You are on page 1of 84

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN SOSIAL

EKONOMI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA


BALITA DI KELURAHAN PISANGAN CIPUTAT
TIMUR BULAN AGUSTUS 2010

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk


memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH:
LYDIA AMALIYA
NIM:107103001630

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 7 Oktober 2010

Lydia Amaliya

ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN SOSIAL EKONOMI DENGAN


KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KELURAHAN PISANGAN CIPUTAT
TIMUR BULAN AGUSTUS 2010

Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kedokteran (S.Ked)

Oleh :
Lydia Amaliya
NIM: 107103001630

Pembimbing

Dr. Riva Auda, SpA, MKes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/ 2010 M
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Laporan Penelitian berjudul HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN


SOSIAL EKONOMI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI
KELURAHAN PISANGAN CIPUTAT TIMUR BULAN AGUSTUS 2010
yang diajukan oleh Lydia Amaliya (NIM: 107103001630), telah diujikan dalam
sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 7 Oktober 2010. Laporan
penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.

Jakarta, 7 Oktober 2010

DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang & Pembimbing Penguji

Dr. Riva Auda, SpA , MKes Dr. Yanti Susianti, SpA

PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FKIK UIN Kaprodi PSPD FKIK UIN

Prof. DR. (hc). Dr. M.K. Tadjudin, SpAnd DR. Dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp. RM

iv
KATA PENGANTAR

Assalaamualaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh


Alhamdulillahhirobbilalamin selalu saya panjatkan atas nikmat dan berkah
yang senantiasa Allah SWT limpahkan, sehingga saya dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul Hubungan antara Faktor Lingkungan dan Faktor
Sosial Ekonomi dengan Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Pisangan
Ciputat Timur Bulan Agustus 2010. Saya menyadari tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan
penelitian ini. Untuk itu, pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima
kasih kepada :
1) Prof. DR. (hc). Dr. M.K. Tadjudin, SpAnd, Drs. H. Achmad Gholib, MA, dan
Dra. Farida Hamid MPd, selaku Dekan dan Pembantu Dekan FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah bersedia mendengarkan keluh kesah
kami PSPD dan senantiasa memberikan semangat agar terus berjuang untuk
menjadi lebih baik dan lebih baik lagi.
2) DR. Dr. Syarief Hasan Lutfie, SpRM sebagai Kaprodi PSPD dan untuk
semua dosen, yang telah begitu banyak membimbing dan memberikan
kesempatan untuk menimba ilmu selama saya menjalani masa pendidikan di
PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, rasa hormat saya atas segala
yang telah mereka berikan.
3) Dr. Riva Auda, SpA, MKes selaku dosen pembimbing yang telah banyak
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan riset ini di tengah kesibukan beliau.
4) Dr. Yanti Susianti, SpA selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan
saran dan kritik yang membangun.
5) Drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D. selaku penanggung jawab riset PSPD
2007 yang selalu mengingatkan kami untuk segera menyelesaikan riset.
6) Puskesmas Ciputat Timur beserta staf dan kader-kader posyandu yang telah
membantu dalam pengambilan sampel penelitian.

v
7) Mama dan Papa tercinta yang selalu mendukung dan memberikan motivasi
untuk belajar lebih baik lagi. Terima kasih atas cinta dan kasih sayang yang
telah kalian berikan juga pelajaran hidup yang sangat berharga sehingga
menjadikanku dewasa.
8) Kakak-kakakku Vivi Luthfiyanti, Firmansyah, dan Riza Umami yang telah
banyak mengajarkan arti kehidupan. Terima kasih karena kalian menjadikan
hidupku penuh warna.
9) Keponakanku terlucu dan tersayang Kayla, Hasya, dan Azzam yang selalu
membuatku tertawa dan selalu membuatku rindu kalian.
10) Seluruh keluarga besar, terima kasih atas dukungan materil dan moril yang
tidak ternilai harganya.
11) Teman-teman kelompok riset Yurilla, Hilya, Karina, Emi, Idha, dan Ridwan.
Terima kasih atas waktu dan canda tawa kalian selama ini. Mari berjuang
kawan.
12) Tut Wuri Handayani, yang selalu memberikan kejutan dan semangat yang
tiada henti. Terimakasih atas perhatiannya selama ini.
13) Seluruh teman seperjuangan PSPD angkatan 2007. Keep spirit.
14) Fitri Kurnia Rahim dan teman-teman terdekat yang tidak bisa disebutkan satu
persatu. Terimakasih atas support dan bantuan kalian.

Wassalaamualaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

Jakarta, 7 Oktober 2010

Penulis

vi
ABSTRAK

Nama : Lydia Amaliya


Program Studi : Pendidikan Dokter
Judul : HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN SOSIAL
EKONOMI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA
BALITA DI KELURAHAN PISANGAN CIPUTAT
TIMUR BULAN AGUSTUS 2010

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan fakor lingkungan
dan sosial ekonomi terhadap kejadian diare di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur
pada bulan Agustus 2010. Penelitian ini dilakukan terhadap 96 responden ibu-ibu
yang memiliki balita dengan menggunakan desain analisis potong lintang,
kemudian dilakukan analisis univariat dan bivariat. Analisis statistik
menggunakan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan dari faktor sosial
ekonomi tidak ada hubungan antara faktor pekerjaan ibu (p=0,816), dan jumlah
anak (p=0,065) dengan kejadian diare di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur.
Namun, Penghasilan keluarga menunjukkan adanya hubungan terhadap kejadian
diare di wilayah tersebut (p=0,001). Faktor lingkungan menunjukkan adanya
hubungan antara sumber air bersih (p=0,033), jamban (p=0,023), dan limbah
(p=0,001) terhadap kejadian diare. Kualitas air (p=0,271) dan sampah (0,426)
tidak menunjukkan adanya hubungan dengan kejadian diare di Kelurahan
Pisangan Ciputat Timur.
Disarankan pada petugas kesehatan agar memberikan penyuluhan pada
masyarakat tentang penggunaan sumber air bersih, jamban, dan pengelolaan
limbah.

Kata kunci:
Diare, sosial ekonomi, dan lingkungan.

vii
ABSTRACT

Name : Lydia Amaliya


Study Program : Medical Education
Title : RELATIONSHIP BETWEEN THE ENVIRONMENT
FACTORS AND ECONOMIC SOCIAL FACTORS
WITH DIARRHEA CASE AT CHILDREN UNDER
FIVE YEARS OLD IN KELURAHAN PISANGAN
CIPUTAT TIMUR IN AUGUST 2010

The purpose of this analytical study is to know the relationship between the
environment factors and Economic social factors with diarrhea case at children
under five years old in Kelurahan Pisangan Ciputat Timur in August 2010. This
research was conducted on 96 women respondents who has children under five
years old using cross-sectional analitical design, and then performed univariate
and bivariate analysis. Statistic analyzed used chi square test. The result of this
research showed from economic social there was not relationship between mother
job (p=0,816), and number of children (p=0,065) with diarrhea case at children
under five years old in Kelurahan Pisangan Ciputat Timur. The family income
showed there was relationship with diarrhea case in that place (p=0,001). The
environment factors suggest a relationship between clean water sources (p =
0.033), latrine (p = 0.023), and waste (p = 0.001) on the incidence of diarrhea.
However, from water quality (p = 0.271) and garbage (0.426) showed no
relationship with incidence of diarrhea in Kelurahan Pisangan Ciputat Timur.
It is recommended to health care workers to provide counseling to the community
about the use of clean water sources, latrines, and waste management.

Key words:
diarrhea, environment, and economic social.

viii
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
ABSTRAK....................................................................................................... vii
ABSTRACT viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................. 2
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 5
2.1. LANDASAN TEORI ..................................................... 5
2.1.1. Definisi Diare .......................................................... 5
2.1.2. Klasifikasi Diare .............................................. 5
2.1.3. Etiologi......................................................................................... 6
2.1.4. Epidemiologi................................................................................ 7
2.1.5. Patofisiologi................................................................................. 8
2.1.6. Manifestasi klinis ........................................................................ 10
2.1.7. Dehidrasi . 10
2.1.8. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diare 12
2.1.9. Pencegahan diare . 12
2.1.10.Penatalaksanaan .. 13
2.2. Faktor Lingkungan Memperngaruhi Kejadian Diare .. 19
2.3. Faktor Sosial Ekonomi Mempengaruhi Kejadian Diare . 28
2.4. KERANGKA KONSEP PENELITIAN . 31
2.5. DEFINISI OPERASIONAL ... 31
BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................. 34
3.1. Desain Penelitian ............................................................................ 34
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 34
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................... 34
3.4. Kriteria Penelitian .......................................................................... 35
3.5. Cara Kerja ...................................................................................... 36
3.6. Analisis Data .................................................................................. 36
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ........................... 38
4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian .. 38
4.1.2. Keadaan Geografi .................... 38
4.1.3. Keadaan Demografi ......................... 38
ix
4.2. Analisis Univariat ............................... 39
4.2.1. Gambaran Sosial Ekonomi ... 39
4.2.2. Gambaran Keadaan Lingkungan .. 40
4.3.3. Gambaran Kejadian Diare 42
4.3. Analisis Bivariat . 42
4.3.1. Faktor Sosial Ekonomi 43
4.3.2. Faktor Lingkungan .. 46
4.4. Keterbatasan Penelitian .. 51
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 52
5.1. Simpulan ....................................................................................... 52
5.2. Saran ............................................................................................. 52
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 54
LAMPIRAN .................................................................................................. 58

x
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1. Derajat Keparahan Dehidrasi .................................................... 11
Tabel 2.2. Kebutuhan oralit per kelompok umur (terapi A) ...................... 16
Tabel 2.3. Kebutuhan oralit berdasarkan umur dan berat badan 16
Tabel 2.4. Kandungan yang terdapat dalam air yang ideal 22
Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan 38
Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu, Penghasilan 39
Keluarga, dan Jumlah Anak ..
Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Air Bersih, 40
Kualitas Air, Jamban, Sampah, dan Limbah.
Tabel 4.4. Distribusi Jawaban Responden Tentang Kejadian Diare .. 42
Tabel 4.5. Hubungan Antara Pekerjaan Ibu Dengan Kejadian Diare 43
Tabel 4.6. Hubungan Antara Penghasilan Keluarga Dengan Kejadian 44
Diare .
Tabel 4.7. Hubungan Antara Jumlah Anak Dengan Kejadian Diare 45
Tabel 4.8. Hubungan Antara Sumber Air Bersih Dengan Kejadian Diare. 46
Tabel 4.9. Hubungan Antara Kualitas Air Dengan Kejadian Diare ... 47
Tabel 4.10. Hubungan Antara Jamban Dengan Kejadian Diare .. 48
Tabel 4.11. Hubungan Antara Sampah Dengan Kejadian Diare . 49
Tabel 4.12. Hubungan Antara Pengelolaan Limbah Dengan Kejadian 50
Diare ..

xi
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1. Jalur Penularan Penyakit Melalui Tinja Manusia ................... 24
Gambar 2.2. Kerangka Konsep .....................................................................31

xii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara-negara yang
sedang berkembang termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab
kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Di
dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare dan sebagian
besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang. Sebagai gambaran 17%
kematian anak di dunia disebabkan oleh diare. Di Indonesia, hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2007 diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab
kematian bayi yang terbanyak yaitu 42% dibanding pneumonia 5,5%. (Juffrie M
dan Mulyani NS, 2009)
Statistik di Amerika mencatat tiap tahun terdapat 20-35 juta kasus diare
dan 16,5 juta diantaranya adalah balita. Angka kematian balita di negara
berkembang akibat diare ini sekitar 3,2 juta setiap tahun. (Direktorat Jendral
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman
(P2MPLP), 1999) Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa
tingkat kematian bayi di Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan
dengan negara-negara anggota Assosiation South East Asia Nation (ASEAN).
Penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di negara berkembang adalah
diare. Sampai saat ini diare tetap sebagai child killer peringkat pertama di
Indonesia. (Andrianto P, 1995; Warouw PS, 2002)
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tahun 2001,
diare menduduki peringkat pertama penyebab kematian anak dengan persentasi
sebesar 35%. Di Indonesia sendiri dapat ditemukan sekitar 60 juta penderita diare
setiap tahunnya sekitar 70-80% dari penderitanya adalah anak di bawah lima
tahun dengan masih tingginya angka kesakitan yang dilaporkan, yaitu 23,35 per
1000 penduduk pada tahun 1998 meningkat menjadi 26,13 per 1000 penduduk
pada tahun 1999. (Profil Kesehatan Indonesia, 2004)
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa
banyak faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak. Faktor-faktor

1
2

tersebut salah satunya adalah faktor lingkungan dan sosial ekonomi. Berdasarkan
hasil penelitian Yulisa (2008) yang melakukan penelitian di Kelurahan Kasongan
Baru, Kalimantan Tengah, diketahui bahwa ada pengaruh tingkat pendidikan,
sumber air minum, kualitas fisik air minum, jenis jamban keluarga, serta tidak ada
pengaruh jenis pekerjaan dengan kejadian diare pada anak balita. Sedangkan hasil
penelitian Irianto dan kawan kawan diketahui bahwa faktor sosiodemografi yang
mempengaruhi kejadian diare pada balita yaitu pendidikan orang tua, pekerjaan
ibu dan umur anak balita merupakan faktor yang dominan dalam mempengaruhi
kejadian diare pada balita, sedangkan umur ibu tidak berhubungan dengan
kejadian diare pada balita. (Irianto J dkk, 1996)
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik mengetahui
hubungan antara lingkungan dan sosial ekonomi dengan kejadian diare pada balita
di Kelurahan Pisangan dengan mengambil data dari Posyandu di Kelurahan
Pisangan Ciputat Timur.

1.2. Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini
adalah Apakah terdapat hubungan antara faktor lingkungan dan sosial ekonomi
terhadap kejadian diare pada balita di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur pada
bulan Agustus 2010?

1.3. Hipotesis
Hipotesis yang diangkat dalam penelitian ini adalah :
1.3.1. Adanya hubungan antara keadaan lingkungan, yakni sumber air bersih,
kualitas air, jamban, sampah dan pengelolaan limbah, dengan kejadian
diare pada balita di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur pada bulan
Agustus 2010.
1.3.2. Adanya hubungan antara faktor sosial ekonomi yakni pekerjaan ibu,
penghasilan keluarga, dan jumlah anak dengan kejadian diare pada balita
di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur pada bulan Agustus 2010.
3

1.4. Tujuan penelitian


1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara faktor lingkungan dan sosial ekonomi
terhadap kejadian diare pada balita di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur .
1.4.2. Tujuan Khusus
Mengetahui hubungan antara jenis pekerjaan ibu dengan kejadian diare di
Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur.
Mengetahui hubungan antara penghasilan keluarga dengan kejadian diare
di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur.
Mengetahui hubungan antara jumlah anak dengan kejadian diare di
Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur.
Mengetahui hubungan antara sumber air bersih dengan kejadian diare di
Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur.
Mengetahui hubungan antara kualitas air dengan kejadian diare di
Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur.
Mengetahui hubungan antara tempat pembuangan tinja (jamban) dengan
kejadian diare pada balita di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur.
Mengetahui hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian diare
pada anak balita di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur.
Mengetahui hubungan antara pengelolaan limbah dengan kejadian diare
pada anak balita di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur.

1.5. Manfaat penelitian


1.5.1. Bagi instansi terkait
Memberikan informasi bagi instansi terkait tentang faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi kejadian diare pada balita sehingga dapat dijadikan
dasar dalam pengambilan kebijakan dan penanggulangan diare di
Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur.
1.5.2. Bagi masyarakat
Memberikan informasi tentang faktor lingkungan dan faktor sosial
ekonomi yang mempengaruhi kejadian diare pada balita sehingga
4

masyarakat dapat melakukan upaya pencegahan kasus diare di Kelurahan


Pisangan, Ciputat Timur.
1.5.3. Bagi peneliti lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan data dasar dan acuan bagi
peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lain.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. LANDASAN TEORI


2.1.1. Definisi Diare
Penyakit diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk
dan konsistensi tinja menjadi lembek sampai cair dan bertambahnya frekuensi
buang air lebih dari biasanya (lazimnya tiga kali atau lebih dalam sehari).
(Departemen Kesehatan RI, 1993)
Menurut Hippocrates diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang
tidak normal (meningkat), konsistensi tinja menjadi lebih lembek atau cair.
Menurut WHO diare adalah buang air besar tiga kali atau lebih dalam sehari
dengan atau tanpa disertai darah. Diare adalah buang air besar dengan frekuensi
yang meningkat dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat
mendadak datangnya. (Suharyono, 2008)

2.1.2. Klasifikasi Diare


Rendle Short membuat klasifikasi berdasarkan ada atau tidaknya infeksi
(Suharyono, 2008) :
a. Diare infeksi spesifik
b. Diare non-spesifik.
Berdasarkan organ yang terkena infeksi :
a. Diare infeksi enteral atau diare karena infeksi di usus (bakteri, virus,
parasit)
c. Diare infeksi parenteral (sistemik) atau diare karena infeksi di luar
usus (otitis media, infeksi saluran pernapasan, infeksi saluran urin dan
lainnya).
Ellis dan Mitchell membagi diare pada bayi dan anak secara luas
berdasarkan lamanya diare dibagi atas (Suharyono, 2008):
a. Diare akut : diare karena infeksi usus yang bersifat mendadak. Diare
karena infeksi usus dapat terjadi pada setiap umur dan bila menyerang
bayi umumnya disebut gastroenteritis infantil.

5
6

b. Diare kronik : umumnya bersifat menahun; di antara diare akut dan


kronik disebut diare subakut.

2.1.3. Etiologi
Diare akut disebabkan oleh banyak faktor antara lain infeksi, makanan,
efek obat, imunodefisiensi dan keadaan-keadaan tertentu.
a. Infeksi
Infeksi terdiri dari infeksi enteral dan parenteral. Infeksi enteral yaitu
infeksi saluran pencernaan dan infeksi parenteral yaitu infeksi di
bagian tubuh lain di luar alat pencernaan. (Ngastiyah, 2005)
Infeksi enteral : infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak.
Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
Infeksi virus : Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus,
dan lain-lain.
Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris,
Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia
lamblia, Trichomonas hominis).
jamur (Candida albicans).
Infeksi parenteral (sistemik) : infeksi di luar alat pencernaan makanan
seperti : otitis media akut (OMA), tonslitis atau tonsilofaringitis,
bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama
terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun. (Mansjoer dkk,
2000, Asnil dkk, 2003)

b. Makanan
Diare dapat disebabkan oleh intoksikasi makanan, makanan pedas,
makanan yang mengandung bakteri atau toksin. Alergi terhadap
makanan tertentu seperti susu sapi akan terjadi malabsorbsi
karbohidrat, disakarida, lemak, protein, vitamin dan mineral.
(Mansjoer dkk, 2000, Asnil dkk, 2003)
7

Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar,


basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang
matang. Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah
mengakibatkan diare pada anak-anak balita. (Widjaja, 2002)

c. Imunodefisiensi
Imunodefisiensi adalah keadaan dimana terjadi penurunan atau
ketiadaan respon imun normal.
Defisiensi imun terutama Secretory Immunoglobulin A (SigA) yang
mengakibatkan berlipat gandanya bakteri, flora usus, jamur, terutama
Candida. (Mansjoer dkk, 2000, Asnil dkk, 2003)

d. Terapi obat
Walaupun sebagian besar besar diare disebabkan oleh infeksi, namun
diare juga dapat dipicu oleh pemakaian obat-obatan.
Obat-obat yang dapat menyebabkan diare diantaranya antibiotik dan
antasida. (Mansjoer dkk, 2000, Asnil dkk, 2003)

e. Keadaan tertentu
Keadaan lain yang menyebabkan seseorang diare seperti gangguan
psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf. (Mansjoer dkk, 2000, Asnil
dkk, 2003)
Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat
menyebabkan diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak balita,
umumnya terjadi pada anak yang lebih besar. (Widjaja, 2002)

2.1.4. Epidemiologi
Penyakit diare akut lebih sering terjadi pada balita dari pada anak yang
lebih besar. Kejadian diare akut pada anak laki-laki hampir sama dengan anak
perempuan. Penyakit ini ditularkan secara fekal-oral melalui makanan dan
minuman yang tercemar atau kontak langsung dengan tinja penderita. Prevalensi
diare yang tinggi di negara berkembang merupakan kombinasi dari sumber air
8

yang tercemar dengan kekurangan protein yang menyebabkan turunnya daya


tahan tubuh. (Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan Pemukiman, 1999)
Penurunan angka kejadian diare pada bayi di negara-negara maju erat
kaitannya dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI), yang sebagian disebabkan oleh
kurangnya pencemaran minum anak dan sebagian lagi karena faktor pencegahan
imunologik dari ASI. (Asnil dkk, 2003) Perilaku yang dapat menyebabkan
penyebaran kuman enterik dan meningkatkan resiko terjadinya diare antara lain,
tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan,
menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada suhu kamar,
menggunakan air minum yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja, dan
tidak mencuci tangan sesudah buang air besar. (Direktorat Jendral Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, 1999)

2.1.5. Patofisiologi
a. Proses sekretorik
Proses ini terjadi karena dihasilkannya enterotoksin oleh kuman, zat
metabolik, atau sumber toksin dari luar. Enterotoksin merangsang sekresi air dan
elektrolit oleh sel-sel kripta dari mukosa usus halus. Proses tersebut melalui
pengaktifan adenyl siklase dan peningkatan sekresi aktif cairan dan elektrolit dari
sel kripta ke lumen usus halus. Proses ini juga melibatkan prostaglandin. Dengan
mekanisme yang belum jelas, Enterotoksin juga menghambat reabsorpsi cairan
dan elektrolit oleh sel-sel villi usus halus. Proses ini terjadi pada infeksi oleh
Vibrio cholera, Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC), Shigella stadium awal,
Clostridium sp, Salmonella sp, Campylobacter sp, dan Staphylococcus sp.
Gejala-gejalanya: diare disertai dengan muntah, tidak ada demam, dan
cepat menyebabkan dehidrasi. Diare yang disebabkan oleh ETEC berlangsung
lebih singkat dibandingkan kolera, sehingga penggunaan antibiotik tidak atau
kurang berguna. Infeksi karena ETEC biasanya berlangsung selama 2-3 hari.
(Garnadi Y,dkk, 2000)
9

b. Proses invasif
Pada proses ini ditandai dengan terjadinya kerusakan atau destruksi sel-sel
mukosa villi usus halus, sering disebabkan oleh invasi virus. Setelah sel
mengalami lisis, vili memendek sehingga luas permukaan untuk absorbsi
berkurang. Selain itu infeksi Rotavirus dapat meningkatkann aktivitas enzim
laktase dan disakaridase, sehingga menyebabkan gangguan penyerapan
disakarida. Sementara itu sel kripta yang berfungsi sekretorik tidak banyak
terganggu, dengan demikian hasil akhir adalah penurunan absorbsi dan sekresi
relatif bertambah sehingga terjadi diare yang bersifat cair. (Garnadi Y,dkk, 2000)

c. Proses osmotik
Diare osmotik disebabkan oleh adanya bahan non-absorbsi di traktus
gastrointestinal. Proses ini sering terlihat pada sindrom malabsorbsi, meskipun
sebenarnya secara fungsional terjadi pula pada diare karena proses sekretorik dan
invasif yang mana terdapat penurunan kemampuan absorbsi cairan dan nutrien
secara normal. Sindrom malabsorbsi yang paling sering adalah intoleransi laktosa.
Mekanisme diare osmotik karena malabsorbsi terjadi peningkatan tekanan
osmotik lumen usus sehingga cairan tertarik dari intraselular ke ekstraselular.
Gejalanya : demam, pantat merah, perut kembung (distensi abdomen), tinja asam,
dan diare encer. (Garnadi Y,dkk, 2000)

d. Proses disenterik
Pada proses ini terjadi peradangan pada mukosa dari ileum terminal dan
usus besar. Peradangan ini sering akibat invasi bakteri patogen, udem mukosa,
perdarahan, dan infiltrasi leukosit. Absorbsi cairan, yang merupakan fungsi utama
usus besar dapat menurun. Iritasi pada usus besar dapat menyebabkan peningkatan
frekuensi defekasi dan sering disertai tenesmus. Bakteri yang sering menjadi
penyebab adalah Shigella sp, Salmonella sp, Campylobacter jejuni, dan beberapa
jenis E.coli (ETEC).(Garnadi Y,dkk, 2000)
10

2.1.6. Manifestasi klinis

Mula-mula anak balita menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat,


nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair,
mungkin disertai lendir atau darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau-
hijauan karena tercampur empedu. Karena seringnya defekasi, anus dan sekitarnya
lecet karena tinja makin lama menjadi asam akibat banyaknya asam laktat, yang
berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah
dapat terjadi sebelum dan atau sesudah diare. Anak-anak yang tidak mendapatkan
perawatan yang baik selama diare akan jatuh pada keadaan-keadaan seperti
dehidrasi, gangguan keseimbangan asam-basa, hipoglikemia, gangguan gizi, dan
gangguan sirkulasi. (Asnil dkk, 2003)

2.1.7. Dehidrasi
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air lebih banyak daripada pemasukan
air. Derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan gejala klinis dan kehilangan berat
badan.
11

Klasifikasi Keparahan Dehidrasi pada Anak-anak dengan Diare


Tabel 2.1. Derajat Keparahan Dehidrasi
Klasifikasi Tanda atau gejala Tata laksana
Dehidrasi berat Terdapat dua atau lebih dari Jika tidak ada klasifikasi
tanda-tanda berikut: berat lainnya: beri cairan
Letargis atau tidak untuk dehidrasi berat
sadar (rencana terapi C)
Mata cekung Jika anak juga
Tidak bisa minum mempunyai klasifikasi
atau malas minum berat lainnya :
Cubitan kulit perut - Rujuk segera dan selama
kembalinya sangat dalam perjalanan ibu
lambat diminta terus member
larutan oralit sedikit demi
sedikit.
- Anjurkan ibu agar tetap
member ASI.
Jika ada kolera di daerah
tersebut, beri obat
antibiotik untuk kolera.
Dehidrasi Terdapat dua atau lebih dari Beri cairan dan makanan
ringan/sedang tanda-tanda berikut : sesuai rencana terapi B
Gelisah, rewel, atau Jika anak juga
mudah marah mempunyai klasifikasi
Mata cekung berat lainnya :
Haus, minum - Rujuk segera ke rumah
dengan lahap sakit dan selama dalam
Cubitan kulit perut perjalanan ibu diminta
kembalinya lambat terus member larutan
oralit sedikit demi
sedikit.
- Anjurkan ibu agar tetap
member ASI.
Nasihati ibu kapan harus
kembali segera.
Kunjungan ulang setelah
5 hari bila tidak ada
perbaikan.
Tanpa dehidrasi Tidak cukup tanda-tanda Beri cairan dan makanan
sesuai rencana terapi A.
Nasihati ibu tentang
kapan harus kembali
segera.
Kunjungan ulang setelah
5 hari bila tidak ada
perbaikan.
Dikutip dari WHO, 2005 ; Depkes, 2006
12

2.1.8. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diare


Kejadian diare dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu gizi, kepadatan
penduduk, sosial ekonomi, perilaku, dan kesehatan lingkungan.

a. Faktor Gizi
Interaksi diare dan gizi merupakan lingkaran setan, karena diare
menyebabkan gizi kurang dan gizi kurang dapat memperberat diare. Pengobatan
dengan makanan yang tepat dan cukup terhadap penderita diare merupakan
komponen utama pengelolaan klinis diare dan juga pengelolaan di rumah.
Defisiensi zat makanan dan cairan pada penderita diare harus segera diatasi.
Terdapat banyak bukti nyata bahwa pemberian makanan yang tepat dan cukup
dapat mempercepat proses penyembuhan selama dan sesudah menderita diare.
(Arifin Z, 2001)

b. Faktor Sosial Ekonomi


Sosial ekonomi yang rendah dapat mempengaruhi tingkat partisipasi aktif
dalam melaksanakan upaya pelayanan masyarakat, misalnya meningkatkan
fasilitas kesehatan lingkungan, meningkatkan status gizi masyarakat yang
merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian diare di masyarakat. Selain
itu misalnya berpenghasilan rendah pada umumnya mempunyai keadaan sanitasi
yang buruk dan kebersihan perorangannya juga buruk. (Arifin Z, 2001)

c. Faktor Kesehatan Lingkungan


Melalui faktor lingkungan, seseorang yang keadaan fisik atau daya
tahannya terhadap penyakit kurang, akan mudah terserang penyakit. Penyakit-
penyakit tersebut seperti diare, kolera, campak, demam berdarah dengue, difteri,
pertusis, malaria, influenza, hepatitis, tifus dan lain-lain yang dapat ditelusuri
determinan-determinan lingkungannya. (Arifin Z, 2001)

2.1.9. Pencegahan diare


Tindakan dalam pencegahan diare ini antara lain dengan perbaikan
keadaan lingkungan, seperti penyediaan sumber air minum yang bersih,
13

penggunaan jamban, pembuangan sampah pada tempatnya, sanitasi perumahan


dan penyediaan tempat pembuangan air limbah yang layak. Perbaikan perilaku ibu
terhadap balita seperti pemberian ASI sampai anak berumur 2 tahun, perbaikan
cara menyapih, kebiasaan mencuci tangan sebelum dan sesudah beraktivitas,
membuang tinja anak pada tempat yang tepat, memberikan imunisasi campak.
(Andrianto P, 1995) Masyarakat dapat terhindar dari penyakit asalkan
pengetahuan tentang kesehatan dapat ditingkatkan, sehingga perilaku dan keadaan
lingkungan sosialnya menjadi sehat. (Notoadmodjo, 2007)

2.1.10. Penatalaksanaan
a. Prinsip penatalaksanaan diare akut
1. Rehidrasi
Diare cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa melihat
etiologinya. Jumlah cairan yang diberi harus sama dengan jumlah cairan yang
telah hilang melalui diare dan atau muntah, ditambah dengan banyaknya cairan
yang hilang melalui keringat, urin, pernapasan dan ditambah dengan banyaknya
cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung.
Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat badan masing-masing
anak atau golongan umur. (Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular
dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, 1999)

2. Nutrisi
Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk
menghindarkan efek buruk pada status gizi. Agar pemberian diet pada anak
dengan diare akut dapat memenuhi tujuannya, serta memperhatikan faktor yang
mempengaruhi keadaan gizi anak, maka diperlukan persyaratan diet sebagai
berikut yakni, pasien segera diberikan makanan oral setelah rehidrasi yakni 24
jam pertama, makanan cukup energi dan protein, makanan tidak merangsang,
makanan diberikan bertahap mulai dengan yang mudah dicerna dan makanan
diberikan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering. Pemberian ASI diutamakan
pada bayi, pemberian cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan, pemberian vitamin
dan mineral dalam jumlah yang cukup. Khusus untuk penderita diare karena
14

malabsorbsi diberikan makanan sesuai dengan penyebabnya, antara lain :


malabsorbsi lemak berikan trigliserida rantai menengah, intoleransi laktosa
berikan makanan rendah atau bebas laktosa, parenteral nutrisi dapat dimulai
apabila ternyata dalam 5-7 hari masukan nutrisi tidak optimal. (Suandi IKG, 1999)

3. Medikamentosa
Antibiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin. Obat-obat
anti diare meliputi antimotilitas seperti loperamid, difenoksilat, kodein, atau
opium. Sedangkan adsorben seperti Norit, kaolin, atau atapulgit. Anti muntah
termasuk prometazin dan klorpromazin. (Direktorat Jendral Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, 1999)

b. Rencana pengobatan
Berdasarkan derajat dehidrasi maka terapi pada penderita diare dibagi
menjadi tiga, yakni rencana pengobatan A, B dan C.

1. Rencana pengobatan A
Digunakan untuk mengatasi diare tanpa dehidrasi, meneruskan terapi diare
di rumah, memberikan terapi awal bila anak terkena diare lagi. Cairan rumah
tangga yang dianjurkan seperti oralit, makanan cair, atau air matang. (Myrnawati,
2004)
a. Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau)
Jelaskan kepada ibu :
- Pada bayi muda pemberian ASI merupakan cara pemberian
cairan tambahan yang utama.
- Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali
pemberian.
- Jika anak memperoleh ASI eksklusif, berikan oralit atau air
matang sebagai tambahan.
- Jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, berikan 1 atau
lebih cairan berikut ini : oralit, larutan gula garam, cairan
makanan (kuah sayur, atau air tajin) atau air matang.
15

Anak harus diberi larutan oralit di rumah jika :


- Anak telah diobati dengan rencana terapi B atau C dalam
kunjungan ini.
- Anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah
parah.
Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6
bungkus oralit (200 ml) untuk digunakan di rumah.
Tunjukkan kepada ibu berapa banyak cairan termasuk oralit yang
harus diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairannya
sehari-hari:
- Sampai umur 2 tahun 50 sampai 100 ml setiap kali buang
air besar
- 2 tahun atau lebih 100 sampai 200 ml setiap kali buang air
besar
Katakan kepada ibu :
- Agar meminumkan sedikit-sedikit tapi sering dari mangkuk
atau cangkir atau gelas.
- Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan
lagi dengan lebih lambat.
- Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare
berhenti.
b. Berikan suplemen zink
Jelaskan kepada ibu berapa banyak zink yang diberikan
- Sampai usia 6 bulan tablet (10 mg) per hari untuk 10-14
hari.
- Satu tablet (20 mg) per hari diberikan pada bayi 6 bulan
Tunjukkan kepada ibu bagaimana memberikan suplemen zink
- Untuk bayi, tablet dapat dilarutkan dengan sedikit air
matang, ASI, atau oralit.
- Untuk anak, tablet dapat dikunyah atau dilarutkan dalam
air matang atau oralit.
c. Lanjutkan pemberian makan atau ASI.
16

d. Kapan harus kembali. (WHO, 2005 ; Depkes, 2006)


Tabel 2.2. Kebutuhan oralit per kelompok umur
Umur Jumlah oralit yang diberikan tiap BAB
< 12 bulan 50-100 ml
1-4 tahun 100-200 ml
5 tahun 200-300 ml
Dewasa 300-400 ml
Dikutip dan di modifikasi dari Myrnawati. Buku Ajar Epidemiologi. Jakarta: Bagian
Ilmu Kesehatan Masyarakat FKUI. 2004.

2. Rencana pengobatan B
Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi ringan sedang,
dalam 3 jam pertama, berikan 75 ml/KgBB. (Myrnawati, 2004)
Berikan oralit di klinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam.
a. Tentukan jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama.
Tabel 2.3. Kebutuhan oralit berdasarkan umur dan berat badan
Umur * Sampai 4 4 -12 bulan 12-24 bulan 2-5 tahun
bulan
Berat < 6 kg 6 - < 10 kg 10 - <12 kg 12 19 kg
badan
Dalam ml 200 400 400 700 700 900 900 1400
*Digunakan umur hanya bila berat badan anak tidak diketahui. Jumlah
oralit yang diperlukan (dalam ml) dapat dihitung dengan cara berat badan
(dalam kg) dikalikan 75.

- Jika anak menginginkan oralit lebih banyak dari pedoman di atas


berikan.
- Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menetek,
berikan juga 100-200 ml air matang sampai periode ini.
b. Tunjukkan kepada ibu cara memberikan larutan oralit:
Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir atau mangkuk atau
gelas.
Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi dengan
lebih lambat.
17

Lanjutkan ASI selama anak mau.


c. Setelah 3 jam :
Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat dehidrasinya.
Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.
Mulailah memberi makan jika anak berumur 6 bulan atau lebih,
ketika masih di klinik.
Jika bayi berumur kurang dari 6 bulan, lanjutkan pemberian ASI
selama bayi mau.
d. Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai :
Tunjukkan cara menyiapkan cairan oralit di rumah.
Tunjukkan berapa banyak oralit yang harus diberikan di rumah
untuk menyelesaikan 3 jam pengobatan.
Beri bungkus oralit yang cukup untuk rehidrasi. Juga beri 6
bungkus sesuai yang dianjurkan dalam rencana terapi A.
Jelaskan 4 aturan perawatan di rumah :
- Berikan cairan tambahan
- Berikan suplemen zink
- Lanjutkan pemberian makan
- Kapan harus kembali. (WHO, 2005 ; Depkes, 2006)

3. Rencana pengobatan C
Ikuti tanda panah. Jika jawaban Ya, lanjutkan ke kanan. Jika tidak,
lanjutkan ke bawah. (WHO, 2005 ; Depkes, 2006)
18

Beri cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit melalui
Mulai disini mulut sementara infus dipersiapkan. Beri 100 ml/kg cairan ringer laktat (jika
tidak tersedia, gunakan NaCl) yang dibagi sebagai berikut:

Umur Pemberian pertama Pemberian berikut


Ya
Dapatkah saudara 30 ml/kg selama: 70 ml/kg selama :
segera memberikan
cairan intravena Bayi 1 jam* 5 jam

(dibawah umur 12
bulan)

Anak 30 menit* 2 jam

(12 bulan 5 tahun)


Tidak *ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tak teraba

Periksa kembali anak setiap 1-2 jam. Jika status hidrasi belum membaik,
beri tetesan intravena lebih cepat.
Juga beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum :
biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)
Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam. Klasifikasikan
dehidrasi. Kemudian pilih rencana terapi yang sesuai (A, B, C ) untuk
melanjutkan pengobatan.

Apakah ada fasilitas Ya Rujuk segera untuk pengobatan intravena.


pemberian cairan
intravena yang Jika anak bisa minum, bekali ibu larutan oralit dan tunjukkan cara
terdekat (dalam 30 meminumkan pada anaknya sedikit demi sedikit selama dalam perjalanan.
menit)

Mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit melalui pipa nasogastrik


atau mulut : beri 20 ml/kg/jam selama 6 jam (total 120 ml/kg)
Apakah saudara telah Periksa kembali anak setiap 1-2 jam:
dilatih menggunakan Ya Jika anak muntah terus menerus atau perut makin kembung, beri cairan
pipa nasogastrik
lebih lambat. Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk
untuk rehidrasi
anak untuk pengobatan intravena.
Sesudah 6 jam, periksa kembali anak. Klasifikasikan dehidrasi.
Tidak
Kemudian tentukan rencana terapi yang sesuai (A,B,atau C) untuk
melanjutkan pengobatan.

Apakah anak masih


bisa minum

Tidak
Catatan: Jika mungkin, amati anak sekurang-kurangnya 6 jam setelah
rehidrasi untuk meyakinkan bahwa ibu dapat mempertahankan hidrasi
dengan pemberian larutan oralit peroral
Rujuk segera untuk
pengobatan IV/NGT
19

2.2. Faktor Lingkungan Memperngaruhi Kejadian Diare


Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang
saling berkaitan dengan masalah masalah lain di luar kesehatan sendiri.
2.2.1. Pengertian
Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik
berupa benda hidup, benda mati, benda nyata maupun abstrak, termasuk suasana
yang terbentuk karena interaksi di antara elemen-elemen tesebut. (Soemirat J,
2002) Lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan
makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk lainnya. (UU
RI tahun 1997) Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau
keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap
terwujudnya status kesehatan yang optimal pula. (Notoatmodjo, 2003)

2.2.2. Klasifikasi Lingkungan


Lingkungan fisik : yaitu lingkungan alami yang terdapat di sekitar
manusia, misalnya panas, sinar, udara, air, radiasi, atmosfer dan
tekanan. Contoh : Pencemaran udara di perkotaan, terutama di kota
besar akan dapat menyebabkan penyakit pada saluran pernapasan.
Lingkungan biologis: dalam hubungannya dengan penyakit,
lingkungan biologi dapat dibagi dalam beberapa hal :
Agen penyakit yang infeksius
Reservoir (manusia atau binatang)
Vektor pembawa penyakit (lalat, nyamuk)
Lingkungan non fisik : yaitu lingkungan yang muncul sebagai akibat
adanya interaksi antar manusia, yang bersifat dinamis, misalnya
lingkungan sosial, ekonomi dan budaya.
2.2.3. Pengaruh lingkungan terhadap timbulnya penyakit
1. Sebagai faktor penunjang terjadinya penyakit atau predisposing factor.
2. Sebagai penyebab langsung timbulnya penyakit.
3. Sebagai media transmisi penyakit, misalnya air dapat menjadi media
penyebaran penyakit kolera.
20

4. Sebagai faktor yang mempengaruhi perjalanan penyakit.


Masalah kesehatan lingkungan utama di negara-negara yang sedang
berkembang adalah penyediaan air minum, tempat pembuangan kotoran,
pembuangan sampah, perumahan dan pembuangan air limbah. (Notoatmodjo,
2003)

Air Bersih
Air digunakan oleh manusia untuk keperluan sehari-hari seperti minum,
mandi, cuci, kakus, dan sebagainya. Diantara kegunaan-kegunaan air tersebut,
yang sangat penting adalah kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu, untuk
keperluan minum, termasuk untuk masak, air harus mempunyai persyaratan
khusus agar tidak menimbulkan penyakit pada manusia. (Soemirat J, 2002)
Air bersih merupakan kebutuhan asasi manusia untuk kelangsungan
hidupnya dan merupakan faktor yang sangat penting dalam menunjang kesehatan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyediaan air bersih yang berkaitan
dengan kejadian diare adalah:
- Tercukupi dari segi kuantitas baik untuk mandi, mencuci, maupun
memasak dan air minum.
- Hindari wadah tempat penampungan air kontak langsung dengan tanah,
jauh dari sumber pencemaran kotoran hewan atau lainnya, serta jauh dari
tempat anak-anak bermain.
- Tidak memasukkan jari atau tangan kotor ke dalam wadah tempat
penampungan air bersih tapi gunakanlah gayung atau cangkir bila hendak
mengambil air, tapi bila sudah selesai hendaklah gayung diletakkan
dengan cara telungkup.
- Air untuk keperluan memasak hendaklah ditutup di dalam suatu wadah
agar tidak masuk kotoran. Tercukupi dari segi kuantitas, baik untuk mandi,
mencuci, maupun memasak dan air minum serta hindari kontak bak
penampungan agar tidak tercemar. (Rahmah S, 2007)
21

Air bersih yang sehat harus memenuhi persyarata Peraturan Menteri


Kesehatan No 416/MENKES/PER/IX/1990:
1.Syarat Fisik :
Jernih
Tidak berwarna
Tidak berasa
Tidak berbau
Temperatur tidak melebihi suhu udara.
2. Syarat Kimia :
Tidak mengandung unsur kimia yang bersifat racun.
Tidak mengandung zat yang menimbulkan gangguan kesehatan.
3. Syarat Bakteriologis :
Tidak mengandung kuman parasit, atau kuman patogen, air tidak
mengandung bakteri E.coli yang melampaui batas yang ditentukan,
yaitu kurang dari 4 kuman setiap 100 cc air.
4. Syarat Radioaktif :
Tidak mengandung sinar alfa, ataupun sinar gama.

Tidak mencukupinya kebutuhan air bersih akan menyebabkan masyarakat


menggunakan air yang tidak memenuhi syarat kesehatan untuk kebutuhan rumah
tangga sehari-hari. Hal ini memudahkan masuknya kuman penyakit dan
terkontaminasinya makanan yang akan dikonsumsi masyarakat. Keluarga yang
menggunakan air dari sumber air yang bersih dan handal, menunjukkan angka
kejadian diare yang lebih sedikit daripada keluarga yang tidak mendapatkan air
bersih. (Arifin Z, 2001)
Jenis air yang dikaitkan dengan sumber atau asalnya, dibedakan menjadi :
1. Air hujan dan embun yaitu air yang diperoleh dari udara atau angkasa
karena terjadi proses presipitasi dari awan, atmosfir yang mengandung
air.
Air hujan tidak mengandung kalsium, oleh karena itu agar dapat
dijadikan air yang sehat perlu ditambahkan kalsium di dalamnya.
22

2. Air permukaan tanah, dapat berupa air yang tergenang atau air yang
mengalir, misalnya danau, sungai, dan laut.
Menurut asalnya, sebagian air sungai dan air danau ini juga dari air
hujan yang mengalir melalui saluran-saluran ke dalam sungai atau
danau ini. Air sungai dan danau ini sudah tercemar atau terkontaminasi
oleh berbagai macam kotoran, maka apabila akan dijadikan air minum
harus diolah terlebih dahulu.
3. Air tanah yaitu air permukaan yang meresap ke dalam tanah sehingga
telah mengalami penyaringan oleh tanah, batu-batuan maupun pasir.
Air tanah dapat juga menjadi air permukaan.
Masing-masing jenis sumber air tersebut secara alamiah memiliki
karakteristik kualitas air tersendiri, hal ini terjadi karena kualitas air
sangat dipengaruhi oleh keadaan alam tempat air tersebut berada dan
kondisi tempat-tempat lain yang dilaluinya. Sumber air yang
dibutuhkan untuk kehidupan manusia, pada umumnya diambil dari air
permukaan dan air tanah, karena ditinjau dari potensi kuantitas dan
kualitasnya kedua sumber air ini paling baik. Perusahaan air minum
pemerintah pada umumnya menggunakan air sungai sebagai air baku,
karena dari segi kuantitas potensinya cukup besar, sementara
masyarakat yang tidak memperoleh air dari PAM, mendapatkan air
bersih dari sumber air tanah. (Notoatmodjo, 2003)

Tabel 2.4. Kandungan yang terdapat dalam air yang ideal


Jenis bahan Kadar yang dibenarkan
Flour (F) 1-1,5
Chlor (Cl) 250
Arsen (As) 0,05
Tembaga (Cu) 1,0
Besi (Fe) 0,3
Zat organik 10
pH (keasaman) 6,5-9,0
CO2 0
Dikutip dari Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu Dan Seni. Jakarta: Rineka
Cipta.
23

Di Indonesia, sumber air utama bagi rumah tangga adalah (Notoatmodjo S,


2003) :
1. Sumur Gali (SGL)
2. Air Leding (Perpipaan / PAM)
3. Sumur Pompa Tangan (SPT)
4. Penampungan Air Hujan (PAH)
5. Perlindungan Mata Air (PMA)
6. Sungai

Pada daerah permukiman padat hampir tidak mungkin untuk mendapatkan


air bersih dari sumur pompa tangan, apalagi sumur dangkal, karena hampir tidak
mungkin untuk memperoleh jarak aman antara sumber air minum dengan limbah
rumah tangga. Sekurang-kurangnya ada 39 penyakit yang bersumber pada
masalah air minum, antara lain diare, kolera, disentri dan lain-lain. (Notoatmodjo
S, 2003)
Sumur yang memenuhi syarat kesehatan
o Letak sumur minimal 10 meter dari jamban untuk mencegah
tercemarnya sumber air dari kotoran.
o Dinding sumur 3 meter untuk mencegah kontaminasi dari bakteri.
Bagian atas harus dibuat dari tembok kedap air.
o Kira-kira 1,5 meter ke bawah berikutnya terbuat dari tembok yang
tidak disemen agar dinding tidak runtuh.
o Dasar sumur dilapisi dengan kerikil agar air menjadi jernih.
o Di sekeliling bibir sumur dibuat tembok ke atas kira-kira 1 meter agar
tercegah dari air yang tercemar di sekitarnya dan untuk menjaga
keselamatan pengguna sumur.
o Tanah di sekitar sumur sebaiknya disemen kira-kira 1,5 meter, dan
dibuat miring serta tepinya dibuat saluran agar air yang telah tercemar
tidak kembali ke tanah.
o Sumur diberi atap dan ember tetap tergantung setelah digunakan.
24

o Akan lebih baik bila air sumur diambil dengan pompa. (Notoatmodjo
S, 2003)
Pengaruh air terhadap kesehatan
o Pengaruh tidak langsung karena adanya bahan-bahan yang dapat
mencemarkan air sehingga akan merusak ekosistem air itu sendiri
misalnya zat kimia organik yang dibutuhkan mikroba dalam
metabolismenya. Proses tersebut membutuhkan oksigen sehingga
oksigen dalam air akan berkurang jumlahnya dan merusak kehidupan
di dalam air tersebut.
o Pengaruh langsung seperti zat-zat kimia yang persisten seperti
detergen yang tidak dapat diuraikan akan terjadi akumulasi di dalam
tubuh dan zat radioaktif yang dalam jumlah banyak akan menimbulkan
gangguan pada kesehatan. (Notoatmodjo S, 2003)

Pembuangan kotoran manusia


Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh
tubuh dan harus dikeluarkan dari dalam tubuh seperti tinja, air seni dan CO2.
Masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah pokok karena kotoran
manusia adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Beberapa
penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain : tifus, diare,
disentri, kolera, bermacam-macam cacing seperti cacing gelang, kremi, tambang,
pita, dan schistosomiasis.
Syarat membangun jamban yang sehat antara lain:
- Tidak mengotori tanah permukaan
- Tidak mengotori air permukaan
- Tidak mengotori air tanah
- Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipergunakan oleh lalat untuk
bertelur atau berkembang biak
- Kakus harus terlindung atau tertutup
- Tidak menyebarkan bau, aman digunakan, mudah dibersihkan dan tersedia
alat pembersih yang cukup. (Notoatmodjo, 2003)
25

Gambar 2.1. Jalur Penularan Penyakit Melalui Tinja Manusia

air
mati

tangan makanan,
tinja minuman, Pejamu
sayur-sayuran
lalat dsb

sakit
tanah

Dikutip dari Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu Dan


Seni. Jakarta: Rineka Cipta.

Bangunan kakus yang memenuhi syarat kesehatan terdiri dari : rumah


kakus, lantai kakus, sebaiknya semen, slab, closet tempat feses masuk, pit sumur
penampungan feses atau cubluk, bidang resapan, bangunan jamban ditempatkan
pada lokasi yang tidak mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau,
disediakan alat pembersih seperti air atau kertas pembersih. (Notoatmodjo, 2007)
Jenis kakus antara lain :
1. Jamban Cemplung, kakus (Pit Latrine)
Dalamnya pit latrine berkisar antara 1,5 4 meter, dapat dibuat dari
bambu, dinding bambu, dan atap daun kelapa ataupun dari padi. Jarak dari
sumber air minum sekurang-kurangnya 25 meter.
2. Jamban Cemplung Berventilasi (Ventilasi Improved Pit Latrine = VIP
Latrine)
Jamban ini hampir sama dengan jamban cemplung, bedanya lebih lengkap,
yakni menggunakan ventilasi pipa.
3. Jamban Empang (Fishpond Latrine)
Jamban ini dibangun di atas empang ikan. Tinja dapat langsung dimakan
ikan, ikan dimakan orang, dan selanjutnya orang mengeluarkan tinja,
demikian seterusnya.
26

4. Jamban Pupuk (The Compost Privy)


Pada prinsipnya jamban ini seperti kakus cemplung, hanya lebih dangkal
galiannya. Di samping itu jamban ini juga utuk membuang kotoran
binatang dan sampah, serta daun-daunan.
5. Septic Tank
Jenis ini merupakan cara yang paling memenuhi persyaratan. Oleh sebab
itu, cara pembuangan tinja semacam ini yang dianjurkan. Septic tank
terdiri dari sedimentasi yang kedap air, dimana tinja dan air buangan
masuk dan mengalami dekomposisi. Dalam tanah ini tinja akan berada
selama beberapa hari. Selama waktu tersebut tinja akan mengalami 2
proses yakni proses kimiawi dan proses biologis. (Notoatmodjo S, 2007)

Pembuangan sampah
Sampah adalah sebagian dari benda atau barang yang berwujud padat,
yang dianggap tidak digunakan, tidak dipakai atau tidak diinginkan lagi oleh
pemakai, yang umumnya adalah hasil dari kegiatan manusia yang bukan hasil
biologis, dan perlu dibuang agar tidak mengganggu kelangsungan hidupnya.
(Myrnawati, 2004)
Jenis- jenis sampah antara lain:
- Berdasarkan zat kimia yakni sampah an-organik, adalah sampah yang
umumnya tidak dapat membusuk, misalnya: logam atau besi, pecahan
gelas, plastik. Sampah organik, adalah sampah yang pada umumnya dapat
membusuk, misalnya : sisa makanan, daun-daunan, atau buah-buahan.
- Berdasarkan dapat dan tidaknya dibakar yakni sampah yang mudah
terbakar, misalnya kertas, karet, kayu, plastik, dan sebagainya. Sampah
yang tidak dapat terbakar misalnya kaleng, besi, gelas, dan sebagainya.
- Berdasarkan karakteristik sampah yakni garbage (hasil pengolahan
makanan), rabish (berasal dari perkantoran), ashes (abu), sampah jalanan,
sampah industri, bangkai binatang, bangkai kendaraan dan sampah
pembangunan.
27

Cara pengolahan sampah antara lain sebagai berikut:


1. Pengumpulan dan pengangkutan sampah
Pengumpulan sampah diperlukan tempat sampah yang terbuat dari
bahan yang mudah dibersihkan, tidak mudah rusak, harus tertutup rapat,
ditempatkan di luar rumah. Pengangkutan dilakukan oleh dinas
pengelola sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA).
2. Pemusnahan dan pengelolaan sampah
Dilakukan dengan berbagai cara yakni, ditanam (landfill), dibakar
(inceneration), dijadikan pupuk (composting). (Notoatmodjo S, 2003)

Air limbah
Air limbah adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga,
industri dan pada umumnya mengandung bahan atau zat yang membahayakan.
Sesuai dengan zat yang terkandung di dalam air limbah, maka limbah yang tidak
diolah terlebih dahulu akan menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat dan
lingkungan hidup antara lain limbah sebagai media penyebaran berbagai penyakit
terutama kolera, diare, tifus, media berkembangbiaknya mikroorganisme patogen,
tempat berkembangbiaknya nyamuk, menimbulkan bau yang tidak enak serta
pemandangan yang tidak sedap, sebagai sumber pencemaran air permukaan tanah
dan lingkungan hidup lainnya, mengurangi produktivitas manusia, karena bekerja
tidak nyaman. (Notoatmodjo S, 2003)
Usaha untuk mencegah atau mengurangi akibat buruk tersebut diperlukan
kondisi, persyaratan dan upaya sehingga air limbah tersebut tidak
mengkontaminasi sumber air minum, tidak mencemari permukaan tanah, tidak
mencemari air mandi, air sungai, tidak dihinggapi serangga, tikus dan tidak
menjadi tempat berkembangbiaknya bibit penyakit dan vektor, tidak terbuka kena
udara luar sehingga baunya tidak mengganggu. (Notoatmodjo S, 2003)
Tempat penampungan air limbah atau dapur atau cuci terdiri dari:
28

1. Penampungan tertutup di pekarangan yaitu penampungan limbah


rumah tangga yang berupa lubang (biasanya tepinya di semen dan
diberi penutup).
2. Penampungan terbuka di pekarangan yaitu penampungan limbah
rumah tangga yang berupa lubang namun tidak diberi penutup.
3. Penampungan di luar pekarangan yaitu penampungan limbah rumah
tangga yang berupa lubang baik ditutup maupun tidak tetapi terletak di
luar pekarangan.
4. Tanpa penampungan atau langsung ke got yaitu jika air limbah rumah
tangga disalurkan atau dibuang langsung ke selokan (got) atau sungai
atau waduk atau laut tanpa memperhatikan ada tidaknya bak
penampungan. (Badan Pusat Statistik, 2009)

2.3. Faktor Sosial Ekonomi Mempengaruhi Kejadian Diare


Status sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam
masyarakat, status sosial ekonomi adalah gambaran tentang keadaan seseorang
atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi, gambaran itu seperti
tingkat pendidikan, pendapatan dan sebagainya. Status ekonomi kemungkinan
besar merupakan pembentuk gaya hidup keluarga. Pendapatan keluarga memadai
akan menunjang tumbuh kembang anak. Karena orang tua dapat menyediakan
semua kebutuhan anak baik primer maupun sekunder. (Soetjiningsih, 2004)
Kemiskinan bertanggung jawab atas penyakit yang ditemukan pada anak.
Hal ini karena kemiskinan mengurangi kapasitas orangtua untuk mendukung
perawatan kesehatan yang memadai pada anak, cenderung memiliki higiene yang
kurang, miskin diet, maupun miskin pendidikan. Sehingga anak yang miskin
memiliki angka kematian dan kesakitan yang lebih tinggi untuk hampir semua
penyakit. Frekuensi relatif anak dari orang tua yang berpenghasilan rendah 2 kali
lebih besar menyebabkan berat badan lahir rendah (BBLR), 3 kali lebih tinggi
resiko imunisasi terlambat dan 4 kali lebih tinggi menyebabkan kematian anak
karena penyakit dibanding anak yang orangtuanya berpenghasilan cukup.
(Suharyono, 2008)
29

Secara individual, kemiskinan adalah suatu keadaan rumah tangga dimana


penghasilan rumah tangga tersebut dalam kurun waktu tertentu akan habis
dikonsumsi atau untuk pengeluaran agar keluarganya dapat bertahan untuk hidup.
Faktor ekonomi sosial mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor
penyebab diare. Kebanyakan anak yang mudah menderita diare berasal dari
keluarga besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak
punya penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, pendidikan
orang tuanya yang rendah dan sikap serta kebiasaan yang tidak menguntungkan.
Karena itu, faktor edukasi dan perbaikan ekonomi sangat berperan dalam
pencegahan dan penanggulangan diare. (Suharyono, 2008)

1. Jenis pekerjaan
Pekerjaan adalah simbol status seseorang di masyarakat. Pekerjaan
jembatan untuk memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan
untuk mendapatkan tempat pelayanan kesehatan yang diinginkan. (Friedman,
2004)
Karakteristik pekerjaan seseorang dapat mencerminkan pendapatan, status
sosial, pendidikan, status sosial ekonomi, risiko cedera atau masalah kesehatan
dalam suatu kelompok populasi. Pekerjaan juga merupakan suatu determinan
risiko dan determinan terpapar yang khusus dalam bidang pekerjaan tertentu serta
merupakan prediktor status kesehatan dan kondisi tempat suatu populasi bekerja.
(Widyastuti P, 2005)

2. Pendapatan
Pendapatan adalah seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang
baik dari pihak lain maupun hasil sendiri. Sedangkan menurut Bayu Wijayanto,
pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang diperoleh seluruh anggota
keluarga yang bekerja. Pendapatan sebagai faktor ekonomi mempunyai pengaruh
terhadap konsumsi pangan.(Alhidayad, 2007)
Semakin tinggi pendapatan keluarga maka persentase pendapatan yang
dialokasikan untuk pangan semakin sedikit, dan semakin rendah pendapatan
keluarga maka persentase pendapatan yang dialokasikan untuk pangan semakin
30

tinggi. Hal ini dikarenakan semua hasil pendapatan digunakan untuk mencukupi
kebutuhan pangan. Jika terjadi kenaikan pendapatan, maka yang dibeli akan lebih
bervariasi atau berubah. Mereka yang mempunyai pendapatan sangat rendah
cenderung akan membeli karbohidrat, sementara yang lebih mampu akan
cenderung membeli makanan lain seperti protein dan vitamin. (Alhidayad, 2007)

3. Jumlah anak
Penduduk Indonesia tahun 2000 yang semula diperkirakan akan mencapai
sekitar 275 juta jiwa, ternyata dengan BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional) dan bantuan jajaran pembangunan lainnya telah berhasil
membantu keluarga Indonesia menghasilkan penduduk yang jumlahnya hanya
sekitar 206 juta jiwa saja. Keberhasilan itu adalah karena tingkat fertilitas atau
tingkat kelahiran yang biasanya setiap keluarga melahirkan sekitar 6 anak, telah
berhasil diturunkan lebih dari 50 persen, sehingga setiap keluarga hanya
melahirkan kurang dari 3 orang anak. Dalam waktu yang bersamaan tingkat
kematian bayi dan anak juga turun drastis. Dengan jumlah anak yang jauh lebih
sedikit dan lebih sehat para orang tua dapat memberi perhatian yang lebih tinggi
dan lebih mampu untuk menyekolahkan anak-anak itu ke sekolah pilihannya.
(Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2009)
Gerakan Keluarga Berencana yang telah dilaksanakan di Indonesia sejak
Pelita I merupakan program yang secara langsung diarahkan untuk mengatasi
masalah pertumbuhan penduduk di Indonesia. Gerakan Keluarga Berencana
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan
Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) yang menjadi dasar bagi
terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran. Nilai dan
jumlah anak sangat mempengaruhi dalam mencapai terwujudnya NKKBS dimana
salah satu Norma dalam NKKBS adalah norma tentang jumlah anak yang
sebaiknya dimiliki yaitu 2 anak cukup, dan laki-laki atau perempuan sama saja.
(Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2009)
Dengan program Keluarga Berencana yang dilaksanakan secara intensif
selama 20 tahun untuk membudayakan NKKBS, maka diharapkan terjadi
perubahan pola pikir masyarakat dimana mendidik dan memelihara anak jauh
31

lebih penting daripada menambah jumlah anak. (Badan Kordinasi Keluarga


Berencana Nasional, 2009)

2.4. KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Sumber Air
bersih Pendapatan

Kualitas air
Faktor Kejadian Faktor Jumlah anak
Jamban lingkungan diare sosial
ekonomi
Limbah
Pekerjaan
Sampah

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

2.5. DEFINISI OPERASIONAL

Variabel Skala
No Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
Dependen Ukur
1 Diare Buang air besar tiga kali atau Kuesioner wawancara Nominal 0= Tidak pernah
lebih dalam sehari dengan 1= diare
atau tanpa disertai darah.
Variabel Alat Skala
No Definisi Cara Ukur Hasil Ukur
Independen Ukur Ukur
Masalah kesehatan
lingkungan utama di negara-
negara yang sedang
Lingkungan : berkembang adalah
1 penyediaan air minum, Kuesioner Wawancara
tempat pembuangan kotoran,
pembuangan sampah, dan
pembuangan air limbah

a. Sumber air Sumber air yang digunakan Kuesioner Wawancara Nominal 0 = air tanah
bersih untuk memenuhi kebutuhan 1= air permukaan
hidup sehari-hari. Dengan
kriteria:
32

1. air sumur
2. pompa
3. sungai
4. PAM
Dekelompokkan menjadi air
tanah (1 dan 2) dan air
permukaan (3 dan 4)
b. Kualitas air keadaan air responden yang Kuesioner Wawancara Ordinal 0 = kurang
dinilai dari kepemilikan air, 1 = baik
akses sepanjang tahun, dan
kebersihan air.
c. Limbah keadaan limbah rumah Kuesioner Wawancara Ordinal
tangga responden yang 0 = kurang
dinilai dari tempat 1 = baik
penampungan air limbah dan
saluran pembuangan air
limbah
d. Sampah keadaan sampah rumah Kuesioner Wawancara Ordinal 0 = kurang
tangga responden yang 1 = baik
dinilai dari kepemilikan
tempat pembuangan sampah,
serta tempat
pengumpulan/penampungan
sampah rumah tangga di luar
rumah
e. Jamban Macam tempat buang air Kuesioner Wawancara 0 = jamban tidak
besar yang digunakan sehat
keluarga 1 = jamban sehat
termasuk balita untuk
membuang tinja.
Nominal
keadaan jamban responden
yang dinilai dari kepemilikan
septic tank, serta jarak septic
tank dengan sumur / sumber
air
2. Sosial ekonomi Gambaran tentang keadaan Kuesioner Wawancara
seseorang (responden) yang
ditinjau dari segi pekerjaan,
pendapatan dan jumlah anak.
a. Pekerjaan Kegiatan rutin yang Kuesioner wawancara Nominal 0 =Tidak bekerja
dilakukan dalam upaya 1=Bekerja
mendapatkan penghasilan
untuk pemenuhan kebutuhan
hidup keluarga.
a. Ibu rumah tangga
b. Karyawan
c. Guru
d. Bidan/ petugas kesehatan
e. Wiraswata
f. Lain-lain.
Dikelompokkan menjadi
tidak bekerja (a) dan bekerja
(b,c,d,e,dan f)
33

b.Pendapatan pendapatan yang diperoleh Kuesioner Wawancara Ordinal 0 = Rendah


seluruh anggota keluarga 1 = Sedang
yang bekerja. 2 = Tinggi
Tingkat penghasilan
dikelompokkan menurut rata-
rata pendapatan pekerja
perbulan perprovinsi
menurut Biro Pusat Statistik
Agustus 2006 dan 2007
untuk Provinsi Banten
menjadi:
a. Rendah: < Rp. 1.074.485
b. Sedang: antara Rp.
1.074.485 Rp. 1.202.749
c. Tinggi: > Rp. 1.202.749
c. Jumlah anak Nilai dan jumlah anak sangat Kuesioner Wawancara Ordinal 0 = >2
mempengaruhi dalam 1 = 2
mencapai terwujudnya
NKKBS dimana salah satu
Norma dalam NKKBS adalah
norma tentang jumlah anak
yang sebaiknya dimiliki yaitu
2 anak cukup.
34
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Disain Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survei analitik, dengan
pendekatan cross sectional yang merupakan dinamika korelasi antara faktor-
faktor risiko dengan efek melalui pendekatan, observasi atau pengumpulan data
sekaligus pada suatu saat. (Notoatmodjo, 2005) Dalam penelitian ini yaitu
menganalisis faktor risiko yang berupa lingkungan dihubungkan dengan faktor
efek yaitu kejadian diare pada balita.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian


3.2.1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di posyandu-posyandu yang ada di Kelurahan
Pisangan Ciputat Timur. Adapun posyandu yang dijadikan sebagai tempat
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Posyandu Mawar
2. Posyandu Kenanga
3. Posyandu Wijaya Kusuma
4. Posyandu Peruri
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010.

3.3. Populasi dan Sampel


3.3.1. Populasi
Populasi target adalah seluruh ibu-ibu yang memiliki anak berusia
1-5 tahun.
Populasi terjangkau adalah ibu-ibu balita yang berkunjung ke
Posyandu Kelurahan Pisangan.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah ibu-ibu yang memiliki anak balita berusia 1 5
tahun.
34
35

Teknik pengambilan sampel dengan metode Non Random (Non


Probability) Sampling dengan teknik quota sampling yaitu
pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara menetapkan
sejumlah anggota sampel secara quotum atau jatah.
Besar Sampel
Untuk menentukan besarnya sampel dalam penelitian ini
digunakan rumus sebagai berikut:
(z)2 P.Q
n =
d2
Keterangan:
n : jumlah sampel
P : keadaan yang akan dicari = 0.05
d : tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki = 0.1
: tingkat kemaknaan = 1.96
Q: 1 P = 1 0.05 = 0.95
2
n = (1.96) . 0,5 . 0,5
(0,1)2
n = 96
Maka, diperoleh jumlah sampel yang diperlukan adalah 96 subjek.

3.4. Kriteria Penelitian


3.4.2. Kriteria Inklusi
Ibu-ibu yang mempunyai anak usia 1 5 tahun.
Ibu-ibu yang tinggal di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur.
3.4.3. Kriteria Eksklusi
Ibu-ibu yang tidak bersedia untuk di wawancara.
Ibu-ibu yang mempunyai anak di bawah usia 1 tahun atau di atas 5
tahun.
36

3.5. Cara Kerja


3.5.1. Variabel
Variabel terikat atau dependen dalam penelitian ini adalah kejadian diare
akut pada anak balita. Variabel bebas atau independen yakni lingkungan (sumber
air bersih, kualitas air, jamban, sampah, dan limbah) dan ekonomi sosial (jenis
pekerjaan ibu, penghasilan keluarga, dan jumlah anak).
3.5.2. Pengumpulan Data
Penelitian ini akan dilaksanakan bila telah memperoleh persetujuan setelah
penjelasan atau informed consent dari subjek penelitian. Data dikumpulkan denga
cara menyebarkan kuesioner.
3.5.3. Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data
Semua data dicatat dalam status penelitian, dikumpulkan dan kemudian
diolah dengan menggunakan program SPSS for window. Langkah awal dimulai
dengan editing, coding, data entry, dan dilanjutkan dengan tabulasi. Untuk
mengetahui gambaran distribusi frekuensi dan proporsi dari tiap variabel yang
diteliti, yaitu variabel dependen dan independen, akan digunakan analisis bivariat.
Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tekstular dan tabular.

3.6. Analisis Data


Penelitian ini menggunakan analisis univariat dan bivariat.
3.6.1. Analisis univariat
Analisa univariat digunakan untuk mengetahui gambaran atau distribusi
frekuensi dan proporsi dari masing-masing variabel yang diamati, baik
variabel independen maupun variabel dependen.
3.6.2. Analisis bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara setiap
variabel independen dengan variabel dependen. Oleh karena itu,
menggunakan beberapa uji statistik sebagai berikut :
- Uji chi square (kai kuadrat) : dengan cara membandingkan
frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang diharapkan
dengan = 0.05.
37

- Apabila nila p < maka hasilnya bermakna secara statistik


atau terdapat hubungan (Ho ditolak dan Ha diterima),
sedangkan bila nilai P > maka hasilnya tidak bermakna
secara statistik atau tidak terdapat hubungan (Ho gagal
ditolak/diterima dan Ha ditolak).
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di 4 posyandu dari 22 posyandu yang ada di


Kelurahan Pisangan Ciputat Timur pada bulan Agustus 2010. Besar sampel yang
dikumpulkan dalam kurun waktu tersebut sebanyak 96 subyek.

4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian


4.1.2. Keadaan Geografi
Kelurahan Pisangan merupakan satu dari 4 kelurahan yang ada di
Kecamatan Ciputat Timur. Kelurahan Pisangan memiliki luas wilayah 405 Hektar
(Ha/Km2) dengan penggunaan lahan untuk perkebunan yaitu 0,5 Ha, lahan
darat/kering 80 Ha, permukiman 299,5 Ha dan lahan industri sebesar 25 Ha.
Adapun batas wilayah administrasi Kelurahan Pisangan adalah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : Kelurahan Cirendeu dan Karang Tengah -Jakarta Selatan.
b. Sebelah Timur : Pd. Cabe Udik dan Cinere Sawangan Depok.
c. Sebelah Barat : Kelurahan Cipayung dan Cempaka Putih.
d. Sebelah Selatan: Kelurahan Cipayung dan Pd. Cabe Udik.
4.1.3. Keadaan Demografi
Kelurahan Pisangan terdiri dari 9.733 KK dengan jumlah penduduk
sebanyak 34.195 jiwa, dengan jumlah laki-laki sebanyak 17.660 jiwa dan jumlah
perempuan sebanyak 17.135 jiwa. Data mengenai tingkat pendidikan penduduk
Kelurahan Pisangan dapat dilihat pada Tabel 4.1.dibawah ini:
Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No. Tingkat Pendidikan Jumlah
1. Tidak/ belum sekolah 1.460
2. Belum tamat SD/ sederajat 1.550
3. Tamat SD/ sederajat 720
4. SLTP/ sederajat 1.255
5. SLTA/ sederajat 1.571
6. Diploma III/ akademik 320
7. Diploma IV/ Strata I 1.150
8. Strata II 45
9. Strata III 25
Jumlah 8.096
38
39

Sumber: Data Demografi Kelurahan Pisangan, (2009)


4.2. Analisis Univariat
4.2.1. Gambaran Sosial Ekonomi
Gambaran sosial ekonomi responden dari hasil penelitian dapat dilihat
pada tabel 4.2. di bawah ini:
Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu, Penghasilan
Keluarga, dan Jumlah Anak.

Karakteristik Frekuensi Persen ( %)


Pekerjaan ibu
Bekerja 20 20,8
Tidak bekerja 76 79,2
Jumlah 96 100
Penghasilan Keluarga
Rendah 36 37,5
Sedang 18 18,8
Tinggi 42 43,8
Jumlah 96 100
Jumlah anak
>2 23 24,0
2 73 76,0
Jumlah 96 100

Pekerjaan responden dibagi menjadi dua yaitu kategori tidak bekerja (ibu
rumah tangga) dan kategori bekerja. Sebagian besar responden masuk pada
kategori tidak bekerja yaitu sebanyak 76 responden (79,2%). Hal ini tidak sejalan
dengan hasil penelitian Wulandari A (2009) yang melakukan penelitiannya di
Desa Blimbing Kecamatan Sambirejo Sragen, menunjukkan bahwa responden
yang bekerja lebih banyak dibandingkan responden yang tidak bekerja yaitu
sebanyak 46 dari 70 responden (65,7%)
Penghasilan keluarga responden dibagi menjadi tiga yaitu kategori
penghasilan rendah (< Rp. 1.074.485), penghasilan sedang (Rp. 1.074.485 Rp.
1.202.749), dan penghasilan tinggi (>Rp. 1.202.749). sebagian besar responden
masuk dalam kategori penghasilan tinggi yaitu sebanyak 42 responden (43,8%).
Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Warman Y (2005) yang melakukan
penelitiannya di Kelurahan Pekan Arba Kecamatan Tembilahan kabupaten
Indragiri Hilir menunjukkan bahwa sebagian besar responden termasuk dalam
golongan penghasilan rendah yaitu sebanyak 79,1%.
40

Jumlah anak responden dibagi menjadi dua yaitu kategori jumlah anak >2
dan kategori jumlah anak 2. Sebagian besar responden masuk dalam kategori
jumlah anak 2 yaitu sebanyak 73 responden (76%). Sampai saat ini, peneliti
belum menemukan penelitian yang sama sehingga tidak dapat dibandingkan
dengan hasil penelitian lain.

4.2.2. Gambaran Keadaan Lingkungan


Gambaran keadaan lingkungan responden dari hasil penelitian dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Sumber air bersih, kualitas air,
jamban, sampah, dan limbah.

Karakteristik Frekuensi Persen ( %)


Sumber air
Air Tanah 62 64,6
Air Permukaan 34 35,4
Jumlah 96 100
Kualitas air
Baik 85 88,5
Kurang 11 11,5
Jumlah 96 100
Jamban
Sehat 23 24
Tidak sehat 73 76
Jumlah 96 100
Pengelolaan Sampah
Baik 49 51
Kurang 47 49
Jumlah 96 100
Limbah
Baik 28 29,2
Kurang 68 70,8
Jumlah 96 100
41

Hasil penelitian mengenai sumber air bersih diperoleh dari hasil kuesioner.
Sumber air bersih dibagi menjadi dua kategori yaitu air tanah (sumur, pompa) dan
air permukaan (air sungai, danau, dan PAM). Sumber air tanah sebanyak 62
responden (64,6%) sedangkan sumber air permukaan sebanyak 34 responden
(35,4%). Hal ini sejalan dengan penelitian Fauzi Y, Setiani O, raharjo M (2005)
yang melakukan penelitian di Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu
menunjukkan bahwa sebagian besar responden menggunakan air sumur yaitu
sebanyak 67,5%.
Hasil penelitian mengenai kualitas air diperoleh dari hasil kuesioner.
Kualitas air responden dibagi menjadi dua kategori yaitu kategori baik dan
kurang. Kualitas air yang baik sebanyak 85 responden (88,5%) sedangkan kualitas
air yang kurang baik sebanyak 11 responden (11,5%). Hal ini tidak sejalan dengan
penelitian Fauzi Y, Setiani O, raharjo M (2005) yang menunjukkan bahwa
sebagian besar responden memiliki kualitas air yang tidak memenuhi syarat yaitu
sebanyak 35 dari 60 responden (58,3%).
Tempat pembuangan tinja dibagi menjadi dua yaitu jamban sehat dan
jamban tidak sehat. Jamban yang tidak sehat sebanyak 73 responden (76%),
sedangkan jamban yang sehat sebanyak 23 responden (24%). Hal ini tidak sejalan
dengan penelitian Fauzi Y, Setiani O, raharjo M (2005) yang menunjukkan bahwa
sebagian besar responden memiliki jamban yang tidak sehat yaitu sebanyak 103
dari 120 responden (85,8%) .
Pengelolaan sampah dibagi menjadi dua yaitu kategori pengelolaan
sampah baik dan kurang. Pengelolaan sampah yang baik sebanyak 49 responden
(51%), sedangkan pengelolaan sampah yang kurang baik sebanyak 47 responden
(49%). Hal ini sejalan dengan penelitian Fauzi Y, Setiani O, raharjo M (2005)
yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengelolaan
sampah yang baik yaitu sebanyak 83 dari 120 responden (69,2%).
Pengelolaan limbah dibagi menjadi dua yaitu pengelolaan limbah baik
dan kurang. Pengelolaan limbah yang baik sebanyak 28 responden (29,2%),
sedangkan pengelolaan limbah yang kurang baik sebanyak 68 responden (70,8%).
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Fauzi Y, Setiani O, raharjo M (2005) yang
42

menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengelolaan limbah yang


baik yaitu sebanyak 83 dari 120 responden (69,2%).

4.2.2. Kejadian Diare


Hasil penelitian mengenai kejadian diare diperoleh dari hasil kuisioner
yang diberikan kepada responden. Dalam variabel ini responden yang diambil
dibatasi pada ibu-ibu yang memiliki balita. Kejadian diare dibagi menjadi dua
yaitu kategori diare dan tidak diare. Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 4.4
di bawah ini.
Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Diare
Posyandu Kejadian Diare Jumlah
Diare Tidak Diare
Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %
Wijaya 14 56,0 11 44,0 25 100
Kusuma
Kenanga 23 71,9 9 28,1 32 100
Peruri 13 52,0 12 48,0 25 100
Mawar 5 35,7 9 64,3 14 100
Jumlah 55 57,3 41 42,7 96 100

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dalam satu tahun terakhir balita
yang menjadi sampel sebagian besar mengalami diare yaitu sebanyak 55 balita
(57,3%), sedangkan yang tidak mengalami diare sebanyak 41 balita (42,7%). Dari
ke empat posyandu, di Kelurahan Pisangan, balita yang paling banyak menderita
diare adalah posyandu Kenanga, Ciputat Molek yaitu sebanyak 23 dari 32 balita.

4.3. Analisis Bivariat


Penelitian ini menguji hubungan faktor lingkungan dan faktor sosial
ekonomi yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak balita di Kelurahan
Pisangan Ciputat Timur. Analisis data secara statistik dilakukan dengan uji chi
square, dengan bantuan program SPSS diperoleh hasil sebagai berikut:
43

4.3.1. Faktor Sosial Ekonomi


4.3.1.1.Pekerjaan Ibu
Hubungan antara pekerjaan ibu dengan kejadian diare pada balita disajikan
pada tabel 4.5. berikut ini :
Tabel 4.5. Hubungan Antara Pekerjaan Ibu Dengan Kejadian Diare
Pekerjaan Kejadian Diare Jumlah
Ibu Diare Tidak Diare
Frekuensi Persen Frekuensi Persen Frekuensi Persen
(%) (%) (%)
Tidak 44 57,9 32 42,1 76 100
bekerja
Bekerja 11 55,0 9 45,0 20 100
Jumlah 41 42,7 55 57,3 96 100

Berdasarkan tabel 4.5. di atas dapat diketahui bahwa balita dari ibu yang
tidak bekerja, yang mengalami diare sebanyak 44 responden (57,9%), yang tidak
diare sebanyak 32 responden (42,1%). Sedangkan balita dari ibu yang bekerja,
yang mengalami diare sebanyak 11 responden (55%), yang tidak diare sebanyak 9
responden (45%). Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara
pekerjaan ibu dengan kejadian diare pada anak balita di Kelurahan Pisangan,
Ciputat Timur dengan p = 0,816 (p > 0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Mansyah B (2005) yang menunjukkan faktor status ibu bekerja atau
tidak bekerja tidak memiliki hubungan dengan kejadian diare pada balita. Hal ini
mungkin disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti perilaku dan tingkat
pengetahuan ibu yang kurang.
44

4.3.1.2.Penghasilan Keluarga
Hubungan antara penghasilan keluarga dengan kejadian diare pada balita
disajikan pada tabel 4.6. berikut ini :
Tabel 4.6. Hubungan Antara Penghasilan Keluarga Dengan Kejadian Diare
Penghasilan Kejadian Diare Jumlah
Keluarga Diare Tidak Diare
Frekuensi Persen Frekuensi Persen frekuensi Persen
(%) (%) (%)
Rendah 27 75,0 9 25,0 36 100
Sedang 13 72,2 5 27,8 18 100
Tinggi 15 35,7 27 64,3 42 100
Jumlah 41 42,7 55 57,3 96 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa keluarga yang


berpenghasilan rendah lebih banyak mengalami diare yaitu sebanyak 27
responden (75%), sedangkan balita yang tidak mengalami diare adalah balita dari
keluarga yang berpenghasilan tinggi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada
hubungan antara pekerjaan ibu dengan kejadian diare pada anak balita di
Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur dengan p = 0,001 (p < 0,05).
Jika terjadi kenaikan pendapatan atau penghasilan, maka yang dibeli akan
lebih bervariasi atau berubah. Mereka yang mempunyai pendapatan sangat rendah
cenderung memiliki keterbatasan dalam usaha untuk pencegahan penyakit, dan
pemanfaatan pelayanan kesehatan. Hal ini menyebabkan masyarakat rentan
menderita penyakit menular seperti diare ini. Kemiskinan bertanggung jawab atas
penyakit yang ditemukan pada anak. Kemiskinan mengurangi kapasitas orangtua
untuk mendukung perawatan kesehatan yang memadai pada anak, cenderung
memiliki higiene yang kurang, miskin diet, maupun miskin pendidikan. Sehingga
anak yang miskin memiliki angka kematian dan kesakitan yang lebih tinggi untuk
hampir semua penyakit. (Behrman dkk, 1999).
45

4.3.1.3. Jumlah anak


Hubungan antara jumlah anak dengan kejadian diare pada balita disajikan
pada tabel 4.7. berikut ini :
Tabel 4.7. Hubungan Antara Jumlah Anak Dengan Kejadian Diare
Jumlah Kejadian Diare Jumlah
Anak Diare Tidak Diare
Frekuensi Persen Frekuensi Persen Frekuensi Persen
(%) (%) (%)
>2 17 73,9 6 26,1 23 100
2 38 52,1 35 47,9 73 100
Jumlah 41 42,7 55 57,3 96 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa ibu yang mempunyai


anak 2 lebih banyak mengalami diare yaitu sebanyak 38 responden (52,1%) dari
pada ibu yang memiliki anak >2. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada
hubungan antara jumlah anak dengan kejadian diare pada balita di Kelurahan
Pisangan, Ciputat Timur dengan p = 0,065 (p > 0,05).
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan data dari BKKBN yang
menyatakan bahwa nilai dan jumlah anak sangat mempengaruhi dalam mencapai
terwujudnya NKKBS. Salah satu norma dalam NKKBS adalah norma tentang
jumlah anak yang sebaiknya dimiliki yaitu 2 anak cukup, dan laki-laki atau
perempuan sama saja. Berdasarkan data dari BKKBN setelah terwujudnya
penurunan jumlah anak dalam keluarga sehingga menghasilkan anak yang kurang
dari 3 menunjukkan tingkat kematian bayi dan anak-anak yang turun drastis.
Dengan jumlah anak yang jauh lebih sedikit dan lebih sehat para orang tua dapat
memberi perhatian yang lebih tinggi tidak terkecuali dalam hal kesehatan. (Badan
Kordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2009)
Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
jumlah anak dengan kejadian diare pada balita di Kelurahan Pisangan, Ciputat
Timur. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat pengetahuan ibu yang kurang
sehingga jumlah anak yang banyak ataupun sedikit tidak mempengaruhi kondisi
kesehatan anaknya khususnya dalam kasus diare.
46

4.3.2. Faktor Lingkungan


4.3.2.1.Sumber Air Bersih
Hubungan antara sumber air bersih dengan kejadian diare pada balita
disajikan pada tabel 4.8. berikut ini :
Tabel 4.8. Hubungan Antara Sumber Air Bersih Dengan Kejadian Diare
Sumber Kejadian Diare Jumlah
Air Bersih Diare Tidak Diare
Frekuensi Persen Frekuensi Persen Frekuensi Persen
(%) (%) (%)
Air Tanah 41 65,1 22 34,9 63 100
Air 14 42,4 19 57,6 33 100
Permukaan
Jumlah 41 42,7 55 57,3 96 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa balita yang mengalami


diare sebagian besar berasal dari keluarga yang menggunakan sumber air tanah
(sumur, pompa) yaitu sebanyak 41 responden (65,1%). Hasil uji statistik
menunjukkan ada hubungan antara sumber air bersih dengan kejadian diare pada
anak balita di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur dengan p = 0,033 (p < 0,05).
Hal ini sejalan dengan penelitian Fauzi Y, Setiani O, raharjo M (2005) yang
menunjukkan bahwa sumber air bersih dari ibu balita penderita diare adalah
sebagian besar berasal dari sumur (air tanah) sebanyak 67,5%.
Sumber air yang dibutuhkan untuk kehidupan manusia, pada umumnya
diambil dari air permukaan dan air tanah, karena ditinjau dari potensi kuantitas
dan kualitasnya kedua sumber air ini paling baik. Perusahaan air minum
pemerintah (PAM) pada umumnya menggunakan air sungai sebagai air baku,
karena dari segi kuantitas potensinya cukup besar, sementara masyarakat yang
tidak memperoleh air dari PAM, mendapatkan air bersih dari sumber air tanah.
(Notoatmodjo, 2003)
47

4.3.2.2. Kualitas Air


Hubungan antara kualitas air dengan kejadian diare pada balita disajikan
pada tabel 4.9. berikut ini :
Tabel 4.9. Hubungan Antara Kualitas Air Dengan Kejadian Diare
Kualitas Kejadian Diare Jumlah
air Diare Tidak Diare
Frekuensi Persen Frekuensi Persen Frekuensi Persen
(%) (%) (%)
Baik 47 55,3 38 44,7 85 100
Kurang 8 72,7 3 27,3 11 100
Jumlah 41 42,7 55 57,3 96 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa balita yang menderita


diare adalah sebagian besar berasal dari responden yang memiliki kualitas air
yang baik yaitu sebanyak 47 responden (55,3%). Hasil uji statistik menunjukkan
tidak ada hubungan antara sumber air bersih dengan kejadian diare pada anak
balita di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur dengan p = 0,271 (p >0,05),.
Kualitas air responden dinilai dari kepemilikan, akses air sepanjang tahun,
dan kualitas fisik air. Tidak mencukupinya kebutuhan air bersih akan
menyebabkan masyarakat menggunakan air yang tidak memenuhi syarat
kesehatan untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Hal ini memudahkan
masuknya kuman penyakit dan terkontaminasinya makanan yang akan
dikonsumsi masyarakat. Keluarga yang menggunakan air dari sumber air yang
bersih dan handal, menunjukkan angka kejadian diare yang lebih sedikit daripada
keluarga yang tidak mendapatkan air bersih. (Arifin, 2001)
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
sumber air bersih dengan kejadian diare pada anak balita di Kelurahan Pisangan,
Ciputat Timur. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian penelitian Fauzi Y, Setiani
O, raharjo M (2005) yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara kualitas air
dengan kejadian diare. Hal ini mungkin disebabkan karena pengujian kualitas air
hanya berdasarkan pengisian kuesioner oleh responden, bukan dari pengamatan
peneliti langsung.
48

4.3.2.3. Jamban
Hubungan antara kualitas jamban dengan kejadian diare pada balita
disajikan pada tabel 4.10. berikut ini :
Tabel 4.10. Hubungan Antara Jamban Dengan Kejadian Diare
Jamban Kejadian Diare Jumlah
Diare Tidak Diare
Frekuensi Persen Frekuensi Persen Frekuensi Persen
(%) (%) (%)
Tidak 37 50,7 36 49,3 73 100
Sehat
Sehat 18 78,3 5 21,7 23 100
Jumlah 41 42,7 55 57,3 96 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa responden dengan jamban


yang tidak sehat lebih banyak mengalami diare yaitu sebanyak 37 responden
(50,7%) dari pada responden dengan jamban yang sehat. Hasil uji statistic
menunjukkan ada hubungan antara kualitas jamban dengan kejadian diare pada
anak balita di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur dengan p = 0,023 (p < 0,05).
Pada penelitian ini jenis tempat pembuangan tinja dibedakan menjadi jenis
jamban sehat dan jenis jamban tidak sehat. Jenis jamban tidak sehat yaitu jenis
jamban tanpa septic tank atau jamban cemplung. Jenis tempat pembuangan tinja
tersebut termasuk jenis tempat pembuangan tinja yang tidak saniter. Jenis tempat
pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat kesehatan, akan berdampak pada
banyaknya lalat. Sedangkan jenis jamban sehat yaitu jamban yang memiliki septic
tank atau lebih dikenal dengan jamban leher angsa.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara
kualitas jamban dengan kejadian diare pada anak balita di Kelurahan Pisangan,
Ciputat Timur. Hal ini sejalan dengan penelitian Wulandari A (2009) yang
menunjukkan adanya hubungan antara jenis tempat pembuangan tinja dengan
kejadian diare pada anak balita dengan nilai p = 0,001, (p < 0,05).
49

4.3.2.4. Sampah
Hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian diare pada balita
disajikan pada tabel 4.11. berikut ini :
Tabel 4.11. Hubungan Antara Sampah Dengan Kejadian Diare
Sampah Kejadian Diare Jumlah
Diare Tidak Diare
Frekuensi Persen Frekuensi Persen Frekuensi Persen
(%) (%) (%)
Baik 30 61,2 19 38,8 49 100
Kurang 25 53,2 22 46,8 47 100
Jumlah 41 42,7 55 57,3 96 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa responden dengan


pengelolaan sampah yang baik lebih banyak mengalami diare yaitu sebanyak 30
responden (61,2%) sedangkan responden dengan pengelolaan sampah yang
kurang baik sebanyak 25 responden (53,2%). Hasil uji statistik menunjukkan tidak
ada hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian diare pada anak balita
di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur dengan p = 0,426 (p >0,05). Hal ini tidak
sesuai dengan penelitian Fauzi Y, Setiani O, raharjo M (2005) yang menyebutkan
bahwa terdapat hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian diare. Hal
ini mungkin dipengaruhi oleh kejujuran responden dalam mengisi kuesioner.
Cara pengolahan sampah yang baik antara lain pengumpulan sampah
diperlukan tempat sampah yang terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak
mudah rusak, harus tertutup rapat, ditempatkan di luar rumah. Pengangkutan
dilakukan oleh dinas pengelola sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA).
Pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat
menjadi media bagi kehidupan vektor penyakit yang dapat mengganggu
kesehatan. Tikus, lalat dan vektor penyakit lain dapat hidup pada tempat
pembuangan sampah yang terbuka yang pada akhirnya dapat menyebarkan
penyakit seperti penyakit kulit, jamur dan penyakit saluran pencernaan pada
manusia. Penularan tersebut dapat melalui kontak langsung, kontaminasi makanan
dan minuman maupun melalui udara yang bersumber pada sampah.
(Notoatmodjo, 2003)
50

4.3.2.5.Limbah
Hubungan antara pengelolaan limbah dengan kejadian diare pada balita
disajikan pada tabel 4.12. berikut ini :
Tabel 4.12. Hubungan Antara Pengelolaan Limbah Dengan Kejadian Diare
Limbah Kejadian Diare Jumlah
Diare Tidak Diare
Frekuensi Persen Frekuensi Persen Frekuensi Persen
(%) (%) (%)
Baik 9 32,1 19 67,9 28 100
Kurang 46 67,6 22 32,4 68 100
Jumlah 41 42,7 55 57,3 96 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa responden dengan


pengelolaan limbah yang kurang baik lebih banyak mengalami diare yaitu
sebanyak 46 responden (67,6%) dari pada responden dengan pengelolaan limbah
yang baik. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara pengelolaan
limbah dengan kejadian diare pada balita di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur
dengan p = 0,001 (p < 0,05). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Fauzi Y,
Setiani O, raharjo M (2005) yang menunjukkan adanya hubungan antara
pengelolaan limbah dengan kejadian diare dengan p=0,018.
Sesuai dengan zat yang terkandung di dalam air limbah, maka limbah yang
tidak diolah terlebih dahulu akan menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat
dan lingkungan hidup antara lain :
- Limbah sebagai media penyebaran berbagai penyakit terutama kolera,
diare, tifus, media berkembangbiaknya mikroorganisme pathogen.
- Sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk.
- Menimbulkan bau yang tidak enak serta pemandangan yang tidak sedap.
- Sebagai sumber pencemaran air permukaan tanah dan lingkungan hidup
lainnya.
- Mengurangi produktivitas manusia, karena bekerja tidak nyaman.
(Notoatmodjo, 2003)
51

Usaha untuk mencegah atau mengurangi akibat buruk tersebut diperlukan


kondisi, persyaratan dan upaya sehingga air limbah tersebut tidak
mengkontaminasi sumber air minum, tidak mencemari permukaan tanah, tidak
mencemari air mandi, air sungai, tidak dihinggapi serangga, tikus dan tidak
menjadi tempat berkembangbiaknya bibit penyakit dan vektor, tidak terbuka kena
udara luar sehingga baunya tidak mengganggu. (Notoatmodjo, 2003)

4.4. Keterbatasan Penelitian


Keterbatasan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional atau desain
potong lintang yang hanya menggambarkan variabel yang diteliti, baik
independen maupun dependen pada waktu yang sama sehingga tidak
bisa melihat adanya hubungan sebab akibat.
2. Subyek dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang berkunjung ke
Posyandu yang ada di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur sehingga
kurang mewakili suatu populasi.
3. Pada penelitian ini gambaran keadaan lingkungan didapatkan hanya
berdasarkan hasil kuesioner saja, peneliti tidak melihat keadaan
lingkungan responden secara langsung sehingga kejujuran responden
patut dipertanyakan.
4. Selama proses pengumpulan data ada beberapa kendala yang dialami
oleh peneliti, ada beberapa responden yang kurang bersahabat
sehingga jawaban yang diberikan cenderung sekedarnya saja. Hal ini
bisa menyebabkan bias informasi.
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1.Simpulan
1. Balita dari ibu yang tidak bekerja, yang mengalami diare sebanyak 44
balita (57,9%), yang tidak diare sebanyak 32 balita (342,1%). Sedangkan
balita dari ibu yang bekerja, yang mengalami diare sebanyak 11 balita
(55%), yang tidak diare sebanyak 9 balita (45%).
2. Tidak ada hubungan antara jenis pekerjaan ibu dengan kejadian diare pada
balita di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur. (p = 0,816)
3. Keluarga yang berpenghasilan rendah lebih banyak mengalami diare yaitu
sebanyak 27 responden (75%).
4. Ada hubungan antara penghasilan keluarga dengan kejadian diare pada
anak balita di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur. (p = 0,001)
5. Ibu yang mempunyai anak 2 lebih banyak mengalami diare yaitu
sebanyak 38 responden (52,1%).
6. Tidak ada hubungan antara jumlah anak dengan kejadian diare pada balita
di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur. (p = 0,065)
7. Balita yang mengalami diare sebagian besar berasal dari keluarga yang
menggunakan sumber air tanah (sumur, pompa) yaitu sebanyak 41
responden (65,1%).
8. Ada hubungan antara sumber air bersih dengan kejadian diare pada anak
balita di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur. (p = 0,033)
9. Balita yang menderita diare adalah sebagian besar berasal dari ibu yang
memiliki kualitas air yang baik yaitu sebanyak 47 responden (55,3%).
10. Tidak ada hubungan antara kualitas air dengan kejadian diare pada anak
balita di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur. (p = 0,271)
11. Responden dengan jamban yang tidak sehat lebih banyak mengalami
diare yaitu sebanyak 37 responden (50,7%).
12. Ada hubungan antara kualitas jamban dengan kejadian diare pada anak
balita di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur. (p = 0,023)
13. Responden yang mengelola sampah dengan baik lebih banyak mengalami
diare yaitu sebanyak 30 responden (61,2%).

52
53

14. Tidak ada hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian diare
pada anak balita di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur. (p = 0,426)
15. Responden dengan pengelolaan limbah yang kurang baik lebih banyak
mengalami diare yaitu sebanyak 46 responden (67,6%).
16. Ada hubungan antara pengelolaan limbah dengan kejadian diare pada
balita di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur. (p = 0,001)

5.2.Saran
1. Bagi instansi terkait
Hendaknya petugas kesehatan melakukan penyuluhan untuk memotivasi
masyarakat dalam pengadaan dan penggunaan sumber air minum yang
terlindungi, pemakaian jamban, dan pengelolaan limbah.
2. Bagi masyarakat
Diharapkan lebih meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat.
Mengupayakan jamban yang memenuhi syarat sanitasi antara lain dengan
model septic tank dan memelihara kebersihan tempat pembuangan tinja,
serta tidak membiasakan buang air besar di sembarang tempat. Serta
mengelola limbah dengan baik agar tidak mencemari sumber air bersih.
3. Bagi peneliti lain
Penelitian selanjutnya dapat menambah jumlah sampel yang lebih banyak
dan menggunakan metode penelitian yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

Alhidayad. Analisis pendapatan petani di desa Pulau Pandan Kecamatan Limun


Kabupaten sarolangan. Skripsi Rrogram Ekstensi Fakultas Ekonomi. UNEJ.Jember.
2007

Andrianto P. Penatalaksanaan dan Pencegahan Diare akut, edisi 2. Jakarta : EGC,


1995. 1-2, 29-33

Arifin, Zaenal. Hubungan faktor lingkungan, umur, dan pelayanan kesehatan dengan
insiden diare di Kabupaten Majalengka Tahun 1999-2000. Skripsi Program Studi
Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.Depok. 2001

Asnil P, Noerasid H, Suraatmaja S. Gastroenteritis (Diare) Akut. Jakarta: FKUI; 2003.


Hal 56-57

Behrman, et. al. Ilmu Kesehatan Anak.Vol. 1. Edisi 15. Jakarta: EGC. 1999

Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional.2009

Depkes RI. 1993. Diare. Jakarta: Depkes RI.

Depkes RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2004. Jakarta.

Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan


Pemukiman. 1999

Friedman. Keperawatan Keluarga. Jakarta:EGC. 2004.

Garnadi Y,dkk. Kumpulan Kasus Pediatri. Jakarta:MediaDIKA: 2000. Hal.234, 236-


238, 243-246,248.

Irianto J, dkk. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Anak Balita.

54
55

(Analisis Lanjut Data SDKI 1994). Buletin Penelitian Kesehatan. Vol 24 (2 dan 3)
1996 : 77-96.

Juffrie M,Mulyani NS. Modul Pelatihan Diare. UKK gastro hepatologi IDAI.
Jakarta:FKUI. 2009. Hal 1, 6-11.
http://www.who.int/topics/diarrhoea/en/ diakses pada tanggal 25 September 2010,
pukul 21.00

Mansjoer A, Suorohaita, Wardhani W, Setiawula W. Kapita selekta kedokteran, edisi


3. Jakarta: Media aresculapius, 2000. Hal. 470-476

Mansyah, B. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada


Balita di Desa Sigayam Wilayah Kerja Puskesmas Wonotunggal Kabupaten Batang.
(Skirpsi) Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro. 2005

Myrnawati. Buku Ajar Epidemiologi. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


FKUI. 2004. Hal 128.

Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit. Ed2. Jakarta: EGC. 2005. Hal-223-225.

Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.


2002

Notoatmodjo, Soekidjo. Kesehatan Masyarakat: Ilmu Dan Seni. Jakarta: Rineka


Cipta. 2003. Hal 135-149.

Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990 Tentang : Syarat-syarat Dan
Pengawasan Kualitas Air

Rahmah, Siti. Hubungan Perilaku Ibu Yang Memiliki Anak Balita Usia 2-5 tahun
Terhadap Kejadian Diare. Tesis Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat. Program
Pasca Sarjana. Universitas Sumatera Utara. Medan. 2007

Soemirat, J. Kesehatan Lingkungan, cetakan kelima. Yogyakarta : Gadjah


56

Mada University Press. 2002.

Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta EGC.2004

Suandi IKG. Diit pada anak sakit. Jakarta : EGC, 1999. Hal.61-63

Suharyono. Diare Akut: Klinik Dan Laboratorik. Jakarta: Rhineka Cipta.2008. Hal 1-
2,81-83.

Warman Y. Hubungan faktor lingkungan, social ekonomi, dan pengetahuan ibu


dengan kejadian diare akut pada balita di Kelurahan Pekan Arba Kecamatan
Tembilangan Kabupaten Indragiri Hilir. Fakultas Kedokteran Riau. Riau. 2008

Warouw PS. Hubungan faktor lingkungan dan sosial ekonomi dengan morbiditas
ISPA dan Diare. Direktorat penyehatan lingkungan. 2002. Diunduh dari http : //
digilib.Litbang.Depkes.Go.Id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2002-sonny-836-
lingkungan (diakses 30 September 2010)

WHO.Pocket Book of Hospital Care for Children. Switzerland: WHO Press:2005. p


114, 117, 120.

Widjaja. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta : Kawan Pustaka.
2002

Widyastuti, P. Epidemiologi Suatu Pengantar, edisi 2. Jakarta : EGC. 2005

Wulandari, Anjar P. Hubungan antara factor lingkungan dan Faktor Sosiodemografi


dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa Blimbing Kecamatan Sambirejo
Kabupaten Sragen. Skripsi Program Studi Kesehatan Mayarakat. Universitas
Muhammadiyah. Surakarta. 2009

Yulisa. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Anak Balita (Studi
pada Masyarakat Etnis Dayak Kelurahan Kasongan Baru Kecamatan Kentingan Hilir
57

Kabupaten Kentingan Kalimantan Tengah).(Skripsi) Fakultas Kesehatan Masyarakat.


Universitas Diponegoro. 2008

Yusran F, Onny S, Mursi R. Analisis Sarana Dasar Kesehatan Lingkungan yang


Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Anak Balita di Kecamatan Gading
Cempaka Kota Bengkulu. Tesis Program Studi Kesehatan masyarakat. Universitas
Diponegoro. Semarang. 2005
56

Lampiran 1

FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN


(INFORMED CONSENT)
Program Studi Pendidikan Dokter
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

SURAT PERSETUJUAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama :
Umur : tahun
Setelah mendapatkan keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dari
penelitian tersebut di bawah ini yang berjudul :

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN SOSIAL EKONOMI


DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KELURAHAN
PISANGAN CIPUTAT TIMUR PADA BULAN AGUSTUS 2010
dengan sukarela menyetujui diikutsertakan dalam penelitian di atas dengan catatan
bila suatu waktu merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan
persetujuan ini serta berhak untuk mengundurkan diri.

Jakarta, Agustus 2010

Mengetahui Yang menyetujui


Penanggung jawab penelitian Peserta

( ) ( )
57

KUESIONER HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN SOSIAL


EKONOMI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI
KELURAHAN PISANGAN CIPUTAT TIMUR PADA BULAN AGUSTUS
2010

No. Kuesioner :

I. IDENTITAS RESPONDEN
1. Nama
2. Umur .. tahun
3. Jumlah anak .. orang
4. Pendidikan 1. Tidak pernah 4. Tamat SMP
sekolah 5. Tamat SMU
2. Tidak tamat SD 6. Tamat Perguruan Tinggi
3. Tamat SD
5. Pekerjaan 1. Ibu rumah tangga 4. Bidan/petugas kesehatan
2. Karyawan 5. Wiraswasta
3. Guru 6. Lain-lain
6. Pengahasilan/bulan 1. < Rp. 1.074.485
2. Rp. 1.074.485 Rp. 1.202.749
3. > Rp. 1.202.749

II. LINGKUNGAN
1. Apakah memiliki sumber 1. Ya
air di rumah?
2. Tidak

2. Darimana sumber air bersih 1. pompa air


digunakan setiap hari ? 2. sumur
3. sungai / kali
4. PAM
5. Lainnya
3. Apakah sumber air untuk 1. Ya (mudah)
semua kebutuhan rumah 2. Sulit di musim kemarau
tangga diperoleh dengan 3. Sulit sepanjang tahun
mudah sepanjang tahun?

4. Bagaimana kualitas fisik air 1. Jernih


minum? 2. Berasa
3. Berwarna
4. Berbau
5. Keruh
5. Apakah jenis sarana / 1. Tidak ada/langsung dari sumber
tempat penampungan air 2. Wadah terbuka
minum sebelum dimasak? 3. Wadah tertutup
58

6. Dimana tempat 1. Penampungan tertutup


penampungan air limbah 2. Penampungan terbuka
dari kamar mandi / tempat 3. Langsung ke got/sungai
cuci/ dapur?

7. Bagaimana saluran 1. Saluran terbuka


pembuangan air limbah dari 2. Saluran tertutup
kamar mandi / dapur/ 3. Tanpa saluran
tempat cuci?

8. Apakah tersedia tempat 1. Ya


pembuangan sampah? 2. Tidak

9. Apa jenis tempat 1. Tempat sampah tertutup


pengumpulan/penampungan 2. Tempat sampah terbuka
sampah rumah tangga di
luar rumah?

10. Apakah keluarga memiliki 1. Ya


tempat pembuangan septik 2. Tidak
tank?

11. Apakah Jarak septic tank 1. Ya


dengan sumur > 10 m? 2. Tidak
63

Lampiran 2

Frequencies

Sosial Ekonomi

jenis pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid tidak bekerja 76 79.2 79.2 79.2

Bekerja 20 20.8 20.8 100.0

Total 96 100.0 100.0

Penghasilan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid <Rp. 1.074.485 36 37.5 37.5 37.5

Rp. 1.074.485 - Rp.


18 18.8 18.8 56.2
1.202.749

>Rp. 1.202.749 42 43.8 43.8 100.0

Total 96 100.0 100.0

jumlah anak
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid >2 23 24.0 24.0 24.0
<3 73 76.0 76.0 100.0
Total 96 100.0 100.0
64

Lingkungan

sumber air bersih

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid air tanah 62 64.6 64.6 64.6

air permukaan 34 35.4 35.4 100.0

Total 96 100.0 100.0

Kualitas Air

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Kurang 11 11.5 11.5 11.5

Baik 85 88.5 88.5 100.0

Total 96 100.0 100.0

Jamban

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak sehat 23 24.0 24.0 24.0

Sehat 73 76.0 76.0 100.0

Total 96 100.0 100.0


65

Sampah

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Kurang 47 49.0 49.0 49.0

Baik 49 51.0 51.0 100.0

Total 96 100.0 100.0

Limbah

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kurang
68 70.8 70.8 70.8

Baik 28 29.2 29.2 100.0


Total 96 100.0 100.0

Kejadian diare

posyandu * diare2 Crosstabulation


diare2
tidak diare diare Total
posyandu wijaya kusuma Count 11 14 25
% within posyandu 44.0% 56.0% 100.0%
% within diare2 26.8% 25.5% 26.0%
kenanga Count 9 23 32
% within posyandu 28.1% 71.9% 100.0%
% within diare2 22.0% 41.8% 33.3%
peruri Count 12 13 25
% within posyandu 48.0% 52.0% 100.0%
% within diare2 29.3% 23.6% 26.0%
mawar Count 9 5 14
% within posyandu 64.3% 35.7% 100.0%
% within diare2 22.0% 9.1% 14.6%
Total Count 41 55 96
% within posyandu 42.7% 57.3% 100.0%
% within diare2 100.0% 100.0% 100.0%
66

Sosial Ekonomi - Diare

1. Pekerjaan ibu - diare

jenis pekerjaan * diare Crosstabulation

diare

tidak pernah diare Total

jenis pekerjaan tidak bekerja Count 32 44 76

% within jenis pekerjaan 42.1% 57.9% 100.0%

bekerja Count 9 11 20

% within jenis pekerjaan 45.0% 55.0% 100.0%

Total Count 41 55 96

% within jenis pekerjaan 42.7% 57.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .054a 1 .816

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .054 1 .816

Fisher's Exact Test 1.000 .505

Linear-by-Linear
.054 1 .817
Association

N of Valid Casesb 96

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.54.

b. Computed only for a 2x2 table


67

2. Penghasilan - diare

penghasilan * diare Crosstabulation

Diare

tidak pernah diare Total

penghasilan <Rp. 1.074.485 Count 9 27 36

% within penghasilan 25.0% 75.0% 100.0%

Rp. 1.074.485 - Rp. Count 5 13 18


1.202.749
% within penghasilan 27.8% 72.2% 100.0%

>Rp. 1.202.749 Count 27 15 42

% within penghasilan 64.3% 35.7% 100.0%

Total Count 41 55 96

% within penghasilan 42.7% 57.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 14.245a 2 .001

Likelihood Ratio 14.529 2 .001

Linear-by-Linear Association 12.417 1 .000

N of Valid Cases 96

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.69.
68

3. Jumlah Anak - diare

jumlah anak * diare Crosstabulation


diare
tidak pernah diare Total
jumlah anak >2 Count 6 17 23
% within jumlah anak 26.1% 73.9% 100.0%
% within diare 14.6% 30.9% 24.0%
<3 Count 35 38 73
% within jumlah anak 47.9% 52.1% 100.0%
% within diare 85.4% 69.1% 76.0%
Total Count 41 55 96
% within jumlah anak 42.7% 57.3% 100.0%
% within diare 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 3.415a 1 .065
Continuity Correctionb 2.580 1 .108
Likelihood Ratio 3.557 1 .059
Fisher's Exact Test .091 .052
Linear-by-Linear
3.380 1 .066
Association
N of Valid Casesb 96
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.82.
b. Computed only for a 2x2 table
69

Lingkungan - Diare

1. Sumber Air - diare

sumber air bersih * diare Crosstabulation


diare
tidak pernah diare Total
sumber air bersih air tanah Count 22 41 63
% within sumber air bersih 34.9% 65.1% 100.0%
air permukaan Count 19 14 33
% within sumber air bersih 57.6% 42.4% 100.0%
Total Count 41 55 96
% within sumber air bersih 42.7% 57.3% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 4.543a 1 .033
Continuity Correctionb 3.664 1 .056
Likelihood Ratio 4.532 1 .033
Fisher's Exact Test .050 .028
Linear-by-Linear
4.495 1 .034
Association
N of Valid Casesb 96
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.09.
b. Computed only for a 2x2 table

2. Kualitas air -diare

diare

tidak pernah diare Total

A kurang Count 3 8 11

% within A 27.3% 72.7% 100.0%

baik Count 38 47 85

% within A 44.7% 55.3% 100.0%

Total Count 41 55 96

% within A 42.7% 57.3% 100.0%


70

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 1.210a 1 .271

Continuity Correctionb .602 1 .438

Likelihood Ratio 1.264 1 .261

Fisher's Exact Test .343 .221

Linear-by-Linear
1.197 1 .274
Association

N of Valid Casesb 96

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.70.

b. Computed only for a 2x2 table

3. Jamban diare

j * diare Crosstabulation

diare

tidak pernah diare Total

j tidak sehat Count 5 18 23

% within j 21.7% 78.3% 100.0%

Sehat Count 36 37 73

% within j 49.3% 50.7% 100.0%

Total Count 41 55 96

% within j 42.7% 57.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 5.435a 1 .020


71

Continuity Correctionb 4.367 1 .037

Likelihood Ratio 5.765 1 .016

Fisher's Exact Test .029 .017

Linear-by-Linear
5.379 1 .020
Association

N of Valid Casesb 96

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.82.

b. Computed only for a 2x2 table

4. Sampah - diare

s * diare Crosstabulation

diare

tidak pernah diare Total

s kurang Count 22 25 47

% within s 46.8% 53.2% 100.0%

baik Count 19 30 49

% within s 38.8% 61.2% 100.0%

Total Count 41 55 96

% within s 42.7% 57.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .633a 1 .426

Continuity Correctionb .347 1 .556

Likelihood Ratio .633 1 .426

Fisher's Exact Test .536 .278


72

Linear-by-Linear
.626 1 .429
Association

N of Valid Casesb 96

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20.07.

b. Computed only for a 2x2 table

5. Limbah - diare

L * diare Crosstabulation

diare

tidak pernah diare Total

L kurang Count 22 46 68

% within L 32.4% 67.6% 100.0%

baik Count 19 9 28

% within L 67.9% 32.1% 100.0%

Total Count 41 55 96

% within L 42.7% 57.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 10.218a 1 .001

Continuity Correctionb 8.818 1 .003

Likelihood Ratio 10.258 1 .001

Fisher's Exact Test .003 .001

Linear-by-Linear
10.111 1 .001
Association

N of Valid Casesb 96

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.96.
73

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 10.218a 1 .001

Continuity Correctionb 8.818 1 .003

Likelihood Ratio 10.258 1 .001

Fisher's Exact Test .003 .001

Linear-by-Linear
10.111 1 .001
Association

N of Valid Casesb 96

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.96.

b. Computed only for a 2x2 table

You might also like