Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
SHINTA NURAINI
P1337420916028
2. ETIOLOGI
Asfiksia dapat terjadi karena beberapa faktor (Nurarif, 2013).
a. Faktor ibu
Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta
berkurang. Akibatnya, aliran oksigen ke janin juga berkurang dan dapat
menyebabkan gawat janin dan akhirnya terjadilah asfiksia. Berikut merupakan
keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir (Depkes
RI, 2005 dan Nurarif, 2013):
1) Preeklamsia dan eklamsia
2) Demam selama persalinan
3) Kehamilan postmatur
4) Hipoksia ibu
5) Gangguan aliran darah fetus, meliputi : gangguan kontraksi uterus pada
hipertoni, hipotoni, tetani uteri, hipotensi mendadak pada ibu karena
perdarahan, hipertensi pada penyakit toksemia
6) Primi tua, DM, anemia, riwayat lahir mati, dan ketuban pecah dini
b. Faktor plasenta
Keadaan berikut ini berakibat pada penurunan aliran darah dan oksigen melalui
tali pusat ke bayi, sehingga bayi mungkin mengalami asfiksia (Depkes RI, 2005
dan Nurarif, 2013):
1) Abruptio plasenta
2) Solutio plasenta
3) Plasenta previa
c. Faktor fetus
Pada keadaan berikut bayi mungkin mengalami asfiksia walaupun tanpa didahului
tanda gawat janin (Depkes RI, 2005 dan Nurarif, 2013):
1) Air ketuban bercampur dengan mekonium
2) Lilitan tali pusat
3) Tali pusat pendek atau layu
4) Prolapsus tali pusat
d. Faktor persalinan
Keadaan yang dapat menyebabkan asfiksia yaitu (Nurarif, 2013):
1) Persalinan kala II lama
2) Pemberian analgetik dan anastesi pada operasi caesar yang berlebihan sehingga
menyebabkan depresi pernapasan pada bayi
e. Faktor neonatus
Berikut merupakan kondisi bayi yang mungkin mengalami asfiksia (Nurarif,
2013):
1) Bayi preterm (belum genap 37 minggu kehamilan) dan bayi posterm
2) Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,
forsep)
3) Kelainan konginetal seperti hernia diafragmatika, atresia/stenosis saluran
pernapasan, hipoplasi paru, dll.
4) Trauma lahir sehingga mengakibatkan perdarahan intracranial
Faktor Resiko
Faktor resiko yang dapat menyebabkan asfiksia perinatal yaitu faktor maternal, plasenta-
tali pusat, dan fetus atau neonatus (Volpe, 2001; Aurora, 2004; dan Levene, 2005) :
a. Kelainan maternal, dapat meliputi hipertensi, peyakit vaskular, diabetes, drug abuse,
penyakit jantung, paru, gangguan susunan saraf pusat, hipotensi, ruptura uteri, tetani
uteri, panggul sempit.
b. Kelainan plasenta dan tali pusat, meliputi infark dan fibrosis plasenta, prolaps atau
kompresi tali pusat, kelainan pembuluh darah umbilikus.
c. Kelainan fetus atau neonatus meliputi anemia, hidrops, infeksi, pertumbuhan janin
terhambat, serotinus.
Selain itu, kurangnya kesadaran calon ibu untuk melakukan ANC, status nutrisi yang
rendah, perdarahan saat melahirkan, dan infeksi saat kehamilan juga merupakan faktor
resiko terjadinya asfiksia. Ditambah lagi dengan letak bayi sungsang dan kelahiran
dengan berat bayi kurang dari 2500 gram, maka akan memperburuk keadaan dan
meningkatkan resiko asfiksia (Majeed, 2007 dan Pitsawong, 2011). Namun sayangnya,
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ogunlesi dkk (2013) dinyatakan bahwa
dari 354 orang responden yang diteliti, hampir seluruhnya tidak mengetahui faktor
resiko terjadinya asfiksia (Ongunlesi, 2013).
3. PATOFISIOLOGI
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia
dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin.
Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia.
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap
nervus vagus sehingga DJJ (Denyut Jantung Janin) menjadi lambat. Jika kekurangan
O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini
rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya
ireguler dan menghilang.
Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian
terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi
atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia berlanjut,
gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus
neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu
primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut
jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan
terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki
periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan
kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap
rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian
akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai
segera. (Aziz, 2010)
4. PATHWAYS
Paralisis pusat pernapasan Persalinan lama, lilitan tali Faktor lain : obat-obatan
pusat, presentasi janin
abnormal
ASFIKSIA
Napas cepat
Gangguan Pertukaran Gas
Apneu
Bayi akan dikatakan mengalami asfiksia berat jika APGAR score berada pada
rentang 0-3, asfiksia sedang dengan nilai APGAR 4-6, dan bayi normal atau dengan
sedikit asfiksia jika APGAR score berada pada rentang 7-10 (Nurarif, 2013).
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosisa asfiksia
pada bayi baru lahir menurut Prawirohardjo (2005), yaitu:
1) Denyut Jantung Janin
Frekuensi normal adalah antara 120 dan 160 denyutan dalam semenit. Selama his
frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula.
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi
apabila frekuensi turun sampai dibawah 100 semenit di luar his, dan lebih-lebih
jika tidak teratur, hal ini merupakan tanda bahaya.
2) Mekonium Dalam Air Ketuban
Pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan harus
menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi
kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat
dilakukan dengan mudah.
3) Pemeriksaan Darah Janin
Alat yang digunakan : amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan
kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa
pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai
di bawah 7.2, hal itu dianggap sebagai tanda bahaya. Selain itu kelahiran bayi
yang telah menunjukkan tanda-tanda gawat janin mungkin disertai dengan
asfiksia neonatorum, sehingga perlu diadakan persiapan untuk menghadapi
keadaan tersebut jika terdapat asfiksia, tingkatnya perlu dikenal untuk dapat
melakukan resusitasi yang sempurna. Untuk hal ini diperlukan cara penilaian
menurut APGAR.
4) Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin meliputi hemoglobin/hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-
20 gr dan Ht 43%-61%), analisa gas darah dan serum elektrolit.
5) Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks
antigen-antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Asfiksia merupakan kejadian kegawatan pada janin sehingga memerlukan tindakan
yang cepat. Adapun prosedur pertolongan bayi dengan asfiksia adalah sebagai berikut
(Depkes RI, 2005):
PENILAIAN :
Bayi tidak menangis, tidak bernapas atau megap-megap
Ya Tidak
VENTILASI :
1. Pasang sungkup, perhatikan lekatan
2. Ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cm air, amati gerakan dada bayi
3. Bila dada bayi mengembang, lakukan ventilasi 20 kali dengan tekanan 20
cm air dalam 30 detik
------------------------------------------------------------------------------------------
4. Penilaian apakan bayi menangis atau bernapas spontan dan teratur
Ya Tidak
Ya Tidak
8. KOMPLIKASI
Komplikasi dapat mengenai beberapa organ pada bayi, diantaranya adalah sebagai
berikut (Karlsson, 2008) :
a. Otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis
b. Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persiste pada neonatus, perdarahan paru,
edema paru
c. Gastrointestinal : enterokolitis nekotikos
d. Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH, anuria atau oliguria (< 1 ml/kg/jam) untuk
24 jam atau lebih dan kreatinin serum > 100 mmol/L
e. Hematologi : DIC
f. Hepar : aspartate amino transferase > 100 U/L, atau alanine amino transferase >
100 U/L sejak minggu pertama kelahiran
Komplikasi yang khas pada asfiksia neonatorum yaitu Enselopati Neonatal atau
Hipoksik Iskemik Enselopati yang merupakan sindroma klinis berupa gangguan
fungsi neurologis pada hari-hari awal kehidupan bayi aterm (Moster, 2002).
Penelitian yang dilakukan oleh Azzopardi dkk (2009) serta penelitian oleh
Wintermark dkk (2011) menyatakan bahwa meskipun induksi hipotermia sedang
selama 72 jam pada bayi dengan asfiksia neonatorum tidak secara signifikan
mengurangi tingkat kematian maupun cacat berat, tetapi menghasilkan pengaruh baik
terhadap sistem saraf pada bayi yang selamat (Azzopardi, 2009 dan Wintermark,
2011)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan janin dalam kandungan kekurangan
02 dan kadar co2 meningkat yang ditandai dengan apnea, bayi tidak menunjukkan
bernafas spontan,tekanan darah menurun,bayi tidak bereaksi terhadap
rangsangan,denyut jantung janin lambat,bayi terlihat lemas.
b. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan ganguan perfusi ventilasi di
tandai dengan sianosis, pernafasan cuping hidung, takikardi dan pH arteri
menurun.
c. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan adaanya
kemungkinan hipovolemia atau kematian jaringan
d. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya infeksi nosokomial dan respon imun
yang terganggu.
3. PERENCANAAN KEPERAWATAN
5. EVALUASI KEPERAWATAN
a. Pola nafas tetap paten atau efektif
b. Diharapkan gangguan pertukaran gas pasien dapat teratasi.
c. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dapat diatasi
d. Resiko infeksi dapat teratasi
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, LJ.2007. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. Jakarta : EGC
Departemen Kesehatan RI. 2005. Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir untuk Bidan. Jakarta :
Depkes RI.
Hasan R, Alatas H. 1985. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FK-UI.
Ikatan Apoteker Indonesia. 2012. Informasi Sesialite Obat Indonesia volume 47. Jakarta : ISFI
Penerbitan.
Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3
Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.
Nurarif AH, Kusuma H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis,
NANDA, dan NIC-NOC. Yogyakarta : Media Action.