You are on page 1of 9

HUKUM KB DALAM PANDANGAN ISLAM

Oleh :

Alma Aidha A (11205070200111001)

Bayu Aprilia Yogi P (11205070200111009)

Catur Maya L (11205070200111027)

Dini Anjani (11205070200111005)

Kartika Rahmawati (11205070200111019)

M P Ramdhan (11205070200111013)

ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVESITAS BRAWIJAYA

2012

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring berkembangnya zaman dan pertumbuhan penduduk di dunia,
semakin tak terkendali pula masalah yang terjadi dan dihadapi oleh penduduk
maupun pemerintah. Hal ini menyebabkan berbagai langkah harus diambil
untuk menyelesaikannya. Terkadang baik pemerintah ataupun masyarakat
dijadikan bingung dengan masalah-masalah yang ada dan cara untuk
menyelesaikannya pun tidak jelas.
Salah satu masalah yang dihadapi saat ini adalah pertambahan
penduduk yang sangat pesat. Tidak dapat dipungkiri bahwa masalah ini
berlangsung selama lebih kurang satu dekade namun kita tidak
merasakannya. Perlahan-lahan dampak dari masalah ini mulai terasa, seperti
semakin sempitnya lahan-lahan produktif yang dijadikan daerah pemukiman.
Dampak lainnya dapat dilihat dari menurunya angka melek huruf anak-anak
usia produktif. Penurunan ini disebabkan oleh ketidakmampuan orang tua
untuk menyekolahkan anaknya karena terlalu banyak kepala yang harus
dibiayai, belum juga kebutuhan biaya untuk hidup, anggapan bahwa banyak
anak banyak rejeki sekarang sudah berbalik, semakin banyak anak semakin
berat biaya kehidupannya.
Ada beberapa cara untuk mengatasi masalah meledaknya penduduk,
yang paling umum diketahui adalah transmigrasi dan KB. Namun cara ini
memiliki pro dan kontra yang menimbulkan kontrofersi. Sudut pandangan
yang sering diperdebatkan adalah sudut pandang dari konteks islam. Maka
dari itulah kami mengangkat tema ini dan sekaligus sebagai pemenuhan tugas
makalah agama.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Keluarga Berencana

Keluarga berencana berarti pasangan suami istri yang telah mempunyai


perencanaan yang kongkrit mengenai kapan anaknya diharapkan lahir agar
setiap anaknya lahir disambut dengan rasa gembira dan syukur dan
merencanakan berapa anak yang dicita-citakan, yang disesuaikan dengan
kemampuannya dan situasi kondisi masyarakat dan negaranya.
Keluarga Berencana (KB) adalah program nasional yang dijalankan
pemerintah untuk mengurangi populasi penduduk, karena diasumsikan
pertumbuhan populasi penduduk tidak seimbang dengan ketersediaan barang
dan jasa. Dalam pengertian ini, KB didasarkan pada teori populasi menurut
Thomas Robert Malthus. KB juga dapat dipahami sebagai aktivitas individu
untuk mencegah kehamilan.

2.2 Jenis-Jenis KB

Dalam pelaksanaan KB menggunakan alat kontrsepsi yang sudah


banyak dikenal. Beberapa diantaranya ialah:

Pil, berupa tablet yang berisi progrestin yang bekerja dalam tubuh
wanita untuk mencegah terjadinya ovulasi dan melakukan perubahan
pada endometrium.
Suntikan, yaitu menginjeksikan cairan kedalam tubuh. Cara kerjanya
yaitu menghalangi ovulasi, menipiskan endometrin sehingga nidasi
tidak mungkin terjadi dan memekatkan lendir serlak sehingga
memperlambat perjalanan sperma melalui canalis servikalis.
Susuk KB, levermergostrel. Terdiri dari enam kapsul yang
diinsersikan dibawah kulit lengan bagian dalam kira-kira sampai 10
cm dari lipatan siku. Cara kerjanya sama dengan suntik.

3
AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) terdiri atas lippiss loop
(spiral) multi load terbuat dari plastik harus dililit dengan tembaga
tipis cara kerjanya ialah membuat lemahnya daya sperma untuk
membuahi sel telur wanita.
Sterelisasi (Vasektomi/Tubktomi) yaitu operasi pemutusan atau
pengikatan saluran pembuluh yang menghubungkan testis (pabrik
sperma) dengan kelenjar prostat (gudang sperma menjelang
diejakulasi) bagi laki-laki atau tubektomi dengan operasi yang sama
pada wanita sehingga ovarium tidak dapat masuk kedalam rongga
rahim. Akibat dari sterilisasi ini akan menjadi mandul selamanya.

2.3 Pandangan Al-Quran dan Hadist Tentang Keluarga Berencana

Para ulama yang membolehkan KB sepakat bahwa Keluarga Berencana


(KB) yang dibolehkan syari`at adalah suatu usaha pengaturan/penjarangan
kelahiran atau usaha pencegahan kehamilan sementara atas kesepakatan
suami-isteri karena situasi dan kondisi tertentu untuk kepentingan (maslahat)
keluarga. Dengan demikian KB disini mempunyai arti sama dengan tanzim al
nasl (pengaturan keturunan). Sejauh pengertiannya adalah tanzim al nasl
(pengaturan keturunan), bukan tahdid al nasl (pembatasan keturunan) dalam
arti pemandulan (taqim) dan aborsi (isqot al-haml), maka KB tidak dilarang.

Dalam al-Quran banyak sekali ayat yang memberikan petunjuk yang


perlu kita laksanakan dalam kaitannya dengan KB diantaranya ialah :
Surat An-Nisa ayat 9:

Dan hendaklah takut pada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah. Mereka khawatir
terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

4
Dalam Hadits Nabi diriwayatkan:

( )

sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu dalam


keadaan berkecukupan dari pada meninggalkan mereka menjadi beban atau
tanggungan orang banyak.

Dari hadits ini menjelaskan bahwa suami istri mempertimbangkan


tentang biaya rumah tangga selagi keduanya masih hidup, jangan sampai
anak-anak mereka menjadi beban bagi orang lain. Dengan demikian
pengaturan kelahiran anak hendaknya dipikirkan bersama

2.4 Hukum KB Dalam Islam

a. Menurut al-Quran dan Hadits

Sebenarnya dalam al-Quran dan Hadits tidak ada nas yang shoreh
yang melarang atau memerintahkan KB secara eksplisit, karena hukum
ber-KB harus dikembalikan kepada kaidah hukum Islam, yaitu:

Tetapi dalam al-Quran ada ayat-ayat yang berindikasi tentang


diperbolehkannya mengikuti program KB, yakni karena hal-hal berikut:

Menghawatirkan keselamatan jiwa atau kesehatan ibu. Hal ini


sesuai dengan firman Allah:

(195 : )

Janganlah kalian menjerumuskan diri dalam kerusakan.

Menghawatirkan keselamatan agama, akibat kesempitan


penghidupan hal ini sesuai dengan hadits Nabi:

Kefakiran atau kemiskinan itu mendekati kekufuran.

Menghawatirkan kesehatan atau pendidikan anak-anak bila jarak


kelahiran anak terlalu dekat sebagai mana hadits Nabi:

Jangan bahayakan dan jangan lupa membahayakan orang lain

b. Menurut Pandangan Ulama

1) Ulama yang memperbolehkan


Diantara ulama yang membolehkan adalah Imam al-Ghazali,
Syaikh al-Hariri, Syaikh Syalthut, Ulama yang membolehkan ini
berpendapat bahwa diperbolehkan mengikuti progaram KB dengan
ketentuan antara lain, untuk menjaga kesehatan si ibu, menghindari
kesulitan ibu, untuk menjarangkan anak. Mereka juga berpendapat
bahwa perencanaan keluarga itu tidak sama dengan pembunuhan
karena pembunuhan itu berlaku ketika janin mencapai tahap ketujuh
dari penciptaan. Mereka mendasarkan pendapatnya pada surat al-
Muminun ayat: 12, 13, 14.

2) Ulama yang melarang


Selain ulama yang memperbolehkan ada para ulama yang
melarang diantaranya ialah Prof. Dr. Madkour, Abu Ala al-Maududi.
Mereka melarang mengikuti KB karena perbuatan itu termasuk
membunuh keturunan seperti firman Allah:

Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut


(kemiskinan) kami akan memberi rizkqi kepadamu dan kepada
mereka.

6
Selain itu hukum penggunaan alat kontrasepsi (KB) dalam islam juga
dinilai dari beberapa sudut pandang, seperti:
1. Cara kerjanya, apakah mencegah kehamilan (manu al-haml) atau
menggugurkan kehamilan (isqat al-haml)?

2. Sifatnya, apakah ia hanya pencegahan kehamilan sementara atau bersifat


pemandulan permanen (taqim)?

3. Pemasangannya, bagaimana dan siapa yang memasang alat kontrasepsi


tersebut? (Hal ini berkaitan dengan masalah hukum melihat aurat orang
lain).

4. Implikasi alat kontrasepsi terhadap kesehatan penggunanya.

5. Bahan yang digunakan untuk membuat alat kontrasepsi tersebut.


Alat kontrasepsi (KB) yang dibenarkan menurut Islam adalah yang
cara kerjanya mencegah kehamilan (manu al-haml), bersifat sementara (tidak
permanen) dan dapat dipasang sendiri oleh yang bersangkutan atau oleh
orang lain yang tidak haram memandang auratnya atau oleh orang lain yang
pada dasarnya tidak boleh memandang auratnya tetapi dalam keadaan darurat
ia dibolehkan. Selain itu bahan pembuatan yang digunakan harus berasal dari
bahan yang halal, serta tidak menimbulkan implikasi yang membahayakan
(mudlarat) bagi kesehatan.
Saat ini alat kontrasepsi (KB) telah memenuhi kriteria-kriteria yang
sesuai dengan ketentuan secara islam, oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa KB secara substansial tidak bertentangan dengan ajaran Islam bahkan
merupakan salah satu bentuk implementasi semangat ajaran Islam dalam
rangka mewujudkan sebuah kemashlahatan, yaitu menciptakan keluarga yang
tangguh, mawardah, sakinah dan penuh rahmah. Selain itu, kebolehan
(mubah) hukum ber-KB, dengan ketentuan-ketentuan seperti dijelaskan

7
diatas, sudah menjadi kesepakatan para ulama dalam forum-forum ke
Islaman, baik pada tingkat nasional maupun Internasional (ijmaal-majami).

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sejauh pengertiannya adalah tanzim al nasl (pengaturan keturunan),


bukan tahdid al nasl (pembatasan keturunan) dalam arti pemandulan (taqim)
dan aborsi (isqot al-haml), maka KB tidak dilarang. Ada beberapa hal yang
menyebabkan KB itu tidak dilarang menurut islam, yaitu:
Menghawatirkan keselamatan jiwa atau kesehatan ibu.
Menghawatirkan keselamatan agama, akibat kesempitan
penghidupan.
Menghawatirkan kesehatan atau pendidikan anak-anak bila jarak
kelahiran anak terlalu dekat.
Selain itu penggunaan alat kontrasepsi (KB) harus memenuhi kriteria-
kriteria yang sesuai dengan ajaran islam, yaitu cara kerjanya mencegah
kehamilan bersifat sementara (tidak permanen) dan dapat dipasang sendiri
oleh yang bersangkutan atau oleh orang lain yang tidak haram memandang
auratnya, pembuatan yang digunakan harus berasal dari bahan yang halal, dan
tidak menimbulkan implikasi yang membahayakan (mudarat) bagi kesehatan.

3.2 Saran

Semoga dengan adanya makalah ini dapat menjadikan referensi


tambahan terkait dengan hukum KB menurut pandangan islam. Selain itu
sebaiknya para pembaca menilai terlebih dahulu bagaimanakah tindakan
medis yang ada sebelum memutuskan untuk melakukannya. Hal ini sangat

8
penting mengingat apakah tindakan medis itu sesuai atau tidak dengan
pandangan serta secara hukum islam.

DAFTAR PUSTAKA

Hasan, M. Ali. Masail Fiqhiyah. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997,

halaman 29.

Kamal, Drs. Musthafa. Fiqih Islam. Yogyakarta : Citra Karsa Mandiri, 2002,

halaman 293.

Umran, Prof. Abdurrahman. Islam dan KB. Jakarta : PT Lentera Basritama, 1997,

halaman 99.

Dr. H. Chuzamah, T. Yangro dkk. (ed), Problematika Hukum Islam Kontemporer.

Jakarta : Pustaka Firdaus, 2002, halaman 164-165.

You might also like