You are on page 1of 21

EKA FITRI SARI NINGRUM

201210330311146

ABORTUS INKOMPLIT

Abortus inkomplit memiliki komplikasi yang dapat mengancam keselamatan ibu karena
adanya perdarahan yang masif yang bisa menimbulkan kematian akibat adanya syok hipovolemik
apabila keadaan ini tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat. Seorang ibu hamil yang
mengalami abortus inkomplit dapat mengalami guncangan psikis tidak hanya pada ibu namun juga
pada keluarganya, terutama pada keluarga yang sangat menginginkan anak. Salah satu kejadian
yang paling sering terjadi dalam bidang kebidanan dan kandungan dengan keluhan adanya
perdarahan pervaginam yakni terjadinya abortus. Abortus inkomplit dapat didefinisikan sebagai
pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa
tertinggal dalam uterus.Kejadian abortus inkomplit ini diperkirakan terjadi pada 10-15%
kehamilan.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) diperkirakan 4,2 juta abortus dilakukan setiap
tahun di Asia Tenggara, dengan perincian :1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura,750.000
sampai 1,5 juta di Indonesia,155.000 sampai 750.000 di Filipina dan 300.000 sampai 900.000 di
Thailand, namun tidak dikemukakan perkiraan tentang abortus di Kamboja, Laos dan Myanmar.
Hasil survei yang diselenggarakan oleh suatu lembaga penelitian di New York yang dimuat dalam
International Family Planning Perspectives, Juni 1997, memberikan gambaran lebih lanjut tentang
abortus di Asia Selatan dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Abortus di Indonesia dilakukan
Baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Dan dilakukan tidak hanya oleh mereka yang mampu
tapi juga oleh mereka yang kurang mampu Di perkotaan abortus dilakukan 24-57% oleh dokter,16-
28% oleh bidan/ perawat, 19-25% oleh dukun dan 18-24% dilakukan sendiri. Sedangkan, di
pedesaan abortus dilakukan 13-26% oleh dokter, 18-26% oleh bidan/perawat, 31-47% oleh dukun
dan 17-22% dilakukan sendiri. Cara abortus yang dilakukan oleh dokter dan bidan/perawat adalah
berturut-turut: kuret isap (91%), dilatasi dan kuretase (30%) sertas prostaglandin / suntikan (4%).
Abortus yang dilakukan sendiri atau dukun memakai obat/hormon (8%), jamu/obat tradisional
(33%), alat lain (17%) dan pemijatan (79%). Survei yang dilakukan di beberapa klinik di Jakarta,
Medan, Surabaya dan Denpasar menunjukkan bahwa abortus dilakukan 89% pada wanita yang
sudah menikah, 11% pada wanita yang belum menikah dengan perincian: 45% akan menikah
kemudian, 55% belum ada rencana menikah. Sedangkan golongan umur mereka yang melakukan
abortus: 34% berusia antara 30-46 tahun, 51% berusia antara 20-29 tahun dan sisanya 15% berusia
di bawah 20 tahun.

Abortus inkomplit sering terjadi pada wanita hamil apabila dilakukan penanganan yang
cepat dan tepat maka komplikasi yang timbul dapat diminimalkan. Namun, apabila abortus ini
tidak ditangani dengan baik maka dapat menimbulkan kematian ibu. Oleh karena itu, abortus
inkomplit adalah topik yang penting dan menarik yang harus dikuasai oleh dokter ataupun pekerja
medis yang lain.

Dalam tinjauan kasus ini akan dibahas bagaimana teori tentang abortus inkomplit, laporan
kasus, dan pembahasan kasus, apakah sudah sesuai dengan teori, atau belum. Diharapkan dengan
tinjauan kasus ini dapat dimengerti lebih baik tentang abortus inkomplit sehingga apabila kita
menjumpai kasus ini, kita dapat melakukan tindakan penanganan yang cepat dan tepat.

1. DEFINISI
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan. Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum
viabel, disertai atau tanpa pengeluaran hasil konsepsi. Sampai saat ini janin yang terkecil
dilaporkan dapat hidup diluar rahim, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan
tetapi, karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan dibawah 500 gram dapat
hidup terus maka abortus dapat ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin
dapat mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu.1 Menurut WHO, abortus
didefinisikan sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan
atau berat janin kurang dari 500 gram. Sedangkan abortus inkomplit adalah pengeluaran
sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa
jaringan yang tertinggal di dalam uterus.
Jadi, kesimpulannya definisi dari Abortus adalah pengeluaran hasil pembuahan
(konsepsi) dengan berat badan janin < 500 gram atau kehamilan kurang dari 20 minggu.
Insiden 15% dari semua kehamilan yang diketahui (Naylor, 2011).

2. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika serikat banyak kehamilan tidak viable, dengan perkiraan kematian 50%
sebelum keterlambatan pertama periode menstruasi. Kehamilan ini biasanya tidak
menunjukan gejala klinis. Aborstus spontan yang klasik ditunjukan secara klinis (dengan
tes darah, USG) kematian janin sebelum usia 20 minggu. Perkiraan terjadinya 10-15%
kehamilan.3 Morbiditas abortus inkomplit sama dengan abortus spontan dan termasuk
perdarahan, infeksi, dan dipertahankannya produk konsepsi. Data survilance dari
kehamilan yang dihubungkan dengan kematian pada 1987-1990 didapatkan dari total 1459
kematian di Amerika Serikat. Dari data kematian tersebut abortus terjadi sekitar 5,6% 3,4.
Angka kejadian sama pada semua ras. Data survilance dari data kehamilan yang
dihubungkan dengan kematian (1987-1990) menunjukan kematian lebih banyak
disebabkan oleh kehamilan ektopik dan abortus pada wanita Afrika-Amerika dibandingkan
wanita Kaukasian. 14% dari kehamilan yang dihubungkan dengan kematian pada wanita
kulit hitam yang disebabkan oleh kehamilan ektopik; 7% disebabkan oleh abortus. Diantara
wanita kulit putih, data menunjukkan 8% menunjukan dari kehamilan yang menunjukan
kematian disebabkan oleh kehamilan ektopik, 4% disebabkan oleh abortus 4,5
Kegagalan kehamilan meningkat sesuai dengan umur dan peningkatan yang signifikan
pada wanita yang berumur lebih dari 40 tahun, umur dan peningkatan paritas menyebabkan
peningkatan resiko kematian janin pada wanita kurang dari 20 tahun, kejadian kematian
janin diperkirakan 12% dari kehamilan. Pada wanita yang berumur lebih dari 20 tahun,
kejadian kematian janin diperkirakan 26% dari kehamilan.1,2 Umur secara langsung
berpengaruh pada oocyte. Saat oocyte dari wanita muda dipergunakan untuk membuat
embrio untuk diberikan pada penerima yang lebih tua, rata-rata implantasi dan rata-rata
ekspresi kehamilan terlihat pada wanita yang lebih muda; angka kematian janin dan
abnormalitas kromosom menurun, akibat tidak beresponnya uterus pada wanita usia
reproduktif yang lebih tua.

3. KLASIFIKASI

Klasifikasi abortus digolongkan menjadi 2 yaitu :

1. Abortus spontaneous Yaitu abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor
mekanis atau medisinalis, tetapi karena faktor alamiah. Aspek klinis abortus spontaneus
meliputi :
a) Abortus Imminens

Abortus Imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20
minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks. Diagnosis
abortus imminens ditentukan apabila terjadi perdarahan pervaginam pada paruh pertama
kehamilan. Yang pertama kali muncul biasanya adalah perdarahan, dari beberapa jam sampai
beberapa hari kemudian terjadi nyeri kram perut. Nyeri abortus mungkin terasa di anterior dan
jelas bersifat ritmis, nyeri dapat berupa nyeri punggung bawah yang menetap disertai perasaan
tertekan di panggul, atau rasa tidak nyaman atau nyeri tumpul di garis tengah suprapubis. Kadang-
kadang terjadi perdarahan ringan selama beberapa minggu.

b) Abortus insipiens :

Abortus Insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan
adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal
ini rasa mules menjadi lebih sering dan kual perdarahan bertambah. Abortus inkompletus :
Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa
tertinggal dalam uterus.

c) Abortus kompletus :

Pada abortus kompletus semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada penderita ditemukan
perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil. Diagnosis
dapat dipermudah apabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semuanya
sudah keluar dengan lengkap.

d) Abortus Servikalis

Pada abortus servikalis keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh ostium uteri eksternum
yang tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis servikalis dan serviks uteri
menjadi besar, kurang lebih bundar, dengan dinding menipis. Pada pemeriksaan ditemukan serviks
membesar dan di atas ostium uteri eksternum teraba jaringan. Terapi terdiri atas dilatasi serviks
dengan busi Hegar dan kerokan untuk mengeluarkan hasil konsepsi dari kanalis servikalis.
e) Missed Abortion

Missed abortion adalah kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin yang telah mati
itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. Etiologi missed abortion tidak diketahui, tetapi
diduga pengaruh hormone progesterone. Pemakaian Hormone progesterone pada abortus
imminens mungkin juga dapat menyebabkan missed abortion.

f) Abortus Habitualis

Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut turut. Pada
umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, tetapi kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu

g) Abortus lnkompletus

Abortus Inkompletus adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Apabila plasenta (seluruhnya atau
sebagian) tertahan di uterus, cepat atau lambat akan terjadi perdarahan yang merupakan tanda
utama abortus inkompletus. Pada abortus yang lebih lanjut, perdarahan kadang-kadang sedemikian
masif sehingga menyebabkan hipovolemia berat.

1. Abortus provokatus (abortus yang sengaja dibuat )

Yaitu menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya
dianggap bayi belum dapat hidup diluar kandungan apabila kehamilan belum mencapai umur 28
minggu, atau berat badanbayi belum 1000 gram, walaupun terdapat kasus bahwa bayi dibawah
1000 gram dapat terus hidup. Abortus ini terbagi menjadi dua yaitu :

a) Abortus medisinalis (abortus therepeutika) adalah abortus karena tindakan kita sendiri,
dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu ( berdasarkan indikasi
medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan dua sampai tiga tim dokter ahli

b) Abortus kriminalis adal abortus yang terjadi oleh karena tindakan tindakan yang tidak legal
atau tidak berdasarkan indikasi medis.
4. ETIOLOGI
Pada kehamilan muda abortus tidak jarang didahului oleh kematian mudigah.
Sebaliknya, pada kehamilan lebih lanjut biasanya janin dikeluarkan dalam keadaan masih
hidup. Hal-hal yang menyebabkan abortus dapat dibagi sebagai berikut.
A. Faktor Fetal
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau cacat.
Kelainan berat biasanya menyebabkan kematian mudigah pada hamil-hamil muda. Faktor-
faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan diantaranya (1) Kelainan
kromosom. Kelainan yang sering ditemukan pada abortus spontan ialah trisomi, poliploidi
dan kemungkinan pula kelainan kromosom seks, (2) Lingkungan kurang sempurna. Bila
lingkungan di endometrium disekitar tempat implantasi kurang sempurna, pemberian zat-
zat makanan pada hasil konsepsi akan terganggu (3) Pengaruh dari luar. Radiasi, virus,
obat-obat, dan sebagainya dapat mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan
hidupnya dalam uterus. Pengaruh ini umumnya dinamakan pengaruh teratogen.
2. Kelainan plasenta
Endarteritis dapat terjadi pada vili koriales dan menyebabkan oksigenisasi plasenta
terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan
ini bisa terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi menahun.

B. Faktor Maternal
Biasanya penyakit maternal berkaitan dengan abortus euploidi. Peristiwa abortus
tersebut mencapai puncaknya pada kehamilan 13 minggu, karena pada saat terjadinya
abortus lebih belakangan, pada sebagian kasus dapat ditentukan etiologi abortus yang dapat
dikoreksi. Sejumlah penyakit, kondisi kejiwaan dan kelainan perkembangan pernah terlibat
dalam peristiwa abortus euploidi.
Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis, malaria dan
lain-lain dapat menyebakan abortus. Toksin, bakteri, virus, atau plasmodium dapat melalui
plasenta masuk ke janin, sehingga menyebabkan kematian janin, dan kemudian terjadilah
abortus. Anemia berat, keracunan, laparotomi, peritonitis umum, dan penyakit menahun
seperti brusellosis, mononukleosis, infeksiosa, toksoplasmosis, juga dapat menyebabkan
abortus walaupun lebih jarang.
1. Infeksi
Organisme seperti Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis, Neisseria
gonorhoe, Streptococcus agalatica, virus herpes simplek, cytomegalovirus
listeria monocytogenes dicurigai berperan sebagai penyebab abortus.
Toxoplasma juga disebutkan dapat menyebabkan abortus. Isolasi Mycoplasma
hominis dan Ureaplasma urelyticum dari traktus genetalia sebagian wanita yang
mengalami abortus telah menghasilkan hipotesis yang menyatakan
bahwainfeksi mikoplasma yang menyangkut traktus genetalia dapat
menyebabkan abortus. Dari kedua organisme tersebut, Ureaplasma arelyticum
merupakan penyebab utama.
2. Faktor Hematologik
Beberapa kasus abortus berulang dengan defek plasenta dan adanya
mikrotrombin pada pembuluh darah plasenta. berbagai komponen koagulasi
dan fibrinolitik memegang eran penting pada inplantasi embrio, invasi
trofoblas, dan plasentasi. pada kehamilan terjadi keadaan hipokoagulasi
dikarenakan:
peningkatan kadar faktor prokoagulan
penurunan faktor koagulan
penurunan aktivitas fibrinolitik
kadar faktor VII, VIII, X dan fibrinogen meningkat selama kehamilan normal,
terutama pada kehamilan sebelum 12 minggu.
Bukti lain menunjukkan bahwa sebelu terjadi abortus, sering
didapatkan defek hemostatik. penelitian Tulpalla dan kawan-kawan
menunjukan bahwa perempuan dengan riwayat abortus berulang, sering
terdapat peningkatan produksi tromboksan yang berlebihan saat kehamilan
berusia 8-11 minggu. perubahan rasio tromboksan-prostasiklin memacu
vasospasme serta agregasi trombosit, yang akan menyebabkan mikrotrombin
serta nekrosis plasenta. juga sering disertai penurunan kadar protein C dan
fibrinopeptida.
Defisienisi faktor XII (Hageman) berhubungan dengan trombosis
sistematik maupun plasenter dan telah dilaporkan juga hubungan dengan
abortus berulang pada lebih dari 22% kasus.
Homosistein merupakan asam amino yang dibentuk selama
konversi metionin ke sistein. Hiperhomosisteinemi, bisa kongenital maupun
akuisita, berhubunga dengan trombosis dan penyakit vaskular dini. kondisi ini
berhubungan dengan 22% Kondisi ini berhubungan dengan abortus berulang.
Gen pembawa akan diturunkan secara autosom resesif. Bentuk terbanyak yang
didapat adalah defisiensi folat. Pada pasien ini penambahan folat akan
mengembalikan kadar homosistein normal dalam beberapa hari.

3. Faktor Lingkungan
Diperkirakan 1% - 10% malformaasi janin akibat paparan obat, bahan
kimia, atau radiasi, umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan
terhadap buangan gas anestesi dan tembakau. Rokok diketahui mengandung
ratusan unsur toksik antaara lain nikotin yang telah diketahui memiliki efek
vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida
juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin.
dengan adanya gangguan pada sistem sirkulasi vetoplasenta dapat terjadi
gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.

4. Faktor Autoimun
Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dan penyakit
autoimun. Misalnya, pada Systematic Lupus Erythematous (SLE) dan
Antiphospholipid Antibodies (aPA). aPA merupakan antibodi spesifik yang
didapati pada perempuan dengan SLE. Kejadian abortus spontan diantara pasien
SLE sekitar 10%, dibanding populasi umum. Bila digabung dengan peluang
terjadi pengakhiran kehamilan trimester 2 dan 3, maka diperkirakan 75% pasien
dengan SLE akan berakhir dengan terhentinya kehamilan. aPA merupakan
antibodi yang akan berikatan dengan sisi negatif dari fosfolipid. paling sedikit
ada 3 bentuk aPA yang diketahui mempunyai arti klinis yang penting, yaitu
Lupus Anticoagulant (LAC), anticardiolipid antibodies (aCLs), biologically
false-positive syphilis (FP-STS). APS (antiphospholipid syndrome) sering juga
ditemukan pada beberapa keadan obsetrik, misalnya pada preeklamsia, IUGR
dan prematuritas. Beberapa keadaan lain yang berhubungan dengan APS yaitu
trombosis arteri-vena, trombositopeni autoimun, anemia hemolitik, korea dan
hipertensi pulmonum.
The International Consensus Workshop pada tahun 1998 mengajukan klasifikasi
kriteria untuk APS, yaitu meliputi:
Trombosis vaskular
- satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapiler yang dibuktikan
dengan gambaran Doppler, pencitraan atau histopatologi.
- pada histopatologi, trombosisnya tanpa disertai gambaran
Komplikasi kehamilan
- tiga atau lebih kejadian abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa kelainan
anatomik, genetik atau hormonal.
- satu atau lebih kematian janin dimana gambaran morfologi seara sonografi
normal
- satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin normal dan
berhubungan dengan preeklamsia berat atau insufisiensi plasenta yg berat
Kriteria laboratorium
- aCL; IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi pada 2 kali atau
lebih pemeriksaan dengan jarak lebih dari atau sama dengan 6 minggu
- aCL diukur dengan metode ELISA standar
Antibodi fosfolipid/antikoagulan
- pemanjangan tes skrining koagulasi fosfolipid (aPTT, PT dan CT)
- kegagalan untuk memperbaiki tes skrining yang memanjang dengan
penambahan plasma platelet normal
- adanya perbaikan nilai tes yang memanjang dengan penambahan fosfolipid
- singkirkan dulu kelainan pembekuan darah yang lain dan pemakaian heparin.

5. Penyakit-penyakit kronis yang melemahkan


Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan ibu,
misalnya penyakit tuberculosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan
abortus. Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada kehamilan 20 minggu,
tetapi keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin dan persalinan premature.
Diabetes pada maternal pernah ditemukan oleh sebagian peneliti sebagai faktor
predisposisi abortus spontan, tetapi kejadian ini tidak ditemukan oleh peneliti
lainnya.
6. Pengaruh endokrin
Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidisme, diabetes
mellitus dan defisiensi progesterone. Diabetes tidak menyebabkan abortus jika
kadar gula dapat dikendalikan dengan baik. Defisiensi progesteron karena
kurangnya sekresi hormon tersebut dari korpus luteum atau plasenta
mempunyai hubungan dengan kenaikan insiden abortus. Karena progesteron
berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi hormon tersebut secara teoritis
akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan demikian turut
berperan dalam proses kematiannya.
7. Nutrisi
Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat yang paling besar
kemungkinannya menjadi faktor predisposisi meningkatnya kemungkinan
abortus. Meskipun demikian tidak didapatkan bukti yang menyatakan bahwa
defisiensi salah satu nutrien dalam makanan atau defisiensi semua nutrien
merupakan penyebab abortus yang penting. Nausea serta vomitus yang lebih
sering ditemukan selama awal kehamilan dan setiap deplesi nutrien yang
ditimbulkan , jarang diikuti dengan abortus spontan. Sebagian besar
mikronutrien pernah dilaporkan sebagai unsur yang penting untuk mengurangi
abortus spontan. Meskipun demikian, bukti-bukti yang disajikan untuk
mendukung pernyataan itu ternyata lemah atau tidak ada.
8. Obat-obatan rekreasional dan Toksin lingkungan.
Peranan penggunaan obat-obatan rekreasional tertentu yang dianggap
teratogenik harus dicari dari anamnesa seperti tembakau dan alkohol, yang
berperan karena jika ada mungkin hal ini merupakan salah satu yang berperan.
9. Faktor imunologis
Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus
spontan yang berulang antara lain: antibodi antinuklear, antikoagulan lupus dan
antibodi cardiolipin. yang mengakibatkan destruksi vaskuler, trombosis,
abortus serta destruksi plasenta. Inkompatibilitas golongan darah A, B, O,
dengan reaksi antigen antibodi dapat menyebabkan abortus berulang, karena
pelepasan histamin mengakibatkan vasodilatasi dan peningkatan fragilitas
kapiler.
10. Gamet yang menua
Baik umur sperma maupun ovum dapat mempengaruhi angka imsiden abortus
spontan. Insiden abortus meningkat terhadap kehamilan yang berhasil bila
inseminasi terjadi empat hari sebelum atau tiga hari sesudah terjadi peralihan
temperature basal tubuh, karena iu disimpulkan bahwa gamet yang bertambah
tua dalam traktus genitalis wanita sebelum fertilisasi dapat menaikkan
kemungkinan terjadinya abortus. Beberapa percobaan binatang juga selaras
dengan hasil observasi tersebut.
11. Trauma Fisik dan trauma Emosional
Kebanyakan abortus spontan terjamdi beberapa saat setelah kematian embrio
atau kematian janin. Jika abortus disebabkan khususnya oleh trauma,
kemungkinan kecelakaan tersebut bukan peristiwa yang baru terjadi tapi masih
merupakan kejadian yang terjadi beberapa minggu sebelum abortus. Abortus
yang disebabkan trauma emosional bersifat spekulatif, tidak ada dasar yang
mendukung konsep abortus, dipengaruhi oleh rasa ketakutan, marah, ataupun
cemas.
12. Kelainan Uterus
Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelahiran akuisita dan kelahiran yang
timbul dalam proses perkembangan janin, serta merupakan akibat dari kelainan
spontan (anomalimullerian) atau kelahiran yang ditimbulkan oleh pemberian
dietilstilbestrol (DES ). Cacat uterus akuisita yang berkaitan dengan abortus
adalah leiomioma dan perlekatan intrauteri. Bahkan leiomioma uterus yang
besar dan majemuk sekalipun tidak selalu disertai abortus, serta lokasi
leiomioma tampaknya lebih penting daripada ukurannya. Mioma submokosa,
tapi bukan mioma intramural atau subserosa, lebih besar kemungkinannya
umtuk menyebabkan abortus. Namun demikian, leiomioma dapat dianggap
sebagai faktor penyebab hanya bila hasil pemeriksaan klinis lainnya ternyata
dianggap negatif. Dan histogram menunjukkan adanya defek pengisian dalam
kavum endometrium. Miomektomi yang mengangkat tumor tersebut sering
mengakibatkan jaringan parut uterus yang dapat mengalami ruptur pada
kehamilan berikutnya, sebelum atau selama persalinan. Perlekatan intrauteri
(sinekia atau simdrom Asherman) paling sering terjadi akibat tindakan kuretase
pada abortus yang terinfeksi atau pada missed abortus atau mungkin pula akibat
komplikasi postpartum. Keadaan tersebut disebabkan oleh destruksi
endometrium yang kurang memadai untuk mendukung implantasi hasil
pembuahan. Defek perkembangan uterus merupakan akibat pembentukan atau
fusi duktus mulleri yang abnormal. Abnormalitas duktus mulleri dapat terjadi
spontan atau disebabkan oleh pemberian preparat dietilstilbestrol (DBS) ke
dalam uterus. Wanita dengan uterus unikomis dan wanita dengan uterus septus
atau uterus bikornis mempunyai angka abortus yang paling tinggi.
13. Inkompetensi Serviks
Kejadian abortus pada uterus dengan serviks yang inkompeten biasanya terjadi
pada trisemester kedua. Ekspulsi jaringan konsepsi terjadi setelah membran
plasenta mengalami ruptur pada prolapsus yang disertai dengan balloning
membran plasenta ke dalam vagina.
C. Faktor Paternal
Hanya sedikit yang diketahui tentang peranan faktor paternal dalam proses
timbulnya abortus. Yang pasti translokasi kromosom dalam sperma dalam
menimbulkan zigot yang mendapat bahan kromosom terlalu sedikit atau terlalu
banyak, sehingga terjadi abortus.

5. PATOFISIOLOGI
Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti
oleh nekrosis jaringan sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas
sebagian atau seluruhnya sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini
menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari
8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena vili koriales belum
menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi
koriales menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan
sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas
umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu
kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap.
6. GEJALA KLINIS
Gejala umum yang merupakan keluhan utama berupa perdarahan pervaginam
derajat sedang sampai berat disertai dengan kram pada perut bagian bawah, bahkan sampai
ke punggung. Janin kemungkinan sudah keluar bersama-sama plasenta pada abortus yang
terjadi sebelum minggu ke-10, tetapi sesudah usia kehamilan 10 minggu, pengeluaran janin
dan plasenta akan terpisah. Bila plasenta, seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal dalam
uterus, maka pendarahan cepat atau lambat akan terjadi dan memberikan gejala utama
abortus inkompletus. Sedangkan pada abortus dalam usia kehamilan yang lebih lanjut,
sering pendarahan berlangsung amat banyak dan kadang-kadang masif sehingga terjadi
hipovolemik berat.

TANDA-TANDA GEJALA ABORTUS INCOMPLET

1. Amenorea, sakit perut dan mulas-mulas


2. Perdarahan yang bisa sedikit / banyak dan biasanya berupa stalsel (darah beku)
3. Sudah ada keluar fetus / jaringan
4. Pada abortus yang sudah lama terjadi / pada abortus provokatus yang dilakukan
5. Orang yang tidak ahli sering terjadi infeksi.

Pada pemeriksaan dijumpai gambaran :

1. Kanalis servikalis terbuka


2. Dapat diraba jaringan dalam rahim atau dikanalis servikalis.
3. Kanalis servikalis ditutup oleh perdarahan berlangsung terus.
4. Dengan pemeriksaan sande perdarajan bertambah.

Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya
maserasi, kulit terkupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terisi cairan
dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan.

7. PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN GINEKOLOGI

Pemeriksaan ginekologi abortus inkomplit antara lain sebagai berikut :

1. Inpeksi vulva: pendarahan pervaginam, ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium atau
tidak bau busuk dari vulva.
2. Inspekulo: pendarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup, ada atau
tidak jaringan yang keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk
dari ostium.
3. Colok vagina: porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam
kavum uteri, besar uteri lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang. (
Nugroho, 2012 )

PEMERIKSAAN PENUNJANG ABORTUS INKOMPLIT

Menurut Sujiyatini ( 2009 ), pemeriksaan penunjang abortus inkomplit yaitu USG. USG kehamilan
untuk mendeteksi adanya sisa kehamilan. Pada USG didapatkan endometrium yang tipis.

8. DIAGNOSIS
Diagnosis abortus inkomplit ditegakkan berdasarkan gambaran klinis melalui
anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik, setelah menyingkirkan kemungkinan diagnosis
banding lain. Pemeriksaan fisik mengenai status ginekologis meliputi pemeriksaan
abdomen, inspekulo dan vaginal toucher. Palpasi tinggi fundus uteri pada abortus inkomplit
dapat sesuai dengan umur kehamilan atau lebih rendah.
Pemeriksaan penunjang berupa USG akan menunjukkan adanya sisa jaringan.
Tidak ada nyeri tekan ataupun tandan cairan bebas seperti yang telihat pada kehamilan
ektopik yang terganggu. Pemeriksaan dengan menggunakan spekulum akan
memperlihatkan adanya dilatasi serviks, mungkin disertai dengan keluarnya jaringan
konsepsi atau gumpalan gumpalan darah. Bimanual palpasi untuk menentukan besar dan
bentuk uterus perlu dilakukan sebelum memulai tindakan evakuasi sisa hasil konsepsi yang
masih tertinggal. Menentukan ukuran sondase uterus juga penting dilakukan untuk
menentukan jenis tindakan yang sesuai.
9. DIAGNOSIS BANDING
Abortus inkomplit dapat di diagnosis banding:
1. Abortus iminens Keguguran membakat dan akan terjadi. Dalam hal ini keluarnya
fetus masih dapat dipertahankan dengan memberikan obat-obat hormonal dan
antispasmodik serta istirahat. Kalau perdarahan setelah beberapa minggu masih ada,
maka perlu ditentukan apakah kehamilan masih baik atau tidak. Kalau reaksi kehamilan
berturut-turut negatif, maka sebaiknya uterus dikosongkan (kuret).
2. Kehamilan ektopik Kehamilan ektopik adalah kehamilan ovum yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di tempat yang tidak normal, termasuk kehamilan servikal
dan kehamilan kornual.
3. Abortus mola.- Adalah perdarahan pervaginam, yang muncul pada 20 minggu
kehamilan biasanya berulang dari bentuk spotting sampai dengan perdarahan banyak.
Pada kasus dengan perdarahan banyak sering disertai dengan pengeluaran gelembung
dan jaringan mola.14 Dan pada pemeriksaan fisik dan USG tidak ditemukan
ballotement dan detak jantung janin.

10. PENATALAKSANAAN
Terlebih dahulu dilakukan penilaian mengenai keadaan pasien dan diperiksa
apakah ada tanda-tanda syok. Penatalaksanaan abortus spontan dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik pembedahan maupun medis. Teknik pembedahan dapat dilakukan
dengan pengosongan isi uterus baik dengan cara kuretase maupun aspirasi vakum. Induksi
abortus dengan tindakan medis menggunakan preparat antara lain : oksitosin intravenous,
larutan hiperosmotik intraamnion seperti larutan salin 20% atau urea 30%, prostaglandin
E2, F2a dan analog prostaglandin yang dapat berupa injeksi intraamnion, injeksi
ekstraokuler, insersi vagina, injeksi parenteral maupun per oral, antiprogesteron - RU 486
(mefepriston), atau berbagai kombinasi tindakan tersebut diatas.
Pada kasus-kasus abortus inkomplit, dilatasi serviks sebelum tindakan kuretase
sering tidak diperlukan. Pada banyak kasus, jaringan plasenta yang tertinggal terletak
secara longgar dalam kanalis servikalis dan dapat diangkat dari ostium eksterna yang sudah
terbuka dengan memakai forsep ovum atau forsep cincin. Bila plasenta seluruhnya atau
sebagian tetap tertinggal di dalam uterus, induksi medis ataupun tindakan kuretase untuk
mengevakuasi jaringan tersebut diperlukan untuk mencegah terjadinya perdarahan lanjut.
Perdarahan pada abortus inkomplit kadang-kadang cukup berat, tetapi jarang berakibat
fatal. Evakuasi jaringan sisa di dalam uterus untuk menghentikan perdarahan dilakukan
dengan cara:
1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi
dapat dilakukan secara digital atau cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi
yang keluar melalui serviks. Jika pendarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg
intramuskular atau misoprostol 400 mcg per oral.
2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang dari 16
minggu, evakuasi hasil konsepsi dengan:
Aspirasi Vakum merupakan metode evakuasi yang terpilih. Evakuasi dengan kuret
tajam sebaiknya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia.
Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg intramuskular
(diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulangi
setelah 4 jam jika perlu).
3. Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:
Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologis atau
Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai terjadi ekspulsi hasil
konsepsi.
Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg pervaginam setiap 4 jam sampai terjadi
ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg).
Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.

Teknik kuretase dengan penyedotan (aspirasi vakum) sangat bermanfaat untuk


mengosongkan uterus, dilakukan dengan menyedot isi uterus menggunakan kanula yang
terbuat dari bahan plastik atau metal dengan tekanan negatif. Tekanan negatif dapat
menggunakan pompa vakum listrik atau dengan syringe pump 60 ml. Aspirasi vakum
merupakan prosedur pilihan yang lebih aman jika dibandingkan dengan teknik kuretase
tajam, digunakan pada kehamilan kurang dari 12 minggu, dapat dilakukan hanya dengan
atau tanpa analgesia lokal pada serviks maupun analgesia sistemik sedang. Aplikasi
aspirasi vakum bahkan dapat dilakukan sampai pada umur kehamilan 15 minggu,
tergantung pada ketrampilan dan pengalaman operator. Complete abortion rate aspirasi
vakum berkisar antara 95 - 100%. Metode ini merupakan metode pilihan untuk mengatasi
abortus inkomplit.

Evakuasi jaringan sisa dapat dilakukan secara lengkap dalam waktu 3-10 menit5'3.
Sebelum melakukan tindakan kuretase, pasien, tempat dan alat kuretase disiapkan terlebih
dahulu. Pada pasien yang mengalami syok, atasi syok terlebih dahulu. Kosongkan kandung
kencing, selanjutnya dapat diberikan anestesi (jika diperlukan). Lakukan pemeriksaan
ginekologik ulang untuk menentukan besar dan bentuk uterus, kemudian lakukan tindakan
antisepsis pada ginitalia eksterna, vagina dan serviks. Spekulum vagina dipasang dan
selanjutnya serviks dipresentasikan dengan tenakulum. Uterus disondase dengan hati-hati
untuk menentukan besar dan arah uterus. Masukkan kanula yang sesuai dengan dalam
kavum uteri melalui serviks yang telah berdilatasi (tersedia ukuran kanula dari 4 mm
sampai 12 mm). Selanjutnya kanula dihubungkan dengan aspirator (60 Hg pada aspirator
listrik atau 0,6 atm pada syringe). Kanula digerakkan perlahan-lahan dari atas kebawah dan
sebaliknya, sambil diputar 360. Bila kavum uteri sudah bersih dari jaringan konsepsi, akan
terasa dan terdengar gesekan kanula dengan miometrium yang kasar, sedangkan dalam
botol penampung jaringan akan timbul gelembung udara. Pasca tindakan tanda-tanda vital
diawasi selama 15-30 menit tanpa anestesi dan selama 1 - 2 jam bila dengan anestesi umum.
Pemeriksaan lanjut dapat dilakukan 1 - 2 minggu kemudian.

Penatalaksanaaan abortus dengan teknik medis dibuktikan aman dan efektif. Efikasi
terapi mifepriston dengan misoprostol dilaporkan sebesar 98% pada kehamilan trimester
pertama awal. Namun demikian, pada abortus inkomplit, metode ini tidak memberikan
keuntungan yang signifikan. Untuk mencapai ekspulsi spontan yang lengkap dengan terapi
prostaglandin (misoprostol) diperlukan waktu rata-rata selama 9 hari. Regimen
mefepriston, antiprogesteron digunakan secara luas, bekerja dengan cara mengikat reseptor
progesteron, sehingga terjadi inhibisi efek progesteron untuk menjaga kehamilan. Dosis
yang digunakan 200 mg. Kombinasi selanjutnya (36 - 48 jam) dengan pemberian
prostaglandin 800 g insersi vagina mengakibatkan kontraksi uterus lebih lanjut yang
kemudian diikuti dengan ekspulsi jaringan konsepsi.
Efek yang terjadi pada terapi dengan obat-obatan ini berupa kram pada perut yang
disertai dengan perdarahan yang menyerupai menstruasi namun dengan fase yang
memanjang, selama 9 hari bahkan dapat terjadi selama 45 hari. Kontraindikasi penggunaan
obat-obat tersebut adalah pada keadaan dengan gagal ginjal akut, kelainan fungsi hati,
perdarahan abnormal, perokok berat dan alergi.

11. PROGNOSIS
Kecuali adanya inkompetensi serviks, angka kesembuhan yang terlihat sesudah
mengalami tiga kali abortus spontan akan berkisar antara 70 dan 85% tanpa tergantung
pada pengobatan yang dilakukan. Abortus inkomplit yang di evakuasi lebih dini tanpa
disertai infeksi memberikan prognosis yang baik terhadap ibu.

12. KOMPLIKASI
Abortus inkomplit yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan syok
akibat perdarahan hebat dan terjadinya infeksi akibat retensi sisa hasil konsepsi yang lama
didalam uterus.
Sinekia intrauterin dan infertilitas juga merupakan komplikasi dari abortus.
Berbagai kemungkinan komplikasi tindakan kuretase dapat terjadi, seperti perforasi uterus,
laserasi serviks, perdarahan, evakuasi jaringan sisa yang tidak lengkap dan infeksi.
Komplikasi ini meningkat pada umur kehamilan setelah trimester pertama. Panas bukan
merupakan kontraindikasi untuk kuretase apabila pengobatan dengan antibiolik yang
memadai segera dimulai.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan kuretase antara lain' :
Dapat terjadi refleks vagal yang menimbulkan muntah-muntah, bradikardi dan cardiac
arrest.
Perforasi uterus yang dapat disebabkan oleh sonde atau dilatator. Bila perforasi oleh
kanula, segera diputuskan hubungan kanula dengan aspirator. Selanjutnya kavum uteri
dibersihkan sedapatnya. Pasien diberikan antibiotika dosis tinggi. Biasanya pendarahan
akan berhenti segera. Bila ada keraguan, pasien dirawat.
Serviks robek yang biasanya disebabkan oleh tenakulum. Bila pendarahan sedikit dan
berhenti, tidak perlu dijahit.
Perdarahan yang biasanya disebabkan sisa jaringan konsepsi. Pengobatannya adalah
pembersihan sisa jaringan konsepsi.
Infeksi dapat terjadi sebagai salah satu komplikasi. Pengobatannya berupa pemberian
antibiotika yang sensitif terhadap kuman aerobik maupun anaerobik. Bila ditemukan sisa
jaringan konsepsi, dilakukan pembersihan kavum uteri setelah pemberian antibiotika
profilaksis minimal satu hari.
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, Gary. F. 2013. Williams Obstetry. Edisi 23 Cetakan Pertama. Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta.

Wibowo B, Wiknjosastro GH. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan. Dalam: Wiknjosastro H,


Saifuddin AB, Rachimhadi T, editor. Ilmu Kebidanan ed 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 2014

EDUKIA 2013 - World Health Organization Country Office For Indonesia

You might also like

  • KAD
    KAD
    Document21 pages
    KAD
    Eka Fitri
    No ratings yet
  • Morning Report 3 - COB
    Morning Report 3 - COB
    Document13 pages
    Morning Report 3 - COB
    Eka Fitri
    No ratings yet
  • Kejang Demam Up
    Kejang Demam Up
    Document9 pages
    Kejang Demam Up
    Eka Fitri
    No ratings yet
  • Bell's Palsy
    Bell's Palsy
    Document2 pages
    Bell's Palsy
    Eka Fitri
    No ratings yet
  • Morning Report 6
    Morning Report 6
    Document13 pages
    Morning Report 6
    Eka Fitri
    No ratings yet
  • Pen Gerti An
    Pen Gerti An
    Document2 pages
    Pen Gerti An
    Eka Fitri
    No ratings yet
  • Abortus
    Abortus
    Document12 pages
    Abortus
    Eka Fitri
    No ratings yet
  • Morning Report 1
    Morning Report 1
    Document11 pages
    Morning Report 1
    Eka Fitri
    No ratings yet
  • Morning Report
    Morning Report
    Document11 pages
    Morning Report
    Eka Fitri
    No ratings yet
  • Akne
    Akne
    Document2 pages
    Akne
    Eka Fitri
    No ratings yet
  • Morning Report 5
    Morning Report 5
    Document11 pages
    Morning Report 5
    Eka Fitri
    No ratings yet
  • PHBS
    PHBS
    Document5 pages
    PHBS
    Eka Fitri
    No ratings yet
  • Hip Erbil
    Hip Erbil
    Document5 pages
    Hip Erbil
    Eka Fitri
    No ratings yet
  • FDE Scribd
    FDE Scribd
    Document6 pages
    FDE Scribd
    Eka Fitri
    No ratings yet
  • Fluor Albus
    Fluor Albus
    Document3 pages
    Fluor Albus
    Eka Fitri
    No ratings yet
  • THT
    THT
    Document2 pages
    THT
    Eka Fitri
    No ratings yet
  • TB
    TB
    Document2 pages
    TB
    Eka Fitri
    No ratings yet
  • Tes Bisik
    Tes Bisik
    Document2 pages
    Tes Bisik
    Eka Fitri
    No ratings yet
  • Rhinitis
    Rhinitis
    Document2 pages
    Rhinitis
    Eka Fitri
    No ratings yet
  • THT
    THT
    Document2 pages
    THT
    Eka Fitri
    No ratings yet
  • Gaster
    Gaster
    Document3 pages
    Gaster
    Eka Fitri
    No ratings yet
  • Fitri Edit
    Fitri Edit
    Document1 page
    Fitri Edit
    Eka Fitri
    No ratings yet
  • Trombositemi Esensial
    Trombositemi Esensial
    Document10 pages
    Trombositemi Esensial
    Taufan Lutfi
    No ratings yet
  • Terapi Gastritis Erosif
    Terapi Gastritis Erosif
    Document3 pages
    Terapi Gastritis Erosif
    Eka Fitri
    No ratings yet
  • Dyspepsia PPT Fix
    Dyspepsia PPT Fix
    Document3 pages
    Dyspepsia PPT Fix
    Eka Fitri
    No ratings yet
  • Bab I-3
    Bab I-3
    Document16 pages
    Bab I-3
    Eka Fitri
    No ratings yet
  • Pengenalan Insomnia
    Pengenalan Insomnia
    Document1 page
    Pengenalan Insomnia
    Eka Fitri
    No ratings yet
  • P Drug Vertigo
    P Drug Vertigo
    Document14 pages
    P Drug Vertigo
    Eka Fitri
    No ratings yet
  • Trauma Cervical
    Trauma Cervical
    Document15 pages
    Trauma Cervical
    Eka Fitri
    No ratings yet