You are on page 1of 16

BAGIAN KE-2

Variabilitas Organ Reproduksi

Sesudah mempelajari materi ke-2 ini mahasiswa diharapkan


dapat :
Mengenal seksualitas hewan, bagaimana penentuan jenis
kelamin, ontogeny gonade, sistem organ reproduksi (jantan dan
betina), memahami tentang karakteristik sel kelamin, serta
mengenal proses terbentuknya spermatozoa dan sel telur.

11
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
2.1. Seksualitas Hewan
Berdasar pada keberadaan sifat jantan dan betina, terdapat dua sifat umum pada
hewan yaitu sifat monocious dan dioecious. Sifat monocious atau yang kemudian sering
dikatakan kondisi hermaprodit terjadi apabila perbedaan sifat jantan dan betina secara
biologik tidak tampak jelas dan gamet jantan dan betina dihasilkan dalam individu yang
sama. Sifat monocious memberi konsekuensi tidak ada perbedaan yang jelas terhadap fungsi
reproduksi jantan dan betina.
Hampir semua tingkatan hewan dari tingkat rendah sampai tinggi memiliki
wakil-wakil yang bersifat monocious. Fertilisasi pada hewan-hewan ini biasanya terjadi
secara silang artinya terdapat dua individu yang saling membuahi dan atau dibuahi. Pada
kondisi fertilisasi silang demikian, proses reproduksi sama dengan hewan dioecious. Ada
juga yang mengalami fertilisasi sendiri walaupun kejadiannya sangat jarang.
Terdapat dua jenis sifat monocious yaitu synchronous hermaphrodite (hermaprodit
sinkroni) dan asynchronous hermaphrodite (hermaprodit asinkroni). Sifat hermaprodit
sinkroni ditunjukkan oleh adanya produksi spermatozoa dan telur dari satu individu
dalam waktu yang bersamaan (kematangan bersamaan) artinya proses pematangan terjadi
dalam waktu yang bersamaan. Sifat hermaprodit asinkroni ditunjukkan oleh adanya
periodisasi proses pematangan spermatozoa dan telur dalam satu individu. Artinya dalam
satu periode tertentu gonad akan menghasilkan salah satu gamet sedang periode
berikutnya peranannya akan berubah menjadi sebaliknya.
Menarik untuk diketahui pada spesies Sparidae dan Serranidae, telur dan
spermatozoa dihasilkan pada area yang berbeda dari satu gonad, walaupun hal ini tidak
selalu terjadi, mereka mungkin melakukan fertilisasi sendiri. Pada ikan Serranelus
subligarius, satu individu menghasilkan spermatozoa dan telur, melakukan fertilisasi
sendiri dan menghasilkan anak yang normal demikian pula pada Rivulus marmoratus
dan Serrannus cabrilla. Selain hewan-hewan tersebut, bekicot juga merupakan salah satu
contoh hewan yang memiliki sifat hermaprodit sinkroni.
Terdapat dua tipe sifat hermaprodit asinkroni yaitu protogynous hermaphrodite
(protogeni) dan protandrous hermaphrodite (protandri). Hermaprodit protandri adalah sifat
yang dicirikan adanya fase perubahan fungsi gonad dari fungsi jantan menjadi betina
selama satu siklus hidup hewan. Artinya saat hewan masih muda, jaringan gonad sebagian
besar berfungsi sebagai penghasil spermatozoa, dengan semakin meningkatnya umur,
jaringan gonad yang menghasilkan spermatozoa akan tereduksi dan tergantikan oleh

12
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
jaringan yang akan menghasilkan sel telur. Jadi disini terdapat perubahan sifat, dimana
saat masih muda bersifat jantan dan sesudah berusia lebih tua bersifat betina. Beberapa
spesies ikan yang memiliki sifat ini adalah Sparus auratus, Sargus amularis, Poecilia
mormyrus dan Pagellus centrodontus.
Hermaprodit protogeni memiliki ciri yang berlawanan dengan hermaprodit
protandri yaitu proses diferensiasi fungsi jaringan gonad berjalan dari fase betina ke jantan.
Artinya hewan saat masih muda bersifat betina dan dengan semakin meningkatnya umur
akan beralih sifat menjadi jantan. Di Indonesia spesies yang sudah dikenal termasuk dalam
golongan hermaprodit protogeni adalah belut sawah (Monopterus albus) dan Ikan Kerapu.
Selama siklus hidup hewan protandri maupun protogeni terdapat fase-fase jantan,
transisi dan betina yang lama masing-masing fase tersebut belum banyak diketahui. Kapan
proses diferensiasi tersebut terjadi ?; Faktor-faktor apa yang berpengaruh didalamnya ?;
Adakah itu terkait dengan kecepatan pertumbuhannya ? adalah beberapa pertanyaan yang
masih memerlukan jawaban melalui serangkaian penelitian.

Sinkroni

0RQRFLRXV

6HNVXDOLWDV Protandri
+HZDQ Asinkroni
0XOWLVHOXOHU

 Protogeni
'LRHFLRXV

Gambar 2.1. Bagan Seksualitas Hewan Multiseluler

Umumnya hewan vertebrata seperti ikan, kadal, katak, sapi, kerbau, tikus, kuda dan
lain-lain, memiliki sifat dioecious atau dimorphy seks. Artinya perbedaan sifat jantan dan
betina secara biologi tampak jelas. Diocious memberi konsekuensi terhadap perbedaan
fungsi reproduksi jantan dan betina yang terpisah. Kejadian kebuntingan dan kelahiran
anak pada hewan-hewan demikian, dimulai dari peristiwa pertemuan spermatozoa dengan
ova (fertilisasi) melalui perantaraan proses kopulasi.

13
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
2.2. Penentuan Jenis Kelamin
Dasar penentuan perbedaan jenis kelamin adalah keberadaan kromosom seks pada
setiap hewan. Perbedaan kromosom seks akan sangat menentukan keberadaan struktur
anatomi reproduksi, fungsi reproduksi, kelakuan (behavior) reproduksi dan fungsi
hormonal dalam pengendalian reproduksi antara hewan jantan dan betina. Pada umumnya
vertebrata baik jantan maupun betina, memiliki sepasang kromosom seks dan kromosom
selebihnya dikenal sebagai kromosom autosom. Kromosom autosom tidak memiliki
hubungan dengan penentuan jenis kelamin. Pada Tabel 2-1 dapat dilihat jumlah
kromosom pada berbagai jenis hewan vertebrata.
Pada hewan mamalia dan beberapa spesies klas vertebrata lain, sifat jantan adalah
heterogametic dan betina homogametic. Hal itu berarti bahwa pada jantan memiliki satu
kromosom dari kromosom sex yang berbeda dari pasangan homolognya (biasanya lebih
kecil), sedangkan pada betina, dua kromosom sex identik baik bentuk maupun ukurannya.
Pada hewan-hewan demikian biasanya digunakan simbol-simbol XY untuk jantan dan XX
untuk betina. Pada burung dan beberapa spesies klas vertebrata lain, jantan bersifat
homogametic dan betina heterogametic. Bagi spesies-spesies demikian biasanya
digunakan simbol-simbol ZZ untuk jantan dan ZW untuk betina. Berikut pada Tabel 2-2,
dapat dilihat simbol genotip beberapa vertebrata yang menentukan sifat kelamin.

Tabel 2.1. Jumlah Kromosom Beberapa Spesies Hewan Vertebrata *)


No Spesies Hewan Jumlah Kromosom
1 Tikus (Rattus rattus) 42
2 Marmot (Cavia cobaya) 64
3 Kelinci (Oryctolagus cuniculus) 44
4 Anjing (Canis fumiliaris) 78
5 Kucing (Felis domestica) 38
6 Kuda (Equus caballus) 64
7 Keledai (Equus asinus) 62
8 Babi (Sus scrofa) 40
9 Kambing (Capra hircus) 60
10 Sapi (Bos taurus) 60
11 Kera (Macaca mullata) 42
12 Gorilla (Gorilla gorilla) 48
13 Simpanse (Pan troglodytes) 48
14 Manusia (Homo sapiens) 46
15 Domba (Ovis, sp) 54
*) diambil dari beberapa sumber pustaka.

14
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
Tabel 2.2. Simbol Genotip Sex Kromosom Pada Vertebrata *)
No Spesies Hewan Jantan Betina
1 Mamalia XY XX
2 Burung ZZ ZW
3 Reptilia pada umumnya ZZ ZW
4 Rana pipiens XY XX
5 Xenopus laevis ZZ ZW
6 Ambystoma sp. ZZ ZW
7 Oryzias latipes XY XX
8 Poecilia reticulata ZZ ZW
*) diambil dari beberapa sumber pustaka.

2.3. Asal-usul (Ontogeny) Gonade


Reproduksi seksual melibatkan hewan jantan dan betina, sebagai penghasil
spermatozoa dan ova. Pada fase awal kehidupan (embrional) sulit untuk dibedakan antara
kedua jenis kelamin. Fase ini disebut fase indifferent artinya gonad atau organ kelamin
primer belum mengalami diferensiasi menjadi ovarium atau testes.
Pada hewan vertebrata umumnya, fase indifferent (anlage) genitalia terdiri dari
sepasang gonad yang belum berdiferensiasi, dua pasang saluran yaitu ductus Wolfii dan
ductus Mulleri serta satu sinus urogenitalis. Perkembangan selanjutnya, gonad nantinya
akan menjadi ovarium atau testis, ductus Wolfii dan ductus Mulleri menjadi saluran
reproduksi sedangkan sinus urogenitalis akan menjadi organ kelamin luar (lihat Tabel 2-3).

Tabel 2.3. Homologi Antara Sistem Reproduksi Hewan Betina dan Jantan (diambil dengan
sedikit modifikasi dari Reproductive Physiology of Mammals and Birds, A.V.
Nalbandov. 1976).

FASE DEWASA
INDIFFERENT
JANTAN BETINA
Gonad Testes. Ovarium
Rete testis Rete overii**
Tubulus mesonephros Vas eferen Epooforon**
Paradidimis** Parooforon**
Vas aberans**
Ductus Wolfii Epididimis Ductus gartner**
Vas defferens
Kelenjar prostata
Kel. Ampula
Ductus Mulleri Uterus masculinus Fimbriae, oviduk, uterus,
(tak berkembang) vagina
Sinus urogenitalis Urethra, ductus Cowper, gland- Vestibulum, Vulva, Clitoris
penis, penis, skrotum
**) tak berkembang (rudiment).

15
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa selama proses perkembangannya, asal sel-
sel germinal (spermatogonia dan oogonia) tidak dari gonad sendiri akan tetapi dari tempat
lain. Selama proses perkembangan, sel-sel germinal primordium (calon sel germinal)
bermigrasi menuju gonad dan selanjutnya akan berkembang menjadi spermatozoa dan sel
telur tergantung pada jenis kelaminnya. Berikut pada Tabel 2-4, tampak beberapa daerah
asal sel germinal primordium pada saat awal perkembangan embrio.

Tabel 2.4. Lokasi Asal Sel-sel Germinal Primordium Pada Beberapa Vertebrata *).

No Grup Vertebrata Lokasi Asal


1 Lampreys posterior endoderm.

2 Teleostei posterior endoderm dekat kuntum ekor.

3 Elasmobranchii Bagian lateral disambungan antara extra


embryonic dan endoderm embryonic.

4 Anura Endoderm dibawah rongga blastocoel.

5 Urodela Medial hypomere mesoderm

6 Burung Sebelah anterior pada hubungan antara extra


embryonic dan endoderm embryonic.

7 Mammalia Posterior pada hubungan antara extra embryonic


dengan endoderm embryonic.
*) diambil dari beberapa sumber pustaka

2.4. Sistem Organ Reproduksi Hewan Jantan


Ssitem organ reproduksi pada hewan sangat bervariasi, oleh karenanya setiap upaya
untuk menggeneralisasi dapat menyebabkan kekeliruan. Pada sebagian besar vertebrata,
testes berjumlah sepasang, walaupun ada beberapa spesies seperti misalnya Cyclostome
testes kiri dan kanan menjadi satu dan pada beberapa spesies teleostei hanya ada satu testes
yang berkembang, misalnya pada Notopterus notopterus. Spermatozoa yang dihasilkan
dalam testes pada sebagian besar vertebrata dikeluarkan melalui sistem saluran, namun pada
Cyclostome dan Salmonidae, sistem saluran spermatozoa tidak ada.

16
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
2.4.1. Testes
Fungsi utama testes pada mamalia dan umumnya vertebrata yaitu sebagai
kelenjar eksokrin menghasilkan spermatozoa dan sebagai kelenjar endokrin menghasilkan
hormon-hormon androgen. Proses pembentukan spermatozoa (spermatogenesis) terletak
di dalam tubulus seminiferus, sedangkan fungsi sebagai kelenjar endokrin dilaksanakan
oleh sel-sel interstitial (sel Leydig) yang terletak diantara tubulus spermatikus. Sel Leydig
dikenal menghasilkan hormon androgen (testosteron).
Testes pada hewan Crustacea, tidak memiliki fungsi sebagai kelenjar endokrin.
Pada Crustacea, hormon androgen dihasilkan oleh kelenjar androgen yang terletak di
dekat testes.
Pada hewan besar seperti sapi, kambing, domba, kuda, secara anatomis testes
dibungkus oleh sebuah tunica albuginea yang terdiri atas jaringan ikat dan sel-sel otot polos.
Pada bagian posterior, tunica albuginea mengalami penebalan yang merupakan landasan
bangunan testes sendiri. Bagian penebalan ini disebut mediastinum testes. Mediastinum
testes merupakan tempat berpangkalnya saluran keluar spermatozoa dari testes serta
merupakan akhir dari septula testes. Septula testes akan membagi testes menjadi lobuli-
lobuli (jamak dari lobulus). Di dalam lobuli-lobuli terdapat saluran-saluran kecil bergulung-
gulung yang dikenal sebagai tubuli seminiferi yang merupakan tempat terjadinya proses
spermatogenesis (lihat Gambar II-2 : Penampang bujur testes).

Gambar 2.2. Penampang Bujur Testes dan Salurannya

17
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
Tubulus seminiferus akan bersatu di mediastinum testes dengan membentuk satu
sistem saluran yang disebut rete testes. Rete testes menmbus tunika albuginea di bagian
proximal dan dihubungkan dengan epididimis oleh ductus efferentia. Di dalam lobuli, selain
terdapat tubulus seminiferus, juga terdapat sel-sel interstitial (sel Leydig) yang menghasilkan
hormon androgen yaitu testosteron (lihat Gambar 2.3 : Penampang lintang tubulus
seminiferus).

Gambar 2.3. Penampang lintang tubulus spermatikus


A. sel sertoli, B. Spermatogonium, C.Spermatosit I,
D. Spermatosit II, E. Spermatid. F. Spermatozoa.

2.4.2. Saluran reproduksi


Sistem saluran reproduksi hewan jantan bervariasi menurut jenis hewannya. Pada
mamalia saluran reproduksi berupa epididimis, vas deferens, urethra termasuk gland penis
dan preputium. sedangkan pada hewan lain mungkin hanya berupa saluran pendek ductus
efferent saja, seperti misalnya pada ikan.
Epididymis (merupakan saluran yang bertaut rapat dengan testis) dibagi menjadi
3 bagian yaitu bagian kepala (caput epididymis), badan (corpus epididymis) dan ekor
(cauda epididymis). Pada bagian caput, terdapat ductus efferents yang menghubungkan
rete testis dengan epididymis. Ductus efferents pada Sapi berjumlah 13-15 buah.
Sepanjang lumen epididymis terdapat sel-sel silindrik yang bercilia (stereocilia), sedang
pada bagian lumen ductus efferents, cilia bersifat motil (kinocilia) yang bergerak
memukul ke arah luar. Secara umum terdapat empat fungsi epididymis yaitu sebagai
tempat transportasi, konsentrasi, pematangan dan penyimpanan (storage) spermatozoa.
Adanya tekanan cairan yang terdapat di dalam testes menyebabkan spermatozoa
18
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
bergerak melalui rete testes menuju ductus efferent yang selanjutnya akan menuju pada
epididymis. Di dalam epididymis, spermatozoa akan dialirkan menuju bagian cauda dengan
adanya gerak aktif kinocilia dan kontraksi peristaltik dinding ototnya.

Air merupakan medium spermatozoa, akan diserap oleh sel-sel epitel dinding
epididymis. Ini terjadi terutama di bagian caput epididymis. Sesampainya di bagian cauda
epididymis, konsentrasi semen menjadi sangat tinggi.
Spermatozoa sewaktu meninggalkan tubulus spermatikus, mempunyai butiran-
butiran sitoplasma di sekitar lehernya (proximal droplet), hal ini merupakan petunjuk bahwa
spermatozoa itu masih belum matang. Selama perjalanannya melalui epididymis, butiran
sitoplasma bermigrasi ke bagian bawah dari badan spermatozoa (distal droplet) atau bahkan
sampai terlepas sama sekali. Maturasi atau kematangan spermatozoa mungkin dicapai atas
pengaruh sekresi dari sel-sel epithel epididymis.
Cauda epididymis merupakan tempat penimbunan spermatozoa yang utama, karena
memiliki kondisi yang sangat cocok untuk kehidupan spermatozoa. Hampir 50 %
spermatozoa tersimpan di dalam cauda epididymis.
Vas deferens merupakan saluran transportasi spermatozoa dari cauda epididymis
menuju urethra. Vas deferens memasuki rongga abdomen bersama-sama dengan
pembuluh darah, saraf dan lymphe yang ke testes, membentuk satu kesatuan yang disebut
Funiculus spermaticus.
Kedua vas deferens yang terletak sebelah menyebelah di atas vesica urinaria, lambat
laun menebal dan membesar membentuk ampula ductus defferents. Ampula pada anjing
dan kucing tidak ada. Penebalan ampula disebabkan banyak terdapat sel-sel kelenjar
pada dinding saluran tersebut. Kelenjar-kelenjar ampula diketahui mensekresikan sekret
yang kaya akan fruktosa dan asam sitrat.

2.4.3. Scrotum
Kantong testes berfungsi untuk melindungi dan mempertahankan suhu testes
sehingga lebih rendah dari suhu badan. Scrotum terutama dipunyai oleh hewan-hewan
yang letak testesnya diluar rongga perut, misalnya hewan-hewan mamalia. Pengaturan
suhu diperlukan agar spermatogenesis berjalan normal. Perbedaan antara suhu tubuh dan
testes berkisar antara 5-7 derajad Celcius. Fungsi termoregulator dijalankan oleh otot tunika
dartos. Otot ini berkontraksi dan menarik scrotum sehingga testes mendekati tubuh yang

19
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
hangat bila keadaan lingkungan dingin. Otot ini akan mengendor apabila suhu lingkungan
naik sehingga mengakibatkan scrotum memanjang dan menjauhkan testes dari kehangatan
tubuh.

Gambat 2.4. Struktur Skrotum pada Mamalia

2.4.4. Kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap (Glandula accessoria)


1. Vesikulares.
Pada sapi jumlah sepasang dan berlobuli. Sekresi vesikulares merupakan 50 %
dari volume ejakulat normal. Cairannya keruh dan lengket dan banyak mengadung protein,
kalium, asam sitrat dan fruktosa. Sering berwarna kuning karena mengandung flavin,
pH 5,7-6,2.
2. Prostata dan Cowper.
Sekresi dari kelenjar prostata dan cowper berfungsi untuk membersihkan dan
menetralisir urethra dari bekas urine dan kotoran-kotoran lain sebelum ejakulasi. pH
cairan sekresi kedua kelenjar tersebut berkisar antara 7,5-8,2.

2.5. Organ Reproduksi Betina


Organ reproduksi betina secara umum terdiri dari:
1. Ovarium.
2. Saluran-saluran reproduksi yaitu oviduk, uterus dan vagina.
3. Alat kelamin bagian luar yaitu klitoris dan vulva.

20
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
Alat-alat kelamin dalam digantung oleh ligamentum lata (penggantung) yaitu
mesovarium, mesosalphinx dan mesenterium yang masing-masing menggantung ovarium,
oviduk dan uterus.
2.5.1. Ovarium
Fungsi utama dan umum ovarium adalah menghasilkan sel-sel kelamin betina
(ovum). Fungsi kedua adalah sebagai tempat penimbunan kuning telur, juga sebagai
penghasil hormon kelamin betina yaitu estrogen dan progesteron; pada beberapa hewan
juga berfungsi sebagai tempat dan pemberi makan bagi perkembangan awal embryo.

Gambar 2.5. Irisan Melintang Ovarium Pada Mamalia. 1. epitel kecambah,


2. oogonium, 3. folikel primer, 4. folikel sekunder, 5. folikel De Graaf,
6. korpus luteum, 7. stroma (jaringan ikat)

21
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
2.5.2. Tuba Fallopii (Oviduk)
Sepasang, merupakan saluran yang menghubungkan ovarium dengan uterus.
Bagian dari tuba Fallopii adalah infundibulum, ampula dan istmus. Ujung tuba Fallopii
membentuk suatu struktur seperti corong yang disebut infundibulum. Muara infundibulum
disebut ostium abdominale yang dikelilingi oleh penonjolan-penonjolan iregular pada
tepinya. Penonjolan-penonjolan ini disebut fimbriae. Ampula tuba Fallopii merupakan
setengah dari panjang tuba dan bersambung dengan daerah tuba yang sempit yaitu isthmus.
Dinding tuba Falopii terdiri dari : bagian mucosa (bercilia), musculatur dan serosa.
Secara ringkas fungsi dari tuba Falopii adalah: 1. Menerima ovum yang diovulasikan
ovarium. 2. Sebagai tempat kapasitasi spermatozoa. 3. Tempat terjadinya fertilisasi. 4.
Tempat menyalurkan embryo menuju uterus. 5. Membantu pengangkutan spermatozoa
ketempat fertilisasi

2.5.3. Uterus
Bagian-bagian uterus adalah kornua uteri, korpus uteri dan cervik uteri. Pada
hewan berlambung jamak, kornua uteri berkembang baik karena merupakan tempat
pertumbuhan fetus. Pada kuda perkembangan fetus terjadi di dalam korpus uteri sebagai
akibatnya kornua uteri tidak berkembang dengan baik. Cervik atau leher uterus
merupakan suatu otot sphinxter tubuler yang sangat kuat dan terdapat diantara vagina dan
uterus. Dinding lebih keras, lebih kaku dan lebih tebal dibanding dinding yang lain
(uterus dan vagina). Hal ini lebih jelas pada hewan primipara (belum beranak) daripada
hewan pluripara (sudah sering beranak). Fungsi cervik adalah mencegah benda asing
(mikroorganisme) memasuki lumen uterus.
Fungsi uterus adalah : 1. Sewaktu perkawinan, kontraksi uterus mempermudah
pengangkutan spermatozoa ke tuba Fallopii. 2. Sebelum implantasi, cairan uterus menjadi
medium blastocyt. 3. Sesudah implantasi, uterus menjadi tempat pembentukan plasenta dan
perkembangan fetus. 4. Waktu partus, kontraksi uterus berperan besar sekali.

2.5.4. Vagina
Merupakan organ kopulatoris dan sebagai saluran bagi fetus sewaktu partus.
Vagina terbagi dua bagian yaitu vestibulum, merupakan bagian sebelah luar yang
berhubungan dengan vulva dan portio vaginalis cervicis merupakan bagian yang
berhubungan dengan cervik. Pada hewan betina dara ada selaput tipis merupakan sekat
22
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
antara kedua bagian tersebut yang disebut hymen.

Gambar 2.6. Diagram Bentuk Uterus Pada Beberapa Hewan (Soebadi Partodihardjo, 1982)

2.5.5. Vulva dan klitoris


Klitoris embriologik homolog dengan penis sedang vulva homolog dengan
scrotum. Pada semua bagian klitoris dan vulva mempunyai banyak akhiran ujung-ujung
saraf perasa. Saraf ini memegang peranan penting di dalam memberikan sensasi pada
waktu kopulasi (pada hewan) dan coitus (pada manusia). Sensasi ini juga sangat penting
dalam rangka memberikan kemenarikan pada aktivitas reproduksi sehingga keberlanjutan
23
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
suatu spesies hewan (atau manusia) akan terjamin.

2.6. Mengenal Sel Gamet


Terdapat dua jenis sel gamet yaitu sel gamet betina atau sel telur (ovum atau ova)
dan sel gamet jantan atau spermatozoa. Kedua sel gamet dihasilkan oleh gonad yaitu
ovarium untuk sel telur dan testis untuk spermatozoa. Terdapat beberapa perbedaan
menyolok pada kedua sel gamet antara lain yaitu pada ukuran, bentuk, kemampuan gerak.

2.6.1. Spermatozoa
Terdapat variasi bentuk atau morfologi spermatozoa diantara spesies hewan yang
berbeda (lihat gambar bentuk-bentuk spermatozoa). Secara garis besar terdapat dua jenis
spermatozoa yaitu yang berflagellum (berekor) dan yang tidak memiliki flagellum (tak
berekor). Spermatozoa yang tidak berekor terdapat pada berbagai jenis invertebrata
seperti Nematoda, Crustacea, Diplopoda. Spermatozoa berekor umum terdapat pada
banyak spesies hewan, umumnya ekor hanya satu walaupun ada juga yang dua misalnya
pada "Toadfish".
Lama spermatogenesis bervariasi pada hewan yang berbeda spesies (lihat pada
Tabel II-5.). Spermatogenesis baru akan terjadi sesudah hewan jantan mencapai masa
pubertas. Masa tercapainya pubertas bervariasi tergantung pada spesies hewan, genetik
maupun lingkungan.

Tabel 2.5. Lama Proses Spermatogenesis Pada Beberapa Jenis Hewan.

Jenis Hewan Lama Spermatogenesis (hari)


Sapi 50 - 62 (rata-rata 56)
Domba 46 - 49
Babi 35 - 46
Tikus (rattus) Rata-rata 49
Tikus (mouse) Rata-rata 34
Manusia Rata-rata 74
Kuda Rata-rata 34
Kelinci Rata-rata 44

Proses spermatogenesis secara umum melalui empat fase atau tahap yaitu : (1)
Perbanyakan, (2) Pertumbuhan, (3) Pematangan dan (4) Perubahan bentuk. Proses
perubahan bentuk dari spermatid ke spermatozoa sering dikenal sebagai metamorfosis.
24
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
Spermatozoa secara morfologi umumnya sama pada hewan, yaitu terdiri atas bagian
Kepala, Bagian tengah, Bagian ekor dan bagian ujung ekor.
Semua penyimpangan bentuk morfologi normal spermatozoa dari suatu spesies
tertentu, akan menyebabkan gangguan kemampuan untuk membuahi (fertilisasi).

A B C D F
E

L
K M

G H I N

Gambar 2.7. Diagram Beberapa Bentuk Spermatozoa Pada Hewan. A.Bufo,


B.Amphioxus, C.Ikan (teleost), D. Bulu babi, E.Toad Fish,
F.Udang Galah Ayam, G. Ayam, H.mencit, I. Manusia.

2.6.2. Sel telur (Ova)


Sel gamet betina sering disebut sel telur (ova) dihasilkan dalam ovarium (gonad
betina). Proses perkembangan sel telur (terutama pada mamalia) terjadi dalam bagian
korteks ovari dan dapat diidentifikasi melalui perkembangan folikelnya. Beberapa tahap
perkembangan folikel yaitu : (1) Folikel primer, (2) Folikel sekunder, (3) Folikel tertier
dan (4) Folikel de Graff .
Lama proses pembentukan sel telur sangat bervariasi, tergantung pada jenis
hewannya. Dibandingkan dengan proses pembentukan spermatozoa (spermatogenesis),
maka pembentukan sel telur (Oogenesis) jauh lebih lama. Proses Oogenesis telah
berlangsung sejak masa-masa embrio.
Di dalam sel telur terkandung kuning telur (yolk) yang banyaknya sangat
bervariasi tergantung pada spesiesnya dan sesuai pula dengan tempat pertumbuhan
embrio. Pada umumnya sel telur hewan ovipar dan ovovivipar mengandung kuning telur
25
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
yang banyak sedang sel telur dari hewan vivipar mengandung sedikit kuning telur.
Berdasarkan banyak sedikitnya kuning telur, sel telur dapat diklasifikasi kedalam empat
golongan yaitu : (1) Homolesital atau oligolesital, (2) Mediolesital, (3) Megalesital atau
Polilesital.
Berdasarkan pada letak kuning telur dalam plasma sel telur, maka sel telur dapat
digolongkan pada (1) Isolesital, (2) Telolesital, (3) Sentrolesital. Banyak sedikitnya kuning
telur serta letak penyebaran kuning telur sangat berpengaruh terhadap kecepatan dan tipe
pembelahan awal embrio (Cleavage).

Daftar Bacaan

Balinsky. (1976). An Introduction to Embryology. Fourth edition. W.B. Saunders


Company. Philadelphia.

Carlson, Bruce M. (1988). Patten's Foundations of Embryology. Fifth edition. Mc-


Graw Hill Book Company. New York.

Hafez, E.S.E. (1980). Reproduction in Farm Animals. Lea and Febiger. Philadelphia.

Hoar,W.S. (1984). General and Comparative Physiology. Third edition. Prentice Hall of
India. New Delhi.

Nalbandov, A.V. (1976). Reproductive Physiology of Mammals and Birds.

Partodihardjo, S. (1982). Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara. Bandung.

Scott F. Gilbert. (1991). Developmental Biology. Fourth Edition, Massachusetts, Sinauer


Association Inc.

Tienhoven, Ari Van. (1983. Reproductive Physiology of Vertebrate. Second Edition.


Cornell University Press. Ithaca and London.

26
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009

You might also like