You are on page 1of 20

LAPORAN PENDAHULUAN SKA

I. Konsep Penyakit
1.1 Definisi/deskripsi penyakit
Sindroma Koroner Akut merupakan sindroma klinis akibat adanya
penyumbatan pembuluh darah koroner baik bersifat intermiten maupun
menetap akibat rupturnya plak atherosklerosis (Price, 1995). Sindroma
Koroner Akut merupakan sekumpulan gejala yang diakibatkan oleh
gangguan aliran darah pembuluh darah koroner jantung secara akut.
Umumnya disebabkan oleh penyempitan pembuluh koroner akibat plak
aterosklerosis yang lalu mengalami perobekan dan hal ini memicu
terjadinya gumpalan-gumpalan darah (trombosis) (Widiastuti, 2001).

Wasid (2007) menambahkan bahwa SKA adalah suatu fase akut dari Angina
Pectoris Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark Miocard akut/ IMA
gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa
gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena
adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil.
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan
manifestasi klinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain sebagai akibat
iskemia miokardium (Mahpayya,2004).

1.2 Etiologi
Sindroma Koronaria Akut (SKA) ditandai oleh adanya ketidakseimbangan
antara pasokan dengan kebutuhan oksigen miokard. Ada lima penyebab
yang tidak terpisah satu sama lainnya.

Secara umum, penyebab dari Sindroma Koronaria Akut adalah :


1.2.1 Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
Penyebab tersering SKA adalah penurunan perfusi miokard karena
penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada pada
plak aterosklerosis yang robek/pecah dan biasanya tidak sampai
menyumbat. Mikroemboli dari agregasi trombosit beserta
komponennya dari plak yang ruptur, mengakibatkan infark kecil di
distal, merupakan penyebab keluarnya pertanda kerusakan miokard
pada banyak pasien.
1.2.2 Obstruksi dinamik (spasme koroner atau vasokonstriksi)
Penyebab yang agak jarang adalah obtruksi dinamik yang mungkin
diakibatkan oleh spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri
koroner epikardium. Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas
otot polos pembuluh darah dan atau akibat disfungsi endotel.
Obstruksi dinamik koroner dapat juga diakibatkan oleh konstriksi
abnormal pada pembuluh darah yang lebih kecil.
1.2.3 Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab ketiga dari SKA adalah penyempitan yang hebat namun
bukan karena spasme atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah
pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang
setelah intervensi koroner perkutan (PCI).
1.2.4 Inflamasi dan atau infeksi
Penyebab keempat adalah inflamasi, disebabkan oleh atau yang
berhubungan dengan infeksi, yang mungkin menyebabkan
penyempitan arteri, destabilisasi plak, rupture dan trombogenesis,
makrofag dan limfosit-T di dinding plak meningkatkan ekspresi
enzim seperti metalloproteinase, yang dapat mengakibatkan penipisan
dan ruptur dari plak, sehingga selanjutnya dapat mengakibatkan SKA.
1.2.5 Faktor atau keadaan pencetus
Penyebab kelima dari SKA yang merupakan akibat sekunder dari
kondisi pencetus di luar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab
berupa penyempitan arteri koroner yang mengakibatkan terbatasnya
perfusi miokard, dan mereka biasanya menderita angina stabil yang
kronik.
1.3 Tanda gejala
1.3.1 Nyeri dada (angina) yang terasa seperti terbakar, tertekan, atau
sesak
1.3.2 Nyeri di tempat lain tubuh, seperti lengan kiri atas atau rahang
1.3.3 Mual
1.3.4 Muntah
1.3.5 Sesak napas (dyspnea)
1.3.6 Berkeringat deras tiba-tiba (diaforesis)

Rilantono (1996) mengatakan gejala Sindrom Koroner Akut berupa


keluhan nyeri di tengah dada, seperti: rasa ditekan, rasa diremas-remas,
menjalar ke leher,lengan kiri dan kanan, serta ulu hati, rasa terbakar
dengan sesak napas dankeringat dingin, dan keluhan nyeri ini bisa
merambat ke kedua rahang gigi kanan atau kiri, bahu, serta punggung.
Lebih spesifik, ada juga yang disertai kembung pada ulu hati seperti masuk
angin atau maag. Tapan (2002) menambahkan gejala kliniknya meliputi:
1.3.1 Terbentuknya thrombus yang menyebabkan darah sukar mengalir
ke otot jantung dan daerah yang diperdarahi menjadi terancam
mati.
1.3.2 Rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat atau rasa terbakar di dada
(angina). Lokasi nyeri biasanya berada di sisi tengah atau kiri dada
dan berlangsung selama lebih dari 20 menit. Rasa nyeri ini dapat
menjalar ke rahang bawah, leher, bahu dan lengan serta ke
punggung. Nyeri dapat timbul pada waktu istirahat. Nyeri ini dapat
pula timbul pada penderita yang sebelumnya belum pernah
mengalami hal ini atau pada penderita yang pernah mengalami
angina, namun pada kali ini pola serangannya menjadi lebih berat
atau lebih sering.
1.3.3 Selain gejala-gejala yang khas di atas, bisa juga terjadi penderita
hanya mengeluh seolah pencernaannya terganggu atau hanya
berupa nyeri yang terasa di ulu hati. Keluhan di atas dapat disertai
dengan sesak, muntah atau keringat dingin.
1.4 Patofisiologi
Kebutuhan akan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh
pembuluh yang terserang penyakit menyebabkan iskemia miokardium
lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan
reversible pada tingkat sel dan jaringan, dan menekan fungsi miokardium.

Berkurangnya kadar oksigen memaksa miokardium mengubah metabolisme


yang bersifat aerob menjadi metabolism anaerob. Metabolisme anaerob
lewat lintasan glikolitik jauh lebih tidak efisien apabila dibandingkan
dengan metabolism aerob melalui fosforilasi oksidatif dan siklus Krebs.
Pembentukan fosfat berenergi tinggi menurun cukup besar. Hasil akhir
metabolisme anaerob, yaitu asam laktat, akan tertimbun sehingga
menurunkan pH sel. Gabungan efek hipoksia, berkurangnya energi yang
tersedia, serta asidosis dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri.
Kekuatan kontraksi daerah miokardium yang terserang berkurang, serabut-
serabutnya memendek, dan daya serta kecepatannya berkurang. Selain itu,
gerakan dinding segmen yang mengalami iskemik menjadi abnormal,
bagian tersebut akan menonjol keluar setiap kali ventrikel berkontraksi.

Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung mengubah


hemodinamika. Perubahan hemodinamika bervariasi sesuai ukuran segmen
yang mengalami iskemia, dan derajat respon refleks kompensasi sistem
saraf otonom. Menurunnya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah
jantung dengan berkurangnya curah sekuncup. Berkurangnya pengosongan
ventrikel saat sistole akan memperbesar volume ventrikel. Akibatnya,
tekanan jantung kiri akan meningkat, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri
dan tekanan dalam kapiler paru-paru akan meningkat. Peningkatan tekanan
diperbesar oleh perubahan daya kembang dinding jantung akibat iskemia.
Dinding yang kurang lentur semakin memperberat peningkatan tekanan
pada volume ventrikel tertentu.
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan
kerusakan seluler yang irreversible dan kematian otot atau nekrosis. Bagian
mokardium yang mengalami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi
secara permanen. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu
daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup. Ukuran infark akhir tergantung
dari nasib daerah iskemik tersebut. Bila pinggir daerah ini mengalami
nekrosis maka besar daerah infark akan bertambah besar, sedangkan
perbaikan iskemia akan memperkecil daerah nekrosis.

Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama


berlangsungnya proses penyembuhan. Mula-mula otot yang mengalami
infark tampak memar dan sianotik akibat terputusnya aliran darah regional.
Selama jangka waktu 24 jam timbul oedema pada sel-sel, respon peradangan
disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung akan terlepas dari sel-sel
ini.

Infark miokard akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis
kehilangan daya kontraksi sedangkan otot yang iskemia di sekitarnya juga
mengalami gangguan daya kontraksi. Secara fungsional infark miokardium
akan menyebabkan perubahan-perubahan seperti pada iskemia :
Daya kontraksi menurun
Gerakan dinding abnormal
Perubahan daya kembang dinding ventrikel
Pengurangan curah sekuncup
Pengurangan fraksi ejeksi
Peningkatan volume akhir sistolik dan diastolik ventrikel
Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri.

Secara ringkas terdapat serangkaian refleks yang dapat mencegah


memburuknya curah jantung dan tekanan perfusi, diantaranya :
Peningkatan frekuensi jantung dan daya kontraksi
Vasokonstriksi umum
Retensi natrium dan air
Dilatasi ventrikel
Hipertropi ventrikel
Hal ini merupakan respon kompensasi yang akhirnya dapat memperburuk
keadaan miokardium dengan meningkatkan kebutuhan miokardium akan
oksigen (Price dan Wilson, 1994).

1.5 Pemeriksaan penunjang


1.5.1 EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T. Inverted, ST depresi, ST
Elevasi, Q. Patologis
1.5.2 Enzim Jantung.
CPKMB, LDH, AST, Troponin T
1.5.3 Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan
kontraktilitas, missal hipokalemi, hiperkalemi.
1.5.4 Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah
IMA berhubungan dengan proses inflamasi.
1.5.5 Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan
inflamasi.
1.5.6 Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ
akut atau kronis.
1.5.7 GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau
kronis.
1.5.8 Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI
1.5.9 Foto dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga
GJK atau aneurisma ventrikuler.
1.5.10 Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau
dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
1.5.11 Pemeriksaan pencitraan nuklir
a. Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel
miocardia misal lokasi atau luasnya IMA.
b. Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik.
1.5.12 Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan
dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah)
1.5.13 Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner.
Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan
serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur
tidak selalu dilakukan pada fase AMI kecuali mendekati bedah
jantung angioplasty atau emergensi.
1.5.14 Digital subtraksion angiografi (PSA)
Teknik yang digunakan untuk menggambarkan
1.5.15 Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup
ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark
dan bekuan darah.
1.5.16 Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering
dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase
penyembuhan.

1.6 Kompilkasi
1.6.1 Gagal Jantung Kongestif
Merupakan kongestif sirkulatif akibat disfungsi miokardium. Infark
miokardium mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan
pengurangan kontraktilitas, gerakan dinding yang abnormal, dan
menambah daya kembang ruang jantung. Dengan berkurangnya
kemampuan ventrikel kiri untuk mengosongkan ruang, volume
kuncup berkurang, sehingga tekanan ventrikel kiri meningkat.
Akibatnya tekanan vena pulmonalis meningkat dan dapat
menyebabkan transudasi, hingga udem paru sampai terjadi gagal
jantung kiri. Gagal jantung kiri dapat berkembang menjadi gagal
jantung kanan.
1.6.2 Syok Kardiogenik
Diakibatkan karena disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah mengalami
infark yang masif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri.
Timbul lingkaran setan hemodinamik progresif hebat yang
irreversible, dengan manifestasi meliputi hal-hal berikut yaitu:
Penurunan perfusi perifer
Penurunan perfusi koroner
Peningkatan kongesti paru
Hipotensi, asidosis metabolik, dan hipoksemia yang selanjutnya
makin menekan fungsi miokardium.
Insiden syok kardiogenik adalah 10-15% pada klien pasca infark,
sedangkan kematian yang diakibatkannya mencapai 80-90%.
1.6.3 Defek Septum Ventrikel
Nekrosis septum interventrikularis dapat menyebabkan ruptur dinding
septum sehingga terjadi defek septum ventrikel. Ruptur membentuk
saluran keluar kedua dari ventrikel kiri pada tiap kontraksi ventrikel,
kemudian aliran terpecah menjadi dua yaitu melalui aorta dan melalui
defek septum ventrikel.

Oleh karena tekanan jantung kiri jauh lebih besar daripada jantung
kanan. Maka darah akan menyerong melalui defek dari kiri ke kanan,
dari daerah yang lebih besar tekanannya menuju daerah yang lebih
rendah tekanannya. Darah yang dapat dipindahkan ke jantung kanan
cukup besar jumlahnya sehingga jumlah darah yang dikeluarkan aorta
menjadi berkurang. Akibatnya curah jantung sangat berkurang
disertai peningkatan kerja ventrikel kanan dan kongesti paru.
1.6.4 Ruptur jantung
Meskipun jarang terjadi, ruptur dinding ventrikel jantung yang bebas
dapat terjadi pada awal perjalanan infark selama fase pembuangan
jaringan nekrotik sebelum pembentukan parut. Dinding nekrotik yang
tipis pecah sehingga terjadi perdarahan masif ke dalam kantung
pericardium yang relatif tidak elastik dapat berkembang. Kantung
pericardium yang terisi oleh darah menekan jantung, sehingga
menimbulkan tamponade jantung. Secara normal kantung
pericardium berisi cairan sebanyak kurang dari 50 ml. Cairan
pericardium akan terakumulasi secara lambat tanpa menyebabkan
gejala yang nyata. Namun, perkembangan efusi yang cepat dapat
meregangkan pericardium sampai ukuran maksimal dan
menyebabkan penurunan curah jantung.
1.6.5 Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi
kasar yang merupakan faktor predisposisi pembentukan thrombus.
Pecahan thrombus mural intrakardium dapat terlepas dan dapat terjadi
embolisme sistemik.
1.6.6 Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung
berkontak dan menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan
pericardium dan menimbulkan reaksi peradangan. Kadang-kadang
terjadi efusi pericardial atau penimbunan cairan antara kedua lapisan.
1.6.7 Aritmia
Henti jantung terjadi bila jantung tiba-tiba berhenti berdenyut.
Akibatnya, terjadi penghentian sirkulasi efektif. Pada Aritmia, semua
kerja jantung berhenti, terjadi kedutan otot yang tidak seirama
(fibrilasi ventrikel), terjadi kehilangan kesadaran mendadak, tidak ada
denyutan dan bunyi jantung tidak terdengar. Pupil mata mulai
berdilatasi dalam 45 detik, kadang-kadang terjadi kejang. Terdapat
interval waktu sekitar 4 menit antara berhentinya sirkulasi dengan
terjadinya kerusakan otak menetap. Intervalnya dapat bervariasi
tergantung usia klien.

1.7 Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan pada penyakit SKA meliputi :
1.7.1 Farmakologis
1.7.1.1 Obat anti trombolitik
Terapi anti trombolitik sangat penting dalam memperbaiki
hasil menurunkan resiko kematian, SKA berulang. Saat ini,
kombinasi dari ASA, clopidogrel, unfactionated heparin
(UFH) atau Low Molecular Weight Heparin (LMWH) dan
antagonis reseptor GPIIb/IIIa merupakan terapi yang paling
efektif.
1.7.1.2 Obat anti iskemik
Tujuan dari terapi ini adalah mengurangi iskemia dan
mencegah terjadinya kemungkinan yang lebih buruk. Pada
keadaan ini, obat-obat anti iskemik mulai diberikan bersamaan
sambil merencanakan strategi pengobatan definitif. Misalnya :
nitrat, Isosorbid dinitrat, dll
1.7.1.3 Obat. Analgetik
Tujuan adalah mengurangi rasa sakit akibat nyeri yang hebat,
misal morphin sulfat.
1.7.1.4 Statin
Statin telah menunjukkan efek yang menguntungkan pada
pasien SKA, terutama terhadap kadar lipid serum. Sebaiknya
statin diberikan segera setelah onset SKA.
1.7.1.5 Revaskularisasi
Revaskularisasi koroner adalah proses memulihkan aliran
oksigen dan nutrisi ke jantung. Untuk mengembalikan aliran
darah, pembedahan yang diperlukan untuk melewati
penyumbatan atau hambatan pada arteri koroner. Setelah
dilakukan pembedahan darah akan kembali beredar ke
jantung.
1.7.1.6 Terapi oksigen
Terapi oksigen dimulai saat awitan nyeri. Oksigen yang
dihirup akan langsung meningkatkan saturasi darah.
Efektifitas terapi oksigen ditentukan dengan observasi
kecepatan dan irama pertukaran pernafasan, dan pasien
mampu bernapas dengan mudah.

1.7.2 Non farmakologis


1.7.2.1 Teknik relaksasi
Teknik relaksasi merupakan teknik untuk mengalihkan respon
nyeri pada klien. Ada berbagai macam cara, missal teknik
napas dalam, masase, dll.
1.7.2.2 Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan diperlukan untuk memberikan
pemahaman pada pasien dan keluarga serta untuk mengurangi
kecemasan terhadap proses penyakit yang diderita. Pendidikan
kesehatan juga bisa termasuk upaya discharge planning saat
pasien akan pulang.
1.8 Pathway
II. Rencana Asuhan Klien Dengan SKA
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
Riwayat di dalam keluarga ada yang menderita penyakit jantung,
diabetes, stroke, hipertensi, perokok.
2.1.2 Pemeriksaan fisik: data fokus
2.1.2.1 Aktivitas dan istirahat
Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan untuk tidur (mungkin
didapatkan Tachycardia dan dispnea pada saat beristirahat atau
pada saat beraktivitas).
2.1.2.2 Sirkulasi
- Mempunyai riwayat SKA, Penyakit jantung koroner, CHF,
Tekanan darah tinggi, diabetes melitus.
- Tekanan darah mungkin normal atau meningkat, nadi
mungkin normal atau terlambatnya capilary refill time,
disritmia.
- Suara jantung, suara jantung tambahan S3 atau S4 mungkin
mencerminkan terjadinya kegagalan jantung/ventrikel
kehilangan kontraktilitasnya. Murmur jika ada merupakan
akibat dari insufisensi katub atau muskulus papilaris yang
tidak berfungsi. Heart rate mungkin meningkat atau
mengalami penurunan (takikardi atau bradikardi). Irama
jantung mungkin irreguler atau juga normal.
- Edema: Jugular vena distension, odema anasarka, crackles
mungkin juga timbul dengan gagal jantung.
- Warna kulit mungkin pucat baik di bibir dan di kuku.
2.1.2.3 Eliminasi
Bising usus mungkin meningkat atau juga normal.
2.1.2.4 Nutrisi
Mual, kehilangan nafsu makan, penurunan turgor kulit,
berkeringat banyak, muntah dan perubahan berat badan.
2.1.2.5 Hygiene perseorangan
Dispnea atau nyeri dada atau dada berdebar-debar pada saat
melakukan aktivitas.
2.1.2.6 Neurosensori
Nyeri kepala yang hebat, Changes mentation.
2.1.2.7 Kenyamanan
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dengan
melakukan serangkaian pertanyaan tentang nyeri dada klien
secara PQRST adalah sebagai berikut.
1. Provoking incident
Nyeri setelah beraktifitas dan tidak berkurang dengan
istirahat dan setelah diberikan nitrogliserin.
2. Quality of pain
Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien
Sifat keluhan nyeri seperti tertekan
3. Region, radiation, relief
Lokasi nyeri didaerah substernal atau nyeri diatas
pericardium. Penyebaran dapat meluas didada. Dapat
terjadi nyeri serta ketidakmampuan bahu dan tangan.
4. Severity (scale)of pain
Klien bisa ditanya menggunakan rentang 0-10 dan klien
akan menilai seberapa jauh rasa nyeri bekisar antara
skala (0-5).
5. Time
Sifat mula timbulnya (onset), gejala timbul mendadak.
Lama timbulnya (durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih
dari 15 menit. Nyeri oleh infark miokardium dapat
timbul pada waktu istirahat, biasanya lebih parah dan
berlangsung lebih lama.gejala-gejala yang menyertai
infark miokardium meliputi dispnea, berkeringat,
ansietas, dan pingsan.
2.1.2.8 Respirasi
Dispnea dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif, riwayat
perokok dengan penyakit pernafasan kronis. Pada
pemeriksaan mungkin di dapatkan peningkatan respirasi,
pucat atau sianosis, suara nafas crakcles atau wheezes atau
juga vesikuler. Sputum jernih atau juga merah muda/ pink
tinged.

2.1.3 Pemeriksaan penunjang


2.1.3.1 ECG menunjukan: adanya S-T elevasi yang merupakan
tanda dari iskemi, gelombang T inversi atau hilang yang
merupakan tanda dari injuri, dan gelombang Q yang
mencerminkan adanya nekrosis.
2.1.3.2 Enzym dan isoenzym pada jantung: CPK-MB meningkat
dalam 4-12 jam, dan mencapai puncak pada 24 jam.
Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan mencapai puncak
pada 36 jam.
2.1.3.3 Elektrolit: ketidakseimbangan yang memungkinkan
terjadinya penurunan konduksi jantung dan kontraktilitas
jantung seperti hipo atau hiperkalemia.
2.1.3.4 Whole blood cell: leukositosis mungkin timbul pada
keesokan hari setelah serangan.
2.1.3.5 Analisa gas darah: Menunjukan terjadinya hipoksia atau
proses penyakit paru yang kronis ata akut.
2.1.3.6 Kolesterol atau trigliseid: mungkin mengalami peningkatan
yang mengakibatkan terjadinya arteriosklerosis.
2.1.3.7 Chest X ray: mungkin normal atau adanya cardiomegali,
CHF, atau aneurisma ventrikuler.
2.1.3.8 Echocardiogram: Mungkin harus di lakukan guna
menggambarkan fungsi atau kapasitas masing-masing ruang
pada jantung.
2.1.3.9 Pemeriksaan Treadmill test: sebagai skrinning untuk
mendeteksi adanya penyempitan pembuluh darah koroner.
2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Diagnosa 1: Gangguan perfusi jaringan perifer
2.2.1 Definisi
Penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan pengiriman nutrisi
ke jaringan pada tingkat kapiler
2.2.2 Batasan karakteristik
Daerah perifer dingin
EKG elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu
RR lebih dari 24 x/ menit
Kapiler refill Lebih dari 3 detik
Nyeri dada
Gambaran foto torak terdapat pembesaran jantung & kongestif paru
(tidak selalu)
HR lebih dari 100 x/menit, TD > 120/80AGD dengan : pa O2 < 80
mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg
Nadi lebih dari 100 x/ menit
Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL

2.2.3 Faktor yang berhubungan


Iskemik
Kerusakan otot jantung
Penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria

Diagnosa 2: Nyeri akut


2.2.4 Definisi
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat
adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau
digambarkan dengan istilah seperti (International Association for the
Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas
ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau
diramalkan.
2.2.5 Batasan karakteristik
Subjektif
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan isyarat
Objektif
Posisi untuk menghindari nyeri
Perubahan tonus otot (dengan rentang dari lemas tidak bertenaga
sampai kaku)
Respon autonomik (misalnnya, diaforesis, perubahan tekanan darah,
pernapasan, atau nadi; dilatasi pupil)
Perubahan selera makan
Perilaku distraksi (misalnya, mondar mandir, mencari orang dan/atau
aktivitas lain, aktivitas berulang)
Perilaku ekspresif (misalnya gelisah, merintih, menagis, kewaspadaan
berlebihan, peka terhadap rangsang, dan menghela napas panjang)
Wajah topeng (nyeri)
Perilaku menjaga atau sikap melindungi area nyeri
Fokus menyempit (misalnya gangguan persepsi waktu, gangguan
proses pikir, interaksi dengan orang lain atau lingkungan menurun)
Bukti nyeri yang dapat diamati
Berfokus pada diri sendiri
Gangguan tidur (mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur atau tidak
menentu, dan menyeringai)
Nyeri dada dengan atau tanpa penyebaran

2.2.6 Faktor yang berhubungan


Agens cedera biologis (mis., infeksi, iskemia, neoplasma)
Iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri coroner.

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Gangguan perfusi jaringan perifer
2.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil
Tujuan :
Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan
tindakan perawatan di RS.
Kriteria hasil:
Daerah perifer hangat, tak sianosis, gambaran EKG tak menunjukan
perluasan infark RR 16-24 x/ menit tak terdapat clubbing finger,
kapiler refill 3-5 detik, nadi 60-100x / menit, TD 120/80 mmHg.

2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional


2.3.2.1 Monitor Frekuensi dan irama jantung.
R: Frekuensi dan irama jantung dapat menunjukkan fungsi
jantung baik atau tidak
2.3.2.2 Observasi perubahan status mental
R: Perubahan status mental merupakan tanda tidak efektifnya
perfusi jaringan
2.3.2.3 Observasi warna dan suhu kulit/membran mukosa.
R: Warna dan suhu kulit menunjukkan fungsi perfusi jaringan
2.3.2.4 Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya.
R: Pengeluaran urin yang normal menunjukkan perfusi
jaringan baik
2.3.2.5 Kolaborasi : Berikan cairan IV sesuai indikasi.
R: Mengatasi kekurangan cairan yang dialami
2.3.2.6 Pantau pemeriksaan diagnostik/dan laboratorium mis EKG,
elektrolit , GDA( Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2 ). Dan
Pemberian oksigen.
R: Dapat mengetahui apakah ada perubahan pada listrik
jantung

Diagnosa 2: Nyeri akut


2.3.3 Tujuan dan Kriteria hasil
Tujuan: Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan
Kriteria Hasil: Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau
dari 2 ke 1, ekpresi wajah rileks/ tenang, tak tegang,
tidak gelisah, nadi 60-100x menit, TD 120/ 80 mmHg.

2.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional


2.3.4.1 Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa
nyeri dada tersebut.
R: Dapat mengetahui bagaimana nyeri yang dirasakan
2.3.4.2 Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada
serangan dan istirahat.
R: Dapat mengurangi nyeri dan membuat klien lebih tenang
2.3.4.3 Bantu klien melakukan tehnik relaksasi, misalnya nafas dalam,
perilaku distraksi, visualisasi, atau bimbingan imajinasi.
R: Salah satu teknik dapat dilakukan oleh klien untuk
mengurangi nyeri ketika nyeri datang
2.3.4.4 Pertahankan oksigenasi dengan bikanul contohnya (2-4 L/
menit)
R: Oksigenasi dapat membantu pernapasan klien sehingga
klien tidak panik dan nyeri dapat berkurang
2.3.4.5 Monitor tanda-tanda vital (nadi & tekanan darah) tiap dua jam.
R: Mengetahui apakah ada perubahan tanda-tanda vital
2.3.4.6 Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian analgetik.
R: Dapat mengatasi dan mengurangi nyeri yang dirasakan oleh
klien

III. Daftar pustaka


http://dokumen.tips/documents/lp-ska.html
http://dokumen.tips/documents/laporan-pendahuluan-ska.html
Banjarmasin, Desember 2016
Preseptor akademik, Preseptor klinik,

(.....................................................) (..................................................)

You might also like