You are on page 1of 21

Menelusuri Jejak Historis Kitab Terjemahan Arab-Jawa

Oleh Abdul Munip


Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga
Email: abdulmunip73@yahoo.co.id

Abstrak
The use of Arabic script (Pegon) in the Javaness books translated from Arabic has
marked a certain phase in the historical dynamics of Islamic intellectualism in the
Nusantara and Java in particular. By these translation activities, the kitab kuning
(Arabic books) are no longer only enjoyed by the elite kyai-santri, but can also be read
by Muslims outside the walls of pesantren. The various themes of the Javaness books
translated from Arabic that reach across all disciplines in Islamic teachings make
Islamic discourse in society growth rapidly. The cool of substance in the translated
books at the times caused a life of Muslims far from the frenetic violence and
intolerance in the name of religion. Over time, most of the translated books has now
metamorphosed into Indonesian edition. There are many Javaness books translated
from Arabic, however, still inhabit at the simple bookstalls waiting for the loyal and
unpretentious readers.

Keywords: Arabic-Javaness translated books, Arab Pegon

Penggunaan aksara Arab Pegon dalam kitab terjemahan Arab-Jawa telah menandai
fase tertentu dalam dinamika historis intelektualisme Islam di Nusantara dan Jawa
pada khususnya. Berkat aktifitas penerjemahan ini, kitab kuning tidak lagi hanya
dinikmati oleh elit kyai-santri, tetapi juga bisa dibaca oleh awam di luar tembok
pesantren. Sebaran tema kitab terjemahan yang menjangkau seluruh disiplin ilmu
keislaman menjadikan wacana keislaman di masyarakat berkembang dengan pesat.
Substansi kajian kitab terjemahan Arab-Jawa yang sejuk pada gilirannya
menyebabkan kehidupan umat Islam saat itu jauh dari hingar-bingar kekerasan dan
intoleransi atas nama agama. Seiring dengan perjalanan waktu, sebagian besar kitab
terjemahan Arab-Jawa kini telah bermetamorfosa menjadi buku terjemahan dalam
bahasa Indonesia. Meskipun demikian, masih banyak juga kitab terjemahan Arab-
Jawa yang tetap menghuni kios-kios kitab sederhana menunggu pembacanya yang
setia dan bersahaja.
Kata kunci: kitab terjemahan Arab-Jawa, Arab Pegon

Pendahuluan
Salah satu faktor keberhasilan dakwah Islam pada awal kehadirannya di
Nusantara ini adalah kemampuan para dai dalam melakukan upaya adaptif, yakni
upaya penyesuaian nilai dan ajaran Islam dengan lokalitas budaya, agama, dan
bahasa masyarakat Nusantara. Kemampuan adaptasi ini terus berlangsung dan

1
terpelihara dalam berbagai sendi kehidupan umat Islam, termasuk kegiatan pendidikan
di Nusantara. Bahasa dan sistem tulisan Arab, sebagai bahasa yang digunakan dalam
sumber-sumber ajaran Islam, selanjutnya mengalami proses adaptasi dengan bahasa
lokal. Hal ini tercermin dengan digunakannya aksara Arab sebagai pendamping atau
pengganti aksara lokal yang kemudian dikenal dengan Arab Pegon. Demikian juga
dengan masuknya ribuan kata serapan dari bahasa Arab ke dalam bahasa lokal seperti
bahasa Melayu dan Jawa. Kegiatan pendidikan yang berupa membaca dan menulis
huruf al-Quran (baca: Arab) menjadi kegiatan utama di kalangan umat Islam
Indonesia hingga sekarang ini.
Meskipun masuknya Islam ke Nusantara sekaligus memperkenalkan bahasa
dan aksara Arab kepada masyarakat setempat, namun tampaknya bahasa Arab belum
berhasil menggantikan bahasa-bahasa lokal masyarakat Nusantara. Mereka masih tetap
setia menggunakan bahasa lokal atau bahasa daerah masing-masing sebagai alat
komunikasi sehari-hari. Bahasa Arab masih berperan terbatas hanya sebagai bacaan
dalam kegiatan ritual keagamaan seperti shalat dan berdoa. Hanya sebagian kecil umat
Islam Nusantara yang memiliki kesadaran untuk mempelajari bahasa Arab secara
intensif, itupun masih sebatas untuk kepentingan memahami sumber-sumber ajaran
Islam yang ditulis dalam bahasa Arab. Kegiatan mempelajari bahasa Arab untuk
kepentingan komunikatif baru berlangsung di kemudian hari seiring dengan
munculnya berbagai lembaga pendidikan Islam yang secara khusus menjadikan bahasa
Arab sebagai kurikulum utamanya.
Munculnya lembaga pendidikan pesantren, terutama di Jawa, merupakan
tonggak baru dalam sejarah pendidikan umat Islam di Indonesia. Di pesantren inilah
sumber-sumber ajaran Islam yang masih ditulis dalam bahasa Arab dipelajari oleh para
santri. Kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama yang dipelajari di pesantren kemudian
dikenal dengan kitab kuning. Spektrum tema dan kandungan kitab kuning ini sangat
luas menjangkau semua aspek ajaran dan keilmuan Islam, seperti ulumul Quran,
ulumul Hadits, fiqh, usul fiqh,ilmu kalam, tasawuf, sejarah Islam, dan bahasa Arab.
Karena kebanyakan kitab kuning masih ditulis dalam bahasa Arab, maka tidak semua
umat Islam mampu memahami isinya karena terkendala kemampuan bahasa. Melihat
kenyataan inilah, muncul upaya kreatif dari sejumlah kyai pesantren untuk
menerjemahkan beberapa kitab kuning terpilih ke dalam bahasa Jawa untuk kemudian
diterbitkan dan disebarluaskan kepada masyarakat umum
Kegiatan penerjemahan beberapa kitab kuning terpilih ke dalam bahasa Jawa
dengan tetap menggunakan aksara Arab menjadikan populeritas kitab kuning ini kian
meluas dan melewati batas tembok pesantren. Sebagian kitab terjemahan ini juga
dijadikan materi pembelajaran di berbagai majelis taklim, madrasah diniyah non
pesantren, dan juga tempat-tempat mengaji al-Quran bagi anak-anak baik di masjid,
mushala, maupun rumah-rumah kyai atau ustadz terutama di daerah-daerah yang

2
memiliki kedekatan dengan kultur pesantren. Seiring dengan berjalannya waktu,
populeritas kitab terjemahan dalam bahasa Jawa ini mulai redup digantikan dengan
buku-buku keislaman dalam bahasa Indonesia, baik yang berupa terjemahan dari
bahasa Arab maupun asli ditulis dalam bahasa Indonesia. Mengapa ini bisa terjadi,
itulah salah satu pertanyaan yang dicarikan jawabannya dalam tulisan ini.
Tulisan ini bermaksud menelusuri jejak-jejak historis keberadaan kitab-kitab
terjemahan dalam bahasa Jawa yang pernah menandai periode tertentu dalam sejarah
pendidikan Islam di Indonesia. Pembahasan dalam tulisan ini dimulai dengan tinjauan
sekilas tentang aksara Arab Pegon, kemudian dilanjutkan dengan pemaparan tentang
kegiatan penerjemahan kitab berbahasa Arab ke dalam bahasa Jawa dan klasifikasi
tema atau isi kandungannya. Pembahasan selanjutnya adalah analisis terhadap
redupnya era kitab terjemahan Arab-Jawa di Indonesia. Untuk kepentingan penulisan
artikel ini, beberapa sampel kitab terjemahan Arab-Jawa diambil secara purposif
sebagi sumber data yang kemudian dilakukan analisis.
Mengenal Aksara Arab Pegon
Aksara Pegon adalah aksara Arab yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa;
atau tulisan Arab yang tidak dengan tanda-tanda bunyi (diakritik).1 Istilah Pegon
sendiri telah melekat dan selanjutnya, menjadi simbol akulturasi budaya antara Islam
dan Jawa. Aksara ini mulai digunakan secara masif sejak berkembangnya Islam di
Nusantara khususnya Jawa pada abad ke-17 dan seterusnya. Saat itu aksara Arab Pegon
digunakan dalam penulisan karya intelektual Islam di pesantren, surat perjanjian,
korespodensi, prasasti, papan nama, hingga surat kabar.

Gambar 1
Terjemahan Arab Jawa dengan menggunakan aksara Pegon

1
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Depdikbud, 1989), hlm 1011

3
Orang yang hanya mengenal huruf Hijaiyah Arab namun tidak faham bahasa
Jawa tentu akan merasa kesulitan untuk membaca teks tersebut di atas, begitu juga
sebaliknya, orang yang hanya faham bahasa Jawa namun tidak mengenal huruf
Hijaiyah. Sehingga dalam memahami aksara Pegon diperlukan pengetahuan tentang
huruf Arab dan bahasa Jawa. Mestinya, bunyi-bunyi Jawa disimbolkan dengan huruf
atau aksara Jawa yang dikenal dengan honocoroko. Ketika bunyi Jawa dilambangkan
dengan huruf Arab, maka disebut dengan Pegon. Secara bahasa, kata pegon berasal
dari bahasa Jawa, pego, yang artinya ora lumrah anggone ngucapake atau tidak
lazim dalam mengucapkan. Hal ini karena kosa kata Jawa yang ditulis dengan huruf
Arab terasa aneh ketika diucapkan.2 Lagi pula huruf-huruf Arab yang ada belum
sepenuhnya melambangkan pengucapan konsonan dan vokal dalam bahasa Jawa.
Untuk menyelesaikan kesenjangan tersebut, dibuatlah huruf-huruf Arab yang diberi
diakretik tertentu untuk melambangkan bunyi ng, c, g, dan p. Aksara Pegon pada
dasarnya dibedakan menjadi dua, berharakat dan tidak berharakat. Biasanya aksara
Pegon menggunakan khat (font) populer seperti jenis naskhi, tsulutsi, riqi dan lainnya.
Kegiatan Penerjemahan Kitab Berbahasa Arab Ke Dalam Bahasa Jawa
Tidak ada kepastian waktu tentang kapan sesungguhnya kegiatan
penerjemahan kitab berbahasa Arab ke dalam bahasa Jawa dimulai. Namun setidaknya
bisa ditelusuri dari keberadaan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di
Indonesia. Dengan demikian, kegiatan penerjemahan kitab berbahasa Arab ke dalam
bahasa Jawa sesungguhnya merupakan salah satu bentuk pedagogical translation,
yakni kegiatan penerjemahan sebagai metode atau strategi untuk mempelajari bahasa
asing tertentu.
Perkembangan selanjutnya, kegiatan penerjemahan kitab berbahasa Arab ke
dalam bahasa Jawa merambah ke wilayah penerbitan. Artinya, penerjemahan tidak saja
sebagai bagian dari strategi mempelajari bahasa Arab, namun juga sebagai upaya untuk
memasyarakatkan kitab-kitab berbahasa Arab agar bisa difahami secara luas oleh umat
Islam yang belum memiliki kemampuan berbahasa Arab yang memadai.
Penerjemahan telah berperan penting dalam menjembatani kesenjangan bahasa di
kalangan umat Islam. Pada aspek inilah, sosialisasi kitab-kitab kuning terpilih kepada
masyarakat luas semakin menemukan momentumnya. Memahami isi kandungan kitab
kuning tidak lagi menjadi kegiatan elitis kyai dan santri di pesantren, namun juga bisa
dilakukan oleh umat Islam awam yang minimal telah mampu membaca huruf Arab.
Lalu, kapan sesungguhnya kegiatan penerjemahan kitab kuning untuk kepentingan
penerbitan ini mulai berlangsung? Menurut Martin van Bruinessen, kitab-kitab klasik

2
Titik Pudjiastuti, Aksara Pegon: Sarana Dakwah dan Sastra dalam Budaya Jawa, makalah
untuk Temu Wicara Antar Jurusan Daerah, Universitas dan IKIP se Indonesia di UGM Yogyakarta,
tahun 1993.

4
berbahasa Arab jelas sudah dikenal dan dipelajari pada abad ke-16. Lebih dari itu,
beberapa kitab pada zaman itu sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa dan Melayu.
Sekitar tahun 1600, sejumlah naskah berbahasa Melayu, Jawa, dan Arab dibawa ke
Eropa. Naskah-naskah tersebut memberikan gambaran yang berharga tentang tradisi
keilmuan Islam di Nusantara saat itu, meskipun belum memberikan gambaran yang
utuh.
Naskah Melayu yang dibawa ke Eropa tersebut terdiri dari tafsir dua surat
penting dari Al-Qur'an, dua hikayat bertema Islam, sebuah kitab pernikahan dalam
bahasa Arab dengan terjemahan antarbaris, dan sebuah terjemahan syair-syair pujian
terhadap Nabi, yakni Qashdat al-Burdah karya al-Bushr. Adapun naskah Jawa yang
dibawa ke Eropa adalah: (1) Wejangan Seh Bari, yang didalamnya menyebut dua kitab,
yaitu Tamhd (mungkin at-Tamhd f Bayn at-Tauhd karya Ab Syukr as-Salim
dan Ihy' Ulm ad-Dn karya al-Gazl, (2) kitab at-Taqrb f al-Fiqh karya Ab
Syuj al-Isfahn dengan terjemahan Jawa antarbaris, dan (3) sebuah kitab anonim
yang berjudul al-Idhh f al-Fiqh yang sekarang praktis tidak diketahui lagi.3 Hal itu
menggambarkan bahwa upaya untuk menuliskan terjemahan kitab kuning dalam
bahasa Jawa dengan menggunakan aksara Arab Pegon telah berlangsung. Sangat
mungkin pada era abad ke-16 tersebut, naskah-naskah terjemahan kitab kuning dalam
bahasa Jawa masih sebatas menjadi koleksi pribadi dan belum bisa diakses oleh publik
secara mudah, mengingat teknologi percetakan belum populer.
Saat itu, penggandaan kitab terjemahan berlangsung dalam bentuk penyalinan,
sebuah tradisi yang juga pernah terjadi di Timur Tengah pada abad pertengahan yang
memunculkan profesi al-warraq4 atau penyalin yang berperan seperti mesin foto copy,
printer atau mesin cetak di era sekarang. Kitab terjemahan berbahasa Jawa mulai bisa
diakses secara luas sejak mesin cetak telah masuk ke Nusantara ini, sekitar abad ke 19.
Tercatat salah seorang ulama terkemuka saat itu, KH Muhammad Shaleh bin Umar as-
Samarani atau KH Shaleh Darat (1820-1903 M) menulis sejumlah kitab terjemahan
yang diterbitkan melalui percetakan al-Karimi dan al-Muhammadi di Bombay India

3
Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren and Tarekat (Bandung: Mizan, 195) hlm. 27-
28.
4
Al-Warraq adalah profesi penyalin naskah yang sangat besar jasanya dalam penyebaran buku
di dunia Islam pada abad pertengahan. Para penyalin naskah bekerja untuk kepentingan penulis, pejabat
tinggi, serta orang kaya yang ingin mempunyai perpustakaan. Pada era Abbasiyah, terutama pada masa
al-Makmun dengan Baitul Hikmahnya, banyak para penyalin naskah yang bekerja di sini. Warraq bisa
berperan sebagai "pengusaha" yang independen dan bisa mempekerjakan beberapa karyawan yang
digaji. Beberapa nama penyalin naskah ini antara lain: (1) Yahya ibn Adi (w. 974) seorang filosof Arab
kristen yang telah menyalin tafsir ath-Thabari sebanyak dua kali, yang dalam edisinya yang sekarang
terdiri dari 13 jilid tebal. (2) Ibn Nadim adalah mantan al-warraq. Beliau menulis kitab al-Fihrist yang
menjadi karya monumental hingga kini karena memuat semua karya ulama pada masanya. (3)
Muhammad ibn Sulaiman (w. 1223), mantan orang kaya yg kemudian menjadi al-warraq. Lihat Ribhi
Musthafa Ulyan, al-Maktabat fi al-Hadarah al-Arabiyah al-Islamiyah (Aman: Dar Shafa li an-Nasyr wa
at-Tauzi, 1999), hlm 52-87.

5
dan di Singapura.5 Namun belakangan penerbit Toha Putera Semarang juga
menerbitkannya.6
Di antara kitab terjemahan KH Shaleh Darat yang diterbitkan dan masih bisa
dibaca sampai sekarang adalah (1) al-Munjiyat Methik Saking Kitab Ihya, buku ini
merupakan terjemahan bahasa Jawa dari sebagian kitab Ihy' Ulm ad-Dn karya al-
Gazl terutama tentang kategori sifat mahmdah (terpuji) dan mammah (tercela).
(2) Tarjamah Sabl bid al Jauhar at-Tauhd,7 yang merupakan terjemahan kitab
Jauhar at-Tauhd, sebuah teks singkat di bidang tauhid yang berbentuk untaian bait
karya Ibrhm al-Laqan (w. 1041 H/1631 M). (3) Tarjamah Matan Hikam yang
merupakan terjemahan bahasa Jawa dari kitab Hikam karya Ibn Atha'illh al-Iskandar
di bidang tasawuf. Terjemahan yang dilakukan oleh Kyai Shaleh adalah terjemahan
harfiah tanpa menyertakan teks aslinya. Naskah terjemahannya ditulis dengan
menggunakan huruf Arab Pegon.
Ketika di Surabaya muncul sejumlah toko kitab yang sekaligus percetakan pada
sekitar akhir abad ke-19, maka kegiatan penerbitan kitab terjemahan Arab-Jawa ini
semakin pesat. Di antara toko kitab yang populer saat itu adalah Salim Nabhan wa
Auladuh, yang dikelola oleh keturunan Arab dan berada di sekitar Kampung Ampel,
sebuah pemukiman yang banyak dihuni oleh keturunan Arab sampai sekarang.
Perkembangan berikutnya adalah munculnya toko kitab yang sekaligus percetakan di
sejumlah kota seperti Thoha Putra dan al-Munawar di Semarang, Percetakan Menara
di Kudus, Raja Murah di Pekalongan dan lain-lain.
Kegiatan penerbitan kitab terjemahan Arab-Jawa ini sekaligus menandai
aktivitas intelektual umat Islam di pulau Jawa. Sejumlah ulama atau kyai Jawa
berperan penting dalam aktivitas penerjemahan ini. Selain KH Shaleh Darat, masih ada
para ulama Jawa lainnya yang sangat produktif dalam menghasilkan karya terjemahan,
di antaranya adalah KH Bisri Musthofa Rembang (1915-1977 M), KH. Misbah bin
Zainul Musthofa Bangilan Tuban (lahir 1916 M), KH Asrari Ahmad Wanasari
Tempuran Magelang dan lain-lain. Pada umumnya, para penerjemah tersebut adalah
ulama terkenal pada zamannya yang sekaligus sebagai pengasuh pesantren. Kyai Bisri
Mustofa misalnya, beliau adalah pengasuh pesantren Raudhatut Thalibin Rembang
yang sekaligus ayah dari KH Cholil Bisri dan KH Mustofa Bisri. Begitu juga dengan
KH Mishbah bin Zainul Musthofa, yang merupakan adik kandung dari KH Bisri
Musthofa, adalah pengasuh pondok pesantren Al-Balagh di Bangilan Tuban.

5
HM Muchoyyar HS, "Tafsir Faid ar-Rahmn F Tarjamah Tafsr Kalm Mlik ad-Dayn Karya
KHM. Shleh As-Samarani: Suntingan Teks, Terjemahan dan Analisis Metodologis" (Yogyakarta: PPS
IAIN Suka, 2002), tidak diterbitkan, hlm. 16.
6
Lihat katalog buku Toha Putra tahun 2005.
7
Buku Tarjamah Sabl bid al Jauhar at-Tauhd diteliti oleh Nu'man Yafi (mahasiswa
ushuludin IAIN Walisongo, 1994). Karya ini menekankan pada aspek tauhid dua puluh sifat yang wajib
dimiliki oleh Allah. Buku ini cenderung pada pemikiran al-Gazli dan Asyariyyah-Mturidiyyah.

6
Mengingat kompetensi keilmuan para penerjemah yang sangat mumpuni di
bidang keislaman maupun kebahasaan, maka bisa dipastikan kualitas penerjemahan
mereka sangat bagus jauh dari kesalahan yang fatal. Lebih dari itu, nama kitab
terjemahan Arab-Jawa tersebut juga kebanyakan masih menggunakan judul berbahasa
Arab. Sebagai contoh adalah kitab Durar al-Bayan fi Tarjamati Syuab al-Iman.8
Bahkan nama penerjemah selalu dicantumkan secara jelas di sampul depan, sementara
nama penulis aslinya justru sering tidak dicantumkan. Ini bisa dimaknai sebagai bentuk
sikap percaya diri para penerjemah. Hal ini berbeda dengan buku-buku terjemahan dari
bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia yang diterbitkan pada era sekarang ini. Nama
para penerjemah buku sering kali tidak dicantumkan di sampul depan, sedangkan nama
penulis asli buku tersebut secara jelas ditulis di sampul depan. Bisa jadi, hal ini
menunjukkan salah satu strategi pihak penerbit untuk menarik perhatian para calon
pembaca, mengingat ada kecenderungan di kalangan masyarakat awam yang
berasumsi bahwa nama para penulis asli lebih lebih hebat dari penerjemahnya. Bagi
penerbit, nama penulis asli dipandang lebih marketable dibandingkan dengan nama
penerjemah.
Apa sesungguhnya motivasi para kyai dalam menerjemahkan kitab-kitab
kuning terpilih ke dalam bahasa Jawa? Jawabannya antara lain bisa ditelusuri pada
bagian pengantar dari penerjemah yang biasanya terdapat di bagian awal atau akhir
kitab terjemahan. Motivasi utama penerjemahan kitab kuning ini ternyata lebih bersifat
religius, yakni harapan penerjemah agar karya terjemahannya bernilai sebagai amal
shalih yang bisa mengantarkannya mendapatkan pahala dari Allah Swt. Dalam
Dalam buku terjemahan karya Ab Syuj(1042-1196 M), yang berjudul
Tarjamah al-Gyah wa at-Taqrb, KH. Asrari Ahmad Wanasari Tempuran Magelang
selaku penerjemah mengatakan:
Amma ba'du. Kula ningali pentingipun ilmu fiqh sami ugi kangge tiyang hadir
lan tiyang awam, khussan ingkang ngangge madzhabipun Imam Syfi.
Pramila kula ugi badhe ndherek cawe-cawe urun narjamah kitab Gyah al-
Ikhtisr punika, ingkang mugi-mugi sinahosa namung alit kaparengana
manfaat ingkang agung, hingga dados waslah wilujeng kita dunyan wa ukhr.
Jalaran sinahosa sampun wonten terjemahan Fath al-Qarb al-Mujb lan ugi
ingkang mawi bahasa Indonesia, nanging kula yakin menawi kitab matan al-
Gyah wal-Ikhtisr punika paringana lampah kenging kangge nuntun para
mubtadiin khususipun lan kangge para ingkang kersa umumipun. Allhumma
mn.9
Selain motivasi religius, dalam melaksanakan aktifitas penerjemahannya, para
penerjemah juga didorong oleh motivasi edukatif, yakni keinginan untuk ikut berperan

8
KH Bisri Musthofa, Durar al-Bayan fi Tarjamati Syuab al-Iman (Kudus: Menara, 1957).
9
KH. Asrari Ahmad, Tarjamah al-Gyah wa at-Taqrb, (Pekalongan: Hasan bin Idrus al-Attas,
1981), hlm 2.

7
serta dalam mendidik umat Islam dengan menyediakan sumber bacaan tentang ajaran
Islam yang berupa kitab terjemahan Arab-Jawa. Kenyataannya memang demikian,
kitab-kitab terjemahan Arab-Jawa ini selama periode tertentu benar-benar menjadi
sumber bacaan utama umat Islam Jawa yang ingin mempelajari Islam, sebelum
maraknya penerbitan buku-buku beraksara Latin yang ditulis dalam bahasa Indonesia.
Tidak dipungkiri, sebagian penerjemah kitab Arab-Jawa juga memiliki
motivasi ekonomis dalam melakukan aktifitas penerjemahannya. Artinya, penerjemah
menganggap bahwa kegiatan penerjemahan yang dilakukannya merupakan salah satu
cara untuk mendapatkan uang tambahan guna menopang kebutuhan hidup
keluarganya. Tentang hal ini, ada cerita menarik yang diungkapkan oleh Yahya Cholil
Staquf, cucu KH Bisri Mustofa, mengenai bagaimana kakeknya bernegosiasi dengan
sebuah penerbit di Surabaya yang hendak membeli naskah terjemahannya.10
Secara fisik, kitab terjemahan Arab-Jawa biasanya menggunakan kertas buram,
dengan ukuran kertas A5. Sampul kitab didesain secara sederhana, dan umumnya
hanya berupa tulisan Arab yang menunjukkan judul kitab, nama penerjemah, dan nama
penerbit. Hampir semua isi kitab terjemahan Jawa-Arab ditulis dengan tulisan tangan
oleh seorang khathath, dengan ukuran font yang besar. Belum ada kepastian apakah

10
Sukses Kiyai Bisri Mustofa sebagai penulis tak lepas dari jasa Haji Zaenuri, pendiri dan
pemilik perusahaan Penerbit Menara Kudus, yang sejak saling kenal lantas bersedia menerbitkan apa
pun yang ditulis Mbah Bisri tanpa perduli kemungkinan laku-tidaknya. Tapi itu terjadi belakangan,
mungkin sejak pasca 50-an. Sebelum itu, penerbit yang pertama kali dikontak oleh Mbah Bisri adalah
Salim Nabhan Surabaya. Naskah kitab Ausathul Masalik (syarh Alfiyyah Ibn Malik) diselesaikan
sebelum tahun 50-an. Mbah Bisri muda belum punya nama. Naskah itu dibawanya kepada Salim Nabhan
di Surabaya. Karena sadar belum punya nama, Mbah Bisri khawatir Salim Nabhan tak tertarik dengan
naskahnya itu. Maka ia pun memutar otak merancang akal akalan.
Saya Mashadi dari Rembang, Mbah Bisri memperkenalkan diri. Mashadi adalah nama kecilnya,
yang kemudian diganti dengan Bisri sesudah beliau naik haji.
Ada perlu apa? Tanya Salim. Saya utusannya Kiyai Bisri Mustofa Rembang. Salim Nabhan
mengernyitkan dahi. Benar perkiraan Mbah Bisri, Salim belum pernah mendengar nama itu,
Kiyai Bisri Mustofa itu siapa?
Kiyai nahwu dari Rembang Salim manggut-manggut.
Saya diutus mengantarkan naskah Salim menerima naskah itu dan membuka-bukanya.
Mau dilepas berapa? Salim to the point.
Kiyai Bisri Mustofa minta 20 ribu rupiah. Salim mengernyit lagi.
Wah, katanya, kalau ini saya cuma berani 8 ribu Mashadi pura-pura termangu.
Saya tidak berani memutuskan. Saya harus matur Kiyai Bisri dulu, katanya kemudian.
Ya ya, Salim setuju. Tapi, Mashadi buru-buru menambahkan, mohon maaf saya sudah
kehabisan sangu Salim pun merogoh kocek, memberikan sangu yang cukup untuk balik ke
Rembang. Pergi dari rumah Salim, Mbah Bisri tidak pulang ke Rembang, tapi berhenti di tempat seorang
famili di Pare, Kediri (kalau benar-benar pulang ke Rembang, sangu dari Salim tak akan cukup untuk
kembali ke Surabaya lagi). Keesokan harinya, Mbah Bisri kembali ke Salim.
Kiyai Bisri setuju 8 ribu rupiah saja, katanya. Mbah Bisri pun pulang ke Rembang dengan 8 ribu
rupiah di tangan.
Yang lazim terjadi di dunia fana ini adalah orang Arab mengadali orang Jawa, kata Habib Chaidar bin
Hasan Dahlan, Lasem, penulis Manaqib Kiyai Nawawi Banten dan Manaqib Kiyai Mashum Lasem,
Orang Jawa yang bisa mengadali orang Arab ya cuma Kiyai Bisri!
http://teronggosong.com/2012/05/kiat-pemasaran-kiyai-bisri/ diakses tanggal 4 Februari 2016.

8
tenaga khathath disediakan oleh penerbit atau pihak penerjemah menyerahkan naskah
terjemahannya dalam bentuk yang sudah siap dicetak atau digandakan. Sampai
sekarang, belum ditemukan bukti kitab terjemahan Arab-Jawa yang ditulis dengan
menggunakan mesin ketik. Pihak penerbit hanya melakukan repro terhadap naskah
kitab terjemahan yang sebelumnya sudah ditulis dengan tangan sebagai masternya.
Bagaimana model penerjemahannya? Dilihat dari jenis terjemahan yang
digunakan oleh penerjemah, hampir semua kitab terjemahan Arab-Jawa menggunakan
terjemahan harfiyah atau word by word translation yang lazim diterapkan di pesantren.
Namun ada juga kitab terjemahan Arab-Jawa yang juga dilengkapi dengan terjemahan
bebas yang dikenal dengan murad bersanding dengan terjemahan harfiyah. Setidaknya
ada tiga varian penerjemahan harfiyah yang menandai kitab terjemahan Arab-Jawa ini.
1. Terjemahan baris tanpa penjelasan
Model penerjemahan ini ditandai dengan dicantumkannya naskah asli lengkap
dengan harakatnya, sementara naskah terjemahan ditulis dengan Arab pegon yang
menggantung di bawah naskah asli dengan kemiringan ke kiri. Teks terjemahan
ada yang lengkap berharakat, dan ada juga yang tidak berharakat. Contoh
terjemahan ini bisa dilihat dalam kitab Ihya Ulum ad-Din bi al-Mana al-Jawa
karya KH Mishbah bin Zainul Musthofa, terbitan Raja Murah Pekalongan.
2. Terjemahan baris disertai penjelasan
Model terjemahan ini sebenarnya sama dengan terjemahan baris pada umumnya,
namun disertai dengan tambahan keterangan dari penerjemah yang dikenal dengan
murad. Keterangan ini ditempatkan pada bagian tersendiri terpisah dari terjemahan
baris. Contoh terjemahan model ini bisa dilihat pada kitab Durar al-Bayan karya
KH. Bisri Musthofa.
3. Terjemahan non baris
Model terjemahan ini ditandai dengan pencantuman teks asli di bagian atas,
sementara teks terjemahan dicantumkan di bagian bawah. Batas antara teks asli
dengan teks terjemahan ditandai dengan garis. Terjemahan model ini relatif lebih
bebas daripada terjemahan baris. Contoh terjemahan model ini bisa dilihat pada
kitab Lubab al-Maani fi Tarjamati Lujan ad-Dani fi Manaqib Syeikh Abd a-Qadir
al-Jilani karya KH Shalih Mustamir terbitan Menara Kudus tahun 1953.
Uniknya, tidak semua kitab kuning yang diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa
adalah karya ulama Timur Tengah. Ada juga sejumlah karya ulama Nusantara yang
ditulis dalam bahasa Arab yang kemudian diterjemahkan oleh ulama lainnya ke dalam
bahasa Jawa. Di antaranya adalah kitab-kitab kuning karya Imam Nawawi al-Bantani
(1813-1897 M) seperti Nashaih al-Ibad, Qami Thughyan, dan lain-lain; karya Ibrahmi
Musa Parabek (1884-1963 M) yang berjudul Hidayat ash-Shibyan; dan karya Syeikh
Salim bin Syeikh Sumair al-Hadrami (w. 1271 H/1855 M) yang berjudul Safinat an-
Najah.

9
Sebaran Tema Kitab Terjemahan Arab-Jawa
Pada dasarnya sebaran tema kitab terjemahan Arab-Jawa ini tidak berbeda dengan
cabang-cabang keilmuan Islam yang dipelajari di pesantren. Namun tidak semua kitab
berbahasa Arab yang membahas satu cabang keilmuan tertentu diterjemahkan ke
dalam bahasa Jawa. Hanya kitab-kitab terpilih yang dipandang penting untuk diketahui
publik yang kemudian diterjemahkan. Sebagian besar kitab terjemahan membahas
tentang materi dasar yang ringan dan bersifat pengantar dalam bidang keilmuan
tertentu, meskipun ada juga kitab terjemahan yang bisa dikategorikan sebagai kitab
yang berat di bidang keilmuan tertentu. Secara umum, tema kitab terjemahan Arab-
Jawa meliputi ulumul Quran, ulumul Hadits, aqidah atau ilmu kalam, fiqh dan ushul
fiqh, akhlak dan tasawuf, bahasa dan sastra Arab, sejarah Islam, ilmu manthiq (logika)
dan lain-lain.
1. Ulumul Quran
Dalam bidang ulumul Quran, ditemukan sejumlah kitab terjemahan Arab-
Jawa yang membahas tentang ilmu tajwid dan tafsir al-Quran. Ilmu tajwid adalah
ilmu yang mempelajari tentang tatacara dalam membaca al-Quran dengan benar.
Ilmu ini merupakan prasyarat bagi siapa saja yang ingin bacaan al-Qurannya benar
dan fasih. Setidaknya ada dua kitab terjemahan Arab-Jawa di bidang ilmu tajwid
yang sampai sekarang ini masih bisa ditemukan dan dipelajari oleh umat Islam,
yaitu kitab Hidayat ash-Shibyan dan Tuhfat al-Athfal wal Gilman..
Kitab Hidayat ash-Shibyan berisi 40 syair atau nadzam yang berisi dasar-dasar
ilmu tajwid yang ditulis oleh Syeikh Ibrahim Musa Parabek (1884-1963 M)
seorang Ulama Minangkabau yang lama belajar di Mekkah, dan juga pendiri
Sumatera Thawalib di Padang Panjang bersama dengan H. Abdul Karim Amrullah
(1879-1945 M).11 Kitab ini sangat populer di kalangan santri pemula ketika mereka
belajar membaca al-Quran, dan biasanya diajarkan bersamaan dengan pengajaran
membaca al-Quran sambil mempraktekkannya secara langsung. Isi kitab ini
secara ringkas mencakup hukum-hukum bacaan yang harus difahami oleh
seseorang yang ingin bacaan al-Qurannya benar.
Sedangkan kitab Tuhfat al-Athfal wa al-Ghilman fi Tajwid al-Quran juga
berisi kumpulan nadzam di bidang ilmu tajwid untuk tingkat lanjut yang ditulis
oleh Syaikh Sulaiman bin Hasan bin Muhammad al-Jamzuri (lahir 1160 H/1747
M), seorang ulama yang tinggal di Jamzur dekat dengan kota Thantha Mesir. Kitab
ini terdiri dari 61 bait nadzam yang terbagi ke dalam 10 pembahasan.
Di bidang ilmu tafsir, ada kitab yang berjudul Al-Ibriz Li Marifah Tafsir al-
Quran al-Aziz karya KH Bisri Musthofa. Tafsir ini terdiri dari 30 juz dengan

11
Lihat www.thawalibparabek.tripod.com/ibrahim.htm diakses tanggal 3 Pebruari 2016.

10
menggunakan bahasa Jawa. Karya tafsir ini telah divalidasi oleh 4 orang ulama ahli
Quran dari Kudus sebelum dicetak dan diterbitkan secara luas. Keempat ulama
tersebut adalah KH Arwani Amin, KH Abu Umar, KH Hisyam, dan KH Syaroni
Ahmad. Dalam pengantarnya, KH Bisri Musthofa mengakui bahwa: Dene bahan-
bahanipun tarjamah tafsir ingkang kawulo segahaken puniko, mboten sanes inggih
naming metik saking tafsir-tafsir mutabaroh, kados Tafsir Jalalain, Tafsir al-
Baidhowi, Tafsir al-Khazin, lan sak panunggalipun.12 Sampai sekarang, kitab tafsir
ini masih dicetak oleh Menara Kudus, bahkan belakangan ada versi yang ditulis
dengan huruf Latin.
Di samping kitab al-Ibriz, ada juga kitab lain di bidang ilmu tafsir yang
berbahasa Jawa yaitu Al-Iklil fi Maani at-Tanzil karya KH Misbah Musthofa yang
juga diterbitkan oleh Menara Kudus. Ada juga terjemahan Tafsir Surat Yasin oleh
KH Bisri Musthofa yang kitab aslinya ditulis oleh Syeikh Hamami Zadah.
Sebenarnya masih banyak kitab terjemahan Arab-Jawa yang termasuk ke dalam
rumpun Ulumul Quran, namun beberapa sampel kitab di atas sduah dianggap
cukup.
2. Ulumul Hadits
Dalam bidang hadits, ada sejumlah kitab terjemahan Arab-Jawa yang sampai
sekarang masih bisa ditemukan. Di antaranya adalah Al-Azwad al-Musthafawiyah
karya KH Bisri Musthofa yang merupakan terjemahan dari kitab Arbain Nawawi,
yaitu kumpulan 40 hadits shahih terpilih yang ditulis oleh Imam Abu Zakariya an-
Nawawi (lahir 631 H/ 1234 M). Kitab terjemahan ini diterbitkan oleh Menara
Kudus.
Kitab terjemahan lainnya adalah Sullamul Afham li Marifati Adillat al-Ahkam
fi Bulughil Maram, karya KH Bisri Musthofa yang terdiri dari 4 Jilid dan
diterbitkan oleh Menara Kudus. Kitab aslinya ditulis oleh Ibn Hajar al-Asqalani
(773-852 H /1371-1448 M). Kitab ini memuat sekitar 1600 hadits di bidang fiqh
yang menjadi landasan fiqh Madzhab Syafii.
Di bidang ilmu musthalahul hadits, ada kitab terjemahan Arab-Jawa yang
berjudul Mandzmah al-Baiqn f ilmi Mushthalah al-Had karya Syeikh Umar
bin Syeikh Futh ad-Dimasyq asy-Syfi, yang diterjemahkan oleh KH Bisri
Musthofa dan diterbitkn oleh Menara Menara Kudus, pada tangal 2 Syawwal
1379/28 Maret 1960.
3. Fiqh/Usul Fiqh
Kitab terjemahan Arab-Jawa di bidang fiqh termasuk banyak jumlahnya
dibandingkan dengan bidang keilmuan lainnya. Keluasan atau kedalaman
kajiannya pun merentang dari yang paling dasar sampai dengan pembahasan

12
KH Bisri Musthofa, Al-Ibriz Li Marifah Tafsir al-Quran al-Aziz, juz 1 (Kudus: Menara,
1960), hlm 3

11
tingkat lanjut. Di antara kitab fiqh terjemahan Arab-Jawa yang paling mendasar
adalah kitab Matan Safinat an-Najah, sebuah kitab yang membahas ilmu fiqh
madzhab Syafii karya Syeikh Salim bin Syeikh Sumair al-Hadrami (w. 1271
H/1855 M) seorang ulama keturunan Arab yang tinggal di Batavia, sedangkan
penerjemah kitab ini tidak diketahui. Kitab terjemahan ini sampai sekarang masih
terus diterbitkan oleh PT Karya Toha Putra Semarang, dan masih dijadikan sebagai
materi pengajian untuk anak-anak di beberapa pedesaan di wilayah pantura Jawa
Tengah. Kitab Safinah terdiri dari 40 halaman yang terbagi ke dalam 37 pasal
pembahasan, dimulai dengan ulasan mengenai rukune Islam, rukune iman,
maknane kalimat la ilaha illallah, tetengere baligh, syarate wudlu, ferdune wudlu,
maceme banyu, kang majibake adus, dan seterusnya sampai dengan perkara kang
mlebu ing jauf kang ora mbatalake puasa. Model terjemahan yang digunakan
dalam kitab ini adalah model terjemahan baris dengan harakat penuh.
Sebagai kitab fiqh yang diperuntukkan bagi anak-anak, atau orang dewasa yang
baru belajar Islam, kitab Safinah ini sudah mencukupi sebagai materi pengetahuan
dasar di bidang fiqh yang sudah seharusnya dikuasai oleh setiap orang Islam,
khsusunya berkenaan dengan ibadah sehari-hari. Memang benar, ada bagian dari
ilmu fiqh yang belum dibahas dalam kitab terjemahan ini, seperti pembahasan
tentang haji dan umrah, mawaris, al-ahkam asy-syakhshiyah, jinayat, muamalah,
dan lain-lain. Bagi mereka yang ingin mendalami ilmu fiqh lebih lanjut
dipersilahkan untuk mempelajari kitab-kitab lainnya. Demikian juga, jika ingin
mendalami lebih jauh kandungan isi kitab Safinah ini, seorang ulama Jawa
berpengaruh yaitu Syeikh Nawawi al-Bantani (1813-1897 M) telah menulis kitab
syarah atau penjelasan isi kitab ini dengan judul Kasyifat asy-Syaja fi Syarhi
Safinat an-Najah.13
Kitab terjemahan Arab-Jawa lainnya yang membahas ilmu fiqh adalah
terjemahan karya Ab Syuj, yang berjudul Tarjamah al-Gyah wa at-Taqrb,
yang diterjemahkan oleh KH. Asrari Ahmad Wanasari Tempuran Magelang dan
diterbitkan oleh Hasan bin Idrus Pekalongan. Kitab ini lebih mendalam
dibandingkan dengan kitab Safinat an-Najah, meskipun sama-sama diperuntukkan
bagi santri pemula.

13
Kitab ini sampai sekarang masih dipelajari di berbagai pesantren di Jawa seperti pesantren Al-
Arifiyah Pekalongan dan Pesantren Kaliwungu Kendal. Uniknya, kitab Kasyifat asy-Syaja ini
diterbitkan dalam dua versi. Versi pertama diterbitkan seperti kitab kuning pada umumnya yakni berupa
lembaran-lembaran kertas warna kuning yang tidak dijilid dengan sampul kertas karton yang memuat
judul kitab di depannya. Versi ini diterbitkan oleh para penerbit lokal di Jawa seperti Karya Toha Putra
Semarang dan Raja Murah Pekalongan, dengan harga yang lebih murah. Sedangkan versi kedua
diterbitkan menyerupai buku-buku modern dan dijilid dengan sampul hardcover yang dihiasi dengan
kaligrafi yang indah bertuliskan judul kitab, nama pengarang dan penerbitnya. Versi kedua ini pada
umumnya diterbitkan oleh penerbit Timur Tengah seperti Dar al-Fikr Beirut Libanon, dengan harga
yang lebih mahal.

12
Sebenaranya masih banyak kitab terjemahan Arab-Jawa di bidang fiqh, seperti
terjemahan kitab Fath al-Muin, Sullam al-Munajat, Sullam at-Taufiq, dan lain-lain.
Sementara itu, KH Bisri Musthofa juga menerjemahkan dua kitab di bidang ushul
fiqh, yaitu Nazam al-Waraqt f Usl al-Fiqh, dan Far'id al-Bhiyyah f al-
Qawid al-Fiqhiyyah.
4. Ilmu Kalam
Salah satu kitab yang diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa yang membahas
tentang aqidah atau ilmu kalam adalah kitab Kifayat al-Awwam Fima Yajibu
Alaihim Min Ilm al-Kalam karya Muhammad Ibn asy-Syafii al-Fudhali (w. 1236
H/1821 M). Di sampul kitab terjemahannya tertulis Kifayat al-Awwam Makna
Jawa, namun di halaman berikutnya tertulis Ushuluddin Fi Ilm at-Tauhid ala
Kifayat al-Awwam, sedangkan nama penerjemahnya adalah Haji Abdullah Shalih
al-Fasuruani, yang dari namanya menunjukkan bahwa beliau berasal dari kota
Pasuruan Jawa Timur. Model terjemahannya adalah terjemahan baris tanpa
penjelasan. Adapun penerbit kitab tersebut adalah Salim Nabhan wa Auladuh
Surabaya. Di akhir buku tertulis, bahwa kitab terjemahan ini diselesaikan pada
tanggal 20 Jumadil Akhir 1344 H atau sekitar tahun 1920 Masehi, yang berarti
telah berusia 94 tahun, jauh sebelum Indonesia merdeka.
Isi pokok kitab Kifayat al-Awwam adalah pembahasan mengenai 50 aqidah
yang wajib diketahui oleh setiap orang muslim, sebagaimana diungkapkan oleh
penulis buku di awal tulisannya: Ilam annahu yajibu ala kulli muslimin an yarifa
khamsin aqidatan, wa kullu aqidatin yajibu alaihi an yarifa dalilan ijmaliyyan au
tafshiliyyan yang diterjemahkan oleh penerjemah sebagai berikut: Weruha sira,
setuhune kelakuan iku wajib ingatase saben-saben wong Islam apa ngaweruhi ing
seket aqidah, lan utawi saben-saben aqidah iku wajib ingatase saben-saben wong
Islam apa ngaweruhi kaduwe aqaid ing dalil kang kumpul utawa bangsa perinci-
perinci.14 Terjemahan dalam bahasa Indonesia adalah: Ketahuilah, bahwa setiap
orang Islam wajib memahami 50 aqidah, dan dia juga harus memahami dalil yang
bersifat umum maupun tertperinci untuk setiap aqidah tersebut.
Al-Fudhali mengakui bahwa penulisan kitab Kifayat al-Awwam merujuk karya
Imam as-Sanusi (w. 895 H/1490 M) yang berjudul Umm al-Barahin.15 Dalam
pandangan al-Fudhali, yang dimaksud 50 aqidah adalah 50 sifat, yang terdiri 20
sifat wajib Allah, 20 sifat mustahil bagi Allah, 1 sifat jaiz bagi Allah, 4 sifat wajib
bagi para rasul, 4 sifat mutasthil bagi para rasul, dan 1 sifat jaiz bagi para rasul.

14
Abdullah Shalih al-Fasuruani, Kifayat al-Awwam Makna Jawa (Surabaya: Salib Nabhan Wa
Auladuh), hlm. 3
15
Naskah kitab Umm al-Barahin ini telah dikaji oleh Mohammad Iqbal Bisyrie dalam tesisnya
yang berjudul Konsep Pemikiran Kalam Imam Sanusi: Tahqiq dan Dirasah atas Naskah Umm al-
Barahin PPS UIN Sunan Kalijaga, 2010.

13
Bagi al-Fudhali yang disebut dengan sifat wajib adalah: fal-wajibu huwa al-ladzi
la yatashawwaru fi al-aqli adamuhu, ai la yushaddiqu al-aqlu bi adamihi (wajib
adalah sesuatu yang ketidakadaannya tidak bisa digambarkan oleh akal, atau akal
tidak bisa membenarkan ketidakadaan dari sesuatu tersebut), sedangkan yang
disebut dengan sifat mustahil adalah: wa al-mustahilu huwa al-ladzi la
yatashawwaru fi al-aqlli wujuduhu, ai la yushaddiqu al-aqlu bi wujudihi (mustahil
adalah sesuatu yang keberadaannya tidak bisa digambarkan oleh akal, atau akal
tidak bisa membenarkan keberadaan sesuatu tersebut). Adapun yang disebut
dengan sifat jaiz adalah: wal-jaizu huwa al-ladzi yushaddiqu al-aqlu bi wujudihi
taratan wa bi adamihi ukhra ka waladi zaidin (jaiz adalah sesuatu yang
keberadaannya atau ketidakadaannya bisa diterima oleh akal, seperti anak Zaid).16
Isi kitab Kifayat al-Awwam ini sangat populer di kalangan masyarakat Islam
Indonesia sampai sekarang. Hal ini karena hampir semua buku yang membahas
tentang akidah, terutama yang berkaitan dengan rukun iman kepada Allah dan para
rasul selalu membahas tentang 50 aqidah atau sifat sebagaimana yang dipaparkan
oleh al-Fudhali. Lebih dari itu, 20 sifat wajib bagi Allah juga diajarkan dalam
bentuk tembang atau puji-pujian yang sering bergema di masjid atau mushala
menjelang dilaksanakannya shalat fardlu. Artinya, ingatan kolektif masyarakat
Islam terhadap isi kitab ini akan terus terjaga. Bahkan ada sebagian orang yang
menganggap bahwa menghafal 50 aqidah atau sifat ini merupakan keharusan bagi
setiap orang Islam karena menyangkut prinsip ketauhidan yang merupakan dasar
keyakinan dalam Islam.17
Kitab terjemahan Arab-Jawa lainya di bidang ilmu kalam adalah Durar al-
Bayan fi Tarjamati Syuabi al-Iman karya KH Bisri Musthofa. Kitab yang terdiri
dari 71 halaman ini diterbitkan oleh Menara Kudus. Pada akhir kitab tersebut
terdapat keterangan bahwa kitab ini ditulis pada tanggal 5 Jumadil Akhirah 1373
H bertepatan dengan 6 Januari 1957. Sedangkan naskah tersebut sesungguhnya
merupakan naskah tulisan tangan yang dilakukan oleh Ahmad Sayuti Cengkalan
Demak. Kitab Durar al-Bayan ini merupakan terjemahan dari kitab Syuab a-Iman
karya Syeikh Zainudin bin Ali bin Ahmad Al-Malibari (lahir 872 H/ 1467 M).
Kitab Syuab al-Iman merupakan kumpulan nadzam yang membahas tentang
cabang-cabang iman. Oleh KH Bisri Musthofa, nadzam-nadzam dalam kitab ini
diterjemahkan secara harfiyah dengan model baris, dan kemudian diberikan

16
Abdullah Shalih al-Fasuruani, Kifayat al-Awwam Makna Jawa, hlm 5-6
17
Penulis pernah bertemu dengan seorang kyai kampung di Kabupaten Tegal yang memberikan
ceramah rutin setiap hari Jumat bada Subuh dengan materi aqidah seket. Penulis agak terkejut saat
penceramah mengatakan bahwa orang yang hafal aqidah seket, dijamin masuk sorga. Itulah sebabnya,
ada sebagian warga yang memiliki keyakinan bahwa pada saat orang mau meninggal dunia, hendaknya
memperbanyak berdzikir membaca la ilaha illallah dan membaca wujud, qidam, baqa, ..dan seterusnya.

14
penjelasan dan uraian-uraian tambahan yang justeru menempati porsi terbesar dari
keseluruhan kitab ini.
Meskipun pembahasan utama kitab Syuab al-Iman ini adalah 77 cabang iman,
namun KH Bisri dalam Durar al-Bayan Musthofa membaginya ke dalam 34 topik
pembahasan, yaitu apa iman bisa tambah bisa kurang, iman marang qadare Allah,
kahanan ing ara-ara mahsyar, hukume anake wong musyrik, demen marang Allah,
bab tawakkal, hikayat ajibah, niyate wong ngaji, saben kampung wajib ana kang
ngaji, rukune itikaf, pembagian banda ghanimah, syukur kang sempurna, werna-
wernane nyambut gawe, hukume nganggo ali-ali swasa, hukume nganggo untu
emas, kepriye hukume radio, sopo kepingin dingapura dosane, qurban lan aqiqah,
berjuang lan berjuang, ngabekti marang wong tuwa, buruh lan majikan, wong
tuwa wajib mulang puterane, aturane tilik wong loro, lafadze uluk salam, aturane
nyalati ghaib pirang-pirang, aturane ndungaake wong wahing, aturane golek
kumpulan, aturane hurmat tamu, hikayat ajibah, curiga marang bojo, hikayat
ajibah, hurmat wong tuwa welas wong enom, tepa slira, faidah jalilah.
Dilihat dari topik pembahasan yang dibuat oleh KH Bisri Musthofa tersebut di
atas, nampak sekali bahwa Durar al-Bayan tidak semata-mata kitab terjemahan
dari kitab Syuab al-Iman yang pada intinya membahas ilmu kalam, namun lebih
merupakan kitab syarah atau penjelasan lebih luas dari kitab tersebut. Kitab Durar
al-Bayan mirip dengan ensiklopedia yang mengupas banyak tema dalam berbagai
ilmu keislaman, seperti ilmu kalam, fiqh, ahklak dan lain-lain. Hal ini sekaligus
menunjukkan keluasan ilmu yang dimiliki KH Bisri Musthofa, sehingga beliau
bukan hanya berperan sebagai penerjemah yang tugas utamanya memindahkan
pesan yang terkandung dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, namun juga
berperan sejajar dengan penulis asli kitab tersebut.
Itulah dua sempel buku terjemahan Arab-Jawa yang membahas aqidah atau
ilmu kalam atau ilmu tauhid. Sebenarnya masih banyak kitab terjemahan Arab-
Jawa yang mengupas berbagai persoalan di bidang ilmu kalam ini, seperti
terjemahan kitab Qami Thughyan, Aqidat al-Awwam, Aun al-Mughs f Tarjamati
Qathr al-Ghais, dan lain-lain.
5. Akhlak dan Tasawuf
Di antara kitab terjemahan Arab-Jawa yang membahas tentang akhlak adalah
Tarjamah Washaya al-Abai li al-Abna karya Ahmad Sunarto rembang yang
diterbitkan oleh Maktabah Ahmad bin Sad bin Nabhan wa Auladuhu di Surabaya,
tanpa ada keterangan tahun terbit. Kitab aslinya ditulis oleh Muhammad Syakir
seorang ulama Iskandariyah Mesir. Kitab ini diterjemahkan dengan model baris
tanpa keterangan tambahan. Secara umum kitab ini merupakan kumpulan wasiyat
atau pesan seorang ayah kepada anak-anaknya berkaitan dengan ajaran akhlak. Di
antara pokok bahasan kitab ini adalah nasihat guru kepada muridnya; wasiyat untuk

15
bertakwa kepada Allah; kewajiban kepada Allah dan RasulNya; kewajiban kepada
orang tua; etika pergaulan dengan teman; etika menuntut ilmu; etika belajar dan
mengulang pelajaran dan diskusi; etika berjalan; etika dalam pertemuan imiah
(majelis ilmu); etika makan dan minum; etika beribadah dan saat di masjid;
keutamaan amanah, iffah, muruah, dan harga diri; sifat-sifat tercela seperti ghibah,
namimah, dan hasud; taubat dan khauf; raja, sabar disertai syukur; keutamaan
bekerja dan mencari nafkah; dan keutamaan niyat ikhlas karena Allah. Kitab
Washaya ini sampai sekaramg masih diterbitkan dan dipelajari oleh santri pemula
di berbagai pesantren di Jawa.
Ada juga terjemahan kitab Taisr al-Khallq f Ilm al-Akhlq karya Hafidz
Hasan al-Masdi yang diterjemahkan oleh Ahmad Sunarto dan diterbitkan oleh
Ahmad Nabhn Surabaya, tanpa tahun18. Kitab ini merupakan panduan akhlak bagi
anak-anak. Isi pokok kitab ini tidak berbeda jauh dengan kitab Washaya, yakni
berkisar tentang akhlak yang harus dimiliki seorang anak ketika menuntut ilmu,
berbakti kepada orang tua, guru, etika berteman, dan lain-lain.
KH. Misbah bin Zainul Musthafa Bangilan Tuban juga menerjemahkan karya
al-Ghazl yang berjudul Ihy' Ulm ad-Dn yang diterbitkan oleh Raja Murah,
Pekalongan pada tahun 1981. Beliau mengatakan dalam kata pengantarnya:
"... Kanthi ngandalaken dhateng kanugrahanipun Allah Taala, kula nyerat
maknanipun kitab Ihy' punika, pikantuk berkahipun Kanjeng Nabi
Muhammad saw. Mugi-mugi Allah Taala kersa nata lampahipun panyeratan
maknanipun kitab Ihy' punika saha seja lan tujuanipun, bersih medal sangkin
Allah, lumampah atas taqdiripun Allah nuju dateng ridlanipun Allah
Taala..."19
Beberapa kitab terjemahan Arab-jawa yang membahas akhlak sebenarnya
masih sangat banyak seperti Al-Bayan al-Mushafa fi Washiyatil Musthafa karya
KH Asrari yang berisi pesan-pesan Rasulullah Saw kepada menantunya, yaitu Ali
bin Abi Thalib. Kitab ini diterbitkan oleh Toha Putra Semarang. KH Asrari juga
menerjemahkan kitab Durrat an-Nashihin karya Utsman bin Hasan bin Ahmad
Syakir al-Khaubawi (w. 1804 M) dan diterbitkan oleh Raja Murah Pekalongan.
Kitab Durrat an-Nashihin ini berisi kumpulan hadits, nasihat, hikayat atau yang
menarik. Terdiri dari 75 topik pembahasan, dimulai dengan pembahasan
keutamaan bulan Ramadhan dan diakhiri dengan pembahasan mengenai
keutamaan membaca surat al-Ikhlas disertai basmalah. Model terjemahan yang
digunakan adalah terjemahan baris disertai dengan tambahan keterangan dari
penerjemah yang ditulis secara terpisah.20 Kitab ini sangat populer di kalangan
masyarakat Indonesia dan Malaysia, dan sudah banyak ditemukan edisi

18
Ahmad Sunarto, Tarjamah Washaya al-Abai li al-Abna (Surabaya: Ahmad bin Sad bin
Nabhan wa Auladuhu)
19
KH Misbah bin Zainul Musthofa, Ihya Ulum ad-Din bi al-Mana al-Jawi, juz 1 (Pekalongan:
Raja Murah, 1981), hlm 1.
20
KH Asrari, Tarjamah Durrat an-Nashihin (Pekalongan: Raja Murah, 1975)

16
terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Oleh penulisnya, buku ini dimaksudkan
sebagai referensi para dai dalam memberikan cermahnya kepada ummat Islam.
Demikian beberapa sampel buku terjemahan Arab-Jawa yang membahas
akhlak dan tasawuf. Masih banyak kitab seperti Bidayat al-Hidayah, Minhaj al-
Abidin, Nashaih al-Ibad, al-Akhlaq lil Banin, al-Akhlaq lil Banat dan lain-lain yang
juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa.
6. Sejarah Islam
Beberapa kitab terjemahan Arab-Jawa yang membahas sejarah Islam atau
tokoh tertentu juga bisa ditemukan hingga saat ini. Di antaranya adalah terjemah
kitab Khulashah Nurul Yaqin fi Sirat Sayyid al-Muraslin, Kitab Maulid al-
Barzanji, Manaqib Syaikh Abdul Qadir al-Jilani, Tarikh al-Anbiya dan Tarikh al-
Auliya. Kitab Khulashah Nurul Yaqin merupakan ringkasan dari kitab Nurul Yaqin
yang terdiri dari 3 juz karya Syeikh Umar bin Abdul Jabbar. Kitab ini mengisahkan
perjalanan hidup Rasulullah Saw yang sangat dijadikan materi ajar di bidang
sejarah Islam.
Sedangkan kitab terjemahan manaqib yang berjudul Lubab al-Maani fi
Tarjamati al-Lujain ad-Dani fi Manaqib asy-Syaikh Abd al-Qadir al-Jilani ditulis
oleh KH Shalih Mustamir, dan diterbitkan oleh Menara Kudus sejak tahun 1953.21
Kitab aslinya ditulis oleh Syaikh Sayyid Jafar bin Hasan bin Abd al-Karim al-
Barzanji (1126-1184 H/1711-1770 M), seorang ulama keturunan Rasulullah saw
yang sekaligus penulis Kitab Maulid al-Barzanji. Kitab Kitab Maulid al-Barzanji
dan Lubab al-Maani sampai sekarang masih terus dicetak oleh penerbit. Jika kitab
Maulid al-Barzanji berisi kisah tentang perjalanan hidup Rasulullah Saw yang
ditulis dalam bentuk prosa bersajak, maka kitab al-Lujain ad-Dani berisi kisah
perjalanan Syeikh Abd al-Qadir al-Jailani, salah satu waliyullah yang sangat
populer di Indonesia, terutama di kalangan pengikut tarekat Qadiriyah-
Naqsabandiyah. Kedua kitab tersebut sering melampau fungsinya sebagai sumber
pengetahuan, karena sering dibaca dalam acara atau ritual muludan dan
manaqiban. Ada keyakinan di kalangan sebagian umat Islam, bahwa ritual
membaca kitab Maulid al-Barzanji dan al-Lujain ad-Dani bisa mendatangkan
keberkahan.
Kitab terjemah Arab-Jawa lainnya yang membahas sejarah adalah Tarikh al-
Anbiya dan Tarikh al-Auliya. Kedua kitab tersebut karya KH Bisri Mustofa dan
diterbitkan oleh Menara Kudus.
7. Bahasa dan sastra Arab

21
KH Shalih Mustamir, Lubab al-Maani fi Tarjamati al-Lujain ad-Dani fi Manaqib asy-Syaikh
Abd al-Qadir al-Jilani (Kudus: Menara, 1953). Kunjungan penulis ke penerbit Menara Kudus pada tahun
2004 membuktikan bahwa kitab tersebut masih dicetak ulang.

17
Di bidang bahasa Arab, KH Bisri Mushtofa telah menerjemahkan hampir
semua kitab tata bahasa Arab (nahw dan sharf) yang lazim dipelajari di pesantren,
seperti kitab al-Jurumiyah (di bidang nahw karya Abu Abdillah bin Daud ash-
Shanhaji, ulama Maroko, wafat 1324 M), al-Imrithi (nadham nahw karya Syeikh
Syarafudin Yahya al-Imrithi), Syarah Alfiyah Ibn Malik (di bidang nahw), Jauhar
Maknun (di bidang balaghah), dan Nadham Maqshud di bidang sharf). Semua kitab
terjemahan tersebut masih bisa ditemukan hingga sekarang, karena masih terus
dicetak oleh Menara Kudus.
Meredupnya Era Kitab Terjemahan Arab-Jawa
Di masa lalu, keberadaan kitab-kitab terjemahan Arab-Jawa menduduki posisi
penting dalam dinamika intelektualisme umat Islam di Nusantara, khususnya di pulau
Jawa. Dalam waktu yang lama, aksara Arab Pegon telah berperan penting sebagai
sarana untuk menyampaikan pesan tertulis di kalangan penduduk Nusantara. Tidak
jarang naskah asli Nusantara ditulis dengan aksara Arab Pegon, dan banyak yang
menjadi koleksi perpustakaan nasional. Kejayaan kitab terjemahan Arab-Jawa dan
tentunya buku-buku asli karya penulis Nusantara yang ditulis dengan aksara Arab
Pegon perlahan mulai redup seiring dengan digunakannya aksara Latin.
Jauh sebelum munculnya penerbit dan toko buku modern, keberadaan toko
kitab, yang hampir bisa ditemui di semua kota kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa
Timur, berperan penting dalam memperkenalkan dan mendistribusikan kitab
terjemahan Arab-Jawa kepada masyarakat. Pesantren, madrasah diniyah dan majelis
taklim juga berperan penting dalam menjaga menjaga kontinuitas fungsi kitab
terjemahan Arab-Jawa sebagai sumber referensi utama wacana keislaman di
masyarakat. Sekarang ini peran kitab terjemahan Arab-Jawa sebagian telah tergantikan
oleh buku-buku keislaman yang dicetak dan diterbitkan secara modern dengan bahasa
Indonesia sebagai media penyampai pesannya.
Sangat mungkin redupnya peran kitab terjemahan Arab-Jawa sebagai simbol
intelektualisme umat Islam di Indonesia disebabkan karena beberapa faktor, antara
lain:
1. Menguatnya dominasi aksara Latin dan bahasa Indonesia
Tidak bisa dipungkiri bahwa menguatnya penggunaan aksara Latin sebagai simbol
untuk melambangkan bahasa-bahasa di dunia, menyebabkan bergesernya aksara-
aksara yang digunakan sebelumnya. Dalam kasus bahasa Jawa misalnya,
setidaknya ada tiga aksara yang bisa melambangkannya, yaitu aksara Jawa asli
(honocoroko), aksara Pegon, dan aksara Latin. Belakangan aksara Latin justru
lebih dominan dibandingkan dengan dua aksara sebelumnya.
Penggunaan bahasa Indonesia (yang ditulis dengan huruf Latin) sebagai bahasa
persatuan dan bahasa resmi negara juga berperan dalam melemahnya pemakaian

18
aksara Pegon dalam kehidupan sehari-hari, yang juga berdampak pada
memudarnya populeritas kitab terjemahan Arab-Jawa. Meskipun demikian, bukan
berarti ruh keilmuan kitab terjemahan Arab-Jawa menjadi hilang. Banyak kitab
terjemahan Arab-Jawa yang bermetamorfose menjadi terjemahan dalam bahasa
Indonesia, dan diterbitkan dalam bentuk buku yang secara fisik menarik karena
dikemas dengan teknologi modern.
2. Menguatnya lembaga pendidikan madrasah
Menguatnya lembaga madrasah sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional
menyebabkan kurikulum di MI, MTs, dan MA disetarakan dengan SD, SMP dan
SMA. Hal ini menyebabkan bergesernya buku-buku keagamaan yang digunakan
di madrasah. Di madrasah diniyah yang sebelumnya diberi otonomi dalam
mengelola kurikulumnya sendiri, sekarang tampak bergeser karena ada upaya
campur tangan pemerintah melalui Kementrian Agama. Kitab terjemahan Arab-
Jawa yang dulu digunakan sebagai bahan ajar di madrasah diniyah, kini mulai
digantikan dengan buku-buku keagamaan dalam bahasa Indonesia yang ditulis
dengan aksara Latin. Baca tulis aksara Arab Pegon mulai pudar di madrasah
diniyah yang tidak berbasis pesantren.
3. Munculnya penerbit dan toko buku modern.
Harus diakui bahwa generasi umat Islam yang lahir di era abad ke-21 ini
jarang yang mengenal tradisi tulis menulis dengan menggunakan aksara Arab
Pegon, karena mereka lebih akrab dengan huruf Latin. Hal ini mendorong
tumbuhnya penerbit dan toko buku modern yang menyediakan buku-buku
berbahasa Indonesia atau bahasa asing yang menggunakan aksara Latin. Namun
demikian, bukan berarti tradisi Arab Pegon dan kitab terjemahan Arab-Jawa
sekarang ini telah punah sama sekali. Masih ada pesantren-pesantren tradisional di
Jawa yang tetap mempertahankan tradisi tulis menulis dengan menggunakan Arab
Pegon.
Peran kitab terjemahan Arab-Jawa juga masih tetap dominan di tengah-
tengah masyarakat pedesaan di Jawa yang sangat dekat dengan kultur pesantren,
dan umunya berafiliasi dengan ormas Nahdlatul Ulama (NU). Hal ini ditandai
dengan masih ditemukannya kios-kios kitab di berbagai kota kecamatan di Jawa
yang masih menjual kitab-kitab terjemahan Arab-Jawa. Observasi penulis terhadap
kios kitab di kota kecamatan Kaliwungu Kendal Jawa Tengah dan Wonokromo
Pleret Bantul DIY membuktikan bahwa kitab-kitab terjemahan Arab-Jawa masih
dijual dan tetap diminati para pembeli dari kalangan tertentu.
Kios-kios kitab tersebut juga masih tetap rutin mendapatkan kiriman kitab
terjemahan dari agen distributor atau bahkan dari penerbitnya secara langsung.
Pembeli utama kitab-kitab terjemahan Arab-Jawa ini adalah para santri pemula.
Namun ada juga orang dewasa yang membeli kitab-kitab terjemahan Arab-Jawa

19
untuk kepentingan mereka sendiri. Biasanya mereka sedang mengikuti pengajian
dengan seorang kyai atau ustadz yang menjadikan kitab tertentu sebagai kajiannya.
Salah satunya adalah pengajian kitab al-Ibriz di Semarang oleh KH Haris Sodaqoh
pengasuh pesantren Al-Itqon di Desa Bugen, Kecamatan Pedurungan, Kota
Semarang yang berlangsung sejak tahun 1994 sampai dengan sekarang. Kegiatan
ini dilaksnakan pada setiap hari Ahad 05:30 sd 07:00 di Masjid Baitul Latif yang
berada di tengah pondok pesantren dan dihadiri ribuan orang.22
Simpulan
Peran kitab terjemahan Arab-Jawa dalam dinamika intelektualisme Islam di
Jawa tidak bisa diabaikan. Kitab terjemahan ini telah ikut berjasa dalam mempengaruhi
wacana keislaman masyarakat Islam Jawa untuk beberapa lama. Puncaknya adalah
pada era 1950 sampai dengan 1980-an ketika para Kyai pesantren, didukung dengan
penerbit dan toko kitab, berperan penting dalam memproduksi dan mendistribusikan
kitab terjemahan Arab-Jawa ke masyarakat. Wacana keislaman yang berkembang pada
saat itu juga bisa dilihat dari sebaran tema buku terjemahan Arab-Jawa yang
menjangkau hampir semua disiplin ilmu keislaman.
Peran kitab terjemahan Arab-Jawa semakin memudar seiring dengan dinamika
sosial budaya umat Islam yang kompleks. Menguatnya penggunaan aksara Latin,
bahasa Indonesia, dan lembaga pendidikan madrasah formal ikut berkontribusi
terhadap redupnya kitab terjemahan Arab-Jawa akhir-akhir ini. Namun demikian,
bukan berarti ruh keilmuan yang menjadi substansi kajian kitab terjemahan ini menjadi
mati, sebaliknya justeru mendapatkan ruh kehidupannya kembali karena telah
mengalami nlungsumi atau bermetamorfose menjadi buku-buku terjemahan dalam
bahasa Indonesia. Hampir semua kitab kuning yang dahulu diterjemahkan ke dalam
bahasa Jawa, kini bisa ditemukan edisi terjemahannya dalam bahasa Indonesia dengan
kemasan yang bagus, dan bersanding di rak buku toko-toko buku besar di Indonesia.
Sementara itu, kitab terjemahan Arab-Jawa mengalah dengan tetap berada di kios-kios
kitab yang bersahaja, mengikuti kebersahajaan para penulis, penerjemah dan
pembacanya.

Rujukan
Abdullah Shalih al-Fasuruani, Kifayat al-Awwam Makna Jawa (Surabaya: Salib
Nabhan Wa Auladuh)
Ahmad Sunarto, Tarjamah Washaya al-Abai li al-Abna (Surabaya: Ahmad bin Sad
bin Nabhan wa Auladuhu)

22
www.alibrizversijawalatindotcom.wordpress.com diakses tanggal 4 Februari 2016

20
Asrari Ahmad, Tarjamah al-Gyah wa at-Taqrb, (Pekalongan: Hasan bin Idrus al-
Attas, 1981)
-----------, Tarjamah Durrat an-Nashihin (Pekalongan: Raja Murah, 1975)
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta: Balai Pustaka, 1989)
Bisri Musthofa, Al-Ibriz Li Marifah Tafsir al-Quran al-Aziz, juz 1 (Kudus: Menara,
1960)
-----------, Durar al-Bayan fi Tarjamati Syuab al-Iman (Kudus: Menara, 1957).
-----------,Sullamul Afham li Marifati Adillat al-Ahkam fi Bulughil Maram, 4 Jilid
(Kudus: Menara)
HM Muchoyyar HS, "Tafsir Faid ar-Rahmn F Tarjamah Tafsr Kalm Mlik ad-
Dayn Karya KHM. Shleh As-Samarani: Suntingan Teks, Terjemahan dan
Analisis Metodologis" (Yogyakarta: PPS IAIN Suka, 2002), tidak
diterbitkan.
Katalog buku Toha Putra tahun 2005.
Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren and Tarekat (Bandung: Mizan, 195)
Misbah bin Zainul Musthofa, Ihya Ulum ad-Din bi al-Mana al-Jawi, juz 1
(Pekalongan: Raja Murah, 1981)
Mohammad Iqbal Bisyrie, Konsep Pemikiran Kalam Imam Sanusi: Tahqiq dan
Dirasah atas Naskah Umm al-Barahin, teis (Yogyakarta: PPS UIN Sunan
Kalijaga, 2010)
Ribhi Musthafa Ulyan, al-Maktabat fi al-Hadarah al-Arabiyah al-Islamiyah (Aman:
Dar Shafa li an-Nasyr wa at-Tauzi, 1999)
Shalih Mustamir, Lubab al-Maani fi Tarjamati al-Lujain ad-Dani fi Manaqib asy-
Syaikh Abd al-Qadir al-Jilani (Kudus: Menara, 1953).
Titik Pudjiastuti, Aksara Pegon: Sarana Dakwah dan Sastra dalam Budaya Jawa,
makalah untuk Temu Wicara Antar Jurusan Daerah, Universitas dan IKIP se
Indonesia di UGM Yogyakarta, tahun 1993.
www.alibrizversijawalatindotcom.wordpress.com diakses tanggal 4 Februari 2016
www.thawalibparabek.tripod.com/ibrahim.htm diakses tanggal 3 Pebruari 2016.
www.teronggosong.com/2012/05/kiat-pemasaran-kiyai-bisri/ diakses tanggal 4
Februari 2016.

21

You might also like