Professional Documents
Culture Documents
JEPANG
Menghadapi keadaan yang serba sulit maka para pemimpin bangsa Indonesia berjuang
dengan menyesuaikan situasi dan kondisi. Bangsa Indonesia mengadakan perjuangan atau
perlawanan melalui lembaga resmi pemerintahan, melalui gerakan bawah tanah, dan melalui
tindakan kekerasan serta pemberontakan. Mereka tidak kehilangan semangat perjuangan
Semua itu mempunyai cita-cita yang sama yakni mewujudkan Indonesia merdeka. Adapun
bentuk perlawanan terhadap Jepang adalah sebagai berikut
Memanfaatkan Chuo Sangi In (Badan Penasihat Pusat) Tugas badan ini adalah
memberi nasihat atau pertimbangan kepada Seiko Shikikan (penguasa tertinggi militer
Jepang di Indonesia). Oleh para pemimpin Indonesia melalui Chuo Sangi In
dimanfaatkan untuk menggembleng kedisiplinan. Salah satu saran Chuo Sangi In
kepada Seiko Shikikan adalah agar dibentuknya Barisan Pelopor untuk
mempersatukan seluruh penduduk agar secara bersama menggiatkan usaha mencapai
kemenangan.
Selain melalui Putera, para pemimpin pergerakan juga berjuang melalui Badan Pertimbangan
Pusat atau Cou Sangi In yang dibentuk Jepang pada 5 September 1943. Badan ini
beranggotakan 43 orang dan diketuai oleh Ir. Soekarno. Dalam sidangnya pada 20 Oktober
1943, Cuo Sangi In menetapkan bahwa agar Jepang menang dalam perang, perlu dikerahkan
segala potensi dan produksi dari rakyat Indoensia.
2. Perjuangan Melalui Gerakan Bawah Tanah ( Non Kooperatif )
Selain melalui taktik kerja sama dengan Jepang, para pejuang melakukan perjuangan secara
rahasia (gerakan bawah tanah) atau ilegal. Beberapa contoh perjuangan bawah tanah antara
lain sebagai berikut
Kelompok Pemuda Menteng 31 Kelompok ini dibentuk oleh sejumlah pemuda yang
bekerja pada bagian propaganda Jepang (Sendenbu). Kelompok ini bermarkas di
gedung Menteng 31 Jakarta. Secara resmi pendirian asrama ini dibiayai Jepang
dengan maksud menggembleng para pemuda untuk menjadi alat mereka. Akan tetapi
tempat ini oleh pemuda dimanfaatkan secara diam-diam untuk menggerakkan
semangat nasionalisme.
Golongan Kaigun Kelompok ini anggotanya bekerja pada Angkatan Laut Jepang.
Mereka selalu menggalang dan membina kemerdekaan dengan berhubungan kepada
tokoh-tokoh Angkatan Laut Jepang yang simpati terhadap perjuangan bangsa
Indonesia.
3. Perlawanan Bersenjata
Perlawanan bersenjata yang dilakukan oleh rakyat diberbagai daerah, antara lain sebagai
berikut :
Perlawanan Rakyat di Cot Pleing (10 November 1942) Perlawanan ini dipimpin oleh
Tengku Abdul Jalil, seorang guru mengaji. Perlawanan di Cot Pleing, Lhoseumawe, Aceh ini
diawali dari serbuan Jepang terhadap masjid di Cot Pleing. Masjid terbakar dan pasukan
Tengku Abdul Jalil banyak yang gugur. Akhirnya Tengku Abdul Jalil tewas ditembak oleh
Jepang.
Perlawanan Rakyat di Pontianak (16 Oktober 1943) Perlawanan ini dilakukan oleh suku
Dayak di pedalaman serta kaum feodal di hutan-hutan. Latar belakang perlawanan ini karena
mereka menderita akibat tindakan Jepang yang kejam. Tokoh perlawanan dari kaum ningrat
yakni Utin Patimah.
Perlawanan Rakyat di Sukamanah, Singaparna, Jawa Barat (25 Februari 1944) Perlawanan
ini dipimpin oleh KH. Zainal Mustafa, seorang pendiri pesantren Sukamanah, perlawanan ini
lebih bersifat keagamaan. KH. Zainal Mustafa tidak tahan lagi membiarkan penindasan dan
pemerasan terhadap rakyat, serta pemaksaan terhadap agama yakni adanya upacara
Seikeirei (menyembah terhadap Tenno Heika Kaisar Jepang). KH. Zainal Mustafa beserta
27 orang pengikutnya dihukum mati oleh Jepang tanggal 25 Oktober 1944.
Perlawanan Rakyat di Cidempet, Kecamatan Lohbener, Indramayu (30 Juli 1944)
Perlawanan ini dipimpin oleh H. Madriyas, Darini, Surat, Tasiah dan H. Kartiwa. Perlawanan
ini disebabkan oleh cara pengambilan padi milik rakyat yang dilakukan Jepang dengan
kejam. Sehabis panen, padi langsung diangkut ke balai desa. Perlawanan rakyat dapat
dipadamkan secara kejam dan para pemimpin perlawanan ditangkap oleh Jepang.
Pemberontakan Peta. Salah satu pemberontakan yang terbesar pada masa pendudukan
Jepang adalah pemberontakan Peta di Blitar. Pemberontakan itu dipimpin oleh Supriyadi.
Pemberontakan Peta terjadi pada tanggal 14 Februari 1945.
Dampak pendudukan Jepang
Pendudukan Jepang di Indonesia berdampak pada merosotnya kualitas hidup masyarakat,
seperti kekurangan makanan, rakyat terpaksa makan umbi-umbian, bekicot, pohon pisang,
pohon pepaya, dan sebagainya. Akibatnya rakyat Indonesia kurang gizi, gairah kerja merosot,
angka kematian meningkat, kelaparan terjadi di mana-mana, berbagai penyakit timbul seperti
pes, beri-beri, sakit kulit, kutu kepala, dan sebagainya. Sebagian besar rakyat di desa-desa,
terpaksa memakai pakaian dari karung goni atau bagor atau lembaran karet/rami.