You are on page 1of 7

Pengobatan keloid kecil dengan 5-fluorourasil intralesi dibandingkan dengan

triamcinolone asetonid intralesi dengan 5-fluorouracil

Departemen Penyakit Kulit & Kelamin, Sri Guru Ram Das Institute of Medical Sciences &
Penelitian, Amritsar, India.
** Departemen Fisiologi, Sri Guru Ram Das Institute of Medical Sciences & Research,Amritsar,
India.
*** Konsultan Dermatologist, Hoshiarpur, India

Latar belakang :
Keloid adalah area yang terbuat dari massa jinak padat karena akibat pertumbuhan berlebih
jaringan fibrosa yang melampaui batas lesi sebelumnya

Tujuan
Untuk membandingkan efikasi intralesi 5-fluorouracil (5-FU) sendiri dengan
intralesitriamsinolon acetonide (TAC) dalam kombinasi dengan 5-fluorouracil.

Pasien dan metode


Studi dalam 50 lesi yang didiagnosis klinis keloid dari 28 pasien telah dilakukan. Dalam
kelompok A, 25 lesi keloid menjadi sasaran dengan penggunaan 50 mg / ml 5-FU intralesi
sementara dalam Kelompok B dengan 25 lesi keloid disuntik intralesi dengan kombinasi 40 mg
/ml triamsinolon acetonide (0,1 ml) dan 5-FU 50mg / ml (0,9 ml). Kedua prosedur diulang dalam
interval 1 mingguan selama 4 minggu, kemudian dua bulan dan kemudian sampai lesi keloid
pada kedua kelompok dinilai tingkat penyebaran lesi sama seperti yang dengan jaringan di
sekitarnya untuk maksimal 3 bulan.

Hasil
Respon sangat baik sampai baik terlihat pada 96% kasus pada kelompok B berbeda dengan 72%
pada kelompok A. Lesi kelompok B menunjukkan peningkatan yang lebih baik dari kelompok A
pada lesi pruritus, rasa nyeri,kelembutan, pembatasan gerakan dan masalah kosmetik. Tidak ada
kekambuhan pada semua lesi yang diteliti
Kesimpulan
Kombinasi dari 5-FU dan triamcinolone acetonide merupakan modalitas pengobatan yang lebih
baik untuk keloid kecil dibandingkan dengan 5-FU sendiri.

Kata kunci
Keloid, 5-FU, triamsinolon asetonid.

Pengantar
Keloid adalah pertumbuhan hiperproliferatif sel fibroblast dermis yang bersifat jinak yang
melampaui batas luka aslinya, tidak regresi secara spontan dan kemungkinan muncul kembali
setelah eksisi. Bekas luka hipertrofik dan keloid akan mengarah ke morbiditas yang signifikan
dengan pruritus, nyeri, pembatasan gerakan dan masalah kosmetik. Berbagai macam modalitas
terapi seperti obat-obatan, terapi kompres, terapi laser, exsisi bedah, 5-flouorouracil, radioterapi,
gel silastic, steroid intralesi, cryosurgery dll, telah mengalami pendekatan untuk pengobatan
keloid tanpa hasil yang meyakinkan.

Sampai saat ini, keloid memberikan tantangan kepada dermatologis karena kemampuannya yang
bisa beregresi meskipun dengan terapi yang adekuat dan respon yang berbeda beda yang
tersedia. Perlunakan dan pendataran telah tercapai dengan terapi steroid intralesi. Terdapat
pengobatan yang menjanjikan dalam keloid yang diberikan oleh 5-flourouracil. Mode aksi dari
modalitas ini adalah dengan cara menggangu metabolisme pirimidin dan mengubah 5-flouro-2-
deoxyuridine-5-phosphate (F-dUMP) dimana sebagai inhibitor poten dari sintesis thymidilate
sehingga sintesis DNA terblokir. Triamcinolone acetonide berefek dengan cara menginhibisi
sintesis protein dan migrasi fibroblast. Hal ini juga merubah degradasi kolagen. Kita telah
mengobservasi hasil-hasil yang menjanjikan dalam regresi keloid dengan cara
mengkombinasikan efek intralesi 5-FU dan Triamcinolone acetonide. Terdapat kesulitan dalam
untuk mengetahui efikasi dari pengobatan yang sudah ada, nomor terkontrol, studi perbandingan
dari keefektifitas dari berbagai macam metode pengobatan dalam memperbaiki gambaran atau
gejala dari bekas bekas luka ini. Metode berikut yang digunakan dalam studi ini disajikan
untuk menekankan konsep kombinasi intralesi 5-FU dan triamcinolone acetonide dalam
manajemen keloid.
Pasien dan metode
28 pasien (16 laki-laki dan 12 perempuan) dengan 50 lesi yang didiagnosis klinis menjadi intrac
table keloid (<5x5x0.5cm) yang mengunjungi departemen Dermatology dan Venerology
Outpatient (OPD) di Institute of Medikal Science and Research Sri Guru Ram Das, Amristar
yang terdaftar untuk mengikuti studi dari bulan Agustus 2007 sampai Juli 2009 setelah menerima
persetujuan tertulis mereka. Lesinya dirandomkan menjadi 2 grup berdasarkan bagian dari tubuh
yang terkait, yang dibagi berdasarkan garis midsagital, lesi yang berada di sebelah kiri garis
moidsagital dilabel sebagai grup A, dan lesi yang berada disebelah kanan dilabel sebagai grup B.
Pasien dengan umur dibawah 20 tahun dan diatas 60 tahun tidak termasuk dalam studi ini. Telah
dipastikan bahwa semua 50 lesi yang dipilih adalah keloid, dan tidak ada sama sekali yang
menunjukan kecenderungan untuk merata secara spontan atau mengalami perbaikan dengan
pengobatan sebelumnya dan semua lesi menunjukan ekstensi untuk melebar melebihi luka
aslinya. Rekam medis yang detail dari setiap pasien diambil berdasarkan lamanya sakit dan luka
luka tambahan yang menyebabkan terbentuknya keloid. Selain itu pemeriksaan generalisasi
dan pemeriksaan mukokutaneus telah dilakukan. Pemeriksaan lain seperti hemoglobin,
penghitungan leokosit total, penghitungan jenis leukosit dan urin lengkap telah dilakukan dalam
setiap kasus.

50 lesi keloid telah dibagi sama rata menjadi dua grup A dan B berdasarkan kriteria diatas. Grup
A 25 lesi keloid diberikan 50 mg/ml 5 FU secara intralesi dengan menggunakan pengukur
suntikan insulin. Dalam grup B 25 lesi keloid diberikan 40 mg/ml triamcinolone asetonid (0,1
ml) yang diinjeksi intralesi menggunakan pengukuran suntikan insulin dengan konsentrasi 9 : 1.
0,1 ml dari setiap solusio diinjeksi dengan jarak 1 cm antara lesi satu sama lain dalam setiap
grup. Untuk kedua grup pasien diobservasi selama 20 menit kedepan untuk komplikasi yang
segera seperti nyeri, edema, eritema dan pembentukan bula. Setelah itu pasien disarankan untuk
pulang dan melaporkan kembali untuk cake up setelah 48 jam. Durasi dari pengobatan yang
diberikan dibatasi sampai dengan 6 bulan dimana kedua prosedur diulangi lagi setiap minggu
secara interval selama 4 minggu dan diulangi lagi tiap bulan selama 2 bulan sampai lesi keloid
dalam kedua grup terasumsi dalam batas yang sama dengan jaringan sekitar atau selama
maksimum 3 bulan. Setiap waktu lesi akan diperiksa berdasarkan parameter seperti nyeri, edema,
pembentukan bula, ulserasi, infeksi sekunder, perubahan pigmentasi, kerataan, dan kekambuhan.
Sebelum dan sesudah foto dari lesi diambil dari setiap pasien dan menentukan dimensi dari
setiap lesi dengan bantuan kliper. Pada akhir dari periode studi respon dalam pengobatan dalam
patokan perataan lesi dikategorikan dalam sangat bagus : 76 100% perbaikan, bagus : 51
75% perbaikan, cukup : 26 50% perbaikan dan buruk : <25% perbaikan. Semua pasien
difollow up selama 12 bulan untuk mengetahui rekurensi lesi. Hasil yang dicapai di simpan
dalam bentuk pro forma yang dibandingkan dengan analisis statistic yang relevan pada akhir
studi.

Hasil
Hasil dievaluasi secara umum berdasarkan perbaikan dalam gejala dan tanda, perataan lesi,
rekurensi, dan efek samping lama setelah menyelesaikan pengobatan. Komplikasi lokal langsung
terlihat dalam hampir semua pasien adalah nyeri, edema, pupura, hiperpigmntasi dan kesemutan.
Lesi grup B menunjukan perbaikan yang lebih baik dari pada grup A dalam bentuk kelembutan,
pembatasan gerakan dan masalah kosmetik. Perbedaan perbedaan tadi mempunyai efek
signifikan secara statistik dalam hubungannya terhadap perbaikan pruritus (table 1).

Table 2 menunjukan respon terhadap pengobatan dalam lesi grup B benar benar menunjukan
respon yang lebih baik terhapa pengobatan dari pada lesi grup A. respon bagus sampai sangat
bagus terlihat dalam 96% kasus di grup B dibandingkan dengan hanya 72% kasus di grup A.

Selain itu hanya 4% dari pasien yang memberikan respon buruk atau cukup terhadap pengobatan
di grup B dibandingkan dengan 28% di grup A. oleh karena itu pengobatan yang diaplikasikan di
grup B terbukti jauh lebih baik dari pada respon pengobatan di grup A.

Table 3 menunjukan efek samping terhadap kedua grup. Dari 25 lesi keloid di grup A, 2 (8,0%)
lesi menunjukan atrofi, 1 (4,0%) lesi menunjukan hiperpigmentasi, 1 (4,0%) lesi menunukan
hipopigmentasi dan tidak ada lesi yang menunjukan telangiectasia setelah pengobatan selesai. Di
grup B, 3 (12,0%) lesi menunjukan atrofi, 1 (4,0%) lesi menunukkan hiperpigmentasi, 2 (8,0%)
lesi menunjukan hipopigmentasi dan 1 (4,0%) lesi menunjukan telangiectasia setelah pengobatan
selesai. Efek efek ini ternyata bersifat reversible selama periode follow up dalam 12 bulan.
Tidak ada efek samping sistemik (seperti anemia, leukopenia dan trombositopenia) yang terjadi
dalam studi ini. Pada akhir follow up yang selama 12 bulan, 21 pasien (84%) di grup A dan 19
pasien (76%) di grup B melaporkan kembali ke kami. Tidak rekurensi terlihat dalam lesi
manapun.

Diskusi
Keloid adalah bekas luka akibat bentuk abnormal dengan ekstensi seperti kuku tajam pada kulit
normal. Perataan lesi menjadi lebih tinggi dan menebal dalam 3 4 minggu dalam stimulus
provokatif. Lesinya menjadi padat dan terbentuk plak berwarna pink atau merah yang bisa
tumbuh berbulan bulan atau bertahun tahun. Permukaan dari keloid menjadi lebih halus,
lebih bulat dan menyebar melewati area lesi awalnya. Hal ini biasanya berakibatnya irritable,
sensitive dan kadang kandang kenyal. Berbagai macam teknik telah dicoba sebelumnya untuk
mencari sebuah kemungkinan solusi terhadap teka teki dari penyembuhan keloid tapi tidak ada
hasil yang dapat memberikan terapi yang tepat. Studi masa kini yang dilakukan adalah untuk
membandingkan efek dari 5 FU secara intalesi terhadap kombinasi triamcinolone (TAC) dan 5
FU dalam pengobatan keloid kecil (<5x5x0,5 cm3). Kami menemukan bahwa terapi kombinasi
dengan TAC dan 5FU secara intalesi adalah pengobatan yang efektif terhadap keloid dalam studi
perbandingan. Hasil yang dicapai jauh lebih baik dibandingkan injeksi 5 FU sendiri secara
intarlesi. Sepengetahuan kami tidak banyak studi yang telah dilakukan diseluruh dunia untuk
membandingkan kedua modalitas pengobatan ini.

Intralesi 5 FU berperan dengan cara menginhibisi proliferasi fibroblast dan aktivitas


antimetabolik. 5 FU juga mempunya efek inhibitor terhadap TGF-beta yang diinduksi oleh
ekspresi tipe I kolagen pada gen di sel fibroblast manusia. Dia mengganggu sintesis DNA dan
RNA pada beberapa tingkatan, termausk dalamnya inhibisi thymidylat sintesis dan produksi
metabolic toksisk. Intralesi TAC menyebabkan inhibisi dari sintesis protein dan migrasi
fibroblast. Dia juga meningkatkan degradasi kolagen. Steroid diketahui dapat menginhibisi
sintesis kolagen dan mempunyai efek anti inflamasi. Atrofi yang merupakan salah satu efek dari
steroid digunakan untuk mencapai efek terupetik di keloid. Penambahan 0,1 ml TAC (40 mg/ml)
dalam 0,9 ml 5FU (50 mg/ml) membantu mengurangi nyeri dan inflamasi. Telah dilaporkan
bahwa 5FU yang diberikan secara intalesi sekali dalam seminggu atau sekali dalam setiap 2
minggu dalam keloid dan hipertrofi skar sangat efektif.
Satu satunya efek samping yang muncul yang terlihat dengan injeksi 5 FU pada kedua grup
adalah nyeri, kesemutan, purpura pada lokasi injeksi dan kadang kadang terdapat ulcerasi
superfisial. Hiperpigmentasi adalah salah satu tanda yang konstan terlihat selalu muncul pada
setiap kasus yang dilaporkan pada studi studi yang lain. Penggunaan kombinasi dari TAC
intalesi dan 5 FU dalam pengobatan skar hipertrofi yang mengalami inflamasi sebelumnya telah
dilaporkan mempunyai efek yang baik dan bisa menghindari potensi komplikasi. Sensasi
terbakar atau nyeri adalah efek samping langsung yang paling sering muncul yang dilaporkan
dari semua pasien dalam pengobatan kombinasi TAC dan 5 FU dan pengobatan 5 FU sendiri
dengan hasil yang konsisten dengan studi-studi lain. Respon yang paling banyak adalah perataan
keloid yang terlihat dalam kedua grup setelah 12 minggu. Kami juga menemukan bahwa tipe
dari respon terhadap pengobatan dalam kontek perataan keloid di grup B secara statistic berefek
signifikan dibandingkan dengan grup A (table2). Dalam grup A hasil baik dan sangat baik
terlihat di 72% lesi. Hasil ini menurut studi yang dilakukan oleh nanda dan reddy. Dalam studi
kami respon sangat baik terlihat dalam 32% lesi sementara respon buruk terlihat dalam 12% lesi.
Hasil ini hampir selalu konsisten dengan studi lain, namun hasil kami sedikit bervariasi dengan
beberapa studi lain. Dalam grup B hasil baik dan sangat baik terlihat dalam 96% lesi hasil kami
konsisten dengan studi oleh Wu et all yang menunjukan efikasi 97,4% . hasil dari studi kami
dapat dibandingkan dengan studi sebelumnya yang telah dilkaporkan dimana rata rata ukuran
reduksi adalah 84%. Namun hasil kami sedikit berbeda dari studi lain dimana durasi pengobatan
hanya 8 minggu.

Pada akhir studi ini, 2 (8%) lesi yang terbentuk berupa atrofi padahal tidak ada lesi yang
berkembang menjadi telangiectasia pada grup A. studi kami hamper mirip dengan studi
sebelumnya dimana juga tidak mengobservasi atrofi dan telangiectasia. Kami juga
mengobservasi hiperpigmentasi dan hipopigmentasi dalam 1 (4%). Dalam setiap lesi pada grup
yang sama. Dalam grup B 25 lesi keloid, 3 (12,0%) lesi menunjukan atrofi, 2 (8,0%) lesi
menunjukan hipopigmentasi, 1 (4,0%) lesi menunjukan hiperpigmentasi dan 1 (4,0%) lesi
menunjukan telangiectasia setelah pengobatan selesai. Efek efek ini ternyata bersifat reversible
selama periode follow up 12 bulan. Meskipun kami menggunakan dosis yang lebih tinggi dari
TAC yaitu 40 mg/ml dalam studi kami yang dibandingkan dengan dosis yang digunkan oleh
Fitzpatrick yaitu 10mg/ml, , dan kami tidak menemukan efek samping yang signifikan dari
steroid dikarenakan pengulangan prosedur dalam interval yang bervariasi daripada
melakukannya setiap waktu dalam interval 1 minggu seperti dalam kebanyakan studi lain. Mirip
dengan hasil studi lain kami menemukan pada akhir studi, tidak ada efek samping sistemik dan
tidak ada kelainan dalam penghitungan darah lengkap perifer dalam kedua grup.

Tidak ada rekurensi yang terlihat pada lesi manapun pada kedua grup yang dilaporkan pada akhir
dari periode follow up 12 bulan. Seperti yang terlihat pada studi lain. Kami juga mengobservasi
hubungan antara ukuran keloid dan durasi keloid dibandingkan dengan durasi pengobatan dalam
studi kami. Keloid keloid yang pada hal ini berukuran kecil dan mempunyai durasi yang lebih
pendek berespon lebih baik dari pada lesi yang lain.

Kesimpulan
Kombinasi dari 5 FU dan TAC mempunyaiefek sinergis terhadap keloid.Meskipun perbaikan
memuaskan terlihat dalam kedua perbandingan grup, terdapat sebuah efek yang signifikan dan
dapat diterima kepada pasien dalam grup terapi kombinasi 5 FU dan TAC.Kami menyarankan
bahwa pengobatan harus diindividualisasikan berdasarkan ukuran, tebal, distribusi dan durasi
dari lesi.

Keterbatasan studi
Studi kami berisikan 50 lesi keloid. Kami menyarankan diadakan lebih banyak randomisasi
klinical trial dengan sample yang lebih besar.

You might also like