Professional Documents
Culture Documents
I. Konsep Penyakit
1.1 Definisi/deskripsi penyakit
Sindroma Koroner Akut merupakan sindroma klinis akibat adanya
penyumbatan pembuluh darah koroner baik bersifat intermiten maupun
menetap akibat rupturnya plak atherosklerosis (Price, 1995). Sindroma
Koroner Akut merupakan sekumpulan gejala yang diakibatkan oleh
gangguan aliran darah pembuluh darah koroner jantung secara akut.
Umumnya disebabkan oleh penyempitan pembuluh koroner akibat plak
aterosklerosis yang lalu mengalami perobekan dan hal ini memicu
terjadinya gumpalan-gumpalan darah (trombosis) (Widiastuti, 2001).
Wasid (2007) menambahkan bahwa SKA adalah suatu fase akut dari Angina
Pectoris Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark Miocard akut/ IMA
gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa
gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena
adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil.
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan
manifestasi klinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain sebagai akibat
iskemia miokardium (Mahpayya,2004).
1.2 Etiologi
Sindroma Koronaria Akut (SKA) ditandai oleh adanya ketidakseimbangan
antara pasokan dengan kebutuhan oksigen miokard. Ada lima penyebab
yang tidak terpisah satu sama lainnya.
Infark miokard akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis
kehilangan daya kontraksi sedangkan otot yang iskemia di sekitarnya juga
mengalami gangguan daya kontraksi. Secara fungsional infark miokardium
akan menyebabkan perubahan-perubahan seperti pada iskemia :
Daya kontraksi menurun
Gerakan dinding abnormal
Perubahan daya kembang dinding ventrikel
Pengurangan curah sekuncup
Pengurangan fraksi ejeksi
Peningkatan volume akhir sistolik dan diastolik ventrikel
Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri.
1.6 Kompilkasi
1.6.1 Gagal Jantung Kongestif
Merupakan kongestif sirkulatif akibat disfungsi miokardium. Infark
miokardium mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan
pengurangan kontraktilitas, gerakan dinding yang abnormal, dan
menambah daya kembang ruang jantung. Dengan berkurangnya
kemampuan ventrikel kiri untuk mengosongkan ruang, volume
kuncup berkurang, sehingga tekanan ventrikel kiri meningkat.
Akibatnya tekanan vena pulmonalis meningkat dan dapat
menyebabkan transudasi, hingga udem paru sampai terjadi gagal
jantung kiri. Gagal jantung kiri dapat berkembang menjadi gagal
jantung kanan.
1.6.2 Syok Kardiogenik
Diakibatkan karena disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah mengalami
infark yang masif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri.
Timbul lingkaran setan hemodinamik progresif hebat yang
irreversible, dengan manifestasi meliputi hal-hal berikut yaitu:
Penurunan perfusi perifer
Penurunan perfusi koroner
Peningkatan kongesti paru
Hipotensi, asidosis metabolik, dan hipoksemia yang selanjutnya
makin menekan fungsi miokardium.
Insiden syok kardiogenik adalah 10-15% pada klien pasca infark,
sedangkan kematian yang diakibatkannya mencapai 80-90%.
1.6.3 Defek Septum Ventrikel
Nekrosis septum interventrikularis dapat menyebabkan ruptur dinding
septum sehingga terjadi defek septum ventrikel. Ruptur membentuk
saluran keluar kedua dari ventrikel kiri pada tiap kontraksi ventrikel,
kemudian aliran terpecah menjadi dua yaitu melalui aorta dan melalui
defek septum ventrikel.
Oleh karena tekanan jantung kiri jauh lebih besar daripada jantung
kanan. Maka darah akan menyerong melalui defek dari kiri ke kanan,
dari daerah yang lebih besar tekanannya menuju daerah yang lebih
rendah tekanannya. Darah yang dapat dipindahkan ke jantung kanan
cukup besar jumlahnya sehingga jumlah darah yang dikeluarkan aorta
menjadi berkurang. Akibatnya curah jantung sangat berkurang
disertai peningkatan kerja ventrikel kanan dan kongesti paru.
1.6.4 Ruptur jantung
Meskipun jarang terjadi, ruptur dinding ventrikel jantung yang bebas
dapat terjadi pada awal perjalanan infark selama fase pembuangan
jaringan nekrotik sebelum pembentukan parut. Dinding nekrotik yang
tipis pecah sehingga terjadi perdarahan masif ke dalam kantung
pericardium yang relatif tidak elastik dapat berkembang. Kantung
pericardium yang terisi oleh darah menekan jantung, sehingga
menimbulkan tamponade jantung. Secara normal kantung
pericardium berisi cairan sebanyak kurang dari 50 ml. Cairan
pericardium akan terakumulasi secara lambat tanpa menyebabkan
gejala yang nyata. Namun, perkembangan efusi yang cepat dapat
meregangkan pericardium sampai ukuran maksimal dan
menyebabkan penurunan curah jantung.
1.6.5 Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi
kasar yang merupakan faktor predisposisi pembentukan thrombus.
Pecahan thrombus mural intrakardium dapat terlepas dan dapat terjadi
embolisme sistemik.
1.6.6 Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung
berkontak dan menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan
pericardium dan menimbulkan reaksi peradangan. Kadang-kadang
terjadi efusi pericardial atau penimbunan cairan antara kedua lapisan.
1.6.7 Aritmia
Henti jantung terjadi bila jantung tiba-tiba berhenti berdenyut.
Akibatnya, terjadi penghentian sirkulasi efektif. Pada Aritmia, semua
kerja jantung berhenti, terjadi kedutan otot yang tidak seirama
(fibrilasi ventrikel), terjadi kehilangan kesadaran mendadak, tidak ada
denyutan dan bunyi jantung tidak terdengar. Pupil mata mulai
berdilatasi dalam 45 detik, kadang-kadang terjadi kejang. Terdapat
interval waktu sekitar 4 menit antara berhentinya sirkulasi dengan
terjadinya kerusakan otak menetap. Intervalnya dapat bervariasi
tergantung usia klien.
1.7 Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan pada penyakit SKA meliputi :
1.7.1 Farmakologis
1.7.1.1 Obat anti trombolitik
Terapi anti trombolitik sangat penting dalam memperbaiki
hasil menurunkan resiko kematian, SKA berulang. Saat ini,
kombinasi dari ASA, clopidogrel, unfactionated heparin
(UFH) atau Low Molecular Weight Heparin (LMWH) dan
antagonis reseptor GPIIb/IIIa merupakan terapi yang paling
efektif.
1.7.1.2 Obat anti iskemik
Tujuan dari terapi ini adalah mengurangi iskemia dan
mencegah terjadinya kemungkinan yang lebih buruk. Pada
keadaan ini, obat-obat anti iskemik mulai diberikan bersamaan
sambil merencanakan strategi pengobatan definitif. Misalnya :
nitrat, Isosorbid dinitrat, dll
1.7.1.3 Obat. Analgetik
Tujuan adalah mengurangi rasa sakit akibat nyeri yang hebat,
misal morphin sulfat.
1.7.1.4 Statin
Statin telah menunjukkan efek yang menguntungkan pada
pasien SKA, terutama terhadap kadar lipid serum. Sebaiknya
statin diberikan segera setelah onset SKA.
1.7.1.5 Revaskularisasi
Revaskularisasi koroner adalah proses memulihkan aliran
oksigen dan nutrisi ke jantung. Untuk mengembalikan aliran
darah, pembedahan yang diperlukan untuk melewati
penyumbatan atau hambatan pada arteri koroner. Setelah
dilakukan pembedahan darah akan kembali beredar ke
jantung.
1.7.1.6 Terapi oksigen
Terapi oksigen dimulai saat awitan nyeri. Oksigen yang
dihirup akan langsung meningkatkan saturasi darah.
Efektifitas terapi oksigen ditentukan dengan observasi
kecepatan dan irama pertukaran pernafasan, dan pasien
mampu bernapas dengan mudah.
2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Gangguan perfusi jaringan perifer
2.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil
Tujuan :
Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan
tindakan perawatan di RS.
Kriteria hasil:
Daerah perifer hangat, tak sianosis, gambaran EKG tak menunjukan
perluasan infark RR 16-24 x/ menit tak terdapat clubbing finger,
kapiler refill 3-5 detik, nadi 60-100x / menit, TD 120/80 mmHg.
(.....................................................) (..................................................)