You are on page 1of 5

http://jurnal.fk.unand.ac.

id 1

Tinjauan Pustaka

Epistaksis
Abstrak
Latar belakang : Epistaksis adalah salah satu keluhan emergensi di departemen THT-KL. Kebanyakan kasus epistaksis
dapat ditangani dengan tatalaksana sederhana namun dalam beberapa kasus dapat menjadi kondisi yag mengancam nyawa.
Managemen epistaksis tergatung pada faktor yang mempengaruhinya dan memerlukan berbagai macam intervensi. Identifkasi
penyebab epistaksi sagat penting dalam tatalaksana epistaksis nantinya. Tujuan: untuk mengetahui defenisi,
epidemiologi,klasifikasi, etiologi dan faktor resiko, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, pemeriksaan penunjang, tatalaksana,
dan prognosis serta komplikasi epistaksis. Tinjauan pustaka: Epistaksis dikelompokkan menjadi epistaksis anterior dan posterior.
Epistaksis anterior sumber perdarahannya berasal dari pleksus Kisselbach dan arteri etmoid anterior, bersifat ringan, dan dapat
berhenti spontan . Sedangkan, epistaksis posteroir sumber perdarahannya berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri etmoid
posterior, lebih berat, dan jarang berhenti spontan. Kesimpulan : Diagnosis dan terapi yang cepat dan tepat dapat mengurangi
terjadinya komplikasi.

Kata kunci: Epistaksis, terapi, tampon hidung

Abstract
Epistaxis is one of the most common emergencies in ENT-HN Department. Mostly it can be managed with simple
treament but occasionally it is life threatening condition Management of epistaxis is often challenging depends on many factors
and requires many types of intervention. Identification of the cause is important as it is reflects the management followed.
Objective: to determine defenition, epidemiology, classification, etiology and risk factors, pathogenesis, clinical manifestations,
diagnosis, diagnostic tool, management, prognosis, and complication of epistaxis. Literature review: epistaxis classified into two
part, they are anterior and posterior epistaxis. Source of bleeding in anterior epistaxis is Kiesselbach plexus and anterior
ethmoidalis artery, usually has mild bleeding, and stop spontaneously . on the other hand, source of bleeding in posterior epistaxis
is sphenopalatine artery and posterior ethmoidalis artery, usually have severe bleeding, and cannot stop
spontaneously.Conclusion: early diagnosis and treatment can decrease the complication later.

Keywords:epistaxis, intervention, nasal packs

Affiliasi penulis : Arial 7 oleh faktor lokal maupun sistemik. Namun, mayoritas
Korespondensi :Arial 7[Company E-mail] Telp: pasien merupakan kasus yang idiopatik. Dalam tatalaksana
[Company Phone] epistaksis yang paling utama adalah resusitasi pasien,
kemudian mengendalikan sumber perdarahan, dan terapi
kausanya.3
Pendahuluan
Epsitaksis atau perdarahan pada hidung
Anatomi
merupakan salah satu gejala yang paling sering dikeluhkan
Mukosa hidung didarahi oleh cabang arteri karotis
oleh pasien yang berobat ke bagian emergensi THT-KL.
interna dan eksterna, namun didominasi oleh arteri karotis
terdapat sekitar 10 hingga 12% populasi dunia memiliki
eksterna via arteri maksilaris dan arteri sfenopalatina.
keluhan epistaksis. Meskipun pada kebanyakan kasus
A.sfenopalatina memasuki bagian posterolateral hidung
keluhan ini dapat hilang dengan sendirinya, namun 10% dari
lewat fisura pterigomaksila. Meskipun terdapat banyak
total populasi yang mengalami keluhan memerlukan
variasi pada a.sfenopalatina, namun secara umum dibagi
intervensi medis. 1 Epistaksis dapat bersumber dari bagian
menjadi cabang lateral dan medial. Cabang lateral
aterior ataupun posterior dari rongga hidung. Rongga hidung
mendarahi dinding lateral rongga hidung dan konka inferior,
kaya akan pembuluh darah yang berasal dari cabang arteri
sedagkan cabang medial melewati dinding sfenoid anterior
karotis interna dan eksterna yang juga merupakan
menuju septum nasi untuk kemudian bercabang menjadi
anastomose dari pleksus anterior dan superior. Pada
tiga.4
kebanyakan kasus, sumber perdarahan berasal dari aterior
Arteri karotis interna mendarahi hidung via
yaitu dari plexus kiesselbach.2
a.oftalmika yang memasuki orbita lewat fisura orbital
Karena perdarahan pada anterior lebih mudah
superior, kemudian berjalan di sisi anteromedial untuk
ditangani, epistaksis anterior yang sering muncul pada anak-
menjadi a.etmoidalis anterior dan posterior. A.etmoidalis
anak dan dewasa muda memiliki prognosis yang baik.
anterior merupakan cabang yang dominan sedangkan
Sebaliknya, epsitaksis posterior yang sumber perdarahannya
a.etmoidalis posterior tidak terdapat di hidung manusia
berasal dari arteri sfenopalatina lebih sering muncul pada
sebanyak 30%.4
usia tua. Biasanya perdarahan lebih banyak dengan kesulitan
Pembuluh darah vena secara umum mengikuti
untuk mengakses sumber perdarahan sehingga prognosisnya
arteri, namun sebagai tambahannya yaitu vena emisari yang
tidak sebaik epistaksis anterior. Epistaksis dapat disebabkan

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 2

menghubungkan drainase vena-vena ke pleksus kavernosus. skuamosamuncul sebagai rasa sesak hidung unilateral
Anastomose arteri dari pembuluh darah berdinding tipis dengan epitaksis pada dewasa.5 (e)Obat-obatan seperti
banyak terdapat pada mukosa di septum nasi anterior yang dekongestan topikal dan kokain. Penggunaan teratur lebih
disebut pleksus kiesselbach. Hal ini sering ditemukan pada dari seminggu dapat menyebabkan rhinitis medikamentosa
pasien anak yang sering mengeluhkan epistaksis berulang. yang menyebabkan krusta dan pendarahan di dalam hidung
Selain itu, juga terdapat pleksus yang mudah dilihat saat Selain itu, penggunaan kortikosteroid intranasal yang tidak
endoskopi setelah pemberian vasokonstriktor pada mukosa , benar untuk berbagai bentuk rhinitis, bisa mengakibatkan
yang disebut dengan woodruff yang merupakan pleksus epistaksis.6 (f) Benda asing, dapat menyebabkan perdarahan
vena yang berdekatan dengan konka inferior yang ipsilateral, khususnya pada anak.6 (g) Faktor lingkungan,
menjelaskan penyebab terjadinya epistaksis posterior yang seperti udara dingin-panas dan kering. Epistaksis ringan
berat.4 dapat terjadi bila seseorang berada di tempat yang cuacanya
sangat dingin atau kering.8
Defenisi
Faktor Sistemik
Epistaksis berasal dari bahasa latin yaitu
epistazein; epi berarti diatas dan over/stazein yang berarti Beberapa faktor sistemik yang dapat
menetes. Epistaksis berarti perdarahan dari dalam hidung menyebabkan terjadinya epistaksis antara lain: (a) Kelainan
atau kavum nasi. darah, seperti leukemia, trombositiopenia, anemia, dan
hemofilia.8 (b) Obat-obatan, seperti antiagregasi trombosit
Epidemiologi atau antikoagulan.6 (c) Infeksi sistemik, seperti demam
berdarah, demam tifoid. Influensa dan morbili.8 (d) Penyakit
Epistaksis dapat muncul pada semua golongan kardiovaskuler. Hipertensi dan kelainan pembuluh darah
usia, namun epistaksis rekuren sering muncul pada anak- sepertiarteriosklerosis, nefritis kronik, sirosis hepatis atau
anak. Pada dewasa insiden meningkat seiring usia dengan diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis.8 (e)
puncak pada dekade ke-enam. Epistaksis pada usia di bawah Kelainan kongenital seperti telangiektasis hemoragik
2 tahun sangat jarang terjadi dan dikaitkan dengan kondisi herediter dan Von Willebrand disease.8
medis yang serius atau karena kasus child abuse.4
Epistaksis merupakan salah satu keluhan paling
Patofisiologi
banyak di unit emergensi bagian THT-KL. Diperkirakan
setidaknya terdapat satu episode epistaksis pada setengah
Perdarahan hidung paling sering terjadi di Littles
populasi dunia.2
areayang juga dikenal sebagai pleksus Kisselbach. Hampir
80-90% perdarahan hidung berasal dari daerah ini. Pleksus
Etiologi
ini terletak di bagian anteroinferior hidung dan berikteraksi
dengan udara yang dihirup.6
Hidung mudah mengalami perdarahan karena
Littles area memiliki suplai darah yang intens.
terdapat banyak pembuluh darah di bawah mukosa hidung.5
Kebanyakan pembuluh darah di daerah tersebut terletak
Berbagai faktor yang menyebabkan perdarahan hidung pada
superfisial.2Selain itu, mukosa yang menutupinya tipis dan
dasarnya dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu faktor
rapuh serta pembuluh darah kecil yang terdapat di sana
lokal dan faktor sistemik.5-7 Selain itu, faktor lingkungan
hanya memiliki sedikit struktur penyokong. Oleh karena itu,
seperti alergen dan kelembaban juga harus
kongesti pembuluh darah yang disebabkan oleh berbagai
dipertimbangkan.7Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa
kondisi misalnya infeksi saluran napas atas atau keringnya
diketahui penyebabnya.7,8
mukosa karena rendahnya kelembaban udara akan
menyebabkan area tersebut rentan mengalami perdarahan.9
Faktor Lokal

Beberapa faktor lokal yang dapat menyebabkan


Klasifikasi
Berdasarkan asal perdarahannya, epistaksis dibagi
terjadinya epistaksis antara lain: (a) Trauma. Perdarahan
menjadi epistaksis anterior dan epistaksis
dapat terjadi karena trauma ringan seperti mengorek hidung,
posterior.8Pembagian ini terletak pada apertura piriformis
benturan ringan, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu
secara anatomis. Lebih dari 90% episode epistaksis terjadi
keras, atau karena trauma yang lebih hebat seperti kena
sepanjang septum nasal anterior yang disuplai oleh pleksus
pukul, jatuh, atau kecelakaan.8 (b) Kelainan infeksi atau
Kisselbach. Pleksus Kisselbach merupakan jaringan
inflamasi. Kondisi inflamasi misalnya pada infeksi saluran
anastomosis dari pembuluh darah yang terdapat di septum
napas atas seperti rinitis atau sinusitis dapat menyebabkan
kartilago anterior.10
epistaksis.5,6,8 (c)Gangguan anatomis. Deviasi dan perforasi
Epistaksis anterior sering bermula ketika pasien
septum nasal mempengaruhi pembuluh darah yang terdapat
sedang duduk atau berdiri. Epistaksis anterior umum terjadi
di mukosa dan juga aliran udara. Hal ini dapat menimbulkan
saat cuaca kering atau musim dingin ketika udara kering
krusta dan terkadang epistaksis.6 (d) Keganasan juga
atau udara dalam ruangan yang telah dipanaskan
berhubungan dengan epistaksis yang umumnya ipsilateral.6
mendehidrasi membran hidung. Kekeringan tersebut
Pada Angiofibroma nasofaring juvenil, terjadi epistaksis
menghasilkan pengerasan dan keretakan mukosa, dan
berulang pada laki-laki remaja atau dewasa muda. Tumor
selanjutnya menyebabkan perdarahan hidung.11Perdarahan
ganas sepeti melanoma malignan dan karsinoma sel

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 3

pada septum anterior biasanya ringan, seringkali berulang, menekan cuping hidung ke arah septum selama 3-5 menit
dan dapat berhenti sendiri.8 (metode Trotter).12,13
Epistaksis posterior umumnya berasal dari arteri,
yaitu arteri etmoidalis posterior atau arteri sfenopalatina.8,9 Apabila perdarahan tidak berhenti, dapat diberikan
Perdarahan yang terjadi biasanya lebih hebat dan jarang anestesi lokal dan vasokonstriktor di mukosa hidung littles
dapat berhenti sendiri. Epistaksis posterior lebih sering area yaitu bagian bawah dari septum anterior. Kapas
ditemukan pada orang tua, orang dengan hipertensi, dibasahi dengan larutan pantokain 2% sebanyak 2 cc atau
arteriosklerosis atau penyakit kardiovaskuler lainnya serta lidokain 2% sebanyak 2cc dan adrenalin 1/5000-1/10.000,
orang yang mengalami trauma hidung atau wajah.8,11 kemudian dimasukkan ke dalam hidung selama 10-15 menit,
Selain itu epitaksis juga dapat dibagi menjadi lalu dievaluasi. Hal ini bertujuan untuk mengurangi rsa
epistaksis primer atau sekunder. Penyebab primer mencakup nyeri dan membuat vasokonstriksi pembuluh darah,
85% dari kejadian epistaksis dan bersifat idiopatik. sehingga perdarahan dapat berhenti. 12,13
Sementara itu epistaksis disebut sekunder apabila terdapat
sebuah penyebab yang jelas (misalnya trauma).10 Selanjutnya diidentifikasi sumber perdarahan
dengan melakukan pemeriksaan rinoskopi anterior. Sekret
dan bekuan darah dievakuasi dengan alat penghisap
Penegakan Diagnosis
(suction).12
Diagnosis epistaksis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, Epistaksis Anterior
apabila diperlukan. Pada anamnesis biasaya pasien datang
Apabila sumber perdarahan dapat terlihat dengan
dengan keluhan keluar darah dari hidung atau adanya
jelas, dapat dilakukan kaustik kimia dengan menggunakan
riwayat keluar darah dari hidung. Harus ditanyakan secara
lidi kapas yang dibasahi dengan larutan Nitras Argenti
spesifik lokasi keluarnya darah (depan rongga hidung atau
(AgNO3) 25-30% atau asam trikloroasetat 10% selama 5-10
ke tenggorok), banyaknya perdarahan, frekuensi, dan lama
detik. Larutan tersebut akan bereaksi dengan lapisan mukosa
perdarahan.12
mengakibatkan kerusakan lokal. Setelah itu, srea tersebut
Selain itu, perlu digali faktor risiko pasien, seperti diberi krim antibiotik. Kaustik hanya dapat dilakukan pada
adanya trauma, penyakit di hidung yang mendasari, satu sisi septum, karena adanya risiko perforasi septum
penyakit sistemik, riwayat penggunaan obat-obatan akibat berkurangnya vaskularisasi kartilago septum .
(NSAID, obat antikoagulan), tumor, kelainan kongenital, Sehingga terapi kaustik direkomendasikan dengan interval
deviasi septum, pengaruh lingkungan, ataupun faktor 4-6 minggu.3 Dapat juga dilakukan elektrokauter pada
kebiasaan.12 perdarahan yang lebih berat dan dengan lokasi lebih ke
posterior. Tindakan ini memerlukan anestesi lokal.9
Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan :
Rinoskopi anterior untuk mencari sumber perdarahan. Apabila perdarahan masih terus berlangsung,
Rinoskopi posterior, pada pasien dengan epistaksis berulang dilakukan pemasangan tampon anterior, yang dibuat dari
dan dicurigai adanya tumor. Pemeriksaan lainnya adalah kapas atau kasa yang diberi pelumas vaselin atau salep
pengukuran tekanan darah, karena hipertensi dapat antibiotik. Pemakaian pelumas bertujuan untuk
menyebabkan epistaksis posterior yang hebat dan mempermudah pemasangan tampon, sedangkan salep
berulang.12 antibiotik bertujuan untuk mencegah terjadinya sindrom
syok toksik akibat infeksi sekunder oleh Stafilokokus
Pemeriksaan penunjang dilakukan pada keadaan aureus. Bakteri ini memproduksi eksotoksin yang beredar
tertentu, dan bila diperlukan. Seperti pemeriksaan darah secara sitemik, yang akan menimbulkan gejala demam,
perifer lengkap, skrining koagulopati (waktu perdarahan, kemerahan, hipotensi, gangguan gastrointestinal, perubahan
waktu pembekuan).12 status mental.14

Penatalaksanaan Tampon dimasukkan sebanyak 2-4 buah, disusun


dari dasar sampai ke puncak rongga hidung. Teknik lain
Prinsip penatalaksanaan epistaksis adalah yaitu menggunakan potongan sarung tangan jari yang diisi
memperbaiki keadaan umum, mencari sumber perdarahan, pita kasa. Tampon harus menekan sumber perdarahan, dan
menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi serta dipertahankan selama 2x24 jam. Selama 2 hari tersebut
mencari faktor penyebab untuk mencegah perdarahan dicari faktor penyebab epistaksis. Selama pemakaian
berulang.8 tampon diberikan antibiotik sistemik dan analgetik.2
Antibiotik sistemik direkomendasikan untuk mencegah
Apabila datang pasien dengan epistaksis, perlu timbulnya rhinosinusitis.14
dilakukan penilaian keadaan umum dan tanda vital pasien.
Pasien dengan perdarahan aktif perlu dinilai apakah Epistaksis Posterior
memerlukan resusitasi cairan. Pasien diperiksa dalam posisi
duduk, namun jika pasien tampak lemah, maka boleh Untuk menghentikan perdarahan posterior,
berbaring dengan kepala ditingggikan. Pasien dengan dilakukan pemasangan tampon posterior atau tampon
epistaksis ringan, perdarahannya dapat dikontrol dengan Bellocq. Tampon ini terbuat dari kasa padat berbentuk bulat
atau kubus dengan diameter 3 cm. Pada tampon diikat 3

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 4

buah benang, 2 benang pada 1 sisi, dan 1 benang pada sisi penggunaan obat yang dapat meningkatkan perdarahan ,
lainnya. Tampon harus dapat menutupi koana posterior.8,12 seperti aspirin, ibuprofen.13

Teknik pemasangan tampon posterior yaitu; (1) Kriteria Rujukan


Masukkan kateter karet melalui nares anterior sampai
orofaring, lalu ditarik keluar melalui mulut, (2) pada ujung Kriteria rujukan pasien dengan epistaksis adalah: (1) apabila
kateter ikatkan 2 benang tampon Bellocq, kemudian tarik diperlukan mencari sumber perdarahan dengan modalitas
kembali kateter melali hidung sampai benang keluar dan yang tidak tersedia di layanan primer, misalnya
dapat ditarik, (3) Tampon perlu didorong dengan jari nasoendoskopi. (2) Pasien epistaksis akibat curiga tumor di
telunjuk untuk dapat melewati palatum mole dan masuk ke kavum nasi atau nasofaring. (3) Epistaksis yang terus
nasofaring, apabila masih tampak perdarahan, maka dapat berulang atau masif.
ditambah tampon anterior ke dalam kavum nasi, (4) ikat
kedua benang yang keluar dari hidung pada gulungan kain Komplikasi dan Prognosis
kasa di depan nares anterior, agar tampon tidak bergerak. (5)
Benang lain yang keluar dari mulut, ikatkan secara longgar Komplikasi yang dapat terjadi dibagi menjadi : (1)
di pipi pasien, yang berguna untuk menarik tampon keluar Komplikasi akibat epistaksis berupa aspirasi ke dalam
melalui mulut setalah 2-3 hari.8,12 saluran napas, anemia, hipotensi, syok, gagal ginjal, iskemia
serebri, infark miokard.12 (b) Komplikasi akibat pemasangan
Selain itu, dapat juga digunakan kateter folley tampon anterior timbul obstruksi sinus, rinosinusitis; akibat
yang dimasukkan melalui nares anterior sapai terlihat di pemasangan tampon posterior timbul otitis media,
orofaring. Kemudian balon dikembangkan dengan air atau hemotimpanum, laserasi palatum mole dan sudut bibir
udara 3-4 ml, kemudian ditarik lagi sampai balon berada di apabila benang yang dikeluarkan melalui mulut ditarik
koana posterior.13 terlalu kencang.13 Selain itu dapat terjadi sindrom syok
toksik akibat infeksi sekunder oleh Staphylococus aureus.

Prognosis epistaksis umumnya baik, apabila


penyebab epistaksis dapat diidentifikasi dan dikontrol.

Pembedahan Daftar Pustaka

Apabila perdarahan tetap berlangsung setelah 1. Traboulsi H, Alam E, Hadi U. Changing trends in the
tampon dibuka, maka diperlukan intervensi bedah. Secara management of epistaxis. International Journal of
umum, intervensi bedah dibagi menjadi tiga macam yaitu, Otolaryngology vol. 2015
diatermi, operasi septum untuk mengkoreksi septum deviasi 2. Tikka T. The aetiology and management of epistaxis,
atau menghilangkan spur septum, dan ligasi arteri. Ligasi otolaryngology online journal vol 6 issue 2: 104, 2016
yang dapat dilakukan diantaranya ligasi arteri sfenopalatina, 3. Parajuli R. Evaluation of etiology and treament
ligasi arteri etmoidalis anterior/posterior, ligasi arteri Methods for Epistaxis: A Review at a Tertiary Care
maksilaris, dan ligasi arteri karotid eksterna.13 Hospital in central Nepal, International Journal of
Otolaryngology, 2015
Pilihan lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi 4. Swift A C. Epistaxis. The Otorhinolaryngologist
epistaksis adalah adalah; (1) Embolisasi angiografi yaitu
2012;5(3): 129-132. Aintree University Hospital.
dengan memasukkan kanul melalui arteri maksilaris,
Lower Lane,Liverpool
kemudian dilakukan embolisasi sumber perdarahan, (2)
5. Cho JH, Kim YH. Epistaxis. 2012 May (diunduh 30
Fibrin glue (berasal dari human plasma cryoprecipitate), (3)
April 2017). Tersedia dari: URL: HYPERLINK
Elektrokauter endoskopi, (4) irigasi air panas, merupakan
https://www.intechopen.com/books/otolaryngo
tatalaksana alternatif epistaksis posterior, dimana kateter
logy/epistaxis
menyumbat koana posterior,selanjutnya dengan irigasi air
6. Gkdoan O, Ileri F. Epistaxis: a review of
panas 45-50 derajat celcius ke dalam nares, (5) Laser
clinicalpractice. Ann Otolaryngol Rhinol.
menggunakan neodymium yttrium-aluminium-garnet,
2016;3(10):1139.
dengan tujuan melakukan ligasi jaringan dan pembuluh
7. Kucik CJ, Clenney T. Management of epistaxis. Am
darah yang rapuh. Laser merupakan terapi pilihan untuk Fam Physician. 2005;71(2):305-11.
kasus epistaksis rekuren.14,16
8. Mangunkusumo E, Wardani RS. Epistaksis. Dalam:
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD.
Konseling dan Edukasi
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit
Konseling dan edukasi yang diberikan dapat berupa
FK UI; 2012. p 131-5.
identifikasi penyebab epistaksis, sehingga dapat mencegah
9. Bertrand B, Eloy P, Rombaux P, Lamarque C, Watelet
epistaksis berulang, mengontrol tekanan darah pada pasien
JB, Collet S.Guidelines to the management of
hipertensi, menghindari membuang sekret hidung terlalu
epistaxis. B-ENT. 2005;1(1):27-43
keras, menghindari memasukkan benda keras ke dalam
10. Yau S. An update on epistaxis. 2015 (diunduh 30
hidung, pengawasan ketat pada anak, membatasi
April 2017). Tersedia dari: URL: HYPERLINK

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 5

http://www.racgp.org.au/afp/2015/september/an-
update-onepistaxis/
11. American Academy of OtolaryngologyHead and
Neck Surgery. Nosebleeds. 2015 (diunduh 30 April
2017). Tersedia dari: URL: HYPERLINK
http://www.entnet.org/content/nosebleeds
12. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Edisi 2014. p 395- 400.
13. Pope LER, Hobbs CGL. Epistaxis: an update on
current management. Postgrad Med J 2005;81; p 309-
14.
14. Viehweg TL, Roberson JB, Hudson JW. Epistaxis:
Diagnosis and Treatment. Journal of Oral
Maxillofacial Surgery. 2006.64:511-8.
15. Hill CS, Hughes O. Update on management of
epistaxis. The West London Medical Journal.2009.
Vol 1.pp 33-41

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)

You might also like