You are on page 1of 28

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK KOMPLIKASI INTRATEMPORAL

Sri Wunasari Nasir, Daud Rantetasak

A. PENDAHULUAN

Otitis media supuratif, baik yang akut maupun kronis, mempunyai potensi

untuk menjadi serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan

dapat menyebabkan kematian. Bentuk komplikasi didapatkan pada pasien OMSK

tipe bahaya, tetapi OMSK tipe aman pun dapat menyebabkan suatu komplikasi,

bila terinfeksi kuman yang virulen. Dengan tersedianya antibiotik mutahir

komplikasi otogenik menjadi semakin jarang. Pemberian obat-obat itu sering

menyebabkan gejala dan tanda klinis komplikasi OMSK menjadi kurang jelas.

Hal tersebut menyebabkan pentingnya mengenal pola penyakit yang berhubungan

dengan komplikasi ini.1,2

B. ANATOMI

Anatomi telinga terdiri dari tiga bagian : telinga luar, telinga tengah, dan

telinga dalam.

1. Telinga luar

Selain daun telinga yang termasuk dalam telinga luar adalah meatus

acusticus eksternus dan gendang telinga (membran timpani). Daun telinga

tersusun atas kulit dan rangka tulang rawan elastis yang berlanjut dan

bersambung dengan bagian luar meatus acusticus eksternus. Daun telinga

merupakan suatu lempengan tulang rawan yang berlekuk-lekuk ditutupi oleh

1
kulit dan dipertahankan pada tempatnya oleh otot dan ligamentum. Lekuk daun

telinga yang utama ialah heliks dan antiheliks, tragus dan antitragus, dan

konka. Konka ini merupakan suatu lekukan menyerupai corong yang menuju

meatus. Satu-satunya bagian daun telinga berlanjut dengan tulang rawan liang

telinga luar. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada

sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri

dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5-3cm. bagian bertulang rawan perifer

tersebut menjadi lebih sempit didaerah perbatasan dengan sendi rahang saat

mulut menutup dan menjadi lebih lebar saat mulut terbuka.1

Di kulit bagian ini, terdapat folikel rambut, kelenjar sebasea serta kelenjar

serumen yang memproduksi serumen telinga. Pertumbuhan epitel dari dalam

kea rah luar berfungsi sebagai mekanisme transport fisiologis serumen.

Gendang telinga menghubungkan telinga luar dengan telinga tengah dan

terlihat berupa membran keabuan yang mengkilap. Sebagian besar membran

timpani dibentuk oleh pars tensa yang tegang, pars flaksida (membran

shrapnel) hanya dijumpai pada kuadran belakang atas.3

2
Gambar 1. Anatomi telinga luar1,4

3
2. Telinga tengah

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :1

a. Batas luar : membran timpani

b. Batas depan : tuba eustachius

c. Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)

d. Batas belakang : auditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

e. Batas atas : tegmen timpani (meninges/otak)

f. Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis

horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval

window), tingkap pudar (round window) dan

promontorium.

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang

telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas tersebut

pars flaksida (membran shrapnel), sedangkan bagian bawah pars tensa

(membran propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah

lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus

bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis

lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat

elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian

dalam.1

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani

disebut umbo. Di membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan

4
radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa

kerucut. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis

searah dengan procesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis di

umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan

serta bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.1,5

Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun

dari luar kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran di

dalam telinga tengah saling berhubungan. Procesus longus maleus melekat

pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang behubungan dengan

koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian.1,5

Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada

lamina propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan.

Dalam telinga tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan

stapes yang mempunyai fungsi konduksi suara. Ditempat ini terdapat aditus ad

antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum

mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan

daerah nasofaring dengan telinga tengah.1,5

5
Gambar 2. Membran timpani dan telinga tengah1,4,5

3. Telinga dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah

lingkaran dan vestibuler yang tediri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung

atau puncak koklea disebut holikotrema, menhubungkan perilimfa skala

timpani dengan skala vestibule.1

Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan

membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea

tampak skala vestibule sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala

media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibule dan skala timpani berisi

6
perilimfe, sedangkan skala media berisi endolimfe. Hal ini penting untuk

pendengaran. Dasar skala vestibule (Reissners membran) sedangkan dasar

skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ Corti.

Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut

membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri

dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk

organ Corti.1

Gambar 3. Anatomi telinga dalam1,4

7
C. FISIOLOGI

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun

telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang koklea.

Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah

melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengiplikasi getaran melalui

daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran

timpani dan tingkap lonjong. Energy getar yang telah diamplifikasi ini akan

diteruskan ke stapes yang menggerakan tingkap lonjong sehingga perilimfe pada

skala vestibula bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang

mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara

membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang

mekanik yang menyebabkan terjadinya deflekasi stereosilia sel-sel rambut,

sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan

sel. Keadaaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga

melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial

aksi pada saraf auditoris. Di sinilah gelombang suara mekanis diubah menjadi

energy elektrokimia agar dapat ditransmisikan melalui saraf kranialis VIII. Lalu

dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di

lobules temporal.1,5

8
Gambar 4. Fisiologi pendengaran1

D. DEFINISI

Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis telinga tengah

dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah

terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau

berupa nanah dan berlangsung lebih dari 2 bulan. Otitis media akut dengan

perforasi membran timpani menjadi otitis media supuratif kronis apabila

prosesnya lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi

OMSK ialah terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi

kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau hygiene buruk.1

E. ETIOLOGI

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif

menjadi kronis, yaitu gangguan fungsi tuba Eustachius yang kronis akibat infeksi

9
hidung dan tenggorokan yang kronis atau berulang dan obstruksi anatomis tuba

Eustachius parsial atau total, perforasi membran timpani yang menetap.6

F. PATOGENESIS

Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar pertahanan telinga tengah

yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur

sekitarnya. Pertahanan pertama ini adalah mukosa kavum timpani yang juga

seperti mukosa saluran napas, mampu melokalisasi infeksi. Bila sawar ini runtuh,

masih ada sawar ke dua, yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid.

Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak di sekitarnya akan terkena. Runtuhnya

periosteum akan menyebabkan terjadinya abses periosteal, suatu komplikasi yang

tidak berbahaya. Apabila infeksi mengarah ke dalam, ke tulang temporal maka

akan menyebabkan paresis n.fasialis atau labirinitis. Bila ke arah kranial, akan

menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis, meningitis dan

abses otak.1

Bila sawar tulang terlampaui, suatu dinding pertahanan ketiga yaitu

jaringan granulasi akan terbentuk. Pada otitis media supuratif akut atau

eksaserbasi akut penyebaran biasanya melalui osteotromboflebitis (hematogen).

Sedangkan pada kasus yang kronik, penyebaran melalui erosi tulang. Cara

penyebaran lainnya ialah toksin masuk melalui jalan yang sudah ada, misalnya

masuk melalui fenestra rotundum, meatus akustikus eksternus, duktus perilimfatik

dan duktus endolimfatik. 1

10
Dari gejala dan tanda yang ditemukan, dapat diperkirakan jalan

penyebaran suatu infeksi telinga tengah ke intracranial. 1

Penyebaran hematogen, penyebaran melalui osteotromboflebitis dapat

diketahui dengan adanya :

a. Komplikasi terjadi pada awal suatu infeksi atau eksaserbasi akut, dapat terjadi

pada hari pertama atau kedua sampai hari kesepuluh

b. Gejala prodromal tidak jelas seperti didapatkan pada gejala meningitis lokal

c. Pada operasi, didapatkan dinding tulang telinga tengah utuh, dan tulang serta

lapisan mukoperiosteal meradang dan mudah berdarah, sehingga disebut juga

mastoiditis hemoragika.

Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui, bila :

a. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit

b. Gejala prodromal infeksi local biasanya mendahului gejala infeksi yang lebih

luas, misalnya paresis nervus fasialis ringan yang hilang timbul mendahului

paresis n.fasialis yang total, atau gejala meningitis local mendahului meningitis

purulenta

c. Pada operasi dapat ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara focus

supurasi dengan struktur sekitarnya. Struktur jaringan lunak yang terbuka

biasanya dilapisis oleh jaringan granulasi.

Penyebaran melalui jalan yang sudah ada, penyebaran cara ini dapat

diketahui bila :

a. Komplikasi terjadi pada awal penyakit

11
b. Ada serangan labirinitis atau meningitis berulang, mungkin dapat ditemukan

fraktur tengkorak, riwayat operasi tulang atau riwayat otitis media yang sudah

sembuh. Komplikasi intracranial mengikuti komplikasi labirinitis supuratif

c. Pada operasi dapat ditemukan jalan penjalaran melaui sawar tulang yang bukan

oleh karena erosi.

G. DIAGNOSIS

Pengenalan yang baik tehadap perkembangan suatu penyakit telinga

merupakan prasyarat untuk mengetahui timbulnya komplikasi. Bila dengan

pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi gejala klinis dengan tidak

berhentinya otorhea dan pada pemeriksaan otoskopik tidak menunjukkan

berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan maka harus diwaspadai

terjanya komplikasi. Pada stadium akut, naiknya suhu tubuh, nyeri kepala atau

adanya tanda toksisitas seperti malaise, perasaan mengantuk (drowsiness),

somnolen atau gelisah yang menetap dapat merupakan tanda bahaya. Timbulnya

nyeri kepala didaerah parietal atau oksipital dan adanya keluhan mual, muntah

yang proyektil serta kenaikan suhu badan yang menetap selama terapi diberikan

merupakan tanda komplikasi intrakranial.1

Pada OMSK, tanda-tanda penyebaran penyakit dapat terjadi setelah sekret

berhenti keluar. Hal ini menandakan adanya sekret purulen yang terbendung.1

Pemeriksaan radiologik dapat membantu memperlihatkan kemungkinan

kerusakan dinding mastoid, tetapi untuk yang lebih akurat diperlukan

12
pemeriksaan CT scan. Erosi tulang merupakan tanda nyata komplikasi dan

memerlukan tindakan operasi segera. CT scan berfaedah untuk menentukan letak

anatomi lesi. Walaupun mahal, pemeriksaan ini bermanfaat untuk menegakkan

diagnosis sehingga terapi dapat diberikan lebih cepat dan efektif. Untuk melihat

lesi di otak, misalnya abses otak, hidrosefalus dan lain-lain dapat dilakukan

pemeriksaan CT scan otak tanpa dan dengan kontras.1

H. KOMPLIKASI INTRATEMPORAL OMSK

Menurut Souza dkk (1999) membagi komplikasi otitis media menjadi :1

1. Komplikasi intratemporal

a. Komplikasi di telinga tengah

- Paresis nervus fasialis

- Kerusakan tulang pendengaran

- Perforasi membran timpani

b. Komplikasi ke rongga mstoid

- Petrositis

- Mastoiditis koalesen

c. Komplikasi ke telinga dalam

- Labirinitis

- Tuli saraf/sensorineural

2. Komplikasi eksratemporal

a. Komplikasi intracranial

13
- Abses ektradural

- Abses subdural

- Abses otak

- Meningitis

- Tromboflebitis sinus lateralis

- Hidrosefalus otikus

b. Komplikasi ekstrakranial

- Abses retroaurikular

- Abses bezolds

- Abses zygomatikus

Selain komplikasi-komplikasi tersebut dapat juga terjadi komplikasi pada

perubahan tingkah laku.1

Menurut Shambough (2003) membagi komplikasi otitis media sebagai

berikut : 1

1. Komplikasi intratemporal

a. Perforasi membran timpani

b. Mastoiditis akut

c. Paresis N. Fasialis

d. Labirintis

e. Petrositis

2. Komplikasi ekstratemporal

a. Abses subperiosteal

14
3. Komplikasi intracranial

a. Abses otak

b. Tromboflebitis

c. Hidrosefalus otikus

d. Empiema subdural

e. Abses subdural/ekstradural

a. Perforasi membran timpani

Perforasi membran timpani dapat terjadi akibat penyakit (terutama

infeksi), trauma, atau perawatan medis. Perforasi bisa bersifat sementara atau

persisten. Dengan ukuran yang bervariasi, lokasi pada permukaan membran,

dan kondisi patologis yang terkait.7

Infeksi merupakan penyebab utama perforasi membran timpani.

Perforasi traumatik terjadi dari pukulan ke telinga, tekanan yang tinggi di

udara, terpapar tekanan air yang berlebihan (misalnya pada penyelam), dan

upaya penghapusan wax atau pembersihan telinga yang tidak benar.7

Infeksi akut pada telinga tengah dapat menyebabkan iskemia relatif pada

membran bersamaan dengan meningkatnya tekanan di ruang telinga tengah.

Hal ini menyebabkan robekan atau pecahnya gendang telinga yang biasanya

didahului oleh rasa sakit yang parah. Jika perforasi tidak sembuh, ia

meninggalkan perforasi membran timpani residual.7

Gendang telinga cenderung sembuh sendiri. Bahkan gendang telinga

yang telah lubang beberapa kali sering tetap utuh. Kadang-kadang, perforasi

15
sembuh dengan selaput tipis yang hanya terdiri dari lapisan epitel mukosa dan

skuamosa tanpa lapisan fibrous ditengah.7

Adanya perforasi membuat telinga lebih rentan terhadap infeksi jika air

masuk ke saluran telinga. Jika air yang terkontaminasi bakteri melewati

perforasi, infeksi bisa terjadi.

Terapi pada perforasi diberikan untuk pengendalian otorea.

Mempertimbangkan risiko ototoxik dari bahan yang dioleskan secara topikal

saat merawat infeksi telinga bersamaan dengan perforasi membran timpani.

Infeksi saja kadang bisa menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural.

Toksisitas dari obat tetes telinga dengan adanya infeksi telinga belum

ditunjukkan secara pasti, walaupun percobaan pada hewan menunjukkan

korelasi dengan jelas. Toksisitas pemberian tetes telinga sebelum gangguan

pendengaran sensorineural sudah jelas. Untuk alasan ini, hindari tetes telinga

yang mengandung gentamisin, neomycin sulfate, atau tobramycin dengan

adanya perforasi membran timpani. Menghindari kontaminasi ruang telinga

tengah dengan air melalui perforasi membran timpani sangat penting dalam

meminimalkan otorea dari perforasi.8

Antibiotik sistemik kadang digunakan untuk mengatasi otorea dari

perforasi membran timpani. Antibiotik (misalnya trimetoprim-

sulfametoksazol, amoksisilin) yang digunakan untuk flora pernafasan yang

16
terjadi pada banyak kasus. Pertumbuhan berlebih dengan Pseudomonas

aeruginosa atau Staphylococcus aureus dapat terjadi resisten.8

Terapi pembedahan, dapat dilakukan timpanoplasti. Insisi dapat

dilakukan di belakang telinga atau seluruhnya melalui saluran telinga,

tergantung pada lokasi dan ukuran perforasi membran timpani. Bahan grafting

yang paling umum digunakan adalah fascia postauricular. Tympanoplasti

berhasil menutup perforasi membran timpani pada 90-95% pasien.8

b. Mastoiditis

Mastoiditis adalah proses peradangan sel udara mastoid di tulang

temporal. Karena mastoid bersebelahan dengan celah telinga tengah dan

perpanjangannya, hampir semua anak-anak atau orang dewasa dengan otitis

media akut (OMA) dan kebanyakan individu dengan penyakit radang telinga

tengah kronis memiliki mastoiditis. Pada kebanyakan kasus, gejala yang

melibatkan telinga tengah (misalnya demam, nyeri, gangguan pendengaran

konduktif) mendominasi, dan penyakit pada mastoid tidak dianggap sebagai

entitas yang terpisah.9

Mastoiditis terutama timbul pada anak kecil dan bayi setelah kejadian

otitis media akut. Pada keadaan ini terjadi peradangan sel-sel processus

mastoideus.3

17
Mastoiditis akut umumnya merupakan komplikasi dari otitis media akut

(OMA). Karena telinga tengah dan sel-sel udara mastoid terhubung, radang

mukosa telinga bagian tengah juga bisa menegnai mastoid. Umumnya, infeksi

mastoid mereda saat infeksi telinga tengah sembuh. Namun, bila infeksi

telinga tengah tetap ada, purulen terakumulasi dalam mastoid.9

Penyumbatan antrum oleh mukosa yang meradang menjebak infeksi di

sel udara dengan menghambat drainase dan dengan menghalangi aerasi ulang

dari sisi telinga tengah. Mastoiditis dapat mengikis melalui antrum dan

meluas ke struktur sekitarnya.9

Seperti kebanyakan proses infeksi, faktor host dan mikroba terlibat

dalam pengembangan mastoiditis akut. Faktor host meliputi imunologi

mukosa, anatomi tulang temporal, dan imunitas sistemik, sedangkan faktor

mikroba meliputi lapisan pelindung, resistansi antimikroba, dan kemampuan

patogen untuk menembus jaringan atau pembuluh lokal (yaitu strain invasif).9

Agen etiologi yang paling umum untuk mastoiditis akut serupa dengan

Streptococcus pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae dan

streptokokus grup A, yang disebut juga Streptococcus pyogenes. Masing-

masing bakteri ini memiliki bentuk invasif dan paling sering ditemukan pada

anak-anak dengan mastoiditis akut.9

18
Mastoiditis kronis umumnya merupakan akibat dari OMSK; Hal ini

jarang akibat kegagalan pengobatan mastoiditis akut. Isolat yang paling sering

ditemukan dari mastoid kronis yang meradang sama dengan yang diisolasi

dari OMSK dan termasuk Pseudomonas aeruginosa, Enterobacteriaceae,

Staphilococcus aureus (termasuk MRSA), dan bakteri anaerob. Infeksi

mungkin bersifat polymicrobial (aerob dan anaerob).9

Gejala klinis otitis media masih ada (nyeri berdenyut, gangguan

pendengaran), damam timbul kembali, dan pasien mengalami takikardi. Selain

itu terdapat pembengkakan merah edematosa di belakang daun telinga

(telinga tampak berbenjol), nyeri tekan di atas mastoid, serta otorhea. Dengan

otoskopi, dapat dilihat kemerahan di dinding liang telinga belakang. Selain

itu, liang telinga dapat menyepit akibat proses peradangan di area yang

berdekatan.3

Gambar 5. Mastoiditis. Telinga tampak menonjol3

19
Apabila struktur bertulang (dinilai dengan pemeriksaan CT) terkena,

harus dilakukan mastoidektomi yang selalu dikombinasi dengan pemberian

antibiotik intravena.3

c. Parese N. Fasialis

Parese nervus facialis (N.VII). merupakan kelumpuhan otot-oto wajah.

Pasien tidak dapat atau kurang dapat menggerakan otot wajah, sehingga

tampak wajah pasien tidak simetris. Dalam menggerakan otot ketika

menggembungkan pipi dan mengerutkan dahi tampak sekali wajah pasien

tidak simetris.1

Pada infeksi di intracranial atau infeksi telinga tengah dapat

menyebabkan kelumpuhan saraf fasialis. Infeksi intracranial yang

menyebabkan kelumpuhan ini seperti Sindrom Ramsay-Hunt, Herpes optikus.

Otitis media supuratif kronik (OMSK) yang telah merusak kanal

semisirkularis. 1

Nervus fasialis dapat terkena oleh penyebaran infeksi langsung ke

kanalis fascialis pada otitis media akut. Pada otitis media kronis, kerusakan

terjadi oleh erosi tulang oleh kolesteatoma atau oleh jaringan granulasi.,

disusul oleh infeksi ke dalam kanalis fasialis tersebut. Pada otitis media akut

operasi dekompresi kanalis facialis tidak diperlukan. Perlu diberikan

antibiotik dosis tinggi dan terapi penunjang lainnya., serta menghilangkan

tekanan di dalam kavum timpani dengan drainase. Bila dalam jangka waktu

20
tertentu ternyata tidak ada perbaikan setelah diukur dengan elektrodiagnostik,

barulah pikirkan untuk melakukan dekompresi.1

Pada otitis media supuratif kronik dengan komplikasi parese nervus VII,

tindakan dekompresi harus segera dilakukan tanpa harus menunggu

pemeriksaan elektrodiagnostik.1

d. Labirinitis

Labirinitis yang menegnai seluruh bagian labirin, disebut labirinitis

umum (general), dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf berat, sedangkan

labirinitis yang terbatas (labirinitis sirkumkripta) menyebabkan terjadinya

vertigo saja atau tuli saraf saja.1

Labirinitis terjadi oleh karena penyebaran infeksi ke ruang perilimfe.

Terdapat dua bentuk labirinitis, yaitu labirinitis serosa dan labirin supuratif.

Labirin serosa dapat berbentuk labirin serosa difus dan labirin serosa

sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi dalam bentuk labirinitis supuratif

akut difus dan kronik difus.1

Pada labirinitis serosa toksin menyebabkan disfungsi labirin tanpa invasi

sel radang, sedangkan pada labirinitis supuratif, sel radang menginvasi labirin,

sehingga terjadi kerusakan yang ireversibel, seperti fibrosis dan osifikasi.1

Gejala akut vertigo, mual dan muntah sembuh setelah beberapa hari

sampai minggu dalam semua bentuk labirinitis, Namun, gangguan

pendengaran lebih bervariasi. Gejala yang perlu diperhatikan adalah vertigo

(waktu dan durasi, hubungan dengan gerakan, posisi kepala), gangguan

21
pendengaran tinnitus, otorea, otalgia, mual atau muntah, gejala infeksi saluran

pernapasan sebelum atau bersamaan.10

Labyrinthitis supuratif hampir selalu menghasilkan gangguan

pendengaran permanen, sedangkan pasien dengan labirin virus dapat pulih

dari gangguan pendengaran.1

Pada kedua bentuk labirinitis ini operasi harus segera dilakukan untuk

menghilangkan infeksi dari telinga tengah. Kadang diperlukan juga drainase

nanah dari labirin untuk mencegah terjadinya meningitis. Pemberian

antibiotik yang adekuat terutama ditujukan kepada pengobatan otitis media

kronik / tanpa kolesteatoma.1

e. Petrositis

Kira-kira sertiga dari populasi manusia, tulang temporalnya mempunyai

sel-sel udara sampai ke apeks os petrosum. Terdapat beberapa cara

penyebaran infeksi dari telinga tengah ke os petrosum. Yang sering ialah

penyebaran langsung ke sel-sel udara tersebut.1

Adanya petrositis sudah harus dicurigai, apabila pada pasien otitis media

terdapat keluhan diplopia, karena kelemahan nervus VI. Sering kali disertasi

dengan rasa nyeri di daerah parietal, temporal, atau oksipital, oleh karena

terdesaknya nervus V, ditambah dengan terdapatnya otore yang persisten,

terbentuknya suatu sindrom yaitu yang disebut sindrom Gradenigo.1

22
Kecurigaan terhadap petrositis terutama bila terdapat nanah yang keluar

terus menerus dan rasa nyeri yang menetap pasca mastoidektomi.1

Pengobatan petrositis ialah operasi serta pemberian antibiotik protokol

komplikasi intracranial. Pada waktu melakukan operasi telinga tengah

dilakukan juga eksplorasi sel-sel udara tulang petrosum serta mengeluarkan

jaringan patogen.1

I. PENATALAKSANAAN

Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang-

ulang. Secret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini

antara lain disebabkan oleh satu atau beberapa keadaan, yaitu :1

1. Adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga telinga

berhubungan dengan dunia luar

2. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal

3. Sudah tebentuk patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid

4. Gizi dan hygiene yang kurang.

Prinsip terapi OMSK tipe aman ialah konservatif atau dengan

medikamentosa. Bila secret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat

pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3 sampai 5 hari. Setelah secret

berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang

mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Secara oral diberikan antibiotik dari

golongan ampisilin, atau eritromisin, (bila pasien alergi terhadap penisilin),

sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena

23
penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam

klavulamat.1

Bila secret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi

selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti.

Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki

membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan

pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.1

Prinsip terapi OMSK tipe bahaya ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi.

Jadi bila terdapat OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat ialah dengan

melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif

dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan

pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses

sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum mastoidektomi.1

24
Pedoman penatalaksanaan Otitis media supuratif kronik :1

OTOREA KRONIS

OTOSKOPI

MT UTUH MT PERFORASI

OMSK

OTITIS EKSTERNA DIFUS


OTOMIKOSIS onset, progresifitas,,
DERMATITIS /EKSIM predisposisi, penyakit
OTITIS EKSTERNA AMLIGNA sistemik, fokus infeksi,
MIRINGITIS GRANULOMATOSA
riwayat pengobatan, cari
gejala/tanda komplikasi

KOMPLIKASI (-) KOMPLIKASI (+)

KOLESTEOTOM (-) KOLESTEOTOM (+)


OMSK BENIGNA OMSK BAHAYA

LIHAT ALGORITMA 1 LIHAT ALGORITMA 2

25
Algoritma 1
OMSK BENIGNA OMSK BAHAYA
(KOLESTEATOM -) (KOLESTEATOM +)

OMSK OMSK
TENANG AKTIF

STIMULASI Cuci telinga


EPITELIALISASI Antibiotik sistemik
TEPI PERFORASI Lini 1 : Amiksisilin / sesuai
kuman penyebab
Antibiotik topikal

PERFORASI OTOREA MENETAP


MENUTUP PERFORASI
MENETAP > 1 MINGGU
Tuli Konduktif ?

RO. MASTOID ANTIBIOTIK BERDASAR


TIDAK (SCHULLER) X-RAY PEM. MIKRO-ORGANISME
(sembuh) AUDIOGRAM

OTOREA MENETAP
TULI > 3 BULAN
KONDUKTIF (+)

IDEAL : IDEAL :
TIMPANOPLASTI TANPA/ MASTOIDEKTOMI +
DENGAN MASTOIDEKTOMI TIMPANOPLASTI

PILIHAN :
ATIKOTOMI ANTERIOR
TIMPANOPLASTI DINDING UTUH
(CANAL WALL UP TYMPANOPLASTY)
ATIKOANTROPLASTI
TIMPANOPLASTI BUKA-TUTUP

26
Algoritma 2

OMSK + KOMPLIKASI

KOMPLIKASI KOMPLIKASI
INTRATEMPORAL INTRAKRANIAL

ABSES SUBPERIOSTEAL ABSES EKSTRADURA


LABIRINITIS ABSES PERISINUS
PARESIS FASIALIS TROMBOFLEBITIS SINUS LATERAL
PETROSITIS MENINGITIS
ABSES OTAK
MENINGITIS OTIKUS

RAWAT INAP
ANTIBIOTIK DOSIS TINGGI PERIKSA SEKRET TELINGA
MASTOIDEKTOMI ANTIBIOTIK I.V. DOSIS TINGGI 7-15 HARI
DEKOMPRESI N. VII KONSUL SPESIALIS SARAF/SARAF ANAK
PETROSEKTOMI MASTOIDEKTOMI ANASTESI
LOKAL/UMUM
OPERASI BEDAH SARAF

J. PROGNOSIS

Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik sehubungan dengan

pengendalian infeksi. Pemulihan kehilangan pendengaran bervariasi, tergantung

penyebabnya. Kehilangan pendengaran konduktif seringkali dapat dikoreksi

dengan pembedahan. Tujuan pengobatan adalah untuk membuat telinga pasien

aman.10

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjarifuddin, Bashiruddin J, Bramantyo B. Otitis media Supuratif Kronik.


Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher.
6th ed. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI. 2007 : Hal. 11-117
2. Ludman H, Bradley PJ. Otitis Media Supuratif Kronik. Dalam ABC Telinga,
Hidung, dan Tenggorok. Edisi 5. Jakarta : EGC 2011. Hal 7-9
3. Nagel P, Gurkov R. dasar-dasar Ilmu THT. Edisi 2. Jakarta : EGC.2002.
4. Paulsen F dan Waschke J. Sobotta Atlas Anatomi Manusia Kepala, Leher, dan
Neuroanatomi, Jilid 3. Edisi 23. Jakarta : EGC. 2013.
5. Adams, Boies, Higler. BIOS Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta :
EGC. Hal. 27-38
6. John JB. Telinga Dalam Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan
Leher. JIlid Dua. Jakarta : Bniarupa Aksara. 1997. Hal.101-130.
7. Howard, dkk. Middle Ear, Tympanic Membran Perforations. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/858684-overview#showall. 2017.
8. Howard, dkk. Middle Ear, Tympanic Membran, Perforations Treatment &
Management. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/858684-
treatment#showall. 2017.
9. Brook, dkk. Pediatric Mastoiditis. Diakses dari :
http://emedicine.medscape.com/article/966099-overview#showall. 2016.
10. Boston ME, dkk. Labyrinthitis. Diakses dari :
http://emedicine.medscape.com/article/856215-overview#showall. 2017.
11. Roland PS, dkk. Chronic Suppurative Otitis Media. Diakses dari :
http://emedicine.medscape.com/article/859501-overview#showall. 2017.

28

You might also like