ujung Pandang

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
II-7
I-7

2.3.Organisasi dan Manajemen Perusahaan.

2.3.1. Struktur Organisasi Perusahaan.

Bagi suatu perusahaan, organisasi dan struktur organisasi merupakan suatu

hal yang sangat penting dan menentukan keberhasilan dan pencapaian tujuan

perusahaan. Dengan adanya organisasi dapat dilihat sistem birokrasi yang

menggambarkan bagaimana setiap pekerjaan dilakukan dengan teratur dan penuh

dengan tanggung jawab sehingga rencana-rencana kerja dapat dilaksanakan

dengan baik serta pengawasan akan lebih mudah dilaksanakan.

Struktur organisasi adalah kerangka antar hubungan satuan-satuan

organisasi, dimana satuan-satuan tersebut mempunyai tanggung jawab tugas dan

wewenang yang tertentu dalam jalinan kesatuan yang lebih utuh.

Struktur organisasi digambarkan pada skema organisasi (Organization

Chart). Skema organisasi ini memberikan gambaran mengenai seluruh kegiatan

serta proses yang terjadi pada suatu organisasi.

Terdapat empat komponen dasar merupakan kerangka dalam memberikan

definisi dari suatu struktur organisasi, yaitu:

1. Struktur organisasi memberikan gambaran mengenai pembagian tugas-tugas

serta tanggung jawab kepada individu maupun bagian-bagian pada satu

organisasi.

2. Struktur organisasi memberikan gambaran mengenai hubungan laporan yang

ditetapkan secara resmi dalam suatu organisasi. Tercakup dalam hubungan

pelaporan yang resmi ini banyaknya tingkat hirarki serta besarnya rentang

kendali dari semua pemimpin diseluruh tingkatan dalam organisasi.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-8
II-8

3. Struktur organisasi juga menetapkan sistem hubungan dalam organisasi, yang

memungkinkan tercapainya komunikasi, koordinasi dan pengintegrasian

segenap kegiatan organisasi, baik kearah vertical maupun horizontal.

4. Struktur organisasi menetapkan pengelompokan individu menjadi bagian

organisasi, dan pengelompokan bagian-bagian organisasi menjadi suatu

organisasi yang utuh.

Dalam sistem pengorganisasian pada unit yang berbeda-beda, diperlukan

struktur organisasi yang dapat mempersatukan seluruh sumber daya dengan cara

yang teratur. Dengan struktur organisasi tersebut diharapkan setiap personil yang

ada di dalam organisasi dapat diarahkan sehingga dapat mendorong mereka

melaksanakan aktivitas masing-masing dengan baik dengan mendukungnya

sasaran perusahaan.

Pada perusahaan PT.WIKA BETON yang mempunyai tujuan untuk

memperoleh keuntungan maksimum dengan menciptakan suasana dan mutu kerja

yang optimum, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan dan

kegiatan perusahaan.

Struktur organisasi perusahaan ini merupakan kerangka dasar yang

menggambarkan pembagian pelaksanaan kegiatan organisasi di dalam bidang

usaha tersebut, yang meliputi tata cara pembagian tugas dan wewenang, fungsi,

tanggung jawab pekerjaan dan ketentuan mengenai hubungan formal antara

fungsi-fungsi yang terdapat di dalam organ pokok perusahaan.

Berdasarkan struktur organisasi PT.WIKA BETON yang telah ditetapkan

dalam SK 01.01/04.009/92 terlihat bahwa pelimpahan wewenang tingkat pertama

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-9
II-9

sebagai satuan tugas setelah manajer pabrik adalah para kepala seksi yang terdiri

dari:

1. Seksi Teknik dan Mutu

2. Seksi Perencanaan & Evaluasi Produksi

3. Seksi Administrasi Keuangan dan Personalia

4. Seksi Peralatan

5. Seksi Kepala Unit Produksi

Struktur organisasi pada perancangan unit pembuatan beton pracetakan

PT. WIKA BETON menggunakan struktur organisasi secara matriks. Pada

struktur organisasi ini semua seksi menuju ke unit produksi dimana masing-

masing seksi dapat menangani seksi lain.

Gambar struktur organisasi PT WIKA BETON dapat dilihat pada gambar

2.1. berikut ini.

MANAJER PABRIK

SEKSI TEKNIK DAN MUTU


UNIT PRODUKSI

SEKSI PERENCANAAN DAN


EVALUASI PRODUK KEPALA UNIT PRODUKSI

SEKSI PERALATAN

SEKSI KEUANGAN DAN KEPALA SHIFT


PERSONALIA

Gambar 2.1 Struktur Organisasi PT. Wijaya Karya Beton

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
II-10
I-10

2.3.2. Uraian Tugas Dan Tanggung Jawab

Adapun tugas, wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing bagian

dalam struktur organisasi dapat dilihat pada Lampiran I.

2.3.3. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja

1. Jumlah Tenaga kerja

PT. WIKA BETON memiliki tenaga kerja yang terdiri dari tenaga kerja

produksi dan penunjang produksi. Tenaga kerja produksi adalah karyawan harian

yang ditempatkan pada bagian pengolahan, sedangkan tenaga kerja penunjang

adalah karyawan yang ditempatkan pada bagian kantor.

Jumlah karyawan yang bekerja pada PT. WIKA BETON secara

keseluruhan 122 orang. Jumlah tenaga kerja diuraikan pada tabel 2.1. sebagai

berikut :

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-11
II-11

Tabel 2.1. Komposisi Karyawan

No Departemen Jumlah Pendidikan


1 Manajer Pabrik 1 Sarjana
2 Seksi Teknik dan Mutu
Kepala Seksi 1 Sarjana
Inspektur K3 2 SLTA/Sederajat
QA Lab. Mutu Beton 1 SLTA/Sederajat
QA Proses dan Kualifikasi 6 SLTA/Sederajat
QA Material Suku Cadang 1 SLTA/Sederajat
Adm. Teknik Mutu 1 SLTA/Sederajat
QA Standarisasi 1 SLTA/Sederajat
1 SLTA/Sederajat
QA Produk Jadi
3 Seksi Perencanaan dan Evaluasi Produksi
Kepala Seksi 1 Sarjana
Adm. Prosuksi 2 SLTA/Sederajat
Evaluasi Produksi 2 SLTA/Sederajat
Stock Yard 3 SLTA/Sederajat
Adm. Gudang 4 SLTA/Sederajat
Operator Weel Loader 2 SLTA/Sederajat
Operator Dum truk 1 SLTA/Sederajat
4 Seksi Peralatan
Kepala Seksi 1 Sarjana
Staf Seksi Peralatan 1 SLTA/Sederajat
Adm. Peralatan 1 SLTA/Sederajat
Karu Storing 3 SLTA/Sederajat
Anggota Storing 5 SLTA/Sederajat
Work Shop Peralatan 1 SLTA/Sederajat
Operator Boiler 4 SLTA/Sederajat
1 SLTA/Sederajat
Operator Forklif

5 Seksi Keuangan dan Personalia


Kepala Seksi 1 Sarjana
Kasir 1 Sarjana
Akuntansi 2 SLTP/Sederajat
Logistik 2 SLTP/Sederajat
Sekretariat 1 SLTP/Sederajat
Adm. Personalia 1 SLTP/Sederajat
Umum 1 SLTP/Sederajat
7 SLTP/Sederajat
Satpam
1 SLTP/Sederajat
Driver
SLTP/Sederajat
6 Seksi Produksi
Kepala Unit Prosuksi 1 Sarjana
Kepala Shift 1 Sarjana
KKR 4 SLTP/Sederajat
KKRS 3 SLTP/Sederajat
Adm. Produksi 1 SLTP/Sederajat
Karu 6 SLTP/Sederajat
Anggota Regu Prosuksi 39 SLTP/Sederajat
Total 122
Sumber : PT. Wijaya Karya Beton Medan

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-12
II-12

PT. WIKA BETON terdiri dari 6 departemen yang dibagi lagi atas

beberapa bagian, adapun departemen tersebut :

1. Departemen Teknik

2. Departemen Perencanaan dan Evaluasi Produksi

3. Departemen Keuangan dan Personalia

4. Departemen Quality Assurance (QA)

5. Departemen Peralatan

6. Departemen Produksi

2. Jam Kerja

Agar perusahaan dapat berjalan dengan baik dalam melaksanakan tugas

guna mencapai tujuan, diperlukan pengaturan waktu kerja yang baik. Jam kerja di

PT. WIKA BETON diatur sebagai berikut Supaya perusahaan berjalan lancar

dalam melakukan tugas untuk mencapai tujuannya, maka jam kerja diatur (bagian

operasional) menjadi tiga shift, yaitu:

Jam Kerja Normal

Jam kerja normal digunakan 8 jam kerja efektif per hari dengan waktu 5

hari kerja (Sabtu libur), perincian jam kerja sebagai berikut :

Jam 08.00-12.00 WIB (Kerja)

Jam 12.00-13.00 WIB (Istirahat)

Jam 13.00-17.00 WIB (Kerja)

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-13
II-13

Jam Kerja Shift

Jam kerja produksi terdiri atas 2 shift kerja dengan perincian sebagai

berikut :

1. Shift I :

Jam 08.00-12.00 WIB (Kerja)

Jam 12.00-13.00 WIB (Istirahat)

Jam 13.00-17.00 WIB (Kerja)

2. Shift II :

Jam 17.00-21.00 WIB (Kerja)

Jam 21.00-22.00 WIB (Istirahat)

Jam 22.00-02.00 WIB (Kerja)

Bagian Shift kerja produksi dapat diperlihatkan pada tabel 2.2. berikut ini :

Tabel 2.2. Bagian Shift

Hari
Senin Selasa Rabu Kamis Jumat
Shift

P I I I I I

M II II II II II

Sumber : PT. Wijaya Karya Beton Medan

Keterangan :

P = Pagi

M = Malam

I = Shift I

II = Shift II

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-14
II-14

Karyawan yang bekerja melebihi kerja normal atau kerja shift dihitung

sebagai kerja lembur. Hari Sabtu, Minggu dan hari-hari besar lainnya merupakan

hari libur bagi perusahaan.

2.3.4. Sistem Pengupahan Dan Fasilitas Lainnya

1. Sistem Pengupahan

Gaji adalah pembayaran berupa uang yang diberikan kepada pegawai atas

pekerjaan yang dilaksanakan dan diserahkan setiap bulan pada tanggal yang telah

ditetapkan perusahaan.

Jumlah gaji yang diterima oleh pegawai tergantung dari gaji pokok dan

tunjangan-tunjangan yang diperoleh dan yang ditentukan oleh perusahaan. Upah

adalah pembayaran berupa uang yang diberikan kepada karyawan atas pekerjaan

yang dilaksanakan. Upah untuk karyawan tetap maupun harian, besarnya

didasarkan pada gaji pokok atau tarif upah per hari yang sesuai dengan ketentuan

upah minimum yang telah ditetapkan oleh Departemen Tenaga Kerja.

Staff dan karyawan perusahaan digaji menurut gaji sesuai dengan jenjang

organ yang telah diatur secara terperinci. Pada struktur yang sebanding dengan

besaranya gaji yakni:

1. Tingkat eksekutif (Manager PPB)

2. Tingkat staff dan ahli manager PPB

3. Pegawai/karyawan tetap perusahaan

4. Pegawai/karyawan waktu tertentu

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-15
II-15

Sistem pengupahan berdasarkan Upah Minimum Regional (UMR) untuk

daerah Sumatera Utara, yaitu:

Upah serendah-rendahnya Rp. 150.000

Upah setinggi-setingginya Rp. 2.200.000, (untuk tahap manager)

2. Fasilitas Lainnya

Untuk mendorong staff dan karyawan agar tetap bekerja lebih giat dalam

meningkatkan prestasinya, perusahaan memberikan insentif dan fasilitas berupa

materi maupun non materi, yakni :

1. Pemberian Cuti

Pemberian cuti tahunan, cuti sakit kepada staff dan karyawan tetap serta cuti

khusus dan cuti insidentil untuk staff dari pusat

2. Perawatan kesehatan

Diberikan perawatan Rumah Sakit untuk 1 orang istri dan 3 orang anak

3. Fasilitas Kerja

Perusahaan memberikan pakaian kerja, sarung tangan, kaca mata las, helm,

dan alat pengaman kepada regu produksi

4. Jaminan sosial

Seluruh staff dan karyawan yang bekerja di PBB Sumatera Utara

diikutsertakan pada PERUM JAMSOSTEK

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-16
II-16

5. Dana Pensiun

Kepada seluruh staff dan karyawan diberikan dana pensiun (BPLK) dan

asuransi untuk batas usia 55 tahun ke atas

6. Premi Produksi

Setiap karyawan mendapat premi jika mampu bekerja baik sehingga produk

yang dihasilkan melebihi target yang telah ditetapkan untuk shift produksi

7. Memberikan tunjangan

Memberikan tunjangan berupa THR atau Tahun Baru sebesar 1 bulan upah

8. Sarana / fasilitas

Staff dan karyawan mendapat fasilitas mess/penginapan, mushalla, serta

lapangan tennis

9. Makanan dan ekstra puding

Seluruh staff dan karyawan mendapat jatah 1 kali makan dan minum

secukupnya setiap hari, serta ekstra puding bubur kacang hijau dan susu setiap

hari Senin dan Kamis.

10. Koperasi Karyawan

Perusahaan juga memikili koperasi yang dikelola oleh para karyawan di

bawah pengawasan perusahaan.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-17
II-17

2.4. Proses Produksi

2.4.1. Standar Mutu Produk

Produk bermutu dan memiliki pelayanan yang baik merupakan usaha

perusahaan didalam menjual produknya pada konsumen. Keberhasilan perusahaan

sangat tergantung dari seberapa jauh perusahaan dapat mengerahui, mengerti dan

memahami permintaan pelanggan tersebut pengawasan mutu dilakukan terhadap

proses produksi yang ditujukan untuk menjaga konsistensi dari mutu produk

dengan melakukan pemeriksaan yang selektif terhadap mutu bahan baku yang

diterima.

Dalam hal mutu tiang pancang dan tiang listrik telah menentukan

spesifikasi teknis. Kriteria yang digunakan untuk memberi batasan pada mutu

adalah untuk pasir, koral/split, semen, PC wire, besi beton, besi plat sambung, dan

zat additive (Kaomighty, Rheobuild 900 I Degusa, Sicament NN, Glenium,

Viscocrate). Masing-masing karakteristik tersebut erat kaitannya dengan barang

yang akan dihasilkan. Oleh sebab itu spesifikasi mutu produk sangat menentukan

aspek pasar bagi produk itu sendiri.

Standar mutu bahan dapat diperlihatkan pada table 2.3, table 2.4, dan tabel

2.5, berikut ini :

Tabel 2.3. Bahan Baku Material Alam


No Parameter Standard
1 Pasir Kadar lumpur < 5 %
2 Koral/Split Kadar lumpur < 3 %
Sumber : PT. Wijaya Karya Beton Medan

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-18

Tabel 2.4. Bahan Baku Material Industri


II-18
No Parameter Standard
1 Semen SNI
2 PC Wire SNI
3 Kawat spiral SNI
4 Besi beton SNI
5 Besi Plat sambung SNI
6 Cat SNI
Sumber : PT. Wijaya Karya Beton Medan

Tabel 2.5. Bahan Tambahan Additive


No Parameter Standard
1 Kaomighty SNI
2 Rheobuild 900 i Degusa SNI
3 Sicament NN SNI
4 Glenium SNI
5 Viscocrate SNI
Sumber : PT. Wijaya Karya Beton Medan

2.4.2. Bahan Yang Digunakan

2.4.2.1. Bahan Baku.

Bahan baku adalah bahan utama dalam proses produksi dimana sifat dan

bentuknya akan mengalami perubahan. Adapun yang menjadi bahan baku utama

dalam produksi beton pada PT. WIKA BETON adalah :

1. Semen

Digunakan semen portlan tipe I (SII-0013-1977) yaitu semen Andalas dan

semen Padang.

2. Pasir (agrigat halus)

Pasir ini diperoleh dari sungai. Perusahaan memesan pasir sesuai dengan

peraturan beton bertulang Indonesia, yaitu:

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-19

a. Pasir untuk beton adalah merupakan pasir alam sebagai hasil desintegrasi

alami batu-batuan.

b. Pasir harus terdiri dari batu-batuan tajam dan keras. Butiran-butiran ini
II-19
harus bersifat melekat, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh

cuaca seperti : terik matahari dan hujan.

c. Pasir tidak boleh mengandung bahan-bahan organisme yang terlalu

banyak.

d. Kadar lumpur tidak boleh lebih dari 5 %, karena apabila lebih dapat

menurunkan mutu beton yang mengakibatkan: sampel/pecah, retak,

berongga.

3. Batu Kerikil (agrigat kasar)

Batu kerikil yang digunakan adalah:

a. Batu koral (alami)

b. Batu split (hasil pecahan)

4. Prestressed Concrete Wire (PC Wire) dengan diameter 7 mm, diimpor dari

Korea Selatan dengan daya tekan 200 Bar

5. Kawat baja spiral dengan diameter 4 mm, untuk pembuatan spiral dan cincin

kerangka

6. Kawat beton, untuk mengikat besi baja satu sama lain dalam proses

pembuatan kerangka

7. Katoda (BC Draad) digunakan dalam proses pengelasan untuk membentuk

cincin dari kawat spiral.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-20
II-20

2.4.2.2. Bahan Tambahan.

Yang dimaksud bahan tambahan adalah bahan yang ditambahkan pada

proses pengolahan untuk melengkapi dan memperbaiki mutu dari produk yang

dihasilkan oleh proses produksi. Yang termasuk bahan tambahan adalah :

1. Cat Pylox

Digunakan untuk pembuatan merk, nomor, kode tipe tiang.

2.4.2.3. Bahan Penolong.

Yang dimaksud dengan bahan penolong adalah bahan yang digunakan

langsung atau tidak langsung pada produk jadi dalam suatu proses yang

diperlukan dalam memperlancar penyelesaian suatu produk. Adapun yang

termasuk bahan penolong pada produk beton yaitu :

1. Air tanah, berfungsi untuk membantu pengadukan pada saat pencampuran

adukan beton, berfungsi pada saat proses spinning untuk membersihkan sisa

adukan beton pada pinggir cetakan, serta digunakan pada proses penguapan

dimana air akan diubah menjadi uap panas.

2. Minyak Ressiner, adalah sejenis minyak pelican yang dioleskan pada bagian

dalam dari mal yang berguna agar bahan-bahan campuran tidak lengket pada

mal dan dapat menghasilkan permukaan tiang yang halus.

3. Minyak gemuk, digunakan sebagai bahan pelincan baut mal.

4. Oli, digunakan pada mesin-mesin produksi agar mesin dapat bergerak dengan

lancar.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-21
II-21

5. Admixture, satu bahan kimia berbentuk cairan yang ditambahkan pada

campuran beton yang berguna untuk mempercepat proses pengeringan dan

memperkuat ikatan antara masing-masing unsur campuran beton.

2.4.3 Uraian Proses

Proses produksi adalah metode atau teknik untuk membuat suatu barang

atau jasa bertambah nilainya dengan menggunakan sumber tenaga kerja, mesin,

bahan baku, bahan penolong dan dana yang ada. Dalam memproduksi beton, PT.

WIKA BETON membagi lantai produksi menjadi dua departemen yang terdiri

dari Departemen Persiapan Tulangan dan Departemen Pembuatan Beton. Pada

Departemen Pembuatan Beton, PT. WIKA BETON membagi Proses produksi

dilakukan dalam 5 jalur yaitu :

A. Jalur I dan II melakukan produksi dengan system sentrifugal yang

menghasilkan produk berupa :

- Tiang Pancang

- Tiang Listrik

B. Jalur III menghasilkan produk berupa bantalan jalan rel

C. Jalur IV dan V melakukan produksi dengan system pracetak yang

menghasilkan produk berupa :

- Balok Jembatan

- Sheet File

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-22
II-22

Proses pembuatan produk pada PT. WIKA BETON terdiri dari beberapa

tahap yaitu :

1. Proses Persiapan Tulangan (Reinforcement Preparation),


Adapun material yang akan dirakit dicetakan terlebih dahulu dipersiapkan

di Workshop tulangan dengan proses sebagai berikut :

a. Pengujian PC Wire

Sebelum digunakan setiap PC Wire yang dipasok suplayer ke perusahaan

terlebih dahulu diuji di laboratorium independent.

b. Pemotongan PC Wire (cutting)

Besi baja dari tempat penumpukan dibawa ke daerah pemotongan besi dengan

menggunakan mesin potong (cutting machine) sesuai dengan kebutuhan

panjang tiang yang akan dibentuk.

c. Pembentukan Heading

Heading PC Wire ini dibuat untuk menahan PC Wire pada saat penarikan

tulangan nantinya dengan plat sambung. PC Wire dimasukkan ke lubang

pengarah mesin hingga menyentuh hammer. Mesin dioperasikan dengan

menekan/menginjak pedal/handle dari mesin heading. Untuk tiang pancang

yang menggunakan 2 plat sambung yang akan di stressing simultant

dimasukkan beserta tulangan spiral sebelum ujung PC Wire yang lain di

heading.

d. Pembentukan Spiral

Spiral digunakan sebagai tulangan yang dibentuk spiral. Spiral ini dililitkan

PC Wire. Pembentukan spiral dilakukan pada mesin spiral (coiling machine).

Mesin ini dilakukan secara otomatis apabila ukuran spiral untuk tipe tiang

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-23
II-23

yang dikehendaki telah selesai dibentuk atau dengan kata lain hingga jumlah

lilitan yang diperlukan sesuai dengan Standard Spesifikasi Produksi (SSP).

e. Pembuatan Cincin

Pembentukan cincin diawali dengan pembentukan spiral. Spiral ini kemudian

dipotong sesuai dengan ukuran yang selanjutnya dilas dengan menggunakan

las listrik untuk membentuk ring. Bahan untuk cincin ini adalah untuk

menahan PC Wire agar tidak melendut pada saat merangkai tulangan dengan

spiral.

f. Pembuatan plat sambung

Plat sambung yang telah dipasang keranjang dan secara manual plat sambung

dipasang pada kepala PC wire, diameter dari plat sambung itu sendiri

disesuaikan dengan diameter produk yang akan dibuat.

2. Persiapan Cetakan Beton

Cetakan di atas trolly dibawa ke bagian tulangan dan diangkut dengan

hoist ke trostel tulangan. Sebelum melanjut ke proses berikutnya, terlebih dahulu

cetakan dibersihkan dari kotoran/sisa adukan beton yang masih melekat dengan

kape dan kuas pembersih, lalu pada permukaan cetakan atau mal dioleskan

dengan minyak cetakan secara tipis dan merata. Minyak cetak terbuat dari minyak

kelapa sawit ditambahkan solar yang fungsinya agar campuran beton nantinya

tidak lengket dan menghasilkan permukaan beton yang halus.

3. Pembuatan Adukan Beton (Concrete Mixing)

Bahan yang digunakan untuk campuran beton ini adalah pasir, koral,

semen dan air dan zat additive(kaomight). Mutu bahan baku terlebih dahulu

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-24
II-24

diteliti sebelum digunakan. Semua bahan tersebut dicampur dengan komposisi

yang telah ditentukan sesuai dengan standart mutu, dan jenis produk.

Pencampuran beton dilakukan dengan menggunakan mesin pengaduk (mesin

molen), sehingga diperoleh adonan yang merata. Untuk menjaga konsistensi mutu

beton, setelah pengadukan selesai secara random dilakukan pengambilan sampel

untuk diuji di laboratorium beton

4. Pembuatan Benda Uji Beton

Pengujian mutu beton merupakan aktivitas yang penting dalam

pelaksanaan produksi agar produk yang dihasilkan tetap berada dalam standar

yang telah ditetapkan.

5. Perakitan Tulangan (Reinforcemant Assambly)

Cetakan dan ujung plate di bersihkan dari kotoran/sisa adukan beton.

Pasang ujung plate atas dan bawah pada cetakan bawah kemudian kencangkan

baut dorong. Minyak cetakan dioleskan secara tipis dan merata pada cetakan.

Letakkan spiral pada cetakan bawah. Cincin/ring lalu diikatkan pada baja dengan

menggunakan kawat pengikat, dimana ring disusun lebih rapat pada ujung tiang.

Kegunaan ini adalah untuk menahan beban instalasi dan untuk membentuk

rangkaian agar tidak bergelombang. Gulungan spiral yang masih terikat diujung

mal direntangkan, disusun sedemikian rupa dan kemudian diikatkan pada besi

baja dengan kawat pengikat. Bila rangkaian telah rampung, maka diangkut ke

daerah pemasukan rangkaian ke dalam mal (table of reinforcement).

Perakitan tulangan ke dalam cetakan ini dilakukan sesuai dengan tipe

produk yang ingin dibuat, kemudian cetakan siap untuk dicor dengan adukan

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-25
II-25

beton. Cetakan yang telah siap untuk dicor dengan adukan beton dipindahkan

kebagian pengecoran diatas trolly dengan menggunakan hoist.

6. Pengecoran Adukan Beton (Concrete Filling)

Rangkaian yang berasal dari daerah penumpukan sementara atau yang

langsung dari daerah perangkaian dimaksukkan ke dalam mal yang sudah bersih

di daerah table of reinforcement. Kedua ujung rangkaian diikatkan pada ujung mal

(atas dan bawah) dengan menggunakan penutup. Bila proses ini selesai, rangkaian

dalam mal diangkut ke daerah pengecoran dan siap untuk dicor. Selnjutnya dalam

mal diangkut kedaearah pengecoran dan siap untuk dicor. Selanjutnya latakkan

cetakan diatas trolly cor. Pasang tebeng cor pada kanan dan kiri cetakan bawah.

Masukkan adukan ke dalam hopper, kemudian tuangkan ke dalam cetakan.

Penuangan dimulai 1 meter dari ujung, bergerak maju ke arah ujung yang lain.

Distribusikan adukkan secara merata disepanjang cetakan ke jok pada bagian

ujung. Yang penting diperhatikan adalah bahwa pada bagian mal harus sedikit

dikurangi, karena nantinya pada saat pemutaran, sisa bahan akan bergeser kearah

pangkal mal. Tempatkan cetakan ke lokasi penutupan.

7. Penutupan Cetakan dan Penarikan Kawat Pra-Tekan (Mould Closing dan

Prestressing).

Setelah adonan beton merata, lalu dipasang karet spon dibagian kanan dan

kiri cetakan sambil dirapikan. Penutup cetakan dan bersamaan dengan itu penutup

atas dibawa dengan craine hoist. Setelah penutup atas cetakan tepat menutupi

cetakan maka seluruh baut cetakan dikunci dengan menggunakan Inpect tool. Bila

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-26
II-26

seluruh baut telah dikencangkan maka dilakukan stressing akhir dengan

mengendurkan baut dorong pada end plate.

8. Pemutaran Cetakan (Mould Spinning)

Pada bagian pemutaran (spinning) telah tersedia roda atau roll pemutar

yang akan memutar cetakan.Setelah cetakan diletakkan diatas roll pemutar maka

mesin spinning akan menggerakkan roll. Pemutaran cetakan pada mesin putar

(spinning machine) ini bertujuan untuk memadatkan adonan beton di dalam

cetakan dengan memanfaatkan gaya sentrifugal yang ditimbulkan oleh mesin

putar. Proses pemadatan dengan gaya sentrifugal ini menjadikan beton lebih padat

sehingga memiliki daya tahan terhadap korosi tinggi dan dilakukan secara

bertahap untuk mencegah timbulnya rongga pada beton.

Setelah tahapan spinning selesai maka cetakan diangkat dan dibawa

kebak perawatan uap dengan menggunakan craine hoist. Sebelumnya limbah

dibuang dari dalam cetakan dengan memiringkan posisi cetakan sehingga limbah

dapat keluar dan dialirkan ke bak limbah.

9. Perawatan Uap (Steam Curing)

Setelah proses pemadatan, maka proses selanjutnya adalah pengeringan

dengan menguapkan uap panas 700C1000C yang bertujuan untuk memperpendek

waktu pengerasan beton. Proses ini dilakukan selama 3-6 jam. Temperatur

penguapan juga tidak boleh melebihi dari 1000 C, karena dapat mempengaruhi

permukaan beton. Setelah penguapan dilakukan, kemudian dilakukan pendinginan

selama 30-60 menit secara manual.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-27
II-27

10. Pembukaan Cetakan (Mould Stripping).


Setelah proses perawatan dengan uap, angkat cetakan dari trestle, dan

letakkan pada trolly buka. Lepaskan baut. Lakukan pemotongan besi pra-tegang

dengan alat potong las (blander) satu persatu secara menyilang. Potong besi pra

tegang pada ujung yang lain dengan menggunakan blander potong. Kendorkan

baut dengan menggunakan impact tool. Lepaskan klem dan letakkan di atas

cetakan atas. Angkat cetakan atas, cetakan digantung, bersihkan dengan minyak

secara tipis dan merata. Buka ujung plate pada kedua ujungnya dan lakukan

penandaan sesuai dengan instruksi. Dan saat bersamaan pula produk diinspeksi

mutunya dan dibuat label pada produk jadi yaitu dengan cat semprot kompresor

diberikan merek WIKA tanggal produksi nomor produk dan kode tipe produk.

Contohnya sebagai berikut :

a. Label produk tiang pancang

WIKA Artinya

35 COB15.9.W Diameter tiang pancang = 35 cm

Tipe tiang/klas = CO

Model tiang = bottom (B)

Panjang tiang = 15 m

Jenis tulangan = PC Wire 9 mm

13-01-2009 tanggal produksi = 13 january 2009

8213383 Kode wilayah pabrik =8

Nomor jalur =2

Nomor urut produksi = 13383

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-28
II-28

b. Label produk tiang listrik

WIKA Artinya

7-100-124 Panjang tiang listrik =7m

Beban Design = 100

Diameter atas tiang = 124 mm

13-01-2009 Tanggal produksi = 13 january 2009

8213397 Kode wilayah pabrik =8

Nomor jalur =2

Nomor urut produksi = 13397

Merek cat yang digunakan yaitu Nippon Paint. Cetakan diangkat dengan

craine hoist dengan cara dimiringkan untuk mengeluarkan produk jadi ke atas

trolly, kemudian dibawa ke stock yard dengan menggunakan trolly.

11. Perawatan Air dan Finishing (Finishing and Water Curing).

Dalam penanganan produk jadi yang dilakukan adalah proses penumpukan

dan perawatan produk di stock yard. Sebelumnya produk diservice dan diolesi

minyak solar pada plat sambung serta pengecekan akhir pada lubang tembus dan

permukaan tiang. Produk jadi yang memenuhi standart ditumpuk di stock yard

(gudang terbuka) dengan cara susunan memanjang simetris dan melebar, dimana

diantara batangan produk yang ditumpuk tersebut dibatasi dengan kasu atau kayu

balok dan di bagian pinggir diberi penahan segitiga agar susunan produk tidak

jatuh. Penahan segitiga terbuat dari coran semen yang dicetak segi tiga dengan

ukuran 11 x 7 x 7 cm dengan lebar 8 cm. Selanjutnya selama 3 hari dilakukan

perawatan air dan hasil cetakan siap untuk didistribusikan.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
II-29I-29

Untuk lebih jelasnya proses produksi untuk jenis tiang pancang bulat dapat

dilihat pada gambar 2.2

Persiapan Tulngan

Persiapan Cetakan

Pembuatan Adukan Beton

Pembuatan Benda Uji

Stressing 1 PC Wire Penulangan Di Cetakan

Pengadukan Beton Pengecoran Adukan Beton

Penutupan Cetakan
Stressing 11 PC Wire

Pemutaran Cetakan

PerawatanUap

Pembukaan Cetakan

Perawatan Air dan


Penyelesaian Akhir

Gambar 2.2. Proses Produksi Tiang Pancang

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-30

2.5.Mesin Dan Peralatan

2.5.1. Mesin Produksi dan Peralatan

Adapun spesifikasi mesin produksi yang ada di PT. WIKA BETON dapat

dilihat pada Lampiran 2.

2.5.2. Utilitas

Utilitas adalah segala sesuatu yang digunakan agar proses yang terjadi

dapat berjalan dengan efektif dan ekonomis guna mendapatkan hasil yang

optimal. Sarana utilitas digunakan untuk meningkatkan mutu memelihara

peralatan, menjaga keseimbangan dalam proses pengolahan disamping

penggunaan pokoknya sebagai penggerak peralatan.

Untuk kelancaran kegiatan produksi, maka diperlukan unit pendukung

seperti dibawah ini :

1. Genset

Fungsi : Pembangkit Listrik/penghasil tenaga listrik pada pabrik dengan

menggunakan bahan bakar minyak solar

2. Boiler

Fungsi : Penghasil uap untuk didistribusikan ke bak steam curing guna

mempersingkat waktu pengerasan produk.

3. WTC (Water cooling tower)

Fungsi : Penampung air yang berasal dari sumur untuk kebutuhan produksi

dan pabrik.

4. Air Process Unit

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-31
II-31

Fungsi : Menghasilkan udara bertekanan yang melalui screw compressor

5. Transportasi (Sarana Pengangkut)

Fungsi : Untuk memenuhi kebutuhan material alam dan material

industri,maka perusahaan menggunakan :

a. Satu unit forklift

Fungsi : Memindahkan bahan-bahan yang mempunyai volume besar dan

berat seperti buttem tiang pancang, drum additive dan besi untuk produk

bantalan rel kereta api serta membawanya dekat lantai produksi.

b. Satu unit drum truck

Fungsi : Memindahkan material alam seperti pasir, split dari tempat

penumpukan material dan memindahkan limbah pabrik ke sentral

penumpukan.

c. Tiga unit wheel loader

Fungsi : Memindahkan material alam seperti pasir, split keatas drum truck

dan memindahkan limbah keatas drum truck.

d. Dua unit mobil pick up

Fungsi : Memindahkan buttem tiang pancang dan menarik grobak yang

berisi tulangan dari work shop tulangan kedekat lantai produksi.

6. Work shop cetakan

Fungsi : Untuk merawat dan memperbaiki cetakan sehingga menghasilkan

cetakan yang bermutu.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-32
II-32

. Bak stem curing

Fungsi : Untuk proses penguapan dan mempercepat pembukaan produk

yang dihasilkan.

2.5.3. Safety & Fire Protection

Safety merupakan usaha untuk mengadakan perlindungan terhadap seluruh

peralatan, supaya jangan terjadi kecelakaan tenaga kerja, selamat, dan sehat

sewaktu melaksanakan pekerjaan agar seluruh peralatan harus dilengkapi dengan

alat keselamatan kerja sehingga dapat dioperasikan dengan baik dan aman tanpa

mengalami ngangguan terhadap operator. Hal-hal yang harus diperhatikan untuk

perlindungan PT. WIKA BETON telah menetapkan prosedur adalah sebagai

berikut :

1. Panel control : Hubungan listrik (baik antar fasa atau fasa netral atau fasa

nol) dapat mengakibatkan ledakan dan sebagainya. Jika terjadi ledakan

gunakan APAR (CO2 / AF 11).

2. Putaran spinning dapat menyebabakan gangguan telinga. Pastikan

menggunakan ear plug saat melakukan proses spinning.

3. Jenis zat additive dapat mengakibatkan nyeri dan bercak luka pada kulit.

Gunakan sarung tangan untuk setiap proses operasi.

4. Pada karyawan kantor yang memakai fasilitas komputer dapat

mempengaruhi daya kerja otot mata. Setiap 2 jam alihkan pandangan dari

monitor. Pandangan keluar dengan focus sejauh mungkin untuk rileksasi

mata selama beberapa menit.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-33
II-33

Teknik penggunaan racun api

1. Pastikan jenis racun api yang anda pakai (CO2, AF11/Halon, Powder).

2. Pastikan racun api masih ada isi dan baik (Lihat code tekanan).

3. Bawa racun api ke tempat lokasi.

4. Buka/tarik pin racun api.

5. Arahkan nozzle (horizontal) tepat diatas api.

6. Tekan pemicu racun api dengan kuat.

7. Setelah selesai tempatkan kembali racun api pada posisi semula.

Teknik penggunaan hydrant

1. Buka dan tarik pipa hydrant ketempat lokasi api

2. Pastikan penggerakkan pipi bebas (tidak terlipat).

3. Arahkan nozzle ke titik api, pegang nozzle dengan kuat.

4. Setelah siap, berikan kode untuk membuka valve hydrant.

5. Fokuskan pada satu demi satu titik api (jangan menyebar).

6. Setelah selesai tutup valve hydrant dan pastikan air tidak ada tersisa

pada pipa.

7. Gulung dan letakkan kembali hydrant pada tempatnya.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-34
II-34

2.5.4. Waste Treatment

Perusahaan pembuatan beton pracetakan ini tidak menghasilkan limbah

yang berbahaya bagi lingkungan sekitarnya, namun limbah dapat dipergunakan

kembali oleh masyarakat sekitar untuk membuat paping block.

Limbah yang dihasilkan oleh produksi pada PT. WIKA BETON berupa

cairan yang mengandung serbuk halus semen. Penanganan lingkungan hidup ini

difokuskan kepada penanganan limbah. Perusahaan menyadari akan pentingnya

keselamatan lingkungan hidup disekitar pabrik. Limbah yang ada pada PT. WIKA

BETON adalah merupakan limbah cair yang berasal dari bagian pengecoran.

Dalam hal pengolahan limbah pabrik, perusahaan telah menyediakan dua

buah sumur limbah, dimana air keras coran disimpan didalam sumur ini. Setelah

mengeras dibuang kebelakang pabrik. Adapun jenis limbah yang dihasilkan

berupa air pencucian split, tumpahan sisa-sisa hasil produk, limbah padat akibat

pencampuran pasir, screen dan sisa additive pada saluran air. Dan limbah berupa

bekaspotongan PC Wire, dan karet busa ditumpuk pada bak penumpukan.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-35

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Efektivitas Mesin

Fungsi mesin-mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi

akan mengalami penurunan efektivitas sejalan dengan semakin bertambahnya usia

mesin dan penurunan kemampuan mesin dan peralatan tersebut. Oleh karena itu,

untuk menunjang kelancaran proses produksi dan meningkatkan efektivitas mesin,

perlu adanya pemeliharaan yang dilakukan secara continous dan

berkesinambungan. Overall Equipment Effectiveness (OEE) merupaka salah satu

metode yang dikembangkan di Jepang yang dapat digunakan untuk menghitung

tingkat efektivitas dari penggunaan mesin/peralatan sebagai usaha untuk

mengeleminasi kerugian-kerugian yang diakibatkan oleh tidak efektifnya

penggunaan mesin/peralatan.

Mesin merupakan pengubah energi yang beroperasi berdasarkan prinsip-

prinsip logis, rasional, dan bahkan benar-benar matematis. Untuk mendukung

aktivitas produksi secara lebih berhasil dan berdaya guna, maka keberadaan suatu

organisasi perawatan mesin cukup mempunyai arti tersendiri. Pada dasarnya apa

yang diharap dari keberadaan perawatan mesin tidak lain adalah untuk

meningkatkan efektivitas mesin serta porsi keuntungan bagi pemilik perusahaan.

Hal ini bisa dimungkinkan, karena dengan perawatan mesin maka dapat ditekan

ongkos produksi di samping dapat pula ditingkatkan kapasitas produksi suatu

mesin hingga estimate umur ekonomisnya.


III-1
Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-36
III-2

Perbaikan efektivitas mesin merupakan suatu sistem pemeliharaan

peralatan secara menyeluruh yang melibatkan partisipasi karyawan dan

departemen melalui penerapan berbagai metode pemeliharaan dengan

mempertimbangkan aspek ekonomi, efektivitas dan efisiensi biaya pemeliharaan.

Efektivitas (tepat saran) merupakan upaya untuk mencapai tujuan dengan waktu

yang cepat dan tepat yaitu upaya yang dilakukan dengan perbaikan yang

diorganisir dan dilaksanakan berdasarkan orientasi kemasa depan, dengan

pengendalian dan dokumentasi mengacu pada rencana yang telah disusun

sebelumnya. Sedangkan efisiensi (tepat guna) merupakan upaya yang dilakukan

untuk mencapai tujuan dengan memperhatikan segala aspek, atau faktor-faktor

yang ditimbulkan dan melakukan penyelesaian masalah.

3.2. Defenisi Maintenance

Pada industri manufaktur mesin-mesin dan peralatan yang telah tersedia

dan siap pakai dibutuhkan setiap saat proses produksi akan dimulai. Fungsi

mesin/peralatan yang digunakan dalam proses produksi tersebut akan mengalami

kerusakan sejalan dengan semakin menurunnya kemampuan mesin/peralatan

tersebut, tetapi usia kegunaannya dapat diperpanjang dengan melakukan

perbaikan secara berkala melalui suatu aktivitas pemeliharaan yang tepat.

Menurunnya kemampuan mesin/peralatan ada dua jenis, yakni :

1. Natural Deterioration yaitu menurunnya kinerja mesin/peralatan secara alami

akibat terjadi pemburukan/keausan pada fisik mesin/peralatan selama waktu

pemakaian walaupun penggunaannya secara benar.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-37
III-3

2. Accelerated Deterioration yaitu menurunnya kinerja mesin/peralatan akibat

kesalahan manusia (human error) sehingga dapat mempercepat

pemburukan/keausan mesin/peralatan karena mengakibatkan tindakan dan

perlakuan yang tidak seharusnya dilakukan terhadap mesin/peralatan.

Kerusakan yang terjadi pada mesin/peralatan dapat terjadi karena banyak

sebab dan terjadi pada waktu yang berbeda sepanjang umur mesin/peralatan

tersebut digunakan. Oleh karena itulah dalam usaha mencegah dan berusaha untuk

menghilangkan kerusakan yang mungkin timbul ketika proses produksi berjalan,

dibutuhkan cara dan metode untuk mengantisipasinya dengan melakukan kegiatan

pemeliharaan mesin/peralatan.

Pemeliharaan adalah semua tindakan teknis dan administratif yang

dilakukan untuk menjaga agar kondisi mesin/peralatan tetap baik dan dapat

melakukan segala fungsinya dengan baik, efisien, dan ekonomis sesuai dengan

tingkat keamanan yang tinggi. Sedangkan menurut Assauri, menyatakan

pemeliharaan sebagai kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas/peralatan

dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian/penggantian yang diperlukan agar

terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang

direncanakan.

Pada dasarnya hasil yang diharapkan dari kegiatan pemeliharaan

mesin/peralatan (equipment maintenance) mencakup dua hal sebagai berikut :

1. Condition maintenance yaitu mempertahankan kondisi mesin/peralatan agar

berfungsi dengan baik sehingga komponen-komponen yang terdapat dalam

mesin juga berfungsi sesuai dengan umur ekonomisnya.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-38
III-4

2. Replacement maintenance yaitu melakukan tindakan perbaikan dan

penggantian komponen mesin tepat pada waktunya sesuai dengan jadwal yang

telah direncanakan sebelum kerusakan terjadi.

3.3. Tujuan Maintenance

Maintenance dilakukan pada mesin/peralatan dengan maksud agar tujuan

komersil perusahaan dapat tercapai dan juga kegiatan maintenance yang

dilakukan adalah untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan seperti terjadinya

kerusakan yang terlalu cepat dimana kerusakan tersebut bisa saja dikarenakan

keausan akibat pengoperasian yang salah. Karena maintenance adalah kegiatan

pendukung bagi kegiatan komersil, maka seperti kegiatan lainnya, maintenance

harus efektif, efisien dan berbiaya rendah. Dengan adanya kegiatan maintenance

ini, maka mesin/peralatan produksi dapat digunakan sesuai dengan rencana dan

tidak mengalami kerusakan selama jangka waktu tertentu yang telah direncanakan

tercapai.

Beberapa tujuan maintenance yang utama antara lain :

1. Untuk memperpanjang umur/masa pakai dari mesin/peralatan

2. Menjaga agar setiap mesin/peralatan dalam kondisi baik dan dalam keadaan

dapat berfungsi dengan baik

3. Dapat menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk

produksi

4. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan

dalam keadaan darurat setiap waktunya

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
III-5
I-39

5. Memaksimumkan ketersediaan semua mesin/peralatan sistem produksi

(mengurangi downtime)

6. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.

7. Dapat mendukung upaya memuaskan pelanggan.

3.4. Jenis-jenis Maintenance

3.4.1. Planned Maintenance (Pemeliharaan Terencana)

Planned maintenance (pemeliharaan terencana) adalah pemeliharaan yang

diorganisasi dan dilakukan dengan pemikiran ke masa depan, pengendalian dan

pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Oleh karena

itu program maintenance yang akan dilakukan harus dinamis dan memerlukan

pengawasan dan pengendalian secara aktif dari bagian maintenance melalui

informasi dari catatan riwayat mesin/peralatan.

Konsep planned maintenance ditujukan untuk dapat mengatasi masalah

yang dihadapi manajer dengan pelaksanaan kegiatan maintenance. Komunikasi

dapat diperbaiki dengan informasi yang dapat memberi data yang lengkap untuk

mengambil keputusan. Adapun data yang penting dalam kegiatan maintenance

antara lain laporan permintaan pemeliharaan, laporan pemeriksaan, laporan

perbaikan, dan lain-lain.

Pemeliharaan terencana (planned maintenance) terdiri dari tiga bentuk

pelaksanaan, yaitu :

a. Preventive Maintenance (Pemeliharaan Pencegahan)

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-40
III-6

Preventive maintenance (pemeliharaan pencegahan) adalah tindakan-

tindakan maintenance yang dilakukan ketika dan selama mesin/peralatan sedang

beroperasi dengan baik, sebelum mesin/peralatan tersebut rusak yang bertujuan

untuk menjaga agar mesin/peralatan tidak rusak dan mendeteksi gejala akan

terjadinya kerusakan secara dini, sehingga dapat bertindak untuk mengadakan

perbaikan sebelum mesin/peralatan mengalami breakdowns.

Gambaran yang diperoleh dari pengertian di atas adalah bahwa kegiatan

pemeliharaan pencegahan yang paling penting adalah pemeriksaan (inspection),

yang meliputi pemeriksaan terhadap semua mesin/peralatan produksi yang sesuai

dengan rencana dan pembuatan laporan-laporan dari hasil pemeriksaan.

Dengan demikian semua fasilitas produksi yang dikenai preventive

maintenance akan terjamin kelancaran kerjanya dan selalu diusahakan dalam

kondisi atau keadaan yang siap dipergunakan untuk setiap operasi atau proses

produksi pada setiap saat. Sehingga dapatlah dimungkinkan pembuatan suatu

rencana dan jadwal pemeliharaan dan perawatan yang sangat cermat dan rencana

produksi yang lebih tepat.

b. Corrective Maintenance (Pemeliharaan Perbaikan)

Corrective maintenance (pemeliharaan perbaikan) adalah suatu kegiatan

maintenance yang dilakukan setelah terjadinya suatu kerusakan atau kelainan

pada mesin/peralatan sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik. Corrective

maintenance menuntut para operator yang mengoperasikan mesin/peralatan untuk

melaksanakan dua hal yang mencakup:

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-41
III-7

1. Mencatat hasil yang diperoleh dari inspeksi harian mencakup semua

kerusakan-kerusakan yang timbul secara detil dan terperinci.

2. Secara aktif ikut berperan untuk memberikan ide-ide yang membangun

bertujuan pencegahan terjadinya kerusakan mesin/peralatan dan

mengantisipasi kondisi yang memungkinkan akan mengakibatkan kerusakan

mesin/peralatan.

c. Predictive Maintenance (Pemeliharaan Perbaikan)

Predictive maintenance adalah tingkatan-tingkatan mainetenance yang

dilakukan pada tanggal yang telah ditetapkan berdasarkan prediksi hasil analisa

dan evaluasi data operasi yang diambil pada interval-interval waktu tertentu. Data

rekaman yang untuk melakukan predictive maintenace itu dapat berupa data

getaran, temperatur, vibrasi, flow rate dan lain-lainnya. Perencanaan predictive

maintenance dapat dilakukan berdasarkan laporan oleh operator lapangan yang

diajukan melalui work order ke departemen maintenance untuk dilakukan

tindakan yang tepat sehingga tidak akan merugikan perusahaan.

3.4.2. Unplanned Maintenance (Pemeliharaan Tak Terencana)

Unplanned maintenance biasanya berupa breakdown/emergency

maintenance. Breakdown/emergency maintenance (pemeliharaan darurat) adalah

tindakan maintenance yang tidak akan dilakukan pada mesin/peralatan yang

masih dapat beroperasi, sampai mesin/peralatan tersebut rusak dan tidak dapat

berfungsi lagi. Melalui bentuk pelaksanaan pemeliharaan tak terencana ini,

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-42
III-8

diharapkan penerapan pemeliharaan tersebut akan dapat memperpanjang umur

pakai dari mesin/peralatan, dan dapat memperkecil frekuensi kerusakan.

3.4.3. Autonomous Maintenance (Pemeliharaan Mandiri)

Autonomous berarti independen atau juga mandiri. Jadi autonomous

maintenance atau pemeliharaan mandiri merupakan suatu kegiatan untuk dapat

meningkatkan produktivitas dan efisiensi mesin melalui kegiatan-kegiatan yang

dilaksanakan oleh operator untuk memelihara mesin/peralatan yang mereka

tangani sendiri. Prinsip-prinsip yang terdapat pada 5 S, merupakan prinsip yang

mendasari kegiatan autonomous maintenance, yaitu :

1. Seiri (clearing up) ; Memilah benda-benda yang tidak diperlukan

2. Seiton (organizing) ; Menempatkan benda-benda yang diperlukan dengan rapi

3. Seiso (cleaning) ; Membersihkan peralatan dan tempat kerja

4. Seikatsu (standarizing) ; Membuat standar kebersihan, pelumasan dan

inspeksi

5. Shitsuke (training and discipline) ; Meningkatkan skill dan moral

Autonomous maintenance diimplementasikan melalui 7 langkah yang akan

membangun keahlian yang dibutuhkan operator agar mereka mengetahui tindakan

apa yang seharusnya dilakukan.

Tujuh langkah kegiatan yang terdapat dalam autonomous maintenance adalah :

1. Membersihkan dan memeriksa (clean and inspect)

2. Membuat standar pembersihan dan pelumasan (draw up cleaning and

lubricating standards)

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-43
III-9

3. Menghilangkan sumber masalah dan area yang tidak terjangkau (eliminate

problem and inaccesible area)

4. Melaksanakan pemeliharaan mandiri (conduct autonomous maintenance)

5. Melaksanakan pemeliharaan menyeluruh (conduct general inspections)

6. Pemeliharaan mandiri secara penuh (fully autonomous maintenance)

7. Pengorganisasian dan kerapian (organization and tidines)

3.5. Tugas dan Pelaksanaan Kegiatan Maintenance

Maintenance adalah untuk dapat memelihara reliabilitas sistem

pengoperasian pada tingkat yang dapat diterima dan tetap memaksimumkan laba

dan meminimumkan biaya. Maintenance yang cenderung untuk memperbaiki

reliabilitas sistem, termasuk pada kategori kebijaksanaan pokok yang dapat

diperinci sebagai berikut :

1. Kebijaksanaan yang cenderung untuk mengurangi frekuensi kerusakan

peralatan produksi

2. Kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk kegiatan pemeliharaan dilaksanakan

dengan mempertimbangkan dua hal yaitu penggantian mesin/peralatan dan

pelaksanaan reperasi serta didukung oleh keahlian dan keterampilan teknikal.

Penggantian peralatan tersebut harus berdasarkan pada :

a. Perhitungan terhadap semua faktor biaya.

b. Analisa nilai ekonomis mesin/peralatan lama dan mesin/peralatan baru.

c. Cadangan mesin/peralatan yang harus segera dimanfaatkan.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-44
III-10

Seluruh kegiatan maintenance dapat digolongkan ke dalam salah satu dari

lima tugas pokok berikut, yaitu :

1. Inspeksi (Inspection)

Kegiatan inspeksi meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan secara

berkala (routine schedule check) terhadap mesin/peralatan sesuai dengan rencana

yang bertujuan untuk mengetahui apakah perusahaan selalu mempunyai fasilitas

mesin/peralatan yang baik untuk menjamin kelancaran proses produksi.

2. Kegiatan Teknik (Engineering)

Kegiatan teknik meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru

dibeli, dan kegiatan pengembangan komponen atau peralatan yang perlu diganti,

serta melakukan penelitian-penelitian terhadap kemungkinan pengembangan

komponen atau peralatan, juga berusaha untuk mencegah timbulnya seminimal

mungkin terjadinya kerusakan

3. Kegiatan Produksi

Kegiatan produksi merupakan kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya,

yaitu memperbaiki mesin/peralatan produksi.

4. Kegiatan Administrasi

Kegiatan administrasi merupakan kegiatan yang berhubungan dengan

pencatatan-pencatatan mengenai biaya-biaya yang terjadi dalam melakukan

kegiatan pemeliharaan, penyusunan planning dan schedulling, yaitu rencana

kapan suatu mesin/peralatan tersebut harus diperiksa, diservis dan diperbaiki.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-45
III-11

5. Pemeliharaan Bangunan

Kegiatan pemeliharaan bangunan merupakan kegiatan yang tidak termasuk

dalam kegiatan teknik dan produksi dari bagian maintenance.

3.6. Total Productive Maintenance (TPM)

3.6.1. Pendahuluan

Manajemen pemeliharaan mesin/peralatan modern dimulai dengan apa

yang disebut preventive maintenance (pemeliharaan pencegahan) yang kemudian

berkembang menjadi productive maintenance. Kedua metode pemeliharaan ini

umumnya disingkat dengan PM dan pertama kali diterapkan oleh industri-industri

manufaktur di Amerika Serikat dan pusat segala kegiatannya ditempatkan pada

satu departemen yang disebut dengan maintenance department.

Preventive maintenance (pemeliharaan pencegahan) mulai dikenal pada

tahun 1950-an, yang kemudian berkembang seiring dengan berkembangnya

teknologi yang ada dan kemudian pada tahun 1960-an muncul apa yang disebut

dengan productive maintenance. Total productive maintenance (TPM) mulai

dikembangkan pada tahun 1970-an pada perusahaan Nippondenso Co. di negara

Jepang yang merupakan pengembangan konsep maintenance yang diterapkan

pada perusahaan industri manufaktur Amerika Serikat yang disebut preventive

maintenance (pemeliharaan pencegahan). Mempertahankan kondisi

mesin/peralatan yang mendukung pelaksanaan proses produksi merupakan

komponen yang penting dalam pelaksanaan pemeliharaan unit produksi. Tujuan

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-46
III-12

dari pemeliharaan produktif (productive maintenance) adalah untuk mencapai apa

yang disebut dengan profitable PM.

3.6.2. Pengertian Total Productive Maintenance (TPM)

TPM adalah hubungan kerjasama yang erat antara perawatan dan

organisasi produksi secara menyeluruh yang bertujuan untuk meningkatkan

kualitas produk, mengurangi waste, mengurangi biaya produksi, meningkatkan

kemampuan peralatan dan pengembangan dari keseluruhan sistem perawatan pada

perusahaan manufaktur. Secara menyeluruh definisi dari total productive

maintenance menurut Nakajima mencakup lima elemen berikut:

1. TPM bertujuan untuk menciptakan suatu sistem preventive maintenance (PM)

untuk memperpanjang umur penggunaan mesin/peralatan.

2. TPM bertujuan untuk memaksimalkan efektivitas mesin/peralatan secara

keseluruhan (overall effectiveness)

3. TPM dapat diterapkan pada berbagai departemen (seperti engineering, bagian

produksi, bagian maintenance)

4. TPM melibatkan semua orang mulai dari tingkatan manajemen tertinggi

hingga para karyawan/operator lantai pabrik.

5. TPM merupakan pengembangan dari sistem maintenance berdasarkan PM

melalui manajemen motivasi : autonomous small group activities.

Subjek utama yang menjadi ide dasar dari kegiatan TPM adalah manusia

dan mesin. Dalam hal ini diusahakan untuk dapat merubah pola pikir manusia

terhadap konsep pemeliharaan yang selama ini biasa dipakai. Pola pikir saya

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-47
III-13

menggunakan peralatan dan orang lain yang memperbaiki harus diubah menjadi

saya merawat peralatan saya sendiri. Untuk itu para karyawan dituntut untuk

dapat belajar menggunakan dan merawat mesin/peralatan dengan baik dan dengan

demikian perlu dipersiapkan suatu sistem pelatihan (training) yang baik.

3.6.3. Manfaat dari Total Productive Maintenance (TPM)

Manfaat dari penerapan TPM secara sistematik dalam rencana kerja jangka

panjang pada perusahaan pada khususnya menyangkut faktor-faktor berikut :

1. Peningkatan produktivitas dengan menggunakan prinsip-prinsip TPM akan

meminimalkan kerugian-kerugian pada perusahaan.

2. Meningkatkan kualitas dengan TPM, meminimalkan kerusakan pada

mesin/peralatan dan waktu mesin tidak bekerja (downtime) mesin dengan

metode yang terfokus.

3. Waktu delivery ke konsumen dapat ditepati, karena produksi yang tanpa

gangguan akan lebih mudah untuk dilaksanakan.

4. Biaya produksi rendah karena rugi-rugi dan pekerjaan yang tidak memberi

nilai tambah dapat dikurangi.

5. Kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja lebih baik.

6. Meningkatkan motivasi tenaga kerja, karena hak dan tanggung jawab

didelegasikan pada tiap orang.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-48
III-14

3.7. Analisis Produktivitas : Six Big Losses (Enam Kerugian Besar)

Rendahnya produktivitas mesin/peralatan yang menimbulkan kerugian

bagi perusahaan sering diakibatkan oleh penggunaan mesin/peralatan yang tidak

efektif dan efisiensi terdapat dalam enem faktor yang disebut enam kerugian besar

(Six Big Losses). Efisiensi adalah ukuran yang menunjukkan bagaimana sebaiknya

sumber-sumber daya digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan

output. Efisiensi merupakan karakteristik proses yang mengukur performansi

aktual dari sumber daya relatif terhadap standar yang ditetapkan. Sedangkan

efektivitas mesin merupakan karakteristik dari proses yang mengukur derajat

pencapaian output mesin dalam suatu sistem produksi. Efektivitas diukur dari

rasio output actual terhadap output yang direncanakan. Dalam era persaingan

bebas saat ini pengukuran sistem produksi yang hanya mengacu pada kuantitas

output semata akan dapat menyesatkan (Misleading), karena pengukuran ini tidak

memperhatikan karakateristik utama dari proses yaitu : kapasitas, efisiensi dan

efektivitas.

Menggunakan mesin/peralatan seefisien mungkin artinya adalah

memaksimalkan fungsi dari kinerja mesin/peralatan produksi dengan tepat guna

dan berdaya guna. Untuk dapat meningkatkan produktivitas dan mesin/peralatan

yang digunakan maka perlu dilakukan analisis produktivitas dan efisiensi

mesin/peralatan pada Six Big Losses. Adapun enam kerugian besar (Six Big

Losses) tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kerugian Waktu (Downtime)

a. Kerusakan peralatan (Equipment Failure)

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-49
III-15

b. Persiapan peralatan (Set-up and Adjustment)

2. Kehilangan Kecepatan (Speed Losses)

a. Gangguan kecil dan waktu nganggur (Idling and Minor Stoppages)

b. Kecepatan rendah (Reduced Speed Losses)

3. Produk Cacat (Defect)

a. Cacat produk dalam proses (Process Defect Losses)

b. Hasil rendah (Reduced Yield Losses)

3.8. OEE (Overall Equipment Effectiveness)

Overall equipment effectiveness (OEE) merupakan produk dari six big

losses pada mesin/peralatan. Keenam faktor dalam six big losses seperti telah

dijelaskan di atas, dapat dikelompokkan menjadi tiga komponen utama dalam

OEE untuk dapat digunakan dalam mengukur kinerja mesin/peralatan yakni,

downtime losses, speed losses dan defect losses seperti dapat dilihat pada Gambar

3.1.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-50
III-16

CALCULATION OF
EQUIPMENT SIX BIG LOSESS
OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS

1 loading time - downtime


Availability = X 100
Equipment failure loading time
Loading Time (e.g.)

2 460 mins - 60 mins.


Availability = X 100 = 87%
Setup and adjusment 460 mins
Downtime
Losess

3
Operating Time Performance theoretical cycle time x processed amount
Iddling and minor X 100
efficiency = operating time
stoppages
(e.g.)

Performance 0,5 mins./unit x 400 units


Speed Losess

4
X 100 = 50%
Reduced speed efficiency = 400 mins.
Net Operating
Time

5 Rate of quality processed amount - defect amount


X 100
Defect in process products = processed amount
Defect Losess

(e.g.)
Valuable
Operating 6 Rate of quality 400 units - 8 units
X 100 = 98%
Time Reduced yield products = 400 units

Overall Equipment
= Availability Performance Efficiency Rate of Quality Products
Effectiveness

Gambar 3.1. Overall Equipment Effectiveness and Goals

Overall equipment effectiveness (OEE) merupakan ukuran menyeluruh

yang mengindikasikan tingkat produktivitas mesin/peralatan dan kinerjanya secara

teori. Pengukuran ini sangat penting untuk mengetahui area mana yang perlu

untuk ditingkatkan produktivitas ataupun efisiensi mesin/peralatan dan juga dapat

menunjukkan area bottleneck yang terdapat pada lintasan produksi. OEE juga

merupakan alat ukur untuk mengevaluasi dan memberikan cara yang tepat untuk

menjamin peningkatan produktivitas penggunaan mesin/peralatan.

Formula matematis dari overall equipment effectiveness (OEE)

dirumuskan sebagai berikut :

OEE = Availability x Performance efficiency x Rate of quality product x 100%

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-51
III-17

Kondisi operasi mesin/peralatan produksi tidak akan akurat ditunjukkan

jika hanya didasarkan pada perhitungan satu faktor saja, misalnya performance

efficiency saja. Enam faktor pada six big losses baru minor stoppages saja yang

dihitung pada performance efficiency mesin/peralatan. Rugi-rugi lainnya belum

dihitung. Keenam faktor dalam six big losses harus diikutkan dalam perhitungan

OEE, kemudian kondisi aktual dari mesin/peralatan dapat dilihat secara akurat.

1. Ketersediaan (Availability)

Availability merupakan rasio operation time terhadap waktu loading

timenya. Sehingga untuk dapat menghitung availability mesin dibutuhkan nilai-

nilai dari :

1. Waktu Operasi (Operation time)

2. Waktu Persiapan (Loading time)

3. Waktu tidak bekerja (Downtime)

Nilai availability dihitung dengan rumus sebagai berikut :

operation time
Availability = x 100 %
loading time

loading time - downtime


= x 100 %
loading time

Loading time adalah waktu yang tersedia (availability time) perhari atau

perbulan dikurangi dengan waktu downtime mesin yang direncanakan (planned

downtime).

Loading time = Total availability time Planned downtime

Planned downtime adalah jumlah waktu downtime yang telah

direncanakan dalam rencana produksi termasuk didalamnya waktu downtime

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-52
III-18

mesin untuk pemeliharaan (scheduled maintenance) atau kegiatan manajemen

lainnya.

Operation time merupakan hasil pengurangan loading time dengan waktu

downtime mesin (non-operation time), dengan kata lain operation time adalah

waktu operasi yang tersedia (available time) setelah waktu-waktu downtime mesin

dikeluarkan dari total available time yang direncanakan. Downtime mesin adalah

waktu proses yang seharusnya digunakan mesin akan tetapi karena adanya

gangguan pada mesin/peralatan (equipment failures) mengakibatkan tidak ada

output yang dihasilkan. Downtime mesin berhenti beroperasi akibat kerusakan

mesin/peralatan, penggantian cetakan (dies), pelaksanaan prosedur set-up dan

adjusment dan lain sebagainya.

2. Performance Effieciency

Performance Effieciency merupakan hasil perkalian dari operating speed

rate dan net operating speed, atau rasio kuantitas produk yang dihasilkan

dikalikan dengan waktu siklus idealnya terhadap waktu yang tersedia untuk

melakukan proses produksi (operation time)

Operating speed rate merupakan perbandingan antara kecepatan ideal

mesin sebenarnya (theoretichal/ideal cycle time) dengan kecepatan aktual mesin

(actual cycle time). Persamaan matematikanya dapat ditunjukkan sebagai berikut :

ideal cycle time


Operation speed rate =
actual cycle time

actual processing time


Net operation rate =
operation time

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-53
III-19

Net operating time merupakan perbandingan antara jumlah produk yang

diproses (processed amount) dikalikan dengan actual cycle time dengan operation

time. Net operating time berguna untuk menghitung rugi-rugi yang diakibatkan

oleh minor stoppages dan menurunnya kecepatan produksi (reduced speed).

Tiga faktor penting yang dibutuhkan untuk menghitung Performance efficiency :

1. Ideal cycle time (waktu siklus ideal/waktu standar)

2. Processed amount (jumlah produk yang diproses)

3. Operation time (waktu operasi mesin)

Performancy effieciency dapat dihitung sebagai berikut :

Performance efficiency = net operating x operating speed rate

processed amount x actual cycle time ideal cycle time


= x
operating time actual cycle time

processed amount x ideal cycle time


Performance efficiency = x 100%
operation time

3. Rasio Kualitas Produk (Rate of Quality Products)

Rate of quality products adalah rasio jumlah produk yang baik terhadap

jumlah total produk yang diproses. Jadi Rate of quality products adalah hasil

perhitungan dengan menggunakan dua faktor berikut :

1. Processed amount (jumlah produk yang diproses)

2. Defect amount (jumlah produk yang cacat)

Rate of quality products dapat dihitung sebagai berikut :

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-54
III-20

processed amount - defect amount


Rate of quality products = x 100%
processed amount

TPM mereduksi rugi-rugi mesin/peralatan dengan cara meningkatkan

availability, performance efficiency dan rate of quality products. Sejalan dengan

meningkatnya ketiga faktor yang terdapat dalam OEE maka kapabilitas

perusahaan juga meningkat.

Dengan memasukkan keenam faktor yang terdapat dalam six big losses

dalam perhitungan OEE pada pertama kali umumnya perusahaan hanya

mempunyai tingkat OEE sekitar 50% sampai 60%, dengan kata lain pabrik hanya

menggunakan setengah dari potensi kapasitas efektivitas mesin/peralatan yang

mereka miliki.

Berdasarkan pengalaman perusahaan yang sukses menerapkan TPM dalam

perusahaan mereka nilai OEE yang ideal yang diharapkan adalah :

- Availability 90%

- Performancy efficiency 95%

- Rate of quality 99%

Sehingga nilai OEE ideal yang diharapkan adalah :

0,90 x 0,95 x 0,99 x 100% = 85%

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-55
III-21

3.9. Perencanaan dan Penetapan Total Productive Maintenance (TPM)

Petunjuk dan prosedur penetapan TPM secara rinci untuk memaksimalkan

Produktivitas dan efisiensi mesin/peralatan harus disesuaikan dengan kondisi

perusahaan itu sendiri. Tiap perusahaan harus merancang dan mengembangkan

rencana kegiatan maintenance sendiri, karena kebutuhan dan permasalahan yang

dihadapi berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya, tergantung

pada jenis perusahaan, metode produksi yang ditetapkan, serta kondisi dan jenis

mesin/peralatan yang digunakan.

Menurut Nakajima, terdapat beberapa kondisi dasar yang harus dipenuhi

dalam pengembangan prinsip-prinsip TPM. Secara umum, untuk dapat berhasil

dalam penetapan TPM ada 5 tahapan kegiatan pengembangan TPM yaitu :

a. Mengeliminasi six big losses untuk meningkatkan efektivitas mesin/peralatan

dengan cara menganalisanya menggunakan Diagram Sebab Akibat

b. Program kegiatan pemeliharaan mandiri (autonomous maintenance)

c. Membuat jadwal program maintenance bagi departemen maintenance.

d. Meningkatkan skill operator mesin/peralatan pada personal maintenance

e. Merancang kegiatan manajemen mesin/peralatan

Lima kegiatan tersebut diatas merupakan kegiatan dasar dalam penetapan

TPM dlam perusahaan industri. Kegiatan pengembangan tersebut merupakan

tuntutan kegiatan minimal yang harus dilaksanakan dalam pengembangan TPM.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
III-22
I-56

3.10. Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram)

Diagram ini dikenal dengan istilah diagram tulang ikan (fish bone

diagram) diperkenalkan pertama kalinya pada tahun 1943 oleh Prof. Kaoru

Ishikawa (Tokyo University). Diagram ini berguna untuk menganalisa dan

menemukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap penentuan

karakteristik kualitas output kerja. Dalam hal ini metode sumbang saran akan

cukup efektif digunakan untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya

penyimpangan kerja secara detail.

Untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan kualitas

hasil kerja maka, orang akan selalu mendapatkan bahwa ada 5 faktor penyebab

utama yang signifikan yang perlu diperhatikan, yaitu :

a. Manusia (man)

b. Metode kerja (work method)

c. Mesin atau peralatan kerja lainnya (machine/equipment)

d. Bahan baku (raw material)

e. Lingkungan kerja (work environment)

Berikut adalah contoh penggambaran diagram sebab akibat yang dapat

dilihat pada Gambar 3.2.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-57
III-23

METODE KERJA MANUSIA BAHAN BAKU

KUALITAS
HASIL KERJA

LINGKUNGAN MESIN /
KERJA PERALATAN

Gambar 3.2. Diagram Sebab Akibat

3.11. Mesin Mixer Batching Plant

Di dalam melaksanakan kegiatan produksinya, PT. WIKA BETON

menggunakan mesin-mesin buatan luar negri. Pada umumnya semua mesin dapat

dioperasikan, tetapi untuk meningkatkan produktivitas dilakukan modifikasi-

modifikasi terhadap mesin yang dilakukan oleh bagian seksi peralatan. Adapun

mesin yang digunakan yang menjadi objek penelitian adalah pada bagian

penggilinga yaitu pada Mesin Mixer Batching Plant. Mesin ini berfungsi untuk

mencampur atau mengadukan pasir, koral/split, semen dan air dengan zat additive

selama 80 detik sehingga homogen. Dengan merek Tatchi TSM 15, kapasitas 1,5

m3, tegangan 380 V, daya 37 KW, buatan Malaysia dan tahun pembuatannya 2004

dengan jumlah mesin 2 unit.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-58

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

Metodelogi penelitian adalah suatu proses dari mulai melakukan

pengumpulan data baik melalui dari referensi, maupun pengambilan data langsung

dari lapangan, melakukan sistem berdasarkan data yang ada sampai pengambilan

keputusan dari permasalahan yang diteliti. Adapun tahapan-tahapan dalam metode

penelitian dijelaskan sebagai berikut.

4.1. Studi Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

permasalahan sebenarnya yang terjadi pada perusahaan agar dapat dijadikan

kerangka dasar penelitian selanjutnya. Objek dari penelitian adalah

mesin/peralatan yang berada diarea pabrik yaitu pada mesin

percampuran/pengadukan pasir, koral/split, semen dan air (Mixer Batching Plant).

4.2. Pemecahan Masalah dan Tujuan Penelitian

Langkah awal penelitian untuk tugas akhir ini ditandai dengan

pengidentifikasian masalah. Masalah yang ditemui diidentifikasikan untuk

selanjutnya akan dicari penyelesaiannya. Masalah yang akan dibahas adalah

bagaimana meningkatkan efektivitas penggunaan mesin dengan melakukan

pengidentifikasian terhadap faktor-faktor kerugian yang dominan yang

diakibatkan oleh tingginya frekuensi pergantian dan perbaikan komponen

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas MesinIV-1Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-59
IV-2

mesin/peralatan dan melakukan analisa terhadap penyebab besarnya kontribusi

faktor-faktor tersebut serta memberikan usulan penyelesaian masalah sebagai

langkah awal untuk dapat menerapkan total productive maintenance pada PT.

WIKA BETON.

4.2.1. Studi Pustaka

Studi Pustaka dilakukan untuk melihat teori-teori yang akan digunakan

dalam penelitian ini. Teori-teori yang digunakan tersebut mencakup teori-teori

yang berkenan dengan Maintenance.

4.2.2. Studi Orientasi

Studi Orientasi yang dilakukan adalah pengamatan langsung di PT. WIKA

BETON, di bagian mesin percampuran/pengadukan pasir, koral/split, semen dan

air (Mixer Batching Plant)

4.3. Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dalam tugas akhir diperoleh dari data primer dan

data sekunder, yaitu :

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan dan penelitian secara

lansung di lapangan. Pengumpulan data primer ini dilakukan dengan jalan

mengamati secara langsung pabrik dan meminta keterangan serta

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-60
IV-3

mewawancarai karyawan yang terlibat langsung secara operasional. Data yang

diperoleh antara lain :

a. Sejarah dan gambaran umum perusahaan

b. Organisasi dan manajemen

c. Tenaga kerja, jam kerja dan sistem pengupahan tenega kerja

d. Kegiatan proses produksi

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang tidak langsung diamati oleh peneliti. Data

ini merupakan dokumentasi perusahaan, hasil penelitian yang sudah lalu dan

data lainnya. Dalam penelitian ini data sekunder yang dibutuhkan adalah:

4.4. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode overall

equipment effectiveness dan diawali dengan perhitungan ideal cycle time (Waktu

siklus ideal/waktu standar). Data ideal cycle time yang telah diperoleh akan

digunakan untuk perhitungan nilai equipment availability, performance efficiency,

rate of quality product, OEE dan OEE six big losses. Data dari komponen

pembentuk rasio OEE merupakan data yang akan digunakan untuk pengukuran

tingkat produktivitas dan efisiensi penggunaan mesin. Hal ini penting dilakukan

untuk dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang mengakibatkan rendahnya

produktivitas dan efisiensi mesin.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-61
IV-4

4.5. Analisa Pemecahan Masalah

Analisa dilakukan pada hasil perhitungan equipment availability,

performance efficiency, rate quality product, OEE, OEE six big losses, dan

analisa diagram sebab akibat.

4.6. Kesimpulan dan Saran

Dari hasil pengolahan data dan analisa yang telah dilakukan, maka dapat

diambil kesimpulan dari penelitian ini, dan juga memberikan saran perbaikan

proses pada perusahaan.

Blok Diagram penelitian perhitungan overall aquipment effectiveness ini

dapat dilihat pada gambar 4.1 dan 4.2

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-62
IV-5

Studi Pendahuluan

Pemecahan Masalah dan Tujuan


Pemecahan Masalah

Studi Pustaka Studi Orientasi

Pengumpulan Data :
1. Data Primer (Observasi Langsung)
- Proses Produksi
- Struktur Organisasi
- Jumlah Tenaga Kerja
- Jam Kerja
- Mesin dan Peralatan

2. Data sekunder (Dokumen Perusahaan)


- Data Waktu Kerusakan Mesin
- Data Waktu Pemeliharaan Mesin
- Data Waktu setup Mesin
- Data Produksi Mesin

Pengolahan Data :
Penerapan pengukuran tingkat efektivitas dan
efisiensi dengan metode OEE

Analisa Pemecahan Masalah :


1.. Analisa OEE
2.. Analisa OEE Six Big Losses
3. Analisa Diagram Sebab Akibat
4. .Usulan Penyelesaian Masalah

Kesimpulan dan Saran

Gambar 4.1. Blok Diagram Langkah-langkah Penelitian

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-63
IV-6

Mulai

Data :
Loading Time
Down Time
Processed Amount
Operation Time
Defect Amount

LoadingTime DownTime
Availability =
LoadingTime

processedA mountxIdealcycleTime
PerformanceEfficiency =
OperationTime

processed Amount DefectAmou nt


Rateof Quality product =
processed Amount

Overall Equipment Effctiveness = Availability x Proformance efficiency x Rate of Quality


Product

Pengaruh Six Big Losess pada


OEE :
Downtime Losess
Speed Losess
Defect Losess

Selesai

Gambar 4.2. Blok Diagram Perhitungan Overall Equipment Effectiveness

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-64

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data

Mesin/peralatan yang menjadi objek penelitian adalah pada bagian

penggilingan di PT. WIKA BETON yaitu pada Mesin Mixer Batching Plan. Dari

hasil penelitian yang dilakukan khususnya pada bagian penggilingan di PT.

WIKA BETON, dimana pada Mesin Mixer Batching Plan sering terjadi

pergantian atau perawatan sehingga dapat menghentikan proses produksi.

Sasaran dari penerapan TPM adalah meminimumkan six big losses yang

terdapat pada mesin Mixer Batching Plant, sehingga dapat diperoleh efektivitas

penggunaan mesin pada area tersebut secara maksimal. Maka terlebih dahulu

dilakukan pengukuran untuk dapat mengetahui tingkat efektivitas mesin/peralatan

yang digunakan saat ini dengan menggunakan indikator OEE (overall equipment

effectivenes). Dengan peningkatan OEE akan menghasilkan peningkatan efisiensi

dan produktivitas pada mesin Mixer Batching Plan.

Untuk pengukuran efektivitas dengan menggunakan OEE pada mesin ini

Mixer Batching Plan dibutuhkan data yang bersumber dari laporan produksi.

Data yang digunakan adalah dalam periode November 2008 April

2009, yaitu:

1. Data waktu downtime mesin

2. Planned downtime untuk mesin Mixer Batching Plan

3. Data produksi Mesin Mixer Batching Plan

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
V-1
I-65
V-2

4. Data Waktu Siklus Mesin Mixer Batching Plan

5. Data Jumlah Jam Kerja (Available Time)

6. Data Ideal Cycle Time

Data yang diperlukan untuk analisa produktivitas dan efisiensi mesin Mixer

Batching Plan pada PT. WIKA BETON dengan menggunakan Overall Equipment

Effectiveness

1. Data waktu breakdowntime

Waktu down time adalah waktu yang seharusnya digunakan untuk

melakukan proses produksi akan tetapi dikarenakan adanya kerusakan atau

gangguan pada mesin mengakibatkan mesin tidak dapat melaksanakan proses

produksi sebagaimana mestinya

Kerusakan (breakdowns) atau kegagalan proses pada mesin/pealatan yang

terjadi tiba-tiba. Downtime merupakan kerugian yang dapat terlihat dengan jelas.

Data waktu breakdowntime dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Data Waktu Kerusakan (Breakdown) Mesin Batching Plant

No Periode Total Waktu Total Waktu


Kerusakan Kerusakan
(Menit) (Jam)
1 November 190 3.17
2 Desember 215 3.58
3 Januari 185 3.08
4 Februari 220 3.67
5 Maret 150 2.50
6 April 285 4.75
Sumber : PT. Wijaya Karya

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-66
V-3

2. Planned Downtime

Planned Downtime merupakan waktu yang sudah dijadwalkan dalam

rencana produksi, termasuk pemeliharaan terjadwal dan kegiatan manajemen

yang lain seperti pertemuan. Pemeliharaan terjadwal dilakukan oleh pihak

perusahaan untuk menjaga agar mesin tidak rusak saat proses produksi

berlangsung. Pemeliharaan ini dilakukan secara rutin dan sesuai jadwal yang

dibuat oleh departemen maintenance. Data waktu pemeliharaan dapat dilihat pada

Tabel 5.2.

Tabel 5.2. Data Waktu Pemeliharaan Mesin Mixer Batching Plan

No Periode Total waktu Pemeliharaan


(Jam)
1 November 42,8
2 Desember 45,5
3 Januari 39,5
4 Februari 45,3
5 Maret 35,6
6 April 48,7
Sumber : PT. Wijaya Karya

3. Data Waktu Setup Mesin Mixer Batching Plan

Waktu setup adalah waktu produksi untuk memproduksi satu jenis produk

setelah jenis produk lain selesai dilaksanakan. Waktu yang dibutuhkan untuk

melaksanakan setup mesin mulai dari waktu berhenti mesin sampai proses untuk

kegiatan produksi berikutnya. Data waktu setup mesin Mixer Batching Plan dapat

dilihat pada Tabel 5.3.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-67
V-4

Tabel 5.3. Data Waktu Setup Mesin Mixer Batching Plan

No Periode Total Waktu Set Up


(Jam)
1 November 18,36
2 Desember 18,48
3 Januari 16,02
4 Februari 18,56
5 Maret 15,22
6 April 20,33
Sumber : PT. Wijaya Karya

4. Data Produksi

Data produksi mesin Mixer Batching Plan Pada bagian penggilingan di

PT. WIKA BETON dalam periode November 2008 April 2009 adalah :

a. Machine working time adalah total waktu proses untuk memproduksi tiang

pancang pada setiap bulan di mesin Mixer Batching Plan dalam satuan jam

b. Speed rate adalah rata-rata kecepatan mesin untuk memproduksi tiang

pancang pada setiap bulan di Mesin Mixer Batching Plan dalam satuan

kg/menit

c. Total product processed (gross product) adalah jumlah masa produk yang

diproses pada Mesin Mixer Batching Plan dalam satuan kg

d. Total broke adalah jumlah massa produk yang ditolak karena cacat pada

produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi kualitas produk yang telah

ditentukan dalam satuan kilogram (kg)

Data produksi di Mesin Mixer Batching Plan dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-68
V-5

Tabel 5.4. Data Produksi Mesin Mixer Batching Plan

Bulan Machine Speed Rate Gross Broke (Kg)


Working Time (Kg/Menit) Products Scrap Rework Jumlah
(Jam) (Kg) (Kg) (Kg) (Kg)
1 325,2 141,98 353.887 4.459 4.707 9.166
2 306,5 135,81 360.123 4.574 5.114 9.687
3 280,5 123,46 423.169 1.058 1.777 2.835
4 306,7 135,81 334.203 969 4.345 5.314
5 316,4 135,81 404.231 606 5.417 6.023
6 303,3 135,81 367.829 4.340 5.076 9.416
Sumber : PT. Wijaya Karya

5. Data Jumlah Jam Kerja (Available Time)

Total available time adalah total waktu mesin Mixer Batching Plan yang

tersedia untuk melakukan proses produksi dalam satuan jam. Data Jumlah jam

kerja yang tersedia (available time) tiap bulan dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5. Data Available Time Bulan November 2008-April 2009

Bulan Available Time


(Jam)
November 368
Desember 352
Januari 320
Februari 352
Maret 352
April 352
Sumber : PT. Wijaya Karya

6. Data Speed Rate Time Mesin Mixer Batching Plan

Data Speed Rate Mesin Mixer Batching Plan setiap bulan dapat dilihat

pada Tabel 5.6.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-69
V-6

Tabel 5.6. Data Speed Rate Time Bulan November 2008-April 2009

Bulan Speed Rate Time Mesin Mixer


Batching Plan
(Kg/Menit)
November 141,98
Desember 135,81
Januari 123,46
Februari 135,81
Maret 135,81
April 135,81
Sumber : PT. Wijaya Karya

5.2. Pengolahan Data

Setelah semua data dikumpulkan maka dilakukan pengolahan data

berdasarkan data hasil pengamatan, langkah yang dilakukan mulai dari pengujian

kenormalan data.

5.2.1. Penentuan Ideal Cycle Time (ICT)

Penentuan ideal cycle time adalah berdasarkan kecepatan mesin untuk

menghasilkan 1 buah tiang pancang, dimana satu buah tiang pancang bermassa

3.505 kg. Rata-rata massa 1 unit tiang pancang adalah 3.505 kg, sehingga ideal

cycle time/kg adalah 2,37 jam/ 3.505kg = 0,00068 jam/kg. Hasil perhitungan ideal

cycle time dapat dilihat pada Tabel 5.7.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-70
V-7

Tabel 5.7. Ideal Cycle Time Di Mesin Mixer Batching Plan

Bulan Speed Rate Speed Rate Ideal Cycle Time


(kg/menit) (kg/jam) (Jam/Kg)
November 141,98 2,37 0,00068
Desember 135,81 2,26 0,00065
Januari 123,46 2,06 0,00059
Februari 135,81 2,26 0,00065
Maret 135,81 2,26 0,00065
April 135,81 2,26 0,00065
Sumber : Hasil Pengolahan Data

5.2.2. Perhitungan Availability

Availability adalah rasio waktu operation time terhadap loading time-nya.

Untuk menghitung nilai availability digunakan rumusan sebagai berikut :

Operation time
Availability = 100%
Loading time

Operation time
= 100%
Loading time

5.2.2.1. Loading time

Loading time adalah waktu yang tersedia per hari atau per bulan dikurangi

dengan downtime mesin yang direncanakan. Perhitungan loading time ini dapat

dituliskan dalam formula matematika, sebgai berikut :

Loading time = Total Available Time Planned Down Time

Loading time = 368 42,8 = 325,2

Hasil loading time setiap bulan dapat dilihat pada Tabel 5.8.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
V-8
I-71

Tabel 5.8. Loading Time setiap Bulan pada Mesin Mixer Batching Plan

Bulan Total Available Planned down Loading Time


Time Time (Jam)
(Jam) (Jam)
November 368 42,8 325,2
Desember 352 45,5 306,5
Januari 320 39,5 280,5
Februari 352 45,3 306,7
Maret 352 35,6 316,4
April 352 48,7 303,3
Sumber : Hasil Pengolahan Data

5.2.2.2. DownTime

Downtime adalah waktu yang seharusnya digunakan untuk melakukan

proses produksi akan tetapi karena adanya gangguan pada mesin (equipment

failures) maka mengakibatkan mesin tidak dapat melaksanakan proses produksi

sebagai mestinya.

Downtime = Breakdown + Set Up

Downtime = 3,17 + 18,36 = 21,53

Hasil Down time setiap bulan produksi dapat dilihat pada Tabel 5.9.

Tabel 5.9. Downtime Setiap Bulan Mesin Mixer Batching Plan

Bulan Breakdown time Set Up Downtime


(Jam) (Jam) (Jam)
November 3,17 18,36 21,53
Desember 3,58 18,48 22,06
Januari 3,08 16,02 19,10
Februari 3,67 18,56 22,23
Maret 2,50 15,22 17,72
April 4,75 20,33 25,08
Sumber : Hasil Pengolahan Data

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-72
V-9

5.2.2.3. Operation time

Operation time adalah total waktu proses yang efektif. Dalam hal ini

operation time adalah hasil pengurangan loading time dengan downtime mesin.

Formula matematikanya adalah :

Operation time = Loading time Downtime

Operation time = 325,2 21,53


Operation time = 303,67
Hasil Operation time setiap bulan produksi dapat dilihat pada Tabel 5.10.

. Tabel 5.10. Operation Time setiap Bulan Pada Mesin Mixer Batching Plan

Bulan Loading Time DownTime Operation Time


(Jam) (Jam) (Jam)
November 325,2 21,53 303,67
Desember 306,5 22,06 284,44
Januari 280,5 19,10 261,40
Februari 306,7 22,23 284,47
Maret 316,4 17,72 298,68
April 303,3 25,08 278,22
Sumber : Hasil Pengolahan Data

5.2.2.4. Nilai Availability

Nilai avaibility Mesin Mixer Batching Plan pada Bulan November dapat dihitung

dengan rumus :

Operation time
Availability = 100%
Loading time

303,67
Availability = x 100% = 93,38 %
325,2

Dengan perhitungan yang sama untuk menghitung availability Periode

November sampai April 2009 dapat dilihat pada Tabel 5.11.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-73
V-10

Tabel 5.11. Availability mesin Mixer Batching Plan Periode November 2008

April 2009

Bulan Operation Time Loading Time Availability


(Jam) (Jam) (%)
Bulan Juli 303,67 325,2 93,38
Bulan Agustus 284,44 306,5 92,80
Bulan September 261,40 280,5 93,19
Bulan Oktober 284,47 306,7 92,75
Bulan November 298,68 316,4 94,40
Bulan Desember 278,22 303,3 91,73
Sumber : Hasil Pengolahan Data

5.2.3. Perhitungan Performance Efficiency

Performance effeciency adalah rasio kuantitas produk yang dihasilkan

dikalikan dengan waktu siklus idealnya terhadap waktu yang tersedia untuk

melakukan proses produksi (operation time). Untuk menghitung nilai

performance effeciency digunakan rumusan sebagai berikut :

Processed Amount x Ideal Cycle Time


Performance Efficiency = 100%
Operation Time

Mesin Mixer Batching Plan pada Bulan November 2008 memiliki Performance

Effeciency sebagai berikut :

353.887x0,00068
Performance effeciency = x 100% = 78,68%
303,67

Dengan perhitungan yang sama untuk menghitung Performance Efficiency

Bulan Juli sampai periode April 2009 dapat dilihat pada Tabel 5.12.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-74
V-11

Tabel 5.12. Performance Efficiency Mesin Mixer Batching Plan Periode

November 2008 April 2009

Bulan Gross Ideal Cycle Operation Performance


Product Time Time Effeciency
(Kg) (Jam/Kg) (Jam) (%)
November 353.887 0,00068 303,67 78,68
Desember 360.123 0,00065 284,44 81,76
Januari 423.169 0,00059 261,40 79,32
Februari 334.203 0,00065 284,47 75,87
Maret 404.231 0,00065 298,68 87,40
April 367.829 0,00065 278,22 85,38
Sumber : Hasil Pengolahan Data

5.2.4. Perhitungan Rate of Quality Product

Rate of Quality Product adalah rasio produk yang baik (good products)

yang sesuai dengan spesifikasi kualitas produk yang telah ditentukan terhadap

jumlah produk yang diproses. Perhitungan rate of quality product menggunakan

data produksi pada Tabel 5.4. yaitu gross product dan total broke. Dalam

perhitungan rasio rate of quality product ini, process amount adalah total product

processed sedangkan defect amount adalah total broke, dengan rumusan sebagai

berikut :

Processed Amount - Defect Amount


Rate of Quality Product = 100%
Processed Amount

Untuk Mesin Mixer Batching Plan Bulan November 2008 sebesar :

353.887 9.166
Rate of Quality Product = x 100% = 97,41 %
353.887

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-75
V-12

Dengan perhitungan yang sama untuk menghitung rate of quality product

mesin Mixer Batching Plan dari periode November 2008 April 2009 dapat

dilihat pada Tabel 5.13.

Tabel 5.13. Rate of Quality Product Mesin Mixer Batching Plan Periode

November 2008 April 2009

Bulan Gross Product Defect Amount Rate of Quality


(Kg) (Kg) (%)
November 353.887 9.166 97,41
Desember 360.123 9.687 97,31
Januari 423.169 2.835 99,33
Februari 334.203 5.314 98,41
Maret 404.231 6.023 98,51
April 367.829 9.416 97,44
Sumber : Hasil Pengolahan Data

5.2.5. Perhitungan Overall Equipment Effectivenes (OEE)

Setelah nilai availability, performance efficiency dan rate of quality

product pada Paper Machine diperoleh maka dilakukan perhitungan nilai overall

equipment effectiveness (OEE) untuk mengetahui besarnya efektivitas penggunaan

mesin Mixer Batching Plan di PT. WIKA BETON.

Perhitungan OEE adalah perkalian nilai-nilai availability, performance

efficiency dan rate of quality product yang sudah diperoleh.

OEE (%) = Availability (%) Performance Rate (%) Quality Rate (%)

Mesin Mixer Batching Plant pada Bulan November 2008 memiliki Overall

Equipment Effectiveness sebesar

OEE = (0,9338 0,7868 0,9741) x 100% = 71,57 %

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-76
V-13

Dengan perhitungan yang sama, maka nilai OEE mesin Mixer Batching

Plant sampai periode April 2009 dapat dilihat pada Tabel 5.14.

Tabel 5.14. Perhitungan Overall Equipment Effectivenes (OEE) Mesin Mixer

Batching Plan Periode November 2008 April 2009

Bulan Availability Performance Rate of Overall


(%) Effeciency Quality Equipment
(%) Product (%) Effectiveness (%)
November 93,38 78,68 97,41 71,57
Desember 92,80 81,76 97,31 73,83
Januari 93,19 79,32 99,33 87,97
Februari 92,75 75,87 98,41 69,25
Maret 94,40 87,40 98,51 81,27
April 91,73 85,38 97,44 76,31
Sumber : Hasil Pengolahan Data

5.2.6. Perhitungan OEE Six Big Losses

5.2.6.1. Downtime Losses

Downtime adalah waktu yang seharusnya digunakan untuk melakukan

proses produksi akan tetapi karena adanya gangguan pada mesin (equipment

failures) mengakibatkan mesin tidak dapat melaksanakan proses produksi

sebagaimana mestinya. Dalam perhitungan overall equipment effectiveness

(OEE), equipment failures dan waktu setup and adjustment dikategorikan sebagai

kerugian waktu downtime (downtime losses)

1. Equipment Failures (Breakdowns)

Kegagalan mesin melakukan proses (equipment failure) atau kerusakan

(breakdown) yang tiba-tiba dan tidak diharapkan terjadi adalah penyebab kerugian

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-77
V-14

yang terlihat jelas, karena kerusakan tersebut akan mengakibatkan mesin tidak

menghasilkan output.

Besarnya persentase efektivitas mesin yang hilang akibat faktor

breakdowns loss dapat dihitung dengan menggunakan rumusan sebagai berikut :

Total Breakdown time


Breakdowns Loss = 100%
Loading Time

Dengan menggunakan rumusan di atas, maka diperoleh perhitungan

breakdowns loss sebagai berikut :

Mesin Mixer Batching Plan Bulan November 2008 memiliki breakdown losess

sebesar :

3,17
Breakdowns Loss = x 100% = 0,975 %
352,2

Dengan cara perhitungan yang sama maka nilai persentase breakdown loss

mesin Mixer Batching Plan sampai Bulan April 2009 dapat dilihat pada Tabel

5.15.

Tabel 5.15. Breakdown Loss pada Mesin Mixer Batching Plan Periode

November 2008 - April 2009

Bulan Total Breakdown Loading Time Breakdown Losess


(jam) (jam) (%)
November 3,17 325,2 0,975
Desember 3,58 306,5 1,168
Januari 3,08 280,5 1,098
Februari 3,67 306,7 1,197
Maret 2,50 316,4 0,790
April 4,75 303,3 1,566
Jumlah 20,75
Sumber : Hasil Pengolahan Data

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-78
V-15

2. Setup dan Adjustment

Penggantian suku cadang yang mengalami kerusakan pada mesin maupun

pemeliharaan mesin secara keseluruhan akan mengakibatkan mesin tersebut harus

dihentikan terlebih dahulu. Sebelum mesin difungsikan kembali akan dilakukan

penyesuaian terhadap fungsi mesin tersebut yang dinamakan dengan waktu setup

dan adjustment mesin. Dalam perhitungan setup dan adjustment loss

dipergunakan data waktu setup mesin yang mengalami kerusakan dan

pemeliharaan mesin secara keseluruhan di mesin Mixer Batching Plan.

Untuk mengetahui besarnya persentase downtime loss yang

diakibatkan oleh waktu setup dan adjustment tersebut digunakan rumusan sebagai

berikut

Total Setup/adjustment time


Setup/Adjustment Loss = 100%
Loading time

Untuk Mesin Mixer Batching Plan bulan November 2008 memiliki nilai Set up

dan Adjustment Losess sebesar :

18,36
Setup dan Adjustment Loss = = 5,646%
325,2

Dengan cara yang sama dilakukan untuk periode berikutnya dan dapat dilihat pada

Tabel 5.16.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-79
V-16

Tabel 5.16. Set Up and Adjustment Losessdi Mesin Mixer Batching Plan

Bulan Set up Time Loading Time Set Up and Adjustment


(Jam) (jam) Losess
(%)
November 18,36 325,2 5,646
Desember 18,48 306,5 6,029
Januari 16,02 280,5 5,711
Februari 18,56 306,7 6,052
Maret 15,22 316,4 4,810
April 20,33 303,3 6,703
Jumlah 106,97
Sumber : Hasil Pengolahan Data

5.2.6.2. Speed Loss

Speed loss terjadi pada saat mesin tidak beroperasi sesuai dengan

kecepatan produksi maksimum yang sesuai dengan kecepatan mesin yang

dirancang. Faktor yang mempengaruhi speed losses ini adalah idling and minor

stoppages dan reduced speed.

1. Idling dan Minor Stoppages

Idling dan minor stoppages terjadi jika mesin berhenti secara berulang-

ulang atau mesin beroperasi tanpa menghasilkan produk.

Jika idling dan minor stoppages sering terjadi maka dapat mengurangi

efektivitas mesin. Untuk mengetahui besarnya factor efektivitas yang hilang

karena factor idling dan minor stoppages digunakan rumusan sebagai berikut :

Nonproductive time
Idling and minor stoppages = 100%
Loading time

Nonproductive time = Operation time Actual Production time

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-80
V-17

Mesin Mixer Batching Plan Bulan November 2008 memiliki Idling and Minor

Stoppages sebesar :

Nonproductive time = 303,67 301,76 = 1,91

1,91
Idling and Minor Stoppages = x 100% = 0,587
325,2

Dengan cara perhitungan yang sama maka nilai persentase breakdown loss

mesin Mixer Batching Plan sampai Bulan April 2009 dapat dilihat pada Tabel

5.17.

Tabel 5.17. Idling and Minor Stoppages Di Mesin Mixer Batching Plan

Bulan Operation Actual (Non Loading Idling and


Time Production Productive Time Minor
(jam) Time Time (Jam) Stoppages
(jam) (Jam) (%)
November 303,67 301,76 1,91 325,2 0,587
Desember 284,44 278,08 6,36 306,5 2,075
Januari 261,40 259,20 2,20 280,5 0,784
Februari 284,47 281,60 2,87 306,7 0,936
Maret 298,68 292,16 6,52 316,4 2,061
April 278,22 274,56 3,66 303,3 1,207
Jumlah 23,52
Sumber : Hasil Pengolahan Data

1. Reduced Speed

Reduced speed adalah selisih antara waktu kecepatan produksi aktual

dengan kecepatan produksi mesin yang ideal. Untuk mengetahui besarnya

persentase faktor reduced speed yang hilang, maka digunakan rumusan berikut :

Actual production time - Ideal production time


Reduce speed loss = 100%
Loading time
Actual production time - ( Ideal cycle time Total product process)
= 100%
Loading time

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-81
V-18

Mesin Mixer Batching Plan bulan November 2008 memiliki Reduced Speed Loss

sebesar :

Ideal Production Time = (0,00068 x 353.887) = 238,918

301,76 238,918
Reduced Speed Loss = x 100% = 19,32 %
352,52

Dengan cara yang sama dilakukan untuk periode berikutnya dapat dilihat

pada Tabel 5.18.

Tabel 5.18. Reduced Speed Losess Di Mesin Mixer Batching Plan

Bulan Loading Actual Ideal Total Reduced Reduced


Time Production Cycle Product Speed Loss Speed Loss
(Jam) Time Time Process Time (%)
(Jam) (Jam) (Kg) (Jam)
November 325,2 301,76 0,00068 353.887 62,84 19,32
Desember 306,5 278,08 0,00065 360.123 45,52 14,85
Januari 280,5 259,2 0,00059 423.169 10,77 3,84
Februari 306,7 281,6 0,00065 334.203 65,78 21,45
Maret 316,4 292,16 0,00065 404.231 31,12 9,84
April 303,3 274,56 0,00065 367.829 37,03 12,21
Jumlah 253,061
Sumber : Hasil Pengolahan Data

5.2.6.3. Defect Loss

Defect loss artinya adalah mesin tidak menghasilkan produk yang sesuai

dengan spesifikasi dan standar kualitas produk yang telah ditentukan dan scrap

sisa hasil proses selama produksi berjalan. Faktor yang dikategorikan ke dalam

defect loss adalah rework loss dan yield/scrap loss.

1. Rework Loss

Rework Loss adalah produk yang tidak memenuhi spesifikasi kualitas yang

telah ditentukan walaupun masih dapat diperbaiki ataupun dikerjakan ulang.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
V-19
I-82

Untuk mengetahui persentase faktor rework loss yang mempengaruhi efektivitas

penggunaan mesin. Digunakan rumusan sebagai berikut :

Ideal cycle time Rework


Rework loss = 100%
Loading time

Mesin Mixer Batching Plan Bulan November 2008 memiliki rewok losses

sebesar :

0,00068 jam/Kg x 4.707 kg


Rework Loss = x 100% = 0,980 %
325,2

Dengan cara yang sama dilakukan untuk periode berikutnya dapat dilihat

pada Tabel 5.19.

Tabel 5.19. Rework Loss Di Mesin Mixer Batching Plan

Bulan Loading Ideal Cycle Rework Rework Rework


Time Time (Kg) Time Losess
(Jam) (Jam) (Jam) (%)
Juli 325,2 0,00068 4.707 3,178 0,980
Agustus 306,5 0,00065 5.114 3,302 1,080
September 280,5 0,00059 1.777 1,043 0,370
Oktober 306,7 0,00065 4.345 2,806 0,910
November 316,4 0,00065 5.417 3,498 1,110
Desember 303,3 0,00065 5.076 3,278 1,080
Jumlah 17,105
Sumber : Hasil Pengolahan Data

2. Yield/Scrap Loss

Yield/scrap loss adalah kerugian yang timbul selama proses produksi

belum mencapai keadaan produksi yang stabil pada saat proses produksi mulai

dilakukan sampai tercapainya keadaan proses yang stabil, sehingga produk yang

dihasilkan pada awal proses sampai keadaan proses stabil dicapai tidak memenuhi

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-83
V-20

spesifikasi kualitas yang diharapkan. Untuk mengetahui persentase faktor

yield/scrap loss yang mempengaruhi efektivitas penggunaan mesin. Digunakan

rumusan sebagai berikut :

Ideal cycle time Scrap


Yield/scrap loss = 100%
Loading time

Mesin Mixer Batching Plant bulan November 2008 memiliki yield/scrap loss

sebesar :

0,00068 jam/kg x 4.459 kg


Yield/scrap loss = x 100% = 0,926%
325,2

Hasil perhitungan pada bulan berikutmya dapat dilihat pada Tabel 5.20.

Tabel 5.20. Yield/scrap Loss Mesin Mixer Batching Plan Periode November

2008 April 2009

Bulan Loading Ideal Cycle Scrap Scrap Scrap Losess


Time Time (Kg) Time (%)
(Jam) (Jam) (Jam)
November 325,2 0,00068 4.459 3,010 0,926
Desember 306,5 0,00065 4.574 2,953 0,964
Januari 280,5 0,00059 1.058 0,621 0,221
Februari 306,7 0,00065 969 0,626 0,204
Maret 316,4 0,00065 606 0,392 0,124
April 303,3 0,00065 4.340 2,803 0,924
Jumlah 10,405
Sumber : Hasil Pengolahan Data

5.2.7. Pengaruh Six Big Losses

Untuk melihat lebih jelas six big losses yang mempengaruhi efektivitas

Mesin Mixer Batching Plan ini, maka akan dilakukan perhitungan time loss untuk

masing-masing faktor dalam six big losses tersebut seperti yang terlihat pada hasil

perhitungan di Tabel 5.21.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-84
V-21

Tabel 5.21. Persentase Faktor Six Big Losses Paper Machine

Periode November 2008-April 2009

Total Time Loss Persentase


No Six Big Losses
(jam) (%)
1 Breakdown Loss 20,75 4,80
2 Set up and Adjustment Loss 106,97 24,77
3 Reduced Speed Loss 253,06 58,60
4 Idling and Minor Stoppages 23,52 5,44
5 Rework Loss 17,11 3,96
6 Scrap/yield Loss 10,41 2,41
Total 431,82 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data

Persentase time loss dari keenam faktor tersebut juga akan lebih jelas lagi

diperlihatkan dalam bentuk histogram seperti yang terlihat pada Gambar 5.1.

300
253.06
250

200

150
106.97
100 S eries 1

50 20.75 23.52 17.105 10.41


0
Idling and S et up and R educ ed B reakdown R ework L os s S c rap/yield
Minor A djus tment S peed L os s L os s L os s
S toppages L os s

Gambar 5.1. Histogram Persentase Faktor Six Big Losses Paper Machine

Periode November 2008-April 2009

Dari histogram dapat dilihat bahwa faktor yang memiliki persentase

terbesar dari keenam faktor tersebut adalah Reduced Speed Loss sebesar 58,60%.

Untuk melihat urutan persentase keenam faktor tersebut mulai dari yang terbesar

dapat dilihat dari Tabel 5.22.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-85
V-22

Tabel 5.22. Pengurutan Persentase Faktor Six Big Losses mesin Mixer

Batching Plan Periode November 2008-April 2009

Total Time Loss Persentase Persentase Kumulatif


No Six Big Losses
(jam) (%) (%)
1 Reduced Speed Loss 253,06 58,60 58,60
2 Set up and Adjustment Loss 106,97 24,77 83,37
3 Idling and Minor Stoppages 23,52 5,45 88,82
4 Breakdown Loss 20,75 4,81 93,62
5 Rework Loss 17,11 3,96 97,59
6 Scrap/yield Loss 10,41 2,41 100,00
Total 431,82 100,00 100,00
Sumber : Hasil Pengolahan Data

Dari hasil pengurutan persentase faktor six big losses tersebut akan

digambarkan diagram paretonya sehingga terlihat jelas urutan dari keenam faktor

yang mempengaruhi efektivitas di Mesin Mixer Batching Plan. Diagram pareto ini

dapat dilihat pada Gambar 5.2.

Diagram Pareto Six Big Losess

300

250
Jumlah (Jam)

200

150

100

50

0
Reduced Set up and Idling and Breakdown Rework Loss Scrap/yield
Speed Loss Adjustment Minor Loss Loss
Loss Stoppages
Six Big Losess

Gambar 5.2. Diagram Pareto Persentase Faktor Six Big Losses

Mixer Batching Plan Periode November 2008-April 2009

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-86

BAB VI

ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

6.1. Analisa Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE)

Analisa perhitungan Overall Equipment Effectiveness dilakukan untuk

melihat tingkat efektivitas penggunaan mesin di Mesin Mixer Batching Plan

selama periode November 2008 - April 2009. Pengukuran Overall equipment

effectiveness ini merupakan kombinasi dari faktor waktu, kualitas pengoperasian

mesin dan kecepatan produksi mesin.

1. Tingginya nilai OEE mesin Mixer Batching Plan pada periode Januari 2009

dipengaruhi oleh tingginya rasio Rate of Quality Products mesin yang

besarnya mencapai rata-rata 99,33 % dan tinggi rasio Availability mesin

sebesar 93,19%, sedangkan Performance Efficiency hanya sebesar 79,32%.

2. Rendahnya nilai OEE mesin Mixer Batching Plan pada periode November

2008 disebabkan oleh rasio Performance Efficiency sedangkan rasio

availability dan Rate of Quality Product sudah cukup tinggi.

6.2. Analisis Perhitungan OEE Six Big Losses

Analisa OEE six big losses agar perusahaan mengetahui faktor apa dari

keenam faktor six big losses yang memberikan kontribusi terbesar yang

mengakibatkan rendahnya efektivitas penggunaan mesin Mixer Batching Plan

yang menjadi perioritas utama untuk diperbaiki.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
VI-1
I-87
VI-2

Tabel 6.1. Persentase Faktor Six Big Losses mesin Mixer Batching Plan

Periode November 2008 - April 2009

Total Time Loss Persentase


No Six Big Losses
(jam) (%)
1 Breakdown Loss 20,75 4,81
2 Set up and Adjustment Loss 106,97 24,77
3 Reduced Speed Loss 253,06 58,60
4 Idling and Minor Stoppages 23,52 5,45
5 Rework Loss 17,11 3,96
6 Scrap/yield Loss 10,41 2,41
Total 431,82 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data

Persentase time loss dari keenam faktor tersebut juga akan lebih jelas lagi

diperlihatkan dalam bentuk histogram seperti yang terlihat pada Gambar 6.1.

300
253.06
250

200

150
106.97
100 S eries 1

50 20.75 23.52 17.105 10.41


0
Idling and S et up and R educ ed B reakdown R ework L os s S c rap/yield
Minor A djus tment S peed L os s L os s L os s
S toppages L os s

Gambar 6.1. Histogram Persentase Faktor Six Big Losses

Periode November 2008-April 2009

6.3. Analisis Diagram Sebab Akibat

Agar perbaikan dapat segera dilakukan, maka analisa terhadap penyebab

faktor-faktor six big losses yang mengakibatkan rendahnya efektivitas mesin

dalam perhitungan OEE dilakukan dengan menggunakan diagram sebab akibat.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-88
VI-3

Analisa dilakukan akan lebih efisien jika hanya diterapkan pada faktor-faktor sig

big losses yang dominan seperti pada diagram pareto yang dibuat. Faktor-faktor

yang berpengaruh terhadap bersarnya produktivitas dan efisiensi mesin antara

lain:

1. Set Up/ Adjusment Loss

1. Manusia/operator

a. Kurang responsif dalam mengawasi operasi mesin karena kurangnya

observasi yang dilakukan operator yang bertugas disebabkan kurangnya

pelatihan pada operator.

b. Kurang teliti terhadap setiap kejadian yang mengakibatkan berkurangnya

kecepatan mesin yang disebabkan operator tidak disiplin dan ceroboh

dalam mengoperasikan mesin.

2. Mesin/peralatan

a. Waktu yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu dan tekanan mesin yang

lama ini diakibatkan oleh pemburukan/keausan yang terjadi akibat

kurangnya perawatan pada mesin.

3. Lingkungan

a. Debu yang menempel pada mesin akan mempengaruhi kinerja mesin akibat

jarang dibersihkan.

4. Metode

a. Cara setting yang tidak standar akibat tidak adanya standara acuan yang

akan mempengaruhi pada kecepatan produksi mesin.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-89
VI-4

5. Bahan

a. Berat bahan yang masuk kedalam mesin yang tidak memiliki ukuran standar.

Semua waktu setup termasuk waktu penyesuaian dan juga waktu yang

dibutuhkan untuk kegiatan-kegiatan mengganti satu jenis produk kejenis produk

berikutnya untuk prosesproduksi selanjutnya.

Faktorfaktor penyebabnya antara lain:

2. Reduced Speed Losess

Reduced speed adalah selisih antara waktu kecepatan produksi aktual

dengan kecepatan produksi mesin yang ideal. Jika Reduced speed sering terjadi

maka dapat mengurangi efektivitas mesin.

Menurunnya efektivitas mesin antara lain disebabkan oleh:

1. Manusia/operator

a. Kurang responsif dalam mengawasi operasi mesin karena kurangnya

observasi yang dilakukan operator yang bertugas disebabkan kurangnya

pelatihan pada operator.

b. Kurang teliti terhadap setiap kejadian yang mengakibatkan berkurangnya

kecepatan mesin yang disebabkan operator tidak disiplin dan ceroboh

dalam mengoperasikan mesin.

2. Mesin/peralatan

c. Mesin tidak bertenaga sehingga kecepatan produksi normal tidak tercapai

akibat pemburukan yang terjadi karena kurangnya perawatan mesin.

d. Mesin tidak stabil berputar diakibatkan mesin sudah tua.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-90
VI-5

3. Lingkungan

a. Debu yang menempel pada mesin akan mempengaruhi kinerja mesin akibat

jarang dibersihkan.

4. Metode

a. Cara setting yang tidak standar akibat tidak adanya standara acuan yang

akan mempengaruhi pada kecepatan produksi mesin.

5. Bahan

a. Berat bahan yang masuk kedalam mesin yang tidak memiliki ukuran standar

menyebabkan perputaran mesin yang tidak konstan.

6.4. Usulan Penyelesaian Masalah

6.4.1. Usulan Penyelesaian Masalah Six Big Losses

Prinsip TPM yang digunakan dalam usaha peningkatan produktivitas dan

efisiensi pada mesin Mixer Batching Plan diperusahaan adalah dengan melakukan

perhitungan OEE untuk mengetahui faktor-faktor dalam six big losses yang

menjadi prioritas utama untukdilakukan perbaikan pada mesin. Dari hasil analisa

diagram sebab akibat yang dilakukan dapat dilihat pada faktor reduced speed

losess dan set up and adjustment loss yang merupakan faktor yang dominan yang

mengakibatkan rendahnya efektivitas mesin yang digunakan sehingga merupakan

prioritas perusahaan untuk dilakukan perbaikan sebagai langakah awal dalam

usaha perningkatan produktivitas dan efisiensi mesin Mixer Batching Plan.

Adapun usulan penyelesaian masalah yang dapat dilakukan antara lain:

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-91
VI-6

Tabel 6.2. Usulan Penyelesaian Masalah Set Up/ Adjusment Loss

No Faktor-faktor Penyelesaian Masalah


1
Manusia/operator
a. Pelatihan operator dilakukan
- Kurang responsif
secara berkala stahun dua kali
- Kurang teliti
b. Pengawasan terhadap operator
lebih ditingkatkan

2 Mesin/peralatan
- Mesin tidak bertenaga
a. Perawatan mesin secar berkala
- Mesintidak stabil
b. Penggantian mesin /peralatan

3
Lingkungan a. Membersihkan mesin dan area
- Kebersihan kerja sebelum atau sesudah
proses operasi
4
Metode
- Pemeliharaan tidak standar a. Menentukan standar pelaksanaan
setting tools
5
Bahan
a. Membuat standar ukuran bahan
- Standar ukuran bahan
yang sesuai

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-92
VI-7

Tabel 6.3. Usulan Penyelesaian Masalah Reduced Speed Losess

No Faktor-faktor Penyelesaian Masalah


1
Manusia/operator
a. Pelatihan operator dilakukan
- Kurang responsif
secara berkala stahun dua kali
- Kurang teliti
b. Pengawasan terhadap operator
lebih ditingkatkan

2 Mesin/peralatan
- Mesin tidak bertenaga a. Perawatan mesin secar berkala
- Mesintidak stabil selama empat kali sebulan
b. Penggantian mesin /peralatan
3
Lingkungan a. Membersihkan mesin dan area
- Kebersihan kerja sebelum atau sesudah
proses operasi
4
Metode
- Pemeliharaan tidak standar b. Menentukan standar
pelaksanaan setting tools
5
Bahan
c. Membuat standar ukuran
- Standar ukuran bahan
bahan yang sesuai

6.4.2. Penerapan Total Productive Maintenance (TPM)

Perbedaan total productive maintenance (TPM) dengan planned

Maintenance (PM) yang utama adalah kegiatan pemeliharaan mandiri

(autonomous maintenance) dan kunci kesuksesan TPM juga tergantung pada

kesuksesan program autonomous maintenance. Kegiatan autonomous

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-93
VI-8

maintenance ini melibatkan seluruh karyawan mulai dari pimpinan sampai dengan

operator.

Dengan adanya kegiatan autonomous maintenance ini maka setiap

operator akan terlibat dalam perawatan dan penanganan setiap masalah yang

terjadi pada mesin/peralatan mereka sendiri di bagian produksi.

Sistem pelaksanaan kegiatan maintenance yang diterapkan oleh PT.

WIKA BETON merupakan sistem pemeliharaan terencana, mulai dari

perencanaan sampai dengan penggantian. Penanganan kerusakan mesin/peralatan

yang terjadi Pada mesin Mixer Btaching Plan merupakan tanggung jawab pada

bagian departemen Maintenance. Rendahnya efektivitas mesin juga dipengaruhi

oleh karena keahlian dari operator yang rendah sehingga tidak cepat tanggap

terhadap masalah yang timbul pada mesin yang dioperasikan yang dapat dilihat

pada analisa diagram sebab akibat terhadap faktor six big losses yang dominan.

Penerapan pemeliharaan mandiri dilakukan dengan tujuan agar pola pikir

operator yang berpikir bahwa operator hanya menggunakan peralatan dan orang

lain yang akan memperbaikinya dapat diubah sehingga perawatan mesin dan

peralatan di perusahaan ini dapat berjalan dengan baik dan kerusakan dapat

dicegah. Agar hal tersebut dapat tercapai maka dibutuhkan waktu dan usaha untuk

melatih operator agar kemampuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk

melaksanakan autonomous maintenance dapat ditingkatkan. Kegiatan-kegiatan

pemeliharaan mandiri yang dapat dilakukan oleh operator sebagai usaha

peningkatan efektivitas mesin produksi sesuai dengan prinsip TPM adalah :

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
VI-9
I-94

8. Membersihkan dan memeriksa pada mesin Mixer Batching Plan untuk

membersihkan debu dan kotoran pada permukaan mesin dan melakukan

pelumasan dan pengencangan mur yang longgar.

9. Menghilangkan sumber masalah dan area yang tidak terjangkau dengan

menemukan cara yang tepat untuk membersihkan pada bagian-bagian yang

sukar dijangkau

10. Membuat standar pembersihan dan pelumasan yang tepat sehingga dapat

mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk membersihkan dan memeriksa

dengan tahapan yang teratur.

11. Melaksanakan pemeriksaan meyeluruh sesuai dengan instruksi yang terdapat

pada petunjuk pemeriksaan pada mesin Mixer Batching Plan yang diperoleh

pada bagian teknik

12. Pemeliharaan mandiri secara penuh (fully autonomous maintenance) yaitu

pengembangan kebijakan dan tujuan perusahaan untuk meningkatkan kegiatan

pengembangan secara teratur dan melakukan proses perbaikan pada proses

mesin yang memiliki six big losess yang paling besar yaitu : proses idling and

minor stoppages dan set up and adjustment losess dengan menggunakan

metode perbaikan fishbone yang terlihat pada gambar 6.2 dan 6.3.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
VI-10

Mesin/operator Mesin/peralatan
Kurang teliti
Mesin obsolances

Kurang terlatih dan berhati-hati Mesin tidak


Mesin memiliki stabil
Tenaga yang rendah
Tergesa-gesa

Kurang tanggap Keausan pada


mesin
Kurang disiplin

Tidak berpatokan pada standar


Yang telah ditetapkan
Kebersihan mesin
kurang
Setting tidak Ukuran bahan
standar Tidak ideal

Jarang dibersikan

Metode Lingkungan Bahan

Gambar 6.2. Proses Perbaikan dengan Menggunakan Metode Fishbone pada

Proses Reduced Speed Losses

I-95
I-96
VI-11

Mesin/operator Mesin/peralatan
Kurang teliti dan
detail
Operator memiliki skill Waktu yg lama ut
Yang rendah menaikkan
suhu & tekanan

Tidak teratur
Kurang
Kurang tanggap perawa

Kurang mematuhi peraturan Pemburukan/k

Metode dibawah standar


Kebersihan mesin
kurang
Maintanance process
Tidak standar Tidak adanya
ukuran
Jarang dibersihkan standar bahan

Metode Lingkungan Bahan

Gambar 6.3. Proses Perbaikan dengan Menggunakan Metode Fishbone

pada

Proses Set up and Adjustment Losess

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-97

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa dan uraian hasil pengukuran overall equipment

effectiveness pada mesin Mixer Batching Plan, dapat diambil beberapa

kesimpulan, yaitu :

1. Tingkat produktivitas dan efisiensi mesin/peralatan yang diukur adalah

dengan Overall Equipment Effectiveness (OEE) sesuai dengan prinsip-prinsip

Total Productive Maintenance (TPM) dan berusaha untuk menghilangkan

ataupun mengurangi rugi-rugi pada mesin/peralatan (Equipment Losses) yang

dikenal dengan Six Big Losses.

2. Tidak tepatnya penangan dan pemeliharaan mesin dan peralatan tidak saja

dapat menyebabkan masalah kerusakan (breakdowns) mesin dan peralatan

saja tetapi juga mengakibatkan timbulnya kerugian kerugian lainnya seperti

lamanya waktu setup and adjusment, mesin menghasilkan produk cacat

ataupun yang harus dikerjakan ulang (defect and rework), mesin beroperasi

tetapi tidak menghasilkan produk dan seringnya mesin berhenti tiba-tiba

(idling minor stoppages), menurunnya kecepatan produksi mesin (reduced

speed) dan juga kerugian yang timbul pada awal produksi sampai produksi

yang stabil di capai (start-up and yield loss).

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-98

VII-2
3. Persentase masing-masing faktor six big losses yang dominan selama periode

November 2008 - April 2009 pada mesin Mixer Batching Plan adalah

Reduced Speed Losess 58,60% sebesar dan diikuti dengan faktor setup and
VII-1
adjusment sebesar 24,77%.

4. Rendahnya efektivitas mesin yang digunakan diakibatkan tingginya kontribusi

yang diberikan oleh faktor six big losses yang juga mengakibatkan rendahnya

produktivitas dan efisiensi mesin Mixer Batching Plan pada perusahaan yaitu

faktor Setup and Adjusment dan idling and minor loss.

5. Dari hasil perhitungan OEE pada mesin Mixer Batching Plan pada periode

November 2008 April 2009 ini telah dapat dilihat bahwa nilai OEE terbesar

ada pada bulan Januari 2009 sebesar 87,97% dan persentase terkecil terjadi

pada bulan November 2008 sebesar 71,57%.

7.2. Saran

Beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan masukan dan

bermanfaat bagi perusahan berdasarkan hasil penelitian ini adalah :

1. Sebaiknya Perhitungan OEE pada setiap mesin senantiasa dilakukan, sehingga

diperoleh informasi yang representatif untuk perawatan dan perbaikan secara

terus menerus (continuous improvement) dalam upaya peningkatan efektivitas

penggunaan mesin. Penggunaan metode OEE realtif lebih mudah dan dapat

dilakukan oleh setiap operator.

2. Sebaiknya sering dilakukan pelatihan kepada setiap operator maupun personil

maintenance agar dapat meningkatkan kemampuan dan keahlian operator

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-99

VII-3
dalam menanggulangi permasalahan yang ada pada mesin/peralatan sehingga

perusahaan dapat menerapkan autonomous maintenance untuk dapat

meningkatkan produktivitas dan efisiensi produksi pada bagian proses

produksi terutama pada mesin Mixer Batching Plan

3. Penanaman kesadaran kepada seluruh karyawan untuk ikut berperan aktif

dalam peningkatan produktivitas dan efisiensi untuk perusahaan dan bagi diri

mereka sendiri dari tingkat operator sampai tingkatan top management.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-100

DAFTAR PUSTAKA

1. Assauri, Sofyan., Manajemen Produksi, Edisi Ketiga, Lembaga Penerbit

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1980

2. Katila, Pekka., Applying Total Productive Maintenance-TPM Principles in the

Flexible Manufacturing Sistem, Technical Report, Lulea Tekniska

Universitet, 2000

3. Leflar, James A., Practical TPM, Succesful Equipment at Agilent

Technologies, Productivity Press, Portland, Oregon, 2001.

4. Nakajima, S., Introduction to Total Productive Maintenance, Cambridge, MA,

Producticity Press, Inc., 1988.

5. Shirose, Kunio., TPM Team Guide, Productivity Press, Inc., Portland, Oregon,

1995.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-101

L-1

Lampiran 1

Uraian Tugas dan Tanggung Jawab

1. Manajer / Kepala Pabrik

Manajer atau Kepala Pabrik PT. WIKA BETON memiliki tugas dan

tanggung jawab sebagai berikut :

1. Mengkoordinasi fungsi-fungsi yang berada di bawah pengelolaannya

sesuai dengan bagan organisasi perusahaan.

2. Terjadinya hubungan yang sehat dan saling menguntungkan dengan pihak-

pihakdi luar atau di dalam perusahaan yang berkaitan dengan tugas-

tugasnya.

3. Melaksanakan kerjasama dengan unit pemasaran dalam rangka

optimalisasi sumber daya produksi dan distribusi.

4. Mengupayakan tertib administrasi dan menyajikan laporan keseluruhan

kegiatan pabrik secara berkala.

5. Bertanggung jawab atas keamanan seluruh harta perusahaan yang berada

di bawah kekuasaannya.

6. Mengupayakan terlaksananya keselamatan dan kesehatan kerja.

7. Mengupayakan peningkatan kemampuan sumber daya manusia dalam

bidang manajemen, keahlian dan ketrampilan.

8. Bertanggung jawab atas pengadaan bahan dan mengendalikan suku

cadang, bahan baku, bahan penunjang dan produk jadi.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
L-2
I-102

9. Mengupayakan peningkatan efektivitas dan efisiensi sumber daya yang

menjadi tanggung jawabnya berpedoman pada biaya mutu dan waktu yang

telah ditetapkan.

10. Mengupayakan perbaikan proses produksi secara berkesinambungan dan

mengusulkan perbaikan sistem produksi yang efektif dan efisien.

11. Mengupayakan peningkatan mutu hasil kerja yang meliputi biaya, mutu

dan waktu sesuai dengan ukuran yang telah ditetapkan.

12. Mengendalikan dan mengevaluasi produksi dari segi biaya, mutu dan

waktu secara berkala.

13. Mengupayakan tercapainya sasaran produksi sesuai rencana yang telah

ditetapkan.

2. Kepala Seksi Teknik dan Mutu

Tugas dan tanggung jawab dari kepala seksi teknik antara lain :

1. Melakukan semua perencanaan teknis yang diperlukan pabrik.

2. Mengelola semua sarana pengujian di pabrik.

3. Memimpin dan melaksanakan analisa terhadap desain detai produk guna

meningkatkan kualitas atau optimalisasi desain.

4. Memimpin dan melaksanakan penelitian terhadap konsultasi perbaikan /

peningkatan sistem produksi peralatan sedemikian rupa sehingga

meningkatkan kualitas atau efisiensi produksi.

5. Memimpin dan melaksanakan pengujian bahan baku dan persetujuan

penggunaannya.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-103
L-3

6. Bertanggung jawab atas kualitas setiap produk yang keluar dari pabrik

untuk didistribusikan.

7. Mengelola semua sarana pengujian di pabrik

8. Bekerja sama dengan bagian lain dalam rangka meningkatkan

produktivitas, efisiensi dan kualitas produk.

9. Bertanggung jawab atas semua produk yang didistribusikan kepada

konsumen

10. Mengupayakan peningkatan kwalitas semaksimal mungkin

11. Menyusun sistem pengujian kwalitas proses produk jadi membuat laporan

secara berkala

12. Melakukan pengujian bahan baku dan memberikan persetujuan

penggunaannya

13. Melakukan pengujian hasil kegiatan Gugus Kendali Mutu serta

merekomendasikan hasil tersebut

3. Kepala Seksi Perencanaan dan Evaluasi Produksi

Sebagai Kepala Seksi Perencanaan dan Evaluasi Produksi memili tugas

dan tanggung jawab sebagai berikut :

1. Membuat dan menyajikan laporan produksi secara berkala.

2. Bertanggung jawab atas keterpaduan jadwal proses dengan rencana

penyerahan dan distribusi dari waktu ke waktu.

3. Melaksanakan Administrasi Persediaan Gudang (APG) yang meliputi

persediaan bahan baku dan bahan penunjang, persediaan dalam proses,

persediaan barang jadi dan suku cadang secara tertib.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
L-4
I-104

4. Mengelola dan melaksanakan administrasi produksi secara tertib.

5. Mengupayakan peningkatan efektivitas dan efisiensi biaya produksi dan

pemanfaatan sumber daya tanpa mengurangi kualitas dan waktu yang telah

ditetapkan.

6. Melaksanakan pengawasan, evaluasi dan analisis biaya produksi dan

pemanfaatan sumber daya di pabrik.

7. Menyusun anggaran biaya produksi untuk keperluan seluruh jalur yang

ada di pabrik.

8. Bertanggung jawab atas tersusunnya jadwal produksi dan kebutuhan

sumber daya untuk seluruh jalur-jalur yang ada di pabrik.

9. Menyusun rencana produksi beton yang disesuaikan dengan rencana

distribusi unit penjualan produk beton.

10. Mengumpulkan, mengelola dan menyimpan surat permnitaan produk

beton dari unit penjualan produk beton secara tertib dan

mengadministrasikan surat perintah produk secara tertib dan baik.

4. Kepala Seksi Administrasi Keuangan dan Personalia

1. Mengelola dan melaksanakan fungsi manajemen personalia dan

perkantoran, serta aspek hukum dan peralihan

2. Melaksanakan pengawasan penerapan sistem informasi dalam arti seluas-

luasnya

3. Membuat dan menyajikan laporan keuangan yang meliputi neraca dan

perhitungan rugi-laba secara berkala

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
L-5
I-105

4. Melaksanakan pencatatan, klasifikasi data keuangan serta evaluasi yang

menjadi informasi yang akurat

5. Melaksanakan administrasi persediaan kantor (APK) yang meliputi

persediaan bahan baku, bahan penunjang persediaan dalam proses,

persediaan barang jadi dan suku cadang secara tertib

6. Melaksanakan pengadaan lokal dan memantau perkembangan harga dari

pemasok-pemasok agar didapat persaingan dalam harga

7. Melaksanakan pembayaran kepada pihak ketiga sesuai dengan

persyaratan-persyaratan yang ditetapkan

8. Mengelola secara tertib kas dan bank, jaminan bank dan perpajakan serta

mengendalikan perskot

9. Melaksanakan pengawasan dan evaluasi biaya langsung dan tidak

langsung serta anggaran kas secara berkala

10. Menyusun anggaran biaya dan kas untuk keperluan seluruh kegiatan

pabrik

5. Kepala Seksi Peralatan

1. Melakukan penelitian terhadap metode peralatan yang digunakan serta

mengusulkan perbaiakan penggunaan peralatan agar didapat proses efektif

dan efisien

2. Bertanggung jawab atas kelengkapan dan berfungsinya mesin dan

peralatan yang akan dimobilisasikan kepabrik lain

3. Mengatur pembagian shift kerja regu peralatan dan menetapakan kepala

regunya

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
L-6
I-106

4. Mengendalikan dan mengevaluasi biaya peralatan pabrik

5. Bertanggung jawab atas keberadaan mesin dan peralatan listrik

6. bertanggung jawab atas beroperasinya mesin dan peralatan pabrik sebelum

dan selama proses produksi

7. Mempersiapkan sumber daya cetakan sesuai dengan rencana produksi

yang telah ditetapkan

8. mengupayakan pemanfaatan mesin dan peralatan pabrik secara optimal

serta memantau produktifitas pemanfaatan mesin dan peralatan pabrik

9. Merencanakan, mengendalikan dan mengevaluasi kebutuhan suku cadang

mesin dan peralatan

10. Merencanakan dan melaksanakan pengawasan program perawatan mesin

dan peralatan pabrik sesuai dengan ukuran yang berlaku

6. Kepala Seksi Unit Produksi

1. Bekerjasama dengan kepla shift menyusun perencanaan dan jadwal

produksi serta kebutuhan sumber daya pada produksinya

2. Mengatur bagian shift kerja

3. Memimpin regu-regu produksi dalam melaksanakan produksi sesuai

dengan jadwal pedoman kerja yang telah ditetapkan

4. Melaksanakan pemanfaatan tenaga kerja, alat dan bahan baku seoptimal

mungkin

5. Bertanggung jawab atas pelaksanaan mesin dan peralatan dengan baik dan

benar

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-107
L-7

6. Bertanggung jawab langsung atas keselamatan dan kesehatan kerja pada

produksinya

7. Bertanggung jawab terhadap masuk dan keluarnya produk jadi sesuai

dengan prosedur yang ditetapkan

7. Kepala Shift Produksi

1. Memimpin regu-regu produksi dalam melaksanakan produksi sesuai

dengan jadwal/pedoman kerja yang ditetapkan

2. Menyelesaikan setiap tahapan produksi serta hasil produksinya sedemikian

rupa sehingga sesuai dengan syarat-syarat teknik yang digariskan

3. Melaksanakan pemanfaatan tenaga kerja, alat dan bahan seoptimal

mungkin

4. Bertanggung jawab atas penggunaan peralatan dengan baik dan benar

5. Bertanggung jawab atas mutu produksi

6. Bekerjasama dengan bagian peralatan untuk memelihara dan menjaga

peralatan pabrik

7. Bertanggung jawab atas masuknya produk jadi sesuai dengan sistem dan

prosedur yang ada

8. Bekerja sama dengan bagian lain dalam rangka meningkatkan

produktifitas efisiensi dan mutu produk

9. Membina, membimbing dan menuntun bawahan untuk meningkatkan

kemampuan serta senantiasa mengupayakan adanya pengawasan melekat

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
L-8
I-108

Lampiran 2

Mesin dan Peralatan

a. Mesin

1. Mixer Batching Plant

Kegunaan : Berfungsi untuk mencampur atau mengadukan pasir,

koral/split, semen dan air dengan zat additive selama 80

detik sehingga homogen.

Merek : Tatchi TSM 15

Kapasitas : 1,5 m3

Tegangan : 380 V

Daya : 37 KW

Cos : 0,9

Putaran : 1477 rpm

Buatan : Malaysia

Tahun : 2004

Jumlah Mesin : 2 unit

Spare Part : Box tranmisi, timing belt, motor mixer, twin shapt,

bearing & rumah bearing, air control, air cylinder.

2. Pan Mixer

Kegunaan : Berfungsi untuk proses pengadukan air, pasir, koral/split,

semen, dan zat additive hingga homogen.

Merek : Seam S92

Kapasitas : 0,5 m3

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
L-9
I-109

Tegangan : 380 V

Daya : 18 KW

Cos : 0,9

Putaran : 1470 rpm

Buatan : Italy

Tahun : 1992

Jumlah Mesin : 2 unit

Spare Part : Box tranmisi, timing belt, motor mixer, sophel, air control,

air cylinder, bearing & rumah bearing,

3. Motor Bucket Material

Kegunaan : Berfungsi untuk menarik bucket material kedalam tangki

mixer dengan sling

Merek : Electro Adda

Kapasitas : 5 ton

Tegangan : 380 V

Daya : 7,5 KW

Cos : 0,81

Putaran : 1440 rpm

Buatan : Italy

Tahun : 1997

Jumlah Mesin : 4 unit

Spare Part : Magnet brake, motor bucket, wire rope, box transmisi

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
L-10
I-110

4. Motor screw semen

Kegunaan : Berfungsi untuk mendistribusikan semen dari silo ke

timbangan sebelum dimasukkan ketangki mixer.

Merek : MEZ

Kapasitas : 200 kg/min

Tegangan : 380 V

Daya : 5,5 KW

Cos : 0,81

Putaran : 1455 rpm

Buatan : Italy

Tahun : 1999

Jumlah Mesin : 5 unit

Spare Part : Gear box, box transmisi

5. Submersible pump

Kegunaan : Berfungsi untuk mendistribusikan air dari sumur bor ke

tower air

Merek : Grundfos

Kapasitas : 120 m3/hr

Tegangan : 380 V

Daya : 7,5 KW

Cos : 0,81

Putaran : 3000 rpm

Buatan : German

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
L-11
I-111

Tahun : 2004

Jumlah Mesin : 3unit

6. Pompa Air

Kegunaan : Berfungsi untuk mendistribusikan air dari bak ke

timbangan dan dicampurkan kedalam tangki air sebelum

dimasukkan ketangki mixer

Merek : Groudfos

Kapasitas : 30 m3/hr

Tegangan : 380 V

Daya : 2,5 KW

Cos : 0,81

Putaran : 2800 rpm

Buatan : German

Tahun : 2006

Jumlah Mesin : 8 unit

7. Motor hopper suplay

Kegunaan : Berfungsi untuk mensuplay cor ke hopper distribusi

Merek : Chenta

Kapasitas : 0,6 m3

Tegangan : 380 V

Daya : 7,5 KW

Cos : 0,81

Putaran : 1445 rpm

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
L-12
I-112

Buatan : Taiwan

Tahun : 2004

Jumlah Mesin : 1unit

Spare Part : Box tranmisi, V belt, motor hopper, roda traveling, gear

box

8. Steam Boiler

Kegunaan : Untuk mendapatkan uap panas pada proses perawatan uap

(Steam Curing)

Merek : Ta Cheng Enterprise Co.Ltd

Kapasitas : 1,8 ton/hr

Tegangan : 380 V

Daya : 4,6 KW

Cos : 0,81

Putaran : 2870 rpm

Buatan : Taipei Hsien Taiwan

Tahun : 1990

Jumlah Mesin : 1 unit

Spare Part : Pressurre gauge, box transmisi, selonoid valve, selonoid

coil

Merek : MMI Boiler 2000 PEL/1050

Kapasitas : 3,2 ton/hr

Tegangan : 380 V

Daya : 7,5 KW

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
L-13
I-113

Cos : 0,84

Putaran : 2870 rpm

Buatan : Italy

Tahun : 2003

Jumlah Mesin : 1 unit

Spare Part : Pressurre gauge, box transmisi, selonoid valve, selonoid

coil

9. Gear Motor Hopper

Kegunaan : Untuk menggerakkan motor hopper

Merek : Teco

Kapasitas : 0,6 m3

Tegangan : 380 V

Daya : 5,5 KW

Cos : 0,84

Putaran : 1450 rpm

Buatan : Singapur

Tahun : 1992

Jumlah Mesin : 6 unit

Spare Part : Gear box, sprocket, chain, box transmisi

10. Gear Motor Trolly

Kegunaan : Untuk menggerakkan motor trolly

Merek : Teco

Kapasitas : 7,5 ton

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
L-14
I-114

Tegangan : 380 V

Daya : 7,5 KW

Cos : 0,84

Putaran : 1450 rpm

Buatan : Singapur

Tahun : 1992

Jumlah Mesin : 10unit

Spare Part : Gear box, sprocket, chain, sling, pulley, box transmisi

11. Motor Spinning dan panel

Kegunaan : Untuk memutar roll spinning agar adukan beton didalam

cetakan menjadi padat

Merek : Centricon

Tegangan : 460 V

Daya : 120 KW

Cos : 0,84

Putaran : 2000 rpm

Buatan : German

Tahun : 2005

Jumlah Mesin : 3 unit

Spare Part : Box tranmisi, rubber join, V belt, saringan udara, pulley

12. Mesin Tes Tekan Kubus

Kegunaan : Mesin yang digunakan untuk pengujian kekuatan beton

Merek : controls

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
L-15
I-115

Kapasitas : 3000 kN(kilo Newton)

Tegangan : 230 V

Daya : 0,75 KW

Cos : 0,9

Putaran : 1435 rpm

Buatan : Italy

Tahun : 2004

Jumlah Mesin : 1 unit

Spare Part : Selang hidrolik, cran, indicator digital

13. Motor Hoist

Kegunaan : Untuk mengangkat hoist craine dengan sling dan rantai

Merek : Demag

Kapasitas : 8 ton

Tegangan : 380 V

Daya : 7,1 KW

Cos : 0,85

Putaran : 1500 rpm

Buatan : German

Tahun : 1998

Jumlah Mesin : 16 unit

Spare Part : wire rope, sling, rol spider, kampas brake, gear box, box

transmisi

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
L-16
I-116

14. Crain Hoist

Kegunaan : Untuk memindahkan cetakan dengan menggunakan rantai

Merek : Demag

Kapasitas : 2 ton

Tegangan : 380 V

Daya : 5 KW

Cos : 0,85

Putaran : 1500 rpm

Buatan : German

Tahun : 1985

Jumlah Mesin : 6 unit

Spare Part : Wire rope, sling, rol spider, kampas brake, gear box, box

transmisi

15. Compressor Scew

Kegunaan :Untuk mendapatkan kekuatan angin didalam

pengoperasian.

Merek : Ingersoll-Rand

Kapasitas : 12 bar

Tegangan : 380 V

Daya : 11,2 KW

Cos : 0,85

Putaran : 1000 rpm

Buatan : Singapur

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
L-17
I-117

Tahun : 1996

Jumlah Mesin : 4 unit

Spare Part : V belt, filter udara, pressure switch

17. Mesin Stressing

Kegunaan : Untuk menegangkan PC Wire pada proses penulangan

Merek : Enerpac

Kapasitas : 50 ton

Tegangan : 220 V

Daya : 1 HP

Cos : 0,94

Putaran : 1425rpm

Buatan : Amerika

Tahun : 2004

Jumlah Mesin : 4 unit

Spare Part : Pressurre gauge, selang hidrolik, filter oli, valve

18. Softener

Kegunaan : Untuk menyaring air dari zat-zat yang dapat merusak

steam boiler

Merek : Taiwan Oya

Kapasitas : 1,5 m3

Buatan : taiwan

Tahun : 1995

Jumlah Mesin : 2 unit

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
L-18
I-118

19. Genset dan Panel Induk

Kegunaan : Untuk mendapatkan arus listrik pengganti bila arus dari

PLN tiba-tiba terputus

Merek : Cummins

Tegangan : 380 V

Daya : 750 KVA

Cos : 0,8

Putaran : 1500 rpm

Buatan : German

Tahun : 1995

Jumlah Mesin : 1 unit

Spare Part : Filter oli, ACCU

20. Bridge craine

Kegunaan : Untuk mengangkat cetakan bawah dan end plate dari atas

trolly ke tempat perakitan tulangan

Merek : Inti total crane

Kapasitas : 2 x 8 ton

Buatan : Indonesia

Tahun : 1995

Jumlah Mesin : 4 unit

21. Mesin Heading

Kegunaan : Untuk membentuk kepala pada PC wire

Merek : parilla

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-119
L-19

Kapasitas : 7/9 mm

Tegangan : 380 V

Daya : 2,2 KW

Cos : 0,81

Putaran : 1420 rpm

Buatan : Amerika

Tahun : 1994

Jumlah Mesin : 6unit

Spare Part : Ragum, Hammer, selang hidrolik, valve

22. Mesin Spiral

Kegunaan : Untuk membuat Spiral sesuai dengan tipe yang dibutuhkan

Merek : Flander himmel

Tegangan : 380 V

Daya : 5,5 KW

Cos : 0,84

Putaran : 1500 rpm

Buatan : Jepang

Tahun : 1991

Jumlah Mesin : 4 unit

Spare Part : Gear, sproket

23. Mesin Vibrator

Kegunaan : Untuk meratakan cor beton pada cetakan

Merek : MEZ

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
L-20
I-120

Tegangan : 380 V

Daya : 4 KW

Cos : 0,83

Putaran : 1440 rpm

Buatan : Italy

Tahun : 2006

Jumlah Mesin : 4 unit

Spare Part : Selang vibrator, pulley, V belt

24. Mesin Conveyor

Kegunaan : Untuk memindahkan split yang telah dicuci ke

penampungan

Merek : TECO

Kapasitas : 6 m3/hr

Tegangan : 380 V

Daya : 5,5 KW

Cos : 0,8

Putaran : 1450rpm

Buatan : Singapura

Tahun : 1992

Jumlah Mesin : 1unit

Spare Part : Chain, sproker, gear box, motor conveyor, rol conveyor,

kain conveyor

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
L-21
I-121

25. Motor pintu bucket

Kegunaan : Untuk membuka dan menutup pintu bucket material

Merek : TECO

Tegangan : 380 V

Daya : 2,2 KW

Cos : 0,8

Putaran : 1425 rpm

Buatan : Singapur

Tahun : 1997

Jumlah Mesin : 1 unit

Spare Part : Gear box

26. Mesin getar

Kegunaan : Untuk menggetarkan split

Merek : TECO

Tegangan : 380 V

Daya : 11 KW

Cos : 0,8

Putaran : 1425 rpm

Buatan : Singapur

Tahun : 1997

Jumlah Mesin : 1 unit

Spare Part : Saringan split, belt

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
L-22
I-122

28. End Carriage

Kegunaan : Untuk menggerakkan portal

Merek : Demag

Kapasitas : 10 ton

Tegangan : 380 V

Daya : 1,2 KW

Cos : 0,82

Putaran : 2750 rpm

Buatan : German

Tahun : 2003

Jumlah Mesin : 14 unit

Spare Part : Gear box, magnet brake, rol spider, as roda, roda end

carriage

29. Scraper

Kegunaan : Untuk menarik material di bak

Merek : TECO

Tegangan : 380 V

Daya : 7,5 KW

Cos : 0,85

Putaran : 1450 rpm

Buatan : Singapur

Tahun : 2002

Jumlah Mesin : 3 unit

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-123
L-23

Spare Part : Chaint, sprocket, sling

b. Peralatan

Peralatan merupakan sebagai alat bantu dalam melancarkan proses

produksi mulai dari pengadaan bahan baku hingga penyimpanan produk

jadi.

Adapun pembagian peralatan menurut fungsinya adalah :

1. Trolly

Fungsi : Untuk mengangkut cetakan dari suatu daerah kerja kedaerah kerja

berikutnya

2. Sottener

Fungsi : Alat untuk menyaring air dari zat-zat yang dapat merusak steam

boiler

3. Submer Sible Pump

Fungsi : Untuk memompa air dari dalam tanah

3. Lifting Beam

Fungsi : Merupakan tempat gantungan dari rantai atau sling pada hoist

4. Cetakan

Fungsi : Merupakan tempat untuk membentuk produk jadi sesuai dengan

produksi yang dilakukan

5. Sapu cetakan

Fungsi : Untuk membersihkan sisa karat yang terdapat pada baja penguat dan

ceceran material beton yang telah mengeras akibat pengangkutan sebelumnya

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
L-24
I-124

6. Ring Heading (mur)

Fungsi : Alat yang dikaitkan pada baja dengan kawat pengikat, yang disusun

lebih rapat pada ujung tiang untuk menahan beban instalasi dan untuk

membentuk rangkaian tulangan agar tidak bergelombang.

7. Gegep

Fungsi : Alat yang digunakan pada proses perakitan tulangan (reinforcement

assembly) yang dilakukan di cetakan

8. Kunci (impact tools)

Fungsi : Alat untuk mengencangkan seluruh baut yang digunakan pada proses

perakitan tulangan ke cetakan.

10. Kuas

Fungsi : Alat untuk membersihkan cetakan dan ujung plate dari kotoran

atau sisa adukan beton.

11. Tebeng cor

Fungsi : Alat yang dipasang pada kanan dan kiri cetakan bawah agar cetakan

tidak bergeser ketika dicor.

9. Bak perawatan

Fungsi : Bak yang digunakan pada saat proses penguapan (steam curring)

berlangsung dengan metode bak dimana produk beton yang masih dalam

cetakan setelah dilakukan pemadatan ditempatkan dalam bak ini.

10. Terpal

Fungsi : Alat yang digunakan pada saat proses penguapan (steam curring)

berlangsung dengan metode terpal dimana produk beton yang masih dalam

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
L-25
I-125

cetakan setelah dilakukan pemadatan ditutupi denganterpal ketika dilakukan

penguapan.

11. Blander

Fungsi : Alat untuk memotong besi pra tegang berupa alat potong las yang

digunakan pada saat pembukaan cetakan.

12. Mal penandaan (logo)

Fungsi : Digunakan sebagai cetakan untuk membuat logo perusahaan

sebagai merek pada setiap produk jadi yang dibuat.

16. Hopper

Fungsi : Untuk memindahkan adukan beton dari pan mixer ke cetakan.

17. Chain Hoist

Fungsi : Untuk memindahkan cetakan dengan menggunakan rantai

penulanggan.

18. Wire Rope Hoist

Fungsi : Untuk memindahkan cetakan dengan menggunakan sling

19. End Carriage

Fungsi : Untuk mengerakkan portal crane

20. Bridge Crane

Fungsi : Untuk mengangkat cetakan bawah dan end plate dari atas trolly

ke tempat perakitan tulangan.

21. Portal Crane

Fungsi : Untuk memindahkan produk jadi di daerah stock yard.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.
I-126
L-26

22. Bucket material

Fungsi : Untuk tempat menimbang material dan mendistribusikan ke

mixer.

23. Roll spinning

Fungsi : Untuk memutar cetakan.

Cut Lisna Wati : Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika, 2009.

You might also like