You are on page 1of 5

EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI AKAN DIFORMULASIKAN MENJADI BENTUK SEDIAAN KRIM M/A DALAM

PENELTIIAN INI. PENGGUNAAN KRIM MEMILIKI BEBERAPA KEUNTUNGAN, DIANTARANYA YAITU


MENINGKATKAN KELARUTAN DAN BIOAVAILABILITAS DARI ZAT AKTIF, SERTA KEMAMPUAN UNTUK
MENDUKUNG PENGHANTARAN SOLUTE-SOLUTE YANG BERSIFAT HIDROFILIK (AKHTAR ET AL, 2011)

Absorpsi Perkutan

Absorpsi perkutan merupakan gabungan fenomena penembusan suatu senyawa dari lingkungan luar
ke bagian kulit dalam dan fenomena penyerapan dari struktur kulit ke dalam peredaran darah getah
bening. Istilah perkutan menunjukkan bahwa penembusan terjadi pada lapisan epidermis dan
penyerapan dapat terjadi pada lapisan epidermis yang berbeda (Aiache, 1993).

Fenomena absorpsi perkutan (permeasi pada kulit) dapat digambarkan dalam tiga tahap yaitu
penetrasi pada permukaan stratum korneum, difusi melalui stratum
korneum, epidermis dan dermis, masuknya molekul ke dalam sirkulasi sistemik. Penetrasi
melalui stratum korneum dapat terjadi melalui penetrasi transepidermal dan
penetrasi transappendageal. Pada kulit normal, jalur penetrasi obat umumnya
melalui epidermis (transepidermal), dibandingkan penetrasi melalui folikel rambut maupun
melewati kelenjar keringat (transappendageal).

Jumlah obat yang terpenetrasi melalui jalur transepidermal berdasarkan luas

Permukaan pengolesan dan tebal membran. Kulit merupakan organ yang bersifat aktif secara
metabolik dan kemungkinan dapat merubah obat setelah penggunaan secara topikal.
Biotransformasi yang terjadi ini dapat berperan sebagai faktor penentu kecepatan (rate limiting
step) pada proses absorpsi perkutan (Swarbrick dan Boylan, 1995).

Difusi obat melalui membran

Difusi melalui lapisan tanduk (stratum korneum) merupakan suatu proses yang pasif. Difusi pasif
merupakan suatu proses perpindahan masa dari tempat yang berkonsentrasi tinggi ke tempat yang
berkonsentrasi rendah. Membran dalam kajian formulasi dan biofarmasi merupakan suatu fase
padat, setengah padat atau cair dengan ukuran tertentu, tidak larut atau tidak tercampurkan dengan
lingkungan sekitarnya dan dipisahkan satu dan lainnya, umumnya oleh fase cair. Dalam biofarmasi,
membran padat digunakan sebagai model pendekatan membran biologis. Membran padat juga
digunakan sebagai model untuk mempelajari kompleks atau interaksi antara zat aktif dan bahan
tambahan serta proses pelepasan dan pelarutan (Aiache, 1993).

Membran padat sintetik dapat dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu membran polimer berpori,
membran polimer tidak berpori, dan membran lipida tidak berpori (Aiache, 1993).

Dalam studi pelepasan zat aktif yang berada dalam suatu bentuk sediaan digunakan membran padat
tiruan yang berfungsi sebagai sawar yang memisahkan sediaan dengan cairan disekitarnya. Teknik
pengukuran laju pelepasan yang tidak menggunakan membran akan mengalami kesulitan karena
perubahan yang cepat dari luas permukaan sediaan yang kontak dengan larutan uji.
Pengadukan pada media reseptor sangat berperan untuk mencegah kejenuhan lapisan difusi yang
kontak dengan membran (Aiache, 1993).

Perlintasan dalam membran sintetik umumnya berlangsung dalam dua tahap. Tahap awal adalah
proses difusi zat aktif menuju permukaan yang kontak dengan membran. Pada tahap ini daya difusi
merupakan mekanisme pertama untuk menembus daerah yang tidak diaduk, dari lapisan yang
kontak dengan membran. Tahap kedua adalah pengangkutan. Tahap ini dapat dibagi atas dua
bagian. Bagian yang pertama adalah penstabilan gradien konsentrasi molekul yang melintasi
membran sehingga difusi terjadi secara homogen dan tetap. Bagian yang kedua adalah difusi dalam
cara dan jumlah yang tetap. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi tidak berubah
sebagai fungsi waktu.

https://aerotessa.wordpress.com/2014/04/16/krim-cremores/

Zat aktif merupakan zat yang memang terbukti memberikan efek farmakologis pada tubuh manusia
atau hewan dalam dosis tertentu. Zat aktif juga dikenal sebagai drug, active ingredient, dan active
pharmaceutical ingredient (API). Suatu proses penemuan obat (drug discovery) dilakukan untuk
memperoleh suatu zat aktif yang dibutuhkan, baik dari bahan alam, semisintesis maupun sintesis
penuh. Hal utama yang perlu diperhatikan dalam menemukan suatu senyawa aktif farmakologis
tersebut adalah terbuktinya keamanan dan khasiatnya. Perlu dipertimbangkan benefit to risk ratio
dari senyawa aktif yang baru tersebut.

Zat aktif sangat beragam dalam memberikan efek farmakologis. Zat aktif yang poten, hanya
dibutuhkan dalam jumlah yang sangat sedikit untuk memberikan efek farmakologis yang bermakna,
tidak jarang hanya berkisar microgram saja. Untuk membawa sejumlah kecil zat aktif tersebut, maka
dibutuhkan bahan lain yang dapat membawa zat aktif tanpa memberikan efek farmakologis (inaktif).

Zat inaktif adalah zat yang tidak memberikan efek secara farmakologis, namun dapat menunjang
kinerja penghantaran zat aktif pada aplikasi. Kinerja yang dimaksudkan dalam hal ini adalah:

1. Membawa zat aktif ke tempat pelepasan/lokasi aksi,


2. Memodulasi pelepasan zat aktif,
3. Meningkatkan stabilitas dan mempertahankan kualitas.

Zat inaktif juga dikenal sebagai excipients atau inactive ingredients.


Zat aktif dan inaktif yang disatukan dalam suatu kesatuan sistem dengan desain tertentu, dikenal
sebagai bentuk sediaan obat = BSO (drug dosage form). BSO pada prinsipnya merupakan suatu
bentukan yang membawa zat aktif menuju lokasi terapi atau tempat pelepasan zat aktif. BSO dikenal
dengan pengertian lain sebagai obat (medicine).

Kriteria suatu BSO secara umum adalah:

1. Aman
2. Stabil dalam penyimpanan menunjukkan kualitas fisik yang baik selama penyimpanan sesuai
dengan batasan kadaluarsanya
3. Dapat bercampur dengan zat aktif, mampu membawa dan melepaskan zat aktif pada lokasi
aksi/tempat pelepasan
4. Mampu melindungi zat aktif dari kemungkinan degradasi
5. Efektif, efisien, ekonomis
6. Dikemas dalam kemasan yang sesuai

Berdasarkan wujudnya, BSO dibedakan sebagai BSO solid, BSO liquid dan BSO semisolid.

Desain BSO memegang peranan penting terutama agar BSO dapat mendukung timbulnya efek
farmakologis suatu zat aktif secara repsodusibel dan agar BSO dapat diproduksi dalam industry skala
besar.

Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam desain suatu BSO antara lain:

1. Tujuan terapi dan kondisi anatomi fisiologi pasien.


2. Sifat fisikokimia zat aktif.
3. Pertimbangan biofarmasetis terkait kapasitas absorpsi untuk beberapa jenis zat aktif dalam
berbagai jenis jalur pemberian obat.
4. Desain kemasan sebagai alat yang mewadahi, memberikan proteksi, menjaga stabilitas produk,
memberikan informasi, dan mendukung kenyamanan penggunaan obat sehingga meningkatkan
kepatuhan pasien.

BSO merupakan bagian dari suatu sistem penghantaran obat.

Sistem penghantaran obat merupakan suatu sistem atau cara untuk membawa, menghantarkan dan
melepaskan obat pada tempat aksi / tempat pelepasan dengan aman, efektif dan efisien.
Pengertian aman dalam hal ini dimaksudkan bahwa efek obat yang tidak diinginkan (adverse
effect) dapat diminimalkan, dan juga bahwa zat aktif dilindungi dalam perjalanannya menuju lokasi
aksi/pelepasan.
Pengertian efektif dalam hal ini terkait dengan khasiat (efficacy) dari obat tersebut, sedangkan
efisien terkait dengan perhitungan dosis, frekuensi penggunaan obat dan lama waktu terapi yang
tepat, yang dapat memberikan imbas pada jumlah beaya terapi yang ditimbulkan.

Hal-hal yang terkait dalam suatu sistem penghantaran obat adalah:

1. BSO (termasuk sifat fisikokimia zat aktif maupun excipient),


2. Jalur pemberian obat,
3. Mekanisme pelepasan zat aktif dari BSO,
4. Pertimbangan bioavailabilitas (bagaimana zat aktif dapat mencapai sirkulasi sistemik dengan laju
dan jumlah yang memadai).

Sistem penghantaran obat didesain sedemikian rupa sehingga diharapkan mampu melaksanakan
fungsinya dengan baik. Sistem ini dikategorikan sebagai conventional delivery system dan advanced
delivery system. Dalam conventional delivery system, kondisi obat setelah dilepaskan dari BSO tidak
dimonitor, sedangkan dalam advanced system, pelepasan obat dimanipulasi, dikendalikan bahkan
diarahkan untuk dapat ditargetkan melepaskan zat aktif di dalam sel (targeting drug delivery untuk
pengobatan dengan menggunakan cancer chemotherapy).

Efek farmakologis suatu obat yang dikehendaki pada suatu terapi sebagai akibat berjalannya sistem
penghantaran obat, dapat dibedakan dalam 2 hal, yaitu: efek local (setempat) dan efek sistemik
(terabsorpsi ke- atau langsung melalui peredaran darah, terdistribusi ke seluruh bagian tubuh). Efek
local dapat dicapai terutama dengan jalur pemberian topical (diaplikasikan pada permukaan kulit
dan atau selaput mukosa) dan jalur parenteral khusus (sub plantar / ginggival selama tidak
terabsorpsi masuk ke pembuluh darah), sedangkan efek sistemik dapat dicapai terutama dengan
jalur oral (telan zat aktif terabsorpsi melalui membrane dinding usus), parenteral (intravascular
atau ekstravaskular) atau transdermal

Pada prinsipnya pembeda dari efek local ataupun sistemik adalah apakah zat aktif tersebut
diarahkan menuju ke pembuluh darah atau tidak. Selama obat tersebut tidak diberikan secara intra
vascular (langsung ke sirkulasi sistemik via pembuluh darah) atau terabsorpsi melewati pembuluh
darah, maka efek yang timbul adalah efek local.

http://science-pharmacy.blogspot.co.id/2011/02/obat-dan-bentuk-sediaan-obat.html

Pengaruh basis emulsi, terutama yang berkaitan dengan sistem emulsi minyak/air (m/a) atau
air/minyak (a/m) terhadap penyerapan perkutan zat aktif belum banyak diketahui, walaupun
beberapa hasil penelitian yang saling bertentangan telah dipubliklsikan. Barret C, W, dkk, thn 1964,
telah membuktikan bahwa metil nikotinat diserap oleh kulit dengan cara yang sama; baik pada
emulsi m/a atau a/m. Munro D, D, dkk, thn 1974, menvatakan bahwa fluosinofon paling baik diserap
bila digunakan salep dengan dasar vaselin. penyerapan semakin berkurang bila digunakan emulsi
(bila mungkin), krim dan akhirnya sediaan yang rnengandung propilen glikol. Sebaliknva untuk
betametason valerat, tidak teramati adanya perbedaan yang bermakna, bila steroida tersebut dibuat
dengan basis, krim m/a atau a/m, salep berdasar vaselin maupun dalam basis yang mengandung
propilen glikol (Sarkany I., dkk. din 1965).

3.2.3 Bahan peningkat ( enhancher) absorbsi zat aktif

Istilah peningkat (enhancher) penembusan (penetrasi), dipakai untuk bahan yang mempunyai efek
langsung terhadap permiabilitas dari sawar (barrier) kulit. Beberapa bahan mungkin bekerja dengan
langsung secara kimia pada kulit dan sebahagian bahan mungkin tidak mernpunyai efek khusus
terhadap barrier misalnya dengan mempengaruhi solubilitas dan/atau dispersibilitas dari bahan obat
dari/atau sistem penvampaiannya (bahan pcmbawa). Sejumlah bahan dapat meningkatkan
penyerapan senyawa yang terlarut di dalamnva (Wepierre J, thn 1971), terutama pelarut aprotik
misalnya dimetil-sulfoksida (DMSO), dimietilasetamida(DMA) dan dimetilformamida (DMF).

Sebaliknya untuk bahan pembawa yang umum digunakan. maka bahan peningkat penembusan
dapat melintasi kulit. Meskipun bahan-bahan tersebut diserap, namun tidak mempercepat
perpindahan senyawa yang terlarut. Setiap bahan dalam larutan berpindah dengan kecepatan
terrenru dalarn kuit (Alleny A.C., dkk thn 1969).

Pelarut-pelarut organik seperti benzene, alcohol aseton, telah terbukti dapat meningkatkan
kecepatan penetrasi baik bahan yang larut dalarn air atau bahan yang larut dalam lemak. E'ciaru'-
pelarut hi<r-osl.opis yang dipakai dalam bentul: murni tanpa pengenceran atau lanitar, yang sedikit
diencerkan, akan mengubah struktur lapisan tanduk dan menyebabkan pembengkakan sel dasar;
dan 2. terjadi penggantian air yang terdapat dalam sel dasar (Katz M, dkk, thn 1972).

http://rizaumayah.blogspot.co.id/2014/02/biofarmasi.html

You might also like