You are on page 1of 20

AUDITING - Jenis-Jenis Laporan Auditor

Jenis-Jenis Laporan Auditor


a. Laporan audit bentuk baku
Laporan audit bentuk baku memuat pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified
opinion) yang mengandung arti bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam hal ini
yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas suatu satuan usaha sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum (Jusup,57:2001) Laporan ini dirancang untuk memisahkan
secara jelas antara tanggung jawab manajemen dengan auditor (Darmawan: 2012).
Unsur pokok laporan audit bentuk baku (Darmawan: 2012):
1) Judul laporan yang berbunyi Laporan Auditor Independen.
2) Pihak kepada siapa laporan audit ditujukan.
3) Paragraf pengantar, menyangkut pernyataan yang menyangkut apa saja yang telah diaudit dan
pernyataan mengenai perbedaan tanggung jawab auditor dan manajemen.
4) Paragraf lingkup audit, menyangkut pernyataan auditor melaksanakan audit sesuai standar
auditing yang telah ditetapkan dan pernyataan rencana auditor untuk melakukan audit agar tidak
terjadi salah saji material. Pernyataan yang telah auditor laksanakan mengenai pemeriksaan
bukti-bukti mendukung diungkapkan berdasar pengujian, penilaian prinsip akuntansi yang
digunakan manajemen, penilaian penyajian laporan keuangan keseluruhan. Pernyataan yakin dari
auditor bahwa audit yang dilaksanakan memberikan dasar yang memadai untuk menyatakan
pendapat.
5) Paragraf pendapat, pernyataan mengenai laporan keuangan yang disebut dalam paragraph
lingkup audit disajikan secara wajar.
6) Tanda tangan, nama, dan nomor register Negara auditor.
7) Tanggal diselesaikannya pekerjaan audit.

Laporan audit baku diberikan dalam kondisi (Darmawan: 2012):


1) Semua laporan sudah dimasukkan dalam laporan keuangan.
2) Semua standar umum dan standar pekerjaan lapangan telah dilaksanakan dengan bukti yang
cukup.
3) Laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai prinsip akuntansi berterima umum.

b. Laporan audit standar


Laporan standar merupakan laporan yang paling umum dterbitkan dan berisi
pendapat wajar tanpa pengecualian yang menetapkan semua asersi manajemen atas pengendalian
internal wajar dalam material. Kesimpulan ini dapat diterapkan apabila auditor telah memeriksa
tidak ada kelemahan material dalam pengendalian internal atas pelaporan keuangan. Persyaratan
yang harus dipenuhi untuk menerbitkan laporan audit ini, meliputi (Darmawan: 2012):
1) Standar auditing sudah terpenuhi dan auditor sudah berkedudukan independen.
2) Laporan keuangan yang disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
3) Pernyataan yang dimuat dalam laporan keuangan mudah dipahami. Tidak terdapat
ketidakpastian yang luar biasa mengenai perkembangan perusahaan pada periode berikutnya.
c. Laporan audit keuangan
Audit laporan keuangan merupakan jenis audit yang sering dilakukan oleh auditor
independen karena dapat meningkatkan kepercayaan bagi pemakai laporan keuangan yang
dihasilkan perusahaan. Auditor melakukan audit ini atas permintaan akan jasa pengauditan oleh
para pengguna laporan keuangan, hal ini tentu saja akan menciptakan pasar bagi auditor
independen (Darmawan: 2012).

Para pemakai laporan keuangan meminta para auditor melakukan audit atas laporan
mereka atas dasar :
1) Adanya perbedaan kepentingan yang dapat menimbulkan konflik antara manajemen sebagai
pembuat laporan keuangan dengan para pemakai laporan keuangan.
2) Keinginan para pemakai laporan keuangan agar informasi yang ada di dalam laporan tersebut
sudah sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum dan terbukti kewajarannya.
3) Para pemakai laporan keuangan mengandalkan jasa auditor untuk memastikan kualitas laporan
keuangan yang bersangkutan apakah sudah relevan atau belum.
4) Karena keterbasan akses, para pemakai laporan keuangan mengandalkan kemampuan auditor
untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan dengan menekan risiko informasi.

Manfaat ekonomis audit laporan keuangan :


1) Meningkatkan kredibilitas perusahaan
2) Meningkatkan efesiensi dan kejujuran
3) Meningkatkan efesiensi operasional perusahaan
4) Mendorong efesiensi pasar modal

Keterbatasan audit laporan keuangan, meliputi :


1) Pembatasan biaya dan penarikan sampel akan membuat terbatasnya pengujian serta
ketidakakuratannya data pendukung yang menjadi sampel.
2) Keterbatasan waktu yang tidak memadai untuk auditor melakukan audit akan memberikan
keraguan bagi pemakai laporan keuangan terhadap keakuratan data yang diaudit. Apabila auditor
juga terlalu lama melakukan audit, maka akan mempengaruhi jumlah bukti yang diperoleh
tentang peristiwa dan transaksi setelah tanggal neraca dan akan berdampak pada laporan
keuangan.
Dapat terujinya data laporan keuangan dapat dilihat dari apakah bukti-bukti yang ada
untuk menilai kewajaran laporan keuangan sudah sesuai dengan kenyataannya. Tahapan audit
laporan keuangan (Darmawan: 2012):
1) Auditor melakukan pertimbangan penerimaan tugas apabila auditor belum mengenal klien.
2) Auditor membuat perencanaan audit untuk melakukan audit dan mengkoordinasikan berbagai
kegiatan yang berkaitan dengan audit.
3) Auditor mengadakan tes uji audit untuk mengumpulkan bukti mengenai efektivitas
pengendalian intern dan memberikan dasar bagi pemberian pernyataan mengenai kewajaran
laporan keuangan klien.
4) Auditor melaksanakan audit sesuai standar umum dan standar pekerjaan lapangan.
5) Auditor melaporkan hasil auditnya berdasarkan temuan yang dia temukan.
AUDITING - Persyaratan Masing-Masing Auditor
Persyaratan Masing-Masing Auditor
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, kegiatan audit bertujuan untukmenilai layak
dipercaya atau tidaknya laporan pertanggung jawaban manajemen.Penilaian yang baik adalah
yang dilakukan secara obyektif oleh orang yang ahli (kompeten) dan cermat (due care) dalam
melaksanakan tugasnya. Untuk menjamin obyektivitas penilaian, pelaku audit (auditor) baik
secara pribadi maupun institusi harus independen terhadap pihak yang diaudit (auditi), dan untuk
menjamin kompetensinya, seorang auditor harus memiliki keahlian dibidang auditing dan
mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai bidangyang diauditnya. Sedangkan kecermatan
dalam melaksanakan tugas ditunjukkan oleh perencanaan yang baik, pelaksanaan kegiatan sesuai
standar dan kode etik, supervisi yang diselenggarakan secara aktif terhadap tenaga yang
digunakan dalam penugasan, dan sebagainya (Anonim : 2011)

a. Kompetensi
Kompeten artinya auditor harus memiliki keahlian di bidang auditing dan mempunyai
pengetahuan yang cukup mengenai bidang yang diauditnya.
1) Kompetensi seorang auditor dibidang auditing ditunjukkan oleh latar belakang pendidikan dan
pengalaman yang dimilikinya. Dari sisi pendidikan, idealnya seorang auditor memiliki latar
belakang pendidikan (pendidikan formal atau pendidikan dan latihan sertifikasi) dibidang
auditing. Sedangkan pengalaman, lazimnya ditunjukkan oleh lamanya yang bersangkutan
berkarir di bidang audit atau intensitas/sering dan bervariasinya melakukan audit. Jika auditor
menugaskan orang yangkurang/belum berpengalaman, maka orang tersebut harus
disupervisi(dibimbing) oleh seniornya yang berpengalaman.
2) Kompetensi auditor mengenai bidang yang diauditnya juga ditunjukkan oleh latar belakang
pendidikan dan pengalaman yang dimilikinya.
3) Auditor yang mengaudit laporan keuangan harus memiliki latar belakang pendidikan dan
memahami dengan baik proses penyusunan laporan keuangan dan standar akuntansi yang
berlaku. Demikian pula denganauditor yang melakukan audit operasional dan ketaatan, dia harus
memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kegiatan operasional yang diauditnya, baik cara
melaksanakannya, maupun kriteria yang digunakan untuk melakukan penilaian. Jika auditor
kurang mampu atau tidak memiliki kemampuan tersebut, maka dia (auditor) wajib menggunakan
tenaga ahli yang sesuai.
b. Independensi
Independen artinya bebas dari pengaruh baik terhadap manajemen yang bertanggung
jawab atas penyusunan laporan maupun terhadap para penggunalaporan tersebut. Hal ini
dimaksudkan agar auditor tersebut bebas dari pengaruh subyektifitas para pihak yang tekait,
sehingga pelaksanaan danhasil auditnya dapat diselenggarakan secara obyektif.Independensi
yang dimaksud meliputi independensi dalam kenyataan (infact) dan dalam penampilan (in
appearance). Independensi dalam kenyataan lebih cenderung ditunjukkan oleh sikap mental yang
tidak terpengaruh olehpihak manapun. Sedangkan independensi dalam penampilan
ditunjukkanoleh keadaan tampak luar yang dapat mempengaruhi pendapat orang lainterhadap
independensi auditor.Contoh penampilan yang dapat mempengaruhi pendapat orang terhadap
independensi auditor, apabila dia (auditor) sering tampak makan-makan ataubelanja bersama-
sama dengan dan dibayari oleh auditinya. Walaupun padahakekatnya (in fact) auditor tetap
memelihara independensinya, kedekatan dalam penampilan itu dapat merusak citra
independensinya dimata publik.Independensi tidak hanya dari sisi kelembagaan. Tetapi juga dari
sisi pekerjaan. Misalnya suatu Kantor Akuntan Publik menjadi konsultan pada suatu perusahaan
atau membantu perusahaan menyusunkan laporan keuangannya. Terhadap perusahaan tersebut,
Kantor Akuntan Publik yang bersangkutan tidak boleh memberikan jasa audit.
c. Kecermatan dalam melaksanakan tugas.

Dalam melaksanakan tugasnya, auditor harus menggunakan keahliannya dengan


cermat (due professional care), direncanakan dengan baik, meng-gunakan pendekatan yang
sesuai, serta memberikan pendapat berdasarkanbukti yang cukup dan ditelaah secara
mendalam.Di samping itu, institusi audit harus melakukan pengendalian mutu yang memadai;
organisasinya ditata dengan baik, terhadap SDM yang digunakan dilakukan pembinaan, diikut
sertakan dalam pendididkan dan pelatihan yang berkesinambungan, pelaksanaan kegiatannya
disupervisi denganbaik, dan hasil pekerjaannya direviu secara memadai.Kecermatan merupakan
hal yang mutlak harus diterapkan auditor dalam pelaksanaan tugasnya. Karena hasil audit yang
dilakukan akan berpengaruh pada sikap orang yang akan menyandarkan keputusannya pada hasil
audityang dilakukannya. Oleh karena itu, auditor harus mempertimbangkan bahwa suatu saat dia
harus mempertanggung jawabkan hasil auditnya,termasuk apabila dia tidak dapat menemukan
kesalahan yang sebenarnya telah terjadi dalam laporan yang diauditnya, namun tidak berhasil
meng-ungkapkannya.

AUDITING - Kriteria Wajar dalam Laporan Auditor


Kriteria Wajar dalam Laporan Auditor

Kriteria wajar dalam laporan auditor terdiri dari wajar tanpa syarat, wajar tanpa syarat
dengan paragraph penjelasan, wajar dengan pengecualian, tidak wajar dan tidak memberikan
pendapat (Darmawan: 2012).
a. Wajar Tanpa Syarat (Unqualified Opinion)
diterbitkan bila :
1) Seluruh laporan keuangan neraca, laba rugi, laporan laba ditahan, dan laporan arus
kas telah lengkap.
2) Semua aspek dari ketiga standar umum telah dipatuhi dalam penugasan audit
tersebut.
3) Bukti audit yang cukup memadai telah terkumpul, dan auditor telah melaksanakan
penugasan audit ini dengan sedemikian rupa sehingga membuatnya mampu menyimpulkan bahwa
ketiga standar pekerjaan lapangan telah dipatuhi.
4) Laporan keungan telah disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
5) Tidak terdapat situasi yang membuat auditor merasa perlu untuk menambahkan
sebuah paragraf penjelasan atau memodifikasikan kalimat dalam laporan audit.
b. Wajar tanpa Syarat dengan paragraf penjelasan atau dengan Modifikasi Kalimat
(Unqulified Opinion with Explanatory Language)
ditambahkan apabila :
1) Tidak adanya konsistensi dalam penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
2) Ketidakpastian atas kelangsungan hidup perusahaan.
3) Auditor menyetujui terjadinya penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku
umum.
4) Penekanan pada suatu masalah.
5) Laporan yang melibatkan auditor lainnya.
c. Wajar dengan pegecualian (Qualified Opinion)
diterbitkan bila :
1) Pada saat auditor menyimpulkan bahwa keseluruhan laporan keuangan disajikan
secara wajar.
2) Jika auditor merasa yakin bahwa kondisi-kondisi yang dilaporkannya tersebut
bersifat material.
3) Auditor merasa tidak mampu mengumpulkan semua bukti audit yang diwajibkan
dalam standar profesional akuntan publik.
4) Pada saat lingkup audit sang auditor dibatasi baik oleh klien maupun oleh kondisi
yang ada, yang mencegah auditor untuk melaksanakan proses audit secara lengkap.
d. Tidak wajar (Adverse Opinion)
Pendapat ini merupakan kebalikan dari pendapat wajar tanpa pengecualian.
1) Auditor memberikan pendapat tidak wajar jika laporan keuangan klien tidak
menyajikan secara wajar atas laporan keuangan.
2) Laporan keuangan tidak disusun berdasar standar akuntansi keuangan.
3) Ruang lingkup auditor dibatasi sehingga bukti kompeten yang cukup untuk mendukung
pendapatnya tidak dapat dikumpulkan.
4) Jika laporan keuangan diberi pendapat tidak wajar oleh auditor maka informasi yang
disajikan klien dalam laporan keuangan sama sekali tidak dapat dipercaya, sehingga tidak dapat dipakai
oleh pemakai informasi keuangan untuk pengambilan keputusan.
e. Tidak memberikan pendapat (Disclaimer Opinion)
disebabkan beberapa kondisi :
1) Adanya pembatasan yang sifatnya luar biasa terhadap lingkungan auditnya, kemudian
karena auditor tidak independen dalam hubungan dengan kliennya.

2) Perbedaan antara pernyataan tidak memberikan pendapat dengan pendapat tidak


wajar adalah pendapat tidak wajar ini diberikan dalam keadaan auditor mengetahui adanya
ketidakwajaran dalam laporan keuangan klien, sedangkan auditor menyatakan tidak memberikan
pendapat (no opinion) karena ia tidak cukup memperoleh bukti mengenai kewajaran laporan keuangan
auditan atau karena ia tidak independen dalam hubungannya dengan klien

AUDITING - Bukti Audit


Tujuan Bukti Audit
Adapun tujuan bukti audit (Anonim : 2012) yaitu :
a. Membantu membuat keputusan tentang penilaian risiko dengan mempertimbangkan salah saji
berupa potensial yang akan mungkin terjadi.
Penilaian risiko audit adalah proses rekursif penelusuran bukti untuk menentukan
keyakinan dan menilai keaslian dan kebenaran bukti audit guna mendukung penerbitan opini.
Risiko audit merupakan salah satu yang menjadi perhatian auditor dalam menjalankan tugas dan
tanggungjawab profesionalnya dan kemungkinan adanya risiko audit. Risiko audit dapat
ditimbulkan dari tingkat penemuan yang direncanakan dalam menghadapi irregularities,
misalnya related party transaction (transaksi perusahaan induk dan anak atau transaksi antar
keluarga); client misstate (klien melakukan penyimpangan; kualitas komunikasi (klien tidak
kooperatif); initial audit (klien baru pertama kali audit); klien bermasalah (Anonim : 2011).

b. Membantu menentukan prosedur audit yang cocok dengan asersi dan penilaian resiko.
Asersi sangat penting karena membantu auditor dalam memahami bagaimana laporan
keuangan mungkin disalah sajikan dan menuntun auditor dalam mengumpulkan bukti (Anonim
:2009).

B. Manfaat Bukti Audit


Mengidentifikasi jenis dan sumber bukti audit merupakan langkah awal yang baik san sangat
menentukan tingkat ekonomi, efisiensi dan efektivitas audit yang dilakukan. Dengan demikian, auditor
harus mengidentifikasi secara jelas sifat, mutu, dan jumlah bukti audit yang akan dikumpulkan. Adapun
manfaat bukti audit (Agung Rai : 2008) adalah sebagai berikut :
1. Bukti akan digunakan untuk mendukung temuan, simpulan, dan rekomendasi audit.
Mutu simpulan dan rekomendasi audit sangat bergantung pada bukti audit ini.

2. Bukti-bukti audit mempunyai peran yang sangat penting terhadap keberhasilan


pelaksanaan audit. Oleh karena itu, bukti-bukti audit harus mendapatkan perhatian auditor sejak tahap
perencanaan audit sampai dengan akhir proses audit.

C. Jenis-Jenis Bukti Audit


Bukti audit dapat dikelompokkan ke dalam 9 jenis bukti. Berikut ini dikemukakan
kesembilan jenis bukti tersebut:
1. Struktur Pengendalian Intern
Struktur pengendalian intern dapat dipergunakan untuk mengecek ketelitian dan dapat
dipercayai data akuntansi. Kuat lemahnya struktur pengendalian intern merupakan indikator
utama yang menentukan jumlah bukti yang harus dikumpulkan. Oleh karena itu, struktur
pengendalian intern merupakan bukti yang kuat untuk menentukan dapat atau tidaknya informasi
keuangan dipercaya.

2. Bukti Fisik
Bukti fisik banyak dipakai dalam verifikasi saldo berwujud terutama kas dan persediaan.
Bukti ini banyak diperoleh dalam perhitungan aktiva berwujud. Pemeriksaan langsung auditor
secara fisik terhadap aktiva merupakan cara yang paling objektif dalam menentukan kualitas
yang bersangkutan. Oleh karena itu, bukti fisik merupakan jenis bukti yang paling dapat
dipercaya. Bukti fisik diperoleh melalui prosedur auditing yang berupa inspeksi
penghitungan, dan observasi. Pada umumnya biaya memperoleh bukti fisik sangat tinggi. Bukti
fisk berkaitan erat dengan keberadaan atau kejadian, kelengkapan, dan penilaian atau
alokasi.
3. Catatan Akuntansi
Catatan akuntansi seperti jurnal dan buku besar, merupakan sumber data untuk membuat
laporan keuangan. Oleh karena itu, bukti catatan akuntansi merupakan obyek yang diperiksa
dalam audit laporan keuangan. Ini bukan berarti catatan akuntansi merupakan obyek audit.
Obyek audit adalah laporan keuangan. Tingkat dapat dipercayanya catatan akuntansi tergantung
kuat lemahnya struktur pengendalian intern.

4. Konfirmasi
Konfirmasi merupakan proses pemerolehan dan penilaian suatu komunikasi langsung dari
pihak ketiga sebagai jawaban atas permintaan informasi tentang unsur tertentu yang berdampak
terhadap asersi laporan keuangan. Konfirmasi merupakan bukti yang sangat tinggi reliabilitasnya
karena berisi informasi yang berasal dari pihak ketiga secara langsung dan tertulis. Konfirmasi
sangat banyak menghabiskan waktu dan biaya. Ada tiga jenis konfirmasi, yaitu:
a. Konfirmasi positif
b. Blank confirmation
c. Konfirmasi negatif
Konfirmasi yang dilakukan auditor pada umumnya dilakukan pada pemeriksaan:
a. Kas di bank dikonfirmasikan ke bank klien.
b. Piutang usaha dikonfirmasikan ke pelanggan.
c. Persediaan yang disimpan di gudang umum. Persediaan ini dikonfirmasikan ke penjaga atau
kepala gudang.
d. Hutang lease dikonfirmasikan kepada lessor .

5. Bukti Dokumenter
Bukti dokumenter merupakan bukti yang paling penting dalam audit. Menurut sumber dan
tingkat kepercayaannya bukti, bukti dokumenter dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada auditor secara langsung
b. Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada auditor melalui klien
c. Bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan oleh klien
Bukti dokumenter kelompok a mempunyai kredibilitas yang lebih tinggi
daripada kelompok b. Bukti dokumenter kelompok b mempunyai kredibilitas yang lebih tinggi
daripada kelompok c.
Bukti dokumenter meliputi notulen rapat, faktur penjualan, rekening koran bank (bank
statement), dan bermacam-macam kontrak. Reliabilitas bukti dokumenter tergantung sumber
dokumen, cara memperoleh bukti, dan sifat dokumen itu sendiri. Sifat dokumen mengacu tingkat
kemungkinan terjadinya kesalahan atau kekeliruan yang mengakibatkan kecacatan dokumen.
Bukti dokumenter banyak digunakan secara luas dalam auditing. Bukti dokumenter dapat
memberikan bukti yang dapat dipercaya (reliable) untuk semua asersi.

6. Bukti Surat Pernyataan Tertulis


Surat pernyataan tertulis merupakan pernyataan yang ditandatangani seorang individu
yang bertanggung jawab dan berpengetahuan mengenai rekening, kondisi, atau kejadian tertentu.
Bukti surat pernyataan tertulis dapat berasal dari manajemen atau organisasi klien maupun dari
dari sumber eksternal termasuk bukti dari spesialis. Representation letter atau representasi
tertulis yang dibuat manajemen merupakan bukti yang berasal dari organisasi klien. Surat
pernyataan konsultan hukum, ahli teknik yang berkaitan dengan kegiatan teknik operasional
organisasi klien merupakan bukti yang berasal dari pihak ketiga. Bukti ini dapat menghasilkan
bukti yang reliable untuk semua asersi.

7. Perhitungan Kembali sebagai Bukti Matematis


Bukti matematis diperoleh auditor melalui perhitungan kembali oleh auditor.
Penghitungan yang dilakukan auditor merupakan bukti audit yang bersifat kuantitatif dan
matematis. Bukti ini dapat digunakan untuk membuktikan ketelitian catatan akuntansi klien.
Perhitungan tersebut misalnya:
a. Footing untuk meneliti penjumlahan vertikal
b. Cross-footing untuk meneliti penjumlahan horizontal
c. Perhitungan depresiasi
Bukti matematis dapat diperoleh dari tugas rutin seperti penjumlahan total saldo, dan
perhitungan kembali yang rumit seperti penghitungan kembali anuitas obligasi. Bukti matematis
menghasilkan bukti yang handal untuk asersi penilaian atau pengalokasian dengan biaya murah.

8. Bukti Lisan
Auditor dalam melaksanakan tugasnya banyak berhubungan dengan manusia, sehingga ia
mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan lisan. Masalah yang ditanyakan antara
lain meliputi kebijakan akuntansi, lokasi dokumen dan catatan, pelaksanaan prosedur akuntansi
yang tidak lazim, kemungkinan adanya utang bersyarat maupun piutang yang sudah lama tak
tertagih. Jawaban atas pertanyaan yang ditanyakan merupaka bukti lisan. Bukti lisan harus
dicatat dalam kertas kerja audit. Bukti ini dapat menghasilkan bukti yang berkaitan dengan
semua asersi.
9. Bukti Analitis dan Perbandingan
Bukti analitis mencakup penggunaan rasio dan perbandingan data klien dengan anggaran
atau standar prestasi, trend industri, dan kondisi ekonomi umum. Bukti analitis menghasilkan
dasar untuk menentukan kewajaran suatu pos tertentu dalam laporan keuangan dan kewajaran
hubungan antar pos-pos dalam laporan keuangan. Keandalan bukti analitis sangat tergantung
pada relevansi data pembanding. Bukti analitis berkaitan erat dengan asersi keberadaan atau
keterjadian, kelengkapan, dan penilaian atau pengalokasian.
Bukti analitis meliputi juga perbandingan atas pos-pos tertentu antara laporan keuangan
tahun berjalan dengan laporan keuangan tahun sebelumnya. Perbandingan in dilakukan untuk
meneliti adanya perubahan yang terjadi dan untuk menilai penyebabnya. Bukti-bukti ini
dikumpulkan pada awal audit untuk menentukan obyek pemeriksaaan yang memerlukan
pemeriksaan yang lebih mendalam.

Menurut Konrath ada 6 tipe bukti audit, yaitu:


a. Physical evidence : terdiri dari segala sesuatu yang bisa dihitung, dipelihara,
diobservasi, atau diinspeksi, dan terutama mendukung tujuan eksistensi atau keberadaan.
Contohnya adalah bukti-bikti phisik yang diperoleh dari kas opname, observasi fisik dari
perhitungan persediaan, pemeriksaan fisik surat berharga dan inventarisasi aktiva tetap.
b. Evidence obtain through confirmation : bukti yang diperoleh mengenai eksistensi,
kepemilikan atau penilaian, langsung dari pihak ketiga diluar klien. Contohnya jawaban
konfirmasi piutang, utang, barang konsinyasi, surat berharga yang disimpan biro
adminisrtrasi.
c. Documentary evidence : terdiri dari catatan-catatan akuntansi dan seluruh
dokumen pendukung transaksi. Contohnya faktur pembelian, copy faktur
penjualan, journal voucher, general lerger, dan sub lerger.
d. Mathematical evidence : merupakan perhitungan kembali dan rekonsiliasi yang
dilakukan auditor. Misalnya footing, cross footing, dan extension dari rincian persediaan
perhitungan dan alokasi beban penyusutan, perhitungan beban bunga, laba/rugi penarikan
aktiva tetap, PPh dan accruals.
e. Analytical evidence bukti yang diperoleh melalui penelaahan analitis terhadap
informasi keuangan klien. Prosedur analitis bisa dilakukan dalam bentuk:
1. Trend (horizontal) analysis, yaitu membandingkan angka-angka laporan keuangan tahun
berjalan dengan tahun-tahun sebelumnya dan menyelidiki kenaikan/penurunan yang signifikan
baik dalam jumlah rupiah maupun persentase.
2. Common Size (vertical) Analysis
3. Ratio Analysis, misalnya menghitung menghitung ratio likuiditas, rasio profitabilitas,
rasio leverage, dan rasio manajemen aset.
f. Hearsay evidence : bukti dalam bentuk jawaban lisan dari klien atas pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan auditor. Misalnya pertanyaan-pertanyaan auditor mengenai
pengendalian intern, ada tidaknya contigen liabilities, persediaan yang bergerak lambat
atau rusak, kejadian penting sesudah tanggal neraca dan lain-lain.
Berdasarkan fungsinya, bukti audit dapat dibedakan menjadi beberapa tingkatan bukti, yaitu :
a. Bukti Utama (Promary Evidence), yaitu bukti yang dapat menghasilkan kepastian yang paling
kuat atas fakta, misalnya : dikumen asli mengenai perjanjian/komitmen/kontrak yang
ditandatangani.
b. Bukti Tambahan (Secondary Evidence), yaitu bukti yang dapat diterima bila bukti utama ternyata
hilang atau rusak, atau dapat pula diterima bila dapat ditunjukan bahwa bukti ini merupakan
pencerminan yang layak atas bukti utama, misalnya : tembusan dokumen kontrak.
c. Bukti Langsung (Direct Evidence), yaitu bukti yang menunjukkan fakta tanpa kesimpulan ataupun
anggapan. Bukti ini cenderung untuk menunjukkan fakta atau materi yang dipersoalkan tanpa
melibatkan bukti lain. Suatu bukti dapat dikatakan sebagai bukti langsung bila dikuatkan oleh
pihak-pihak yang mempunyai pengetahuan nyata mengenai persoalan yang bersangkutan dengan
menyaksikan sendiri.
d. Bukti Tidak Langsung (Circumtantial Evidence), yaitu bukti yang cenderung untuk menetapkan
suatu fakta dengan pembuktian fakta lain yang setaraf dengan fakta utama, misalnya :
penerimaan barang yang diselesaikan terlalu singkat oleh Bagian Penerimaan dapat
menunjukkan bukti tidak langsung bahwa petugas penerimaan tidak memeriksa/menghitung
penerimaan, atau memeriksa/ menghitungnya tetapi tidak cermat.
e. Bukti Pendukung (Corraborative Evidence), yaitu merupakan bukti tambahan dari suatu karakter
yang berbeda tetapi digunakan untuk tujuan yang sama, misalnya : Pernyataan bahwa dokumen
yang diserahkan kepada auditor merupakan foto copyyang benar dan tidak dimanupulasi.

AUDITING - STRUKTUR PENGENDALIAN INTERN


STRUKTUR PENGENDALIAN INTERN

Untuk Artikel yang Lebih lengkap Klik Disini


1. 1. Arti Pentingnya Struktur Pengendalian Intern
Arti pentingnya struktur pengendalian intern (SPI) bagi manajemen dan auditor independen sudah lama
diakui dalam profesi akuntasi, dan pengakuan tersbut semakin meluas dengan alasan :
Semakin luas lingkup dan ukuran perusahaan mengakibatkan di dalam banyak hal manajemen
tidak dapat melakukan pengendalian secara langsung atau secara pribadi terhadap jalannya operasi
perusahaan. Manajemen hanya harus mempercayai berbagai laporan dan hasil analisis mengenai
keefektifan operasinya. Sedangkan tanggung jawab yang utama untuk menjaga keamanan harta milik
perusahaan dan untuk mencegah kesalahan-kesalahan dan ketidakberesan terletak di tangan
manajemen.
Pengecekan dan review yang melekat pada system pengendalian intern yang baik akan dapat
melindungi dari kelemahan manusia dan mengurangi kemungkinan kekeliruan dan penyimpangan yang
akan terjadi.
Di lain pihak, adalah tidak praktis bagi auditor untuk melakukan pengauditan secara menyeluruh
atau secara detail untuk hamper semua transaksi perusahaan di dalam waktu dan biaya yang terbatas.
Oleh karena itu bagi manajemen mempertahankan terus adanya struktur pengendalian intern (SPI)
termasuk struktur pelaporan yang baik adalah sangat diperlukan agar dapat melepaskan, menyerahkan
atau mendelegasikan wewenang dan tanggung jawabnya dengan tepat.
Untuk Artikel yang Lebih lengkap Klik Disini
1. 2. Pengertian Struktur Pengendalian Intern
Pengertian Struktur Pengendalian Intern menurut Mulyadi adalah Pengendalian Intern meliputi
struktur organisasi metode dan prosedur yang dikoordinasikan dan diterapkan dalam perusahaan
dengan tujuan untuk mengamankan harta milik perusahaan, mengecek ketelitian dan keandalan data
akuntansinya, mendorong efisiensi, dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Sedangkan menurut Bodnar and Hopwood, Struktur Pengendalian Intern adalah
kebijakan dan prosedur untuk menyediakan jaminan yang memadai bahwa
tujuan perusahaan dapat dicapai.

Secara umum, Pengendalian Intern merupakan bagian dari masing-masing sistem


yang dipergunakan sebagai prosedur dan pedoman pelaksanaan operasional
perusahaan atau organisasi tertentu.

Sedangkan Sistem Pengendalian Intern merupakan kumpulan dari pengendalian


intern yang terintegrasi, berhubungan dan saling mendukung satu dengan yang
lainnya.

Di lingkungan perusahaan, pengendalian intern didifinisikan sebagai suatu proses


yang diberlakukan oleh pimpinan (dewan direksi) dan management secara
keseluruhan, dirancang untuk memberi suatu keyakinan akan tercapainya
tujuan perusahaan yang secara umum dibagi kedalam tiga kategori, yaitu :

a) Keefektifan dan efisiensi operasional perusahaan

b) Pelaporan Keuangan yang handal

c) Kepatuhan terhadap prosedur dan peraturan yang diberlakukan

Suatu pengendalian intern bisa dikatakan efektif apabila ketiga kategori tujuan
perusahaan tersebut dapat dicapai, yaitu dengan kondisi :
Untuk Artikel yang Lebih lengkap Klik Disini

1. Direksi dan manajemen mendapat pemahan akan arah pencapain tujuan perusahaan,
dengan, meliputi pencapaian tujuan atau target perusahaan, termasuk juga kinerja, tingkat
profitabilitas, dan keamanan sumberdaya (asset) perusahaan.
2. Laporan Kuangan yang dipublikasikan adalah handal dan dapat dipercaya, yang meliputi
laporan segmen maupun interim.
3. Prosedur dan peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan sudah ditaati dan
dipatuhi dengan semestinya.
1. 3. Unsur Struktur Pengendalian Intern
Sruktur pengendalian intern terdiri dari 5 (lima) komponen, yaitu :
(1) Lingkungan Pengendalian
Merupakan dasar dari komponen pengendalian yang lain yang secara umum dapat
memberikan acuan disiplin. Meliputi : Integritas, Nilai Etika, Kompetensi
personil perusahaan, Falsafah Manajemen dan gaya operasional, cara
manajemen di dalam mendelegasikan tugas dan tanggung jawab, mengatur dan
mengembangkan personil, serta, arahan yang diberikan oleh dewan direksi.

Kunci lingkungan pengendalian adalah:

Integritas dan Etika


Komitmen terhadap Kompetensi
Struktur Organisasi
Pendelegasian Wewenang dan Tanggung Jawab
Praktik dan Kebijakan Sumber Daya Manusia yang Baik
(2) Penilaian Resiko
Identifikasi dan analisa atas resiko yang relevan terhadap pencapaian tujuan yaitu
mengenai penentuan bagaimana resiko dinilai untuk kemudian dikelola.
Komponen ini hendaknya mengidentifikasi resiko baik internal maupun
eksternal untuk kemudian dinilai. Sebelum melakukan penilain resiko, tujuan
atau target hendaknya ditentukan terlebih dahulu dan dikaitkan sesuai dengan
level-levelnya.

Langkah-langkah dalam penaksiran risiko adalah sebagai berikut:

Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi risiko


Menaksir risiko yang berpengaruh cukup signifikan
Menentukan tindakan yang dilakukan untuk me-manage risiko
(3) Aktivitas Pengendalian
Kebijakan dan prosedur yang dapat membantu mengarahkan manajemen
hendaknya dilaksanakan. Aktivitas pengendalian hendaknya dilaksanakan
dengan menembus semua level dan semua fungsi yang ada di perusahaan.

Aktivitas pengendalian meliputi:

Pemisahan fungsi/tugas/wewenang yang cukup


Otorisasi traksaksi dan aktivitas lainnya yang sesuai
Pendokumentasiaan dan pencatatan yang cukup
Pengendalian secara fisik terhadap aset dan catatan
Evaluasi secara independen atas kinerja
Pengendalian terhadap pemrosesan informasi
Pembatasan akses terhadap sumberdaya dan catatan
(4) Informasi dan Komunikasi
Menampung kebutuhan perusahaan di dalam mengidentifikasi, mengambil, dan
mengkomukasikan informasi-informasi kepada pihak yang tepat agar mereka
mampu melaksanakan tanggung jawab mereka. Di dalam perusahaan
(organisasi), Sistem informasi merupakan kunci dari komponen pengendalian
ini. Informasi internal maupun kejadian eksternal, aktifitas, dan kondisi maupun
prasyarat hendaknya dikomunikasikan agar manajemen memperoleh informasi
mengenai keputusan-keputusan bisnis yang harus diambil, dan untuk tujuan
pelaporan eksternal.

(5) Pengawasan

Pengendalian intern seharusnya diawasi oleh manajemen dan personil di dalam


perusahaan. Ini merupakan kerangka kerja yang diasosiasikan dengan fungsi
internal audit di dalam perusahaan (organisasi), juga dipandang sebagai
pengawasan seperti aktifitas umum manajemen dan aktivitas supervise. Adalah
penting bahwa defisiensi pengendalian intern hendaknya dilaporkan ke atas.
Dan pemborosan yang serius seharusnya dilaporkan kepada manajemen puncak
dan dewan direksi, hal ini meliputi :

Mengevaluasi temuan-temuan, reviu, rekomendasi audit secara tepat.


Menentukan tindakan yang tepat untuk menanggapi temuan dan rekomendasi dari audit dan
reviu.
Menyelesaikan dalam waktu yang telah ditentukan tindakan yang digunakan untuk
menindaklanjuti rekomendasi yang menjadi perhatian manajemen.
Kelima komponen ini terkait satu dengan yang lainnya, sehingga dapat memberikan kinerja sistem yang
terintegrasi yang dapat merespon perubahan kondisi secara dinamis. Sistem Pengendalian Internal
terjalin dengan aktifitas opersional perusahaan, dana akan lebih efektif apabila pengendalian dibangun
ke dalam infrastruktur perusahaan, untuk kemudian menjadi bagian yang paling esensial dari
perusahaan (organisasi).

1. 4. Pemahaman Struktur Pengendalian Intern


Langkah pertaman dalam metodologi untuk memenuhi standar pekerjaan lapangan, yang kedua adalah
memperoleh pemahaman SPI untuk perencanaan audit. Untuk tujuan perencanaan audit, pemahaman
yang harus diperoleh meliputi:
1. Perencanaan (design) kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan masing-masing
elemen struktur pengendalian
2. Penerapan dalam operasi atau kegiatan perusahaan sehari-hari.
Pemahaman struktur pengendalian intern akan digunakan oleh auditor untuk :
1. Identifikasi type atau jenis salah saji yang potensial
2. Mempertimbangkan factor-faktor yang mempengaruhi resiko salah saji yang material
3. Merancang pengujian subtantif
Prosedur pemahaman pengendalian intern dalam arti penilaian secara kritis terhadap kelemahan dan
kebaikan struktur pengendalian intern yang berlaku dapat dibagi menjadi beberapa tahap sebagai
berikut :
1) Melakukan review pendahuluan atau memahami pengendalian intern yang
diterapkan manajemen, serta menentukan potensi dapat dipercayanya
pengendalian intern tersebut

2) Mendokomentasi hasil pemahaman

3) Melakukan pengamatan transaksi secara sepintas

4) Identifikasi dapat tidaknya pengendalian tersebut diandalkan atau dipercaya

5) Menentukan pengaruh SPI terhadap pengujian subtantif

Sifat, saat dan luasnya prosedur yang dipilih auditor untuk memperoleh
pemahaman akan bervariasi dengan ukuran dan kompleksitas entitas,
pengalaman sebelumnya dengan entitas, sifat pengendalian khusus yang terkait,
dan sifat dokumentasi pengendalian khusus yang diselenggarakan oleh entitas.
Apakah suatu pengendalian telah dioperasikan adalah berbeda dari efektivitas
operasinya. Dalam memperoleh pengetahuan tentang apakah pengendalian
telah dioperasikan, auditor menentukan bahwa entitas telah menggunakannya.
Di lain pihak, efektivitas operasi, berkaitan dengan bagaimana pengendalian
tersebut diterapkan, konsistensi penerapannya, dan oleh siapa pengendalian
tersebut diterapkan.

1.5 hubungan SPI dengan prosedur audit lainya

. Pada prosedur audit ini, auditor harus memusatkan perhatian pada rancangan
dan operasi dari aspek-aspek SPI sampai seluas yang diperlukan untuk dapat
merencanakan audit dengan efektif. Lima jenis prosedur audit yang
berhubungan dengan pemahaman auditor atas SPI, yaitu

Untuk Artikel yang Lebih lengkap Klik Disini

1. Pengalaman auditor pada periode sebelumnya terhadap satuan usaha tersebut.


2. Tanya jawab dengan pegawai perusahaan
3. Pemeriksaan pedoman kebijakan dan prosedur.
4. Inspeksi atas dokumen dan catatan.
5. Pengamatan aktivitas dan operasi satuan usaha tersebut.

Pengujian atas Pengendalian


Penggunaan utama atas pemahaman SPI adalah untuk menetapkan risiko
pengendalian relatif terhadap berbagai tujuan pengendalian intern yang ada.
Auditor dapat menetapkan risiko pengendalian pada tingkat yang
mencerminkan evaluasi atas SPI klien , tetapi harus dibatasi sampai tingkat
yang didukung oleh bahan bukti yang diperoleh.

Pengujian atas pengendalian diarahkan pada efektivitas pengendalian yang


mencakup jenis bahan bukti sbb :

Tanya jawab dengan pegawai klien


Inspeksi dokumen dan catatan
Pengamatan penerapan kebijakan dan prosedur spesifik
Pelaksanaan ulang oleh auditor terhadap penerapan kebijakan dan prosedur spesifik
Perbedaan dengan prosedur untuk memperoleh pemahaman atas SPI adalah bahwa dengan pengujian
atas pengendalian, tujuan menjadi lebih spesifik dan pengujian menjadi lebih ekstensif.
Jika auditor memutuskan untuk menetapkan risiko pengendalian dibawah tingkat
maksimum untuk satu tujuan pengendalian intern tertentu, maka prosedur satu
dapat digabung dengan prosedur dua.

Pengujian Substantif atas Transaksi


Pengujian substantif adalah prosedur yang dirancang untuk menguji kekeliruan atau
ketidakberesan dalam bentuk uang yang langsung mempengaruhi kebenaran
saldo L/K Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menentukan apakah transaksi
pembukuan klien telah diotorisasi dengan pantas, dicatat dan diikhtisarkan
dalam jurnal dengan benar dan dipindahbukukan ke buku besar dan buku
tambahan dengan benar.

Prosedur analitis

Prosedur analitis mencakup perbandingan jumlah yang dicatat dengan


perkiraan yang dikembangkan oleh auditor. Prosedur analitis ini sering berupa
perhitungan rasio oleh auditor untuk dibandingkan dengan rasio tahun lalu dan
data lain yang berhubungan.

Tujuan penggunaan prosedur analitis :

1. Memperoleh pemahaman atas bidang usaha klien.


2. Menetapkan kemampuan kelangsungan hidup suatu satuan usaha.
3. Indikasi timbulnya kemungkinan kekeliruan dalam L/K.
4. Mengurangi pengujian audit yang lebih rinci.
Untuk Artikel yang Lebih lengkap Klik Disini
Pengujian Terinci atas Saldo
Pengujian ini menitikberatkan pada saldo akhir buku besar untuk Neraca maupun
rugi laba dengan penekanan utama pada Neraca. Merupakan pengujian yang
penting karena bahan bukti diperoleh dari sumber yang independen dari klien
sehingga berkualitas tinggi.

Pengujian ini bertujuan memberikan kebenaran moneter atas perkiraan yang


berkaitan, sehingga merupakan pengujian substantif juga.

AUDITING - HUBUNGAN ANTARA PENGUJIAN DAN BAHAN BUKTI


HUBUNGAN ANTARA PENGUJIAN DAN BAHAN BUKTI

Jenis-jenis pengujian biasanya diurutkan berdasarkan pada makin besarnya biaya yang diperlukan.
Prosedur analitis
Prosedur untuk memperoleh pemahaman atas SPI dan pengujian atas pengendalian
Pengujian substantif atas transaksi
Pengujian terinci atas saldo
Prosedur analitis merupakan prosedur yang paling murah karena relatif mudah untuk membuat
perhitungan dan perbandingan. Pengujian atas pengendalian juga relatif murah karena dapat dilakukan
dalam sejumlah besar pos atau unsur dalam beberapa menit.
Pengujian substantif lebih mahal karena seringkali diperlukan perhitungan kembali dan penelusuran.
Pengujian terinci atas saldo paling mahal dibandingkan dengan pengujian yang lain karena dibutuhkan
biaya untuk mengirim konfirmasi dan melakukan penelusuran.
Biaya untuk masing-masing bahan bukti bervariasi dalam berbagai situasi.
Hubungan antara Pengujian Atas Pengendalian dan Pengujian Substantif.
Kekecualian dalam pengujian atas pengendalian hanya indikasi kemungkinan kekeliruan atau
ketidakberesan yang mempengaruhi nilai rupiah L/K, sedangkan kekecualian dalam pengujian
substantif adalah salah saji L/K.
Deviasi pengujian pengendalian yang cukup sering menyebabkan auditor percaya terdapat salah saji
dalam rupiah yang material dalam L/K. Pengujian substantif biasanya dilakukan untuk menentukan
apakah salah saji dalam rupiah terjadi secara aktual. Penyimpangan antara Pengujian atas
Pengendalian dan Pengujian Substantif.
Auditor dapat membuat keputusan saat perencanaan, apakah akan menetapkan risiko pengendalian
dibawah maksimum. Jika risiko pengendalian yang ditetapkan dibawah maksimum, risiko penemuan
yang direncanakan dalam model risiko audit ditingkatkan sehingga pengujian substantif yang
direncanakan dapat dikurangi.

MERANCANG PROGRAM AUDIT


1. Pengujian Atas Transaksi
Mencakup bagian penjelasan yang mendokumentasikan pemahaman yang diperoleh mengenai
SPI dengan memasukkan gambaran prosedur yang akan dilaksanakan untuk memperoleh
pemahaman atas SPI dan rencana tingkat risiko pengendalian yang ditetapkan.
Prosedur audit pengujian atas transaksi akan mencakup pengujian atas pengendalian dan
pengujian substantif atas transaksi dan bervariasi tergantung pada rencana risiko pengendalian
yang ditetapkan.
Diperlukan empat langkah dalam mengurangi tingkat risiko yang ditetapkan
terapkan tujuan pengendalian intern rinci kepada kelompok transaksi yang diuji.
Identifikasi kebijakan dan prosedur pengendalian spesifik yang akan mengurangi risiko
pengendalian untuk masing-masing tujuan pengendalian intern.
Untuk masing-masing kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang mana
pengurangan risiko pengendalian dihubungkan, kembangkan pengujian atas pengendalian yang
pantas
Bagi jenis kekeliruan dan ketidakberesan sehubungan dengan tiap pengendalian intern,
rancang pengujian substantif atas transaksi yang tepat.
2. Prosedur Analitis
Dilakukan pada tiga tahap audit yang berbeda:
Tahap perencanaan, untuk menentukan bahan bukti lain yang diperlukan untuk
memenuhi risiko audit yang diinginkan
Pelaksanaan audit, bersama-sama dengan pengujian atas transaksi dan pengujian atas
saldo
Menjelang penyelesaian akhir audit sebagai pengujian kelayakan akhir.
3.Pengujian Terinci Atas Saldo
Langkah-langkah dalam perancangan pengujian terinci atas saldo adalah:
1. Tentukan materialitas dan tetapkan risiko audit yang dapat diterima dan risiko
bawaan
2. Tetapkan risiko pengendalian
3. Rancang dan perkirakan hasil pengujian atas transaksi dan prosedur analitis
4. Rancang pengujian terinci atas saldo untuk memenuhi tujuan spesifik audit
Kesulitan yang dihadapi auditor dalam merancang pengujian terinci atas saldo adalah
kebutuhan untuk memperkirakan hasil dari pengujian atas transaksi dan prosedur analitis
sebelum pengujian tersebut dilaksanakan.
Hubungan Tujuan Audit antara Transaksi dengan Saldo
Tujuan Audit Transaksi Tujuan Audit Saldo Sifat Dari Hubungan
- Keabsahan - Keabsahan atau Kelengkapan - Langsung
- Otorisasi - Kepemilikan - Tidak langsung
- Kelengkapan - Kelengkapan atau Keabsahan - Langsung
- Penilaian - Penilaian - Sebagian
- Klasifikasi - Klasifikasi - Sebagian
- Saat Pelaksanaan - Pisah Batas - Langsung
- Posting dan Pengikhtisaran - Akurasi Mekanis - Langsung
Pengungkapan - Tidak ada
Hak dan Kewajiban - Tidak ada
Penyajian dan Pengungkapan - Tidak ada

IKHTISAR PROSES AUDIT


TAHAP I : PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PENDEKATAN AUDIT
Perencanaan awal, mendapatkan informasi mengenai latar belakang, mendapatkan informasi tentang
kewajiban hukum klien, menentukan materialitas dan menetapkan risiko audit yang dapat diterima dan
risiko bawaan, memahami struktur pengendalian intern dan menetapkan risiko pengendalian,
mengembangkan rencana dan program audit menyeluruh.
TAHAP II : PENGUJIAN ATAS PENGENDALIAN DAN TRANSAKSI
Merencanakan untuk mengurangi tingkat risiko pengendalian yang ditetapkan, melakukan pengujian
pengendalian, melakukan pengujian substantif atas transaksi, menetapkan kemungkinan salah saji
dalam laporan keuangan.
TAHAP III : MELAKSANAKAN PROSEDUR ANALITIS DAN PENGUJIAN TERINCI ATAS SALDO
Melakukan prosedur analitis, melakukan pengujian pos-pos kunci, melakukan pengujian saldo tambahan
TAHAP IV : PENYELESAIAN AUDIT
Menelaah kewajiban bersyarat, menelaah peristiwa kemudian, mengumpulkan bahan bukti akhir,
menerbitkan laporan audit, komunikasi dengan komite audit dan manajemen.

AUDITING - HUBUNGAN ANTARA PENGUJIAN DAN BAHAN BUKTI


HUBUNGAN ANTARA PENGUJIAN DAN BAHAN BUKTI

Jenis-jenis pengujian biasanya diurutkan berdasarkan pada makin besarnya biaya yang diperlukan.
Prosedur analitis
Prosedur untuk memperoleh pemahaman atas SPI dan pengujian atas pengendalian
Pengujian substantif atas transaksi
Pengujian terinci atas saldo
Prosedur analitis merupakan prosedur yang paling murah karena relatif mudah untuk membuat
perhitungan dan perbandingan. Pengujian atas pengendalian juga relatif murah karena dapat dilakukan
dalam sejumlah besar pos atau unsur dalam beberapa menit.
Pengujian substantif lebih mahal karena seringkali diperlukan perhitungan kembali dan penelusuran.
Pengujian terinci atas saldo paling mahal dibandingkan dengan pengujian yang lain karena dibutuhkan
biaya untuk mengirim konfirmasi dan melakukan penelusuran.
Biaya untuk masing-masing bahan bukti bervariasi dalam berbagai situasi.
Hubungan antara Pengujian Atas Pengendalian dan Pengujian Substantif.
Kekecualian dalam pengujian atas pengendalian hanya indikasi kemungkinan kekeliruan atau
ketidakberesan yang mempengaruhi nilai rupiah L/K, sedangkan kekecualian dalam pengujian
substantif adalah salah saji L/K.
Deviasi pengujian pengendalian yang cukup sering menyebabkan auditor percaya terdapat salah saji
dalam rupiah yang material dalam L/K. Pengujian substantif biasanya dilakukan untuk menentukan
apakah salah saji dalam rupiah terjadi secara aktual. Penyimpangan antara Pengujian atas
Pengendalian dan Pengujian Substantif.
Auditor dapat membuat keputusan saat perencanaan, apakah akan menetapkan risiko pengendalian
dibawah maksimum. Jika risiko pengendalian yang ditetapkan dibawah maksimum, risiko penemuan
yang direncanakan dalam model risiko audit ditingkatkan sehingga pengujian substantif yang
direncanakan dapat dikurangi.

MERANCANG PROGRAM AUDIT


1. Pengujian Atas Transaksi
Mencakup bagian penjelasan yang mendokumentasikan pemahaman yang diperoleh mengenai
SPI dengan memasukkan gambaran prosedur yang akan dilaksanakan untuk memperoleh
pemahaman atas SPI dan rencana tingkat risiko pengendalian yang ditetapkan.
Prosedur audit pengujian atas transaksi akan mencakup pengujian atas pengendalian dan
pengujian substantif atas transaksi dan bervariasi tergantung pada rencana risiko pengendalian
yang ditetapkan.
Diperlukan empat langkah dalam mengurangi tingkat risiko yang ditetapkan
terapkan tujuan pengendalian intern rinci kepada kelompok transaksi yang diuji.
Identifikasi kebijakan dan prosedur pengendalian spesifik yang akan mengurangi risiko
pengendalian untuk masing-masing tujuan pengendalian intern.
Untuk masing-masing kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang mana
pengurangan risiko pengendalian dihubungkan, kembangkan pengujian atas pengendalian yang
pantas
Bagi jenis kekeliruan dan ketidakberesan sehubungan dengan tiap pengendalian intern,
rancang pengujian substantif atas transaksi yang tepat.
2. Prosedur Analitis
Dilakukan pada tiga tahap audit yang berbeda:
Tahap perencanaan, untuk menentukan bahan bukti lain yang diperlukan untuk
memenuhi risiko audit yang diinginkan
Pelaksanaan audit, bersama-sama dengan pengujian atas transaksi dan pengujian atas
saldo
Menjelang penyelesaian akhir audit sebagai pengujian kelayakan akhir.
3.Pengujian Terinci Atas Saldo
Langkah-langkah dalam perancangan pengujian terinci atas saldo adalah:
1. Tentukan materialitas dan tetapkan risiko audit yang dapat diterima dan risiko
bawaan
2. Tetapkan risiko pengendalian
3. Rancang dan perkirakan hasil pengujian atas transaksi dan prosedur analitis
4. Rancang pengujian terinci atas saldo untuk memenuhi tujuan spesifik audit
Kesulitan yang dihadapi auditor dalam merancang pengujian terinci atas saldo adalah
kebutuhan untuk memperkirakan hasil dari pengujian atas transaksi dan prosedur analitis
sebelum pengujian tersebut dilaksanakan.
Hubungan Tujuan Audit antara Transaksi dengan Saldo
Tujuan Audit Transaksi Tujuan Audit Saldo Sifat Dari Hubungan
- Keabsahan atau Kelengkapan - Langsung
- Kepemilikan - Tidak langsung
- Keabsahan
- Kelengkapan atau Keabsahan - Langsung
- Otorisasi
- Penilaian - Sebagian
- Kelengkapan
- Klasifikasi - Sebagian
- Penilaian
- Pisah Batas - Langsung
- Klasifikasi
- Akurasi Mekanis - Langsung
- Saat Pelaksanaan
Pengungkapan - Tidak ada
- Posting dan Pengikhtisaran
Hak dan Kewajiban - Tidak ada
Penyajian dan Pengungkapan - Tidak ada

IKHTISAR PROSES AUDIT


TAHAP I : PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PENDEKATAN AUDIT
Perencanaan awal, mendapatkan informasi mengenai latar belakang, mendapatkan informasi tentang
kewajiban hukum klien, menentukan materialitas dan menetapkan risiko audit yang dapat diterima dan
risiko bawaan, memahami struktur pengendalian intern dan menetapkan risiko pengendalian,
mengembangkan rencana dan program audit menyeluruh.
TAHAP II : PENGUJIAN ATAS PENGENDALIAN DAN TRANSAKSI
Merencanakan untuk mengurangi tingkat risiko pengendalian yang ditetapkan, melakukan pengujian
pengendalian, melakukan pengujian substantif atas transaksi, menetapkan kemungkinan salah saji
dalam laporan keuangan.
TAHAP III : MELAKSANAKAN PROSEDUR ANALITIS DAN PENGUJIAN TERINCI ATAS SALDO
Melakukan prosedur analitis, melakukan pengujian pos-pos kunci, melakukan pengujian saldo tambahan
TAHAP IV : PENYELESAIAN AUDIT
Menelaah kewajiban bersyarat, menelaah peristiwa kemudian, mengumpulkan bahan bukti akhir,
menerbitkan laporan audit, komunikasi dengan komite audit dan manajemen.

You might also like