You are on page 1of 9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2. FRAKTUR MANDIBULA

2.1. Definisi
Fraktur Mandibula adalah hilang atau putusnya kontinuitas struktur tulang
pada mandibula. Hilangnya kontinuitas pada rahang bawah (mandibula),
dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar. Mandibula mudah
terkena cedera karena posisinya yang menonjol, sehingga mandibula
mudah menjadi sasaran pukulan dan benturan. Daerah yang lemah pada
mandibula adalah daerah subkondilar, angulus mandibula, dan daerah
mentalis (Thapliyal et al, 2007).
2.2. Etiologi

Tabel 1.1 Etiologi fraktur Mandibula (Budihardja, 2011)

2.3. Klasifikasi
Secara umum klasifikasi fraktur mandibula dapat diklasifikasikan
berdasarkan terminologi, yaitu : (Sjamsuhidajat, 2005).
1. Tipe Fraktur
a. Fraktur simple atau fraktur tertutup, yaitu keadaan fraktur dengan
jaringan lunak yang terkena tidak terbuka
b. Fraktur Kompoun atau fraktur terbuka, yaitu keadaan fraktur yang
berhubungan dengan lingkungan luar, yakni jaringan lunak seperti,
kulit, mukosa atau ligamen periodontal terpapar udara
c. Fraktur Komunisi, yaitu fraktur yang terjadi pada satu daerah tulang
yang diakibatkan oleh trauma yang hebat sehingga mengakibatkan
tulang hancur berkeping-keping disertai kehilangan jaringan yang
parah
d. Fraktur Greenstick, yaitu fraktur yang tidak sempurna dimana pada
satu sisi tulang mengalami fraktur sedangkan disatu sisi lainnya
tulang masih terikat. Fraktur ini sering dijumpai pada anak-anak.
e. Fraktur Patologis, yaitu fraktur yang diakibatkan oleh adanya penyakit
pada mandibula, seperti osteomyelitis, tumor ganas, kista, atau
penyakit sistemik. Proses patologis pada mandibula menyebabkan
tulang lemah sehingga trauma yang kecil dapat mengakibatkan
fraktur.

Gambar 2.1 Klasifikasi Tipe Fraktur


2.3.3. Bedasarkan Lokasi fraktur
Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan pada letak anatomi dari fraktur
mandibula dapat terjadi pada daerah sebagai berikut: (Anonimous, 2011).
Gambar 2.2 Lokasi-lokasi Fraktur Mandibula

1. Fraktur Prosesus Alveolaris (Dento-alveolar fracture).


2. Fraktur Kondilus Mandibula.
3. Fraktur Prosesus Koronoid Mandibula
4. Fraktur Ramus Mandibula.
5. Fraktur Angulus Mandibula.
6. Fraktur Korpus Mandibula.
7. Fraktur Symphisis Mandibula (Midline fracture).
8. Fraktur Parasymphisis Mandibula (lateral to midline fracture

2.3.4 Bedasarkan Pola fraktur


a. Fraktur unilateral adalah fraktur yang biasanya tunggal pada satu

sisi mandibula saja.


b. Fraktur bilateral adalah fraktur yang sering terjadi akibat

kombinasi trauma langsung dan tidak langsung, terjadi pada

kedua sisi mandibula.


c. Fraktur multipel adalah variasi pada garis fraktur dimana bisa

terdapat dua atau lebih garis fraktur pada satu sisi mandibula.

Lebih dari 50% dari fraktur mandibula adalah fraktur multipel.


2.4. Gejala Fraktur Mandibula
1. Dislokasi, beruba perubahan posisi rahang yang menyebabkan maloklusi
atau tidak berkontaknya rahang bawah dan rahang atas
2. Pergerakan rahang yang terbatas
3. Rasa sakit pada saat rahang digerakkan
4. Pembengkakan pada sisi fraktur sehingga dapat menentukan lokasi daerah
fraktur.
5. Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat pergeseran dari ujung tulang
yang fraktur bila rahang digerakkan.
6. Laserasi yang terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah sekitar fraktur.
7. Diskolorisasi
8. Gangguan jalan nafas,akibat kerusakan yang hebat
9. Hipersalivasidan Halitosis.
10. Trismus (Laub, 2009).

2.5 Penatalaksanaan
2.5.1 PEMBEDAHAN (Pederson, 1996)
a. Reduksi tertutup
- Metode simpel, hasil optimal
- Pada kasus fraktur mandiula dewasa fiksaasi butu 6-8 minggu
- Pada pasien edentulous reduksi tertutup dilakukan dengan
metode Gunnings Split atau splinting yang dibuat dari gigi palsu
pasien sendiri.
- Teknik intermaksiler dengan aplikasi:
1. Arch bar
2. Direct wiring
3. Ivy loop wiring (interdental eyeloop wiring)
4. Continuous wire loop technique (Stouts Method and
Obwegesser method)
5. Cast cap splint
6. Intermaxillary fixation screw

2.5.2 Teknik Interdental


1. Teknik Ivy Loop

Kawat dililitkan pada dua gigi saja, yakni, misalnya; gigi 46 & 47 yg
dimulai pada sepanjang bagian bukal gigi-gigi tsb, kemudian mengelilingi gig 47
dari bagian distal, lingual dan masuk ke interdental di bagian mesial gigi 47,
tembus ke bagian bukal tepat di bawah kawat bagian bukal. Selanjutnya kawat
dibelokkan lagi ke interdental mengelilingi kawat bukal dan melewati bagian
atasnya hingga menembus kembali interdental, mengelilingi bagian distal,
lingual dan menembus interdental bagian mesial gigi 46 hingga bertemu dengan
ujung kawat di bagian bukal. Akhirnya kedua ujung kawat tadi dieratkan dan
untuk lebih memperketat fiksasi, maka belokan kawat di interdental gigi 46 & 47
dipuntir ,dieratkan sesuai kebutuhan.

Gambar 2.3 Teknik Ivy Loop

2. Teknik Essig

Lilitkan kawat panjang mengelilingi gigi-gigi, melalui; misalnya : 13 s/d 23.


Lilitan dimulai dari distal gigi 13 bagian bukal, s/d distal gigi 23, kemudian
menembus interdental distal gigi 23 s/d bagian lingual, selanjutnya kawat ditarik
kembali sepanjang lingual s/d bagian distal gigi 13, menembus interdental 13
tembus ke bagian bukal dan bertemu dengan ujung kawat asalnya dan dieratkan
di distobukal gigi 13.
Ambil sepotong kawat pendek tembuskan melalui interdental gigi dari
bukal ke lingual tepat di atas kawat panjang bukal & lingual, kemudian belokkan
ke bawah dan kembali menembus interdental tepat di bawah kawat panjang
bagian libgual & bukal s/d bertemu dengan ujung kawat di bukal dan dieratkan.

Selanjutnya untuk lebih mempererat fiksasi, maka di setiap interdental


gigi-gigi antara 13 & 23 dieratkan masing-masing dengan sepotong kawat.
Gambar 2.4 Teknik Essig wiring

3. Tahapan Traksi Intermaksiller fiksasi Arch bar:


a. Desinfeksi (betadine) pada daerah yang akan dipasangkan arch bar
b. Anestesi Blok RB dan infiltrasi RA dan RB
c. Pemasangan wire pada tiap gigi melewati interdental
d. Pemasangan arch bar
e. Traksi karet RA dan RB
f. Setelah tereposisi kemudian fiksasi dengan wire

Gambar 2.5 Prosedur pemasangan Arch Bar

b. Reduksi terbuka
- Bagian fraktur dibuka dengan pembedahan, dan segmen
direduksi dan kemudian difiksasi secara langsung dengan wire
atau plat
- Indikasi:
1. Fraktur tak stabil
2. Penanganan fraktur ang terlambat dengan jaringan lunak
interposisi
3. Fraktur facial kompleks
4. Pasien dengan kondisi medis kompromis
5. Fraktur kondislus yang diassisikan dengan fraktur lain pada
mandibula
2. 6 Komplikasi yang Menyertai Fraktur Rahang :
- Syok.
- Perdarahan.
- Sumbatan jalan nafas.
- Luka pada jaringan lunak.
- Kerusakan saraf.
- Infeksi.
- Ankilosis TMJ.
- Trismus.
- Fistula kelenjar liur.
- Brill hematoma akibat periorbita.
- Perdarahan dan kerusakan intra kranial.

Komplikasi Pasca Perawatan Fraktur rahang :


- Infeksi : Osteitis dan Osteomielitis.
- Non-union : Tidak terjadi penyatuan fragmen fraktur.
- Mal-union : Terjadi penyatuan fragmen fraktur tetapi tidak
pada posisi yang benar.
- Delayed-unio : Terlambatnya penyatuan fragmen fraktur.
- Ankilosis : True ankilosisi atau pseudo ankilosis (trismus).
- Kerusakan saraf : Parestesi dan paralisis.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiogrfai berfungsi memperkuat diagnosis, menilai hasil dan
tindak lanjut penderita. Penelitian radiologi yang paling informatif digunakan
dalam mendiagnosis fraktur mandibula adalah radigraf panoramik.
- Panoramik menyediakan kemampuan untuk melihat seluruh
mandibula dalam satu radiograf
- Panoramik membutuhkan pasien tegak, dan tidak memiliki
kemampuan melihat secara detail area TMJ, simfisis dan gigi /
daerah prosescus alveolar.
Plain film, termasuk pandangan lateral-oblique, oklusal, postanterior dan
periapikal dapat membantu.
- Pandangan lateral oblique mambantu diagnosis ramus, angel,
fraktur pada corpus posterior. Bagian kondilus. Bicuspid dan
daerah simfisis seringkali tidak jelas
- Tampilan oklusal mandibula menunjukan perbedaan diposisi
tengah dan lateral fraktur body
- Tampilan Caldwell posterioranterior menunjukan setiap
perpindahan medial atau lateral ramus, sudut, tubuh atau fraktur
mandibula.

DAFTAR PUSTAKA

Anggaini, Yeni. 2013. Trauma Maksilofasial. Slide. Pontianak: Kepaniteraan Klinik


Bedah RSUD Dr. Soedarso.
Anonimous. 2011. Penatalaksanaan Fraktur Mandibula. Penatalaksanaa
mandibula.pdf
Budihardja, Andi. 2011. Trauma Oral dan Maksilofasial. Jakarta: EGC.
Fonseca R.J. 2005. Oral and Maxillofacial Trauma .3rd ed. St Louis: Elsevier
Saunders.
Ghali GE, Larsen PE, Waite PD. 2004. Petersons Principle of Oral and
Maxillofacial Surgery 2nd ed p: 383-400. Canada: BC Decker Inc.
Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. 2008. ContemporaryOral and Maxillafacial
Surgery . Ed. Ke-5.Mosby Elsevier. St. Louis.
Laub D, R. 2009. Facial Trauma, Mandibular Fractures. Avaible at
http://emedinice.medscape.com/aricle last update 12 agustus 2015
Marina AM. 2004. Peranan Rehabilitasi Medik Pasca Fraktur Rahang. Kongres
Nasional Persatuan Ahli Bedah Mulut, Bandung.
Pederson Gordon W., 2012. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat, Jong W D. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi` 2. EGC. Jakarta
Thapliyal C.G,. 2007. Management of Mandibular Fractures. Available at
http://medind.nic.in/maa.pdf

You might also like