You are on page 1of 41

BAB I

KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Sdr. H
Usia : 27 tahun
Alamat : Jebed Selatan 2/4 Pemalang
Pekerjaan : Pegawai swasta
Status : Belum kawin
Masuk RS : 5 september 2017
II. Anamnesis (Autoanamnesis)
Keluhan utama
Post KLL
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke RSUD Suradadi dengan post KLL dari motor
mengeluh nyeri gerak pada bahu kanan dan paha kanan. Tangan kanan dan
kaki kanan sulit digerakkan. Pasien juga mengeluh pusing (+) mual (+).
Pasien jatuh dalam kondisi sadar, tidak ada fase pingsan, muntah (-),
pasien ingat kronologi saat jatuh, yang mana bagian tubuh sisi kanan
tertindih oleh motor.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien sebelumnya belum pernah dirawat karena keluhan seperti ini.
Riwayat DM, asma dan penyakit jantung disangkal.
Riwayat penyakit keluarga
Keluhan yang sama,hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung dan
penyakit ginjal dalam keluarga disangkal
Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya untuk
keluhan yang sekarang.
Riwayat Alergi
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan,
makanan dan cuaca.

1
Riwayat Psikososial
Riwayat merokok, minum alcohol serta obat-obatan disangkal pasien
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum tampak lemas, kesadaran somnolen, tekanan darah
88/64 mmHg, frekuensi nadi 56 kali/menit, pernapasan 22 kali/menit, suhu
37oC, SpO2 100%, BB : 49 kg
Kepala: Bentuk normocephal, simetris, rambut hitam, tidak mudah dicabut,
hematom (-)
Mata. konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-) ,pupil isokor kanan dan
kiri, refleks cahaya positif pada kedua mata
Hidung. Septum di tengah, tidak deviasi, pernafasan cuping hidung (-),
sekret (-).
Mulut.Mukosa bibir basah, lidah (-), faring dan tonsiltidak hiperemis
Leher.Pada inspeksi bentuk normal, pembesaran kelenjar tiroid dan
kelenjar getah (-), JVP tidakmeningkat
Thoraks.Pada inspeksi bentuk dada kanan dan kiri sama, pergerakan nafas
kanan dan kiri sama, iktus kordis tidak terlihat, auskultasi pernafasan
vesikuler (+/+), ronkhi (-/-),wheezing (-/-), bunyi jantung I-II reguler,
murmur (-) gallop (-/-).
Abdomen. Pada inspeksi supel, perut tampak datar, , hepar dan lien tidak
teraba, perkusi seluruh lapang abdomen timpani, auskultasi bising usus
normal
Pinggang. Nyeri ketok CVA (-/-)
Ekstremitas. Akral dingin (+/+), CRT >2 detik
Status lokalis
1) Regio clavicula dekstra
- Look: Deformitas (-) edema (-)
- Feel: Krepitasi (-) nyeri tekan (-)
- Movement: passive movement (ROM terbatas)
2) Regio cruris dekstra
- Look: deformitas (+) edema (+)
- Feel: krepitasi (+) nyeri tekan (+) pulsasi bagian distal trauma (+)
- Movement: passive movement (ROM terbatas)

2
IV. Hasil Pemeriksaan laboratorium (5 september 2017)
Jam 18.45
Hematologi Hasil Nilai Rujukan Satuan
Rutin
Hemoglobin 14,8 14 16 g/dl
Hematokrit 41 37 43 %
Eritrosit 4,92 juta 45 Juta/mm3
Leukosit 22.030 4.000-11.000 mm3
Trombosit 198.000 150000 450000 mm3
MCV 83,4 76 96 fL
MCH 30,1 27 32 pg
MCHC 36,2 32 36 g/dl
CT 7:00 menit 3-8 Menit
BT 3:30 menit 1-4 menit
GDS 166,1 <200 mg/dl
Jam 20.00
Hematologi Hasil Nilai Rujukan Satuan
Rutin
Hemoglobin 12,8 14 16 g/dl
Hematokrit 35,4 37 43 %
Eritrosit 4,27 juta 45 Juta/mm3
Leukosit 27.880 4.000-11.000 mm3
Trombosit 168.000 150000 450000 mm3
MCV 83,0 76 96 fL
MCH 30,1 27 32 pg
MCHC 36,3 32 36 g/dl
Jam 21.15
Hematologi Hasil Nilai Rujukan Satuan
Rutin
Hemoglobin 10,5 14 16 g/dl
Hematokrit 28,7 37 43 %
Eritrosit 3,48 juta 45 Juta/mm3
Leukosit 17.130 4.000-11.000 mm3

3
Trombosit 108.000 150000 450000 mm3
MCV 82,5 76 96 fL
MCH 30,3 27 32 pg
MCHC 36,7 32 36 g/dl

Foto rontgen tanggal 5 september 2017


1) Regio clavicula dekstra

Gambar 1. Foto clavicula dekstra proyeksi AP


Kesan:
Tidak tampak diskontinuitas tulang os clavicula dekstra, caput humeri dalam
batas normal.

2) Regio femoralis dekstra

4
Kesan:
Tampak diskontinuitas tulang os femur dekstra 1/3 medial completed

V. Diagnosis
1. Syok hipovolemik et causa hemoragik
2. Closed fracture 1/3 medial femur dekstra completed

VI. Penatalaksanaan
Terapi IGD

5
IV line 2 jalur RL sebanyak 2000 cc
Inj. Ketorolac 3x30 mg iv
Inj. Omeprazole 2x40 mg
Immobilisasi dengan pemasangan elastic verband
Pantau diuresis, ku/vs
Konsul Sp.OT mendapat jawaban:
- Cek Hb tiap 1 jam, jika Hb turun maka masukkan 1 kolf PRC atau
whole blood
- Persiapkan OP Cito
- Konsul Sp.An, mendapat jawaban: siapkan PRC atau whole blood 4
kolf, loading sampai keluar urine, HES:RL loading 2 jalur

VII. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam

Follow up (5 september 2017)


S O A P
Nyeri post op KU/Kes: S.sedang/CM 1. Syok IVFD Nacl 20 tpm
(+) TD: 104/58 mmHg hipovolemik Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
RR: 21 x/menit ec hemoragik Inj. Gentamycin 2x80 mg
HR:86 x/menit 2. Post ORIF Inj. Ketorolac 3x30 mg
Spo2: 100% femur dekstra Inj. Ranitidine 2x50 mg
Suhu 36,0C 3. Repair Evaluasi tanda-tanda
Mata: ca -/-, SI-/- vascular compartment syndrome
Thorax: Cor BJ1=2 reg lower extremity dekstra
Pulmo VBS +/+, Rh-/-, Evaluasi vascularisasi upper
Wh -/- extremity dekstra
Abd: supel, NTE + Evaluasi vaskularisasi lower
Status lokalis: extremity dekstra
- Luka operasi Heparin 1000 IU/jam mulai
tertutup elastic pukul 00.00-05.00

6
bandage Cek DL ada hasil
- Straping lapor
glenohumeral
dekstra

LAPORAN OPERASI (tanggal 5 september 2017)


a. Diagnose pre operasi:
CF Femur Dekstra dengan lesi vaskuler
b. Diagnose post operasi:
CF Femur Dekstra dengan lesi v. Femoralis + a. Perforantor
c. Tindakan operasi:
- Explorasi
- ORIF
- Repair vaskular
Follow up (6 september 2017)
S O A P
Nyeri post op KU/Kes: S.sedang/CM 1. Post syok IVFD Nacl 20 tpm
berkurang TD: 124/68mmHg hipovolemik Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
RR 18x/menit 2. Post ORIF femur Inj. Gentamycin 2x80 mg
HR 72x/menit dekstra Inj. Ketorolac 3x30 mg
Suhu 36,9C 3. Repair vascular Inj. Ranitidine 2x50 mg
Spo2: 98% Evaluasi tanda-tanda
Mata: KA-/-, SI-/- compartment syndrome
Thorax: Cor BJ1=2 reg lower extremity dekstra
Pulmo VBS +/+, Rh-/-, Wh - Evaluasi vascularisasi
/- upper extremity dekstra
Cor : gallop (-) murmur (-) Evaluasi vaskularisasi
Abd: supel, NTE (-) lower extremity dekstra
Status lokalis: Drip tramadol 3x1 amp

7
- LO tertutup Transfuse PRC 2 kolf
elastic bandage cek lab konsul dr.
dengan drainase Sp.OT, lapor mendapat
5cc advis:
Lab: - Transfuse PRC 1
Hb: 10,7 kolf
AL: 10,300
AT: 102.000
HT: 29,3%

Follow up ( 7 september 2017)


S O A P
Nyeri (+) KU/Kes: S.sedang/CM 1. Post syok Lapor dr. Imelda Sp.OT
TD: 127/74mmHg hipovolemik pindah bangsal
RR 20 x/menit 2. Post ORIF femur jawaban: acc pindah
HR 95 x/menit dekstra bangsal
Suhu 36,5C 3. Repair vascular IVFD Nacl 20 tpm
SpO2: 100% Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
Mata: KA+/+, SI-/- Inj. Gentamycin 2x80 mg
Thorax: Cor BJ1=2 reg Inj. Ketorolac 3x30 mg
Pulmo VBS +/+, Rh-/-, Wh - Inj. Ranitidine 2x50 mg
/- Evaluasi tanda-tanda
Cor : gallop (-) murmur (-) compartment syndrome
Abd: supel, NTE (-) lower extremity dekstra
Status lokalis: Evaluasi vascularisasi
LO: lua upper extremity dekstra
Evaluasi vaskularisasi
lower extremity dekstra
Drip tramadol 3x1 amp
Lapor mengenai transfuse
ke dr. Imelda Sp.OT
transfuse tunda

8
Follow up (8 september 2017)
S O A P
Nyeri post KU/Kes: S.sedang/CM 1. Post syok IVFD Nacl 20 tpm
OP (+) TD: 110/70 mmHg hipovolemik Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
RR 20 x/menit 2. Post ORIF femur Inj. Gentamycin 2x80 mg
HR 86 x/menit dekstra Inj. Ketorolac 3x30 mg
Suhu 36,5C 3. Repair vascular Inj. Ranitidine 2x50 mg
Mata: KA+/+, SI-/- Evaluasi tanda-tanda
Thorax: Cor BJ1=2 reg compartment syndrome
Pulmo VBS +/+, Rh-/-, Wh - lower extremity dekstra
/- Evaluasi vascularisasi
Cor : gallop (-) murmur (-) upper extremity dekstra
Abd: supel, NTE (-) Evaluasi vaskularisasi
Status lokalis: lower extremity dekstra
LO: kering Drip tramadol 3x1 amp
Aff drain

Follow up (9 september 2017)


S O A P
Nyeri KU/Kes: S.sedang/CM 1. Post syok Acc pulang
berkurang (+) TD: 127/74mmHg hipovolemik Terapi:
RR 20 x/menit 2. Post ORIF femur - Cefixime 2x1 tab
HR 95 x/menit dekstra - Aspilet 3x2 tab
Suhu 36,5C 3. Repair vascular - Ketoprofen 2x1 tab
SpO2: 100% - Kalk 2x1 tab
Mata: KA+/+, SI-/- - Metilcobalt 3x1 tab
Thorax: Cor BJ1=2 reg Kontrol ke poli orthopedi
Pulmo VBS +/+, Rh-/-, Wh -
/-
Cor : gallop (-) murmur (-)
Abd: supel, NTE (-)

9
Status lokalis:
LO: kering, ditutup elastic
bandage
VAS 6-7

10
BAB II
DAFTAR PUSTAKA

A. SYOK HIPOVOLEMIK
1. Definisi

Syok hipovolemik merupakan sindrom klinis akibat perfusi jaringan

yang tidak adekuat sehingga suplai oksigen tidak mencukupi untuk proses

metabolik normal dimana dapat terjadi hipoperfusi organ yang

mengakibatkan kegagalan fungsi organ hingga kematian. Syok

hipovolemik merupakan tipe syok paling umum yang terjadi karena

kehilangan sel darah merah dan plasma karena perdarahan atau karena

kehilangan volume plasma akibat sekuestrasi cairan ke ekstravaskular

Cairan tubuh terkandung dalam kompartemen intraselular dan

ekstraseluler. Cairan intraseluler menempati hampir 2/3 dari air tubuh total

sedangkan cairan tubuh ekstraseluler ditemukan dalam salah satu

kompartemen intravaskuler dan interstisial.1

2. Etiologi

Syok hipovolemik dapat terjadi akibat:5

1) Syok hemoragik

a. Hemoragik eksternal : trauma, pendarahan gastrointestinal

b. Hemoragik internal : hematoma, hematotoraks,

hemoperitonium

2) Kehilangan plasma

Misalnya: luka bakar, dermatitis eksfoliatif, peritonitis

3) Kehilangan cairan dan elektrolit

11
a. Eksternal : muntah, diare, keringat berlebih, keadaan hiperosmolar

(ketoasidosis diabetik, koma hiperosmolar nonketotik)

b. Internal : pankreatitis, asites, obstruksi usus

Perdarahan

Hematom subkapsular hati

Aneurisma aorta pecah

Perdarahan gastrointestinal

Perlukaan berganda

Kehilangan plasma

Luka bakar luas

Pancreatitis

Deskuamasi kulit

Sindrom Dumping

Kehilangan cairan ekstraseluler

Muntah

Dehidrasi

Diare

Terapi diuretic yang agresif

Diabetes insipidus

Insufisiensi adrenal

Tabel 1. Penyebab Syok Hipovolemik2

12
3. Patofisiologi Syok

Pada syok hipovolemik, syok kardiogenik, dan syok obstruktif

ekstrakardial serta pada sebagian kecil syok distributif, terjadinya

penurunan curah jantung yang berat sehingga terjadi penurunan perfusi

organ vital. awalnya, mekanisme kompensasi seperti vasokonstrikisi dapat

mempertahankan tekanan arteri pada tingkat yang mendekati normal.

Bagaimanapun, jika proses yang menyebabkan syok terus berlangsung,

mekanisme kompensasi ini akhirnya gagal dan menyebabkan manifestasi

klinis sindroma syok. Jika syok tetap ada, kematian sel akan terjadi dan

menyebabkan syok ireversibel.1,2,4

Orang dewasa sehat dapat mengkompensasi kehilangan 10% volume

darah total yang medadak dengan menggunakan mekanisme

vasokonstriksi yang diperantarai sistem simpatis. Akan tetapi, jika 20

sampai 25 persen volume darah hilang dengan cepat, mekanisme

kompensasi biasanya mulai gagal dan terjadi sindroma klinis syok. Curah

jantung menurun dan terdapat hipotensi meskipun terjadi vasokonstriksi

menyeluruh. Pengaturan aliran darah lokal mempertahankan perfusi

jantung dan otak sampai pada kematian sel jika mekanisme ini juga gagal.

Vasokonstriksi yang dimulai sebagai mekanisme kompensasi pada syok

mungkin menjadi berlebihan pada beberapa jaringan dan menyebabkan

lesi destruktif seperti nekrosis iskemik intestinal atau jari-jari. Akhirnya,

jika syok terus berlanjut, kerusakan organ akhir terjadi yang mencetuskan

sindroma distres respirasi dewasa, gagal ginjal akut, koagulasi

13
intravaskuler diseminata, dan gagal multiorgan yang menyebabkan

kematian.4

Tubuh memiliki respon fisiologis terhadap perdarahan dengan aktifasi

sistem fisiologi hematologi, kardiologi, ginjal, dan neuroendokrin. Dimana

awalnya pada sistem hematologi teraktifasinya kaskade koagulasi dan

kontraksi dari pembuluh darah yang berdarah. Dilanjutkan dengan aktifasi

dari platelet yang membentuk gumpalan yang masih baru pada sumber

perdarahan. Dimana collagen akan terekspos pada pembuluh darah yang

rusak, kemudian adanya deposit dari fibrin yang menstabilkan gumpalan.

Dalam 24 jam gumpalan fibrin selesai dan terjadinya formasi yang

matang.

Dari sistem kariovaskular, diawali dengan respon peningkatan denyut

nadi, peningkatan kontraktilitas miokardial, vaso konstriksi dari pembuluh

darah perifer. Dari sistem ginjal, dengan stimulasi peningkatan sekresi

renin dari sel juxtaglomerular . Renin mengubah angiotensinogen menjadi

angiotensin I, dimana akan diubah lagi menjadi angiotensin II di paru dan

hati. Fungsi angiotensin II memiliki efek yang dapat membalikkan syok

hemoragik, dimana terjadi vasokonstriksi dari otot polos arteriolar dan

sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Aldosterone berfungsi untuk

mengaktifasi reabsorbsi dari sodium.

Efek dari sisten neuroendokrim, peningkatan hormon antidiuretik yang

bersirkulasi. Yang dihasilkan dari posterior pituitary terhadap tekanan

darah yang menurun (yang terdeteksi oleh baroreceptor) dan penurunan

konsentrasi sodium (yang terdeteksi oleh osmoreceptor). ADH secara tidak

14
langsung meningkatkan reabsorbsi dari air dan garam (NaCl) pada tubula

distal, dan loop of henle.

Pada syok, perfusi oksigen dalam jaringan menurun akibat

berkurangnya aliran darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya

pelepasan oksigen ke dalam jaringan. Kekurangan oksigen di jaringan

menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme anaerob dan

menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya

asam laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-Giesecke, 1991).

Syok hipovolemik yang disertai asidosis adalah saturasi oksigen yang

perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan

dengan penggantian cairan. 1,4

15
4. Diagnosis

Diagnosis syok hipovolemik dapat terdiagnosa dengan munculnya

tanda tanda hemodinamik yang tidak stabil, dan penyebabjelas dari

kehilangan darah yang jelas. Diagnosa lebih sulit pada pasien dengan

kasus kehilangan volume darah, seperti kehilangan darah dari sistem

pencernaan, maupun perdarahan pada ruang abdomen. Pemeriksaan

hemoglobin dan hematokrit tidak berubah hingga terjadi kompensasi

cairan. Tanda hemokonsentrasi terjadi pada kasus kehilangan plasma dan

cairan yang dapat menjadi hypovolemia.1,4

Untuk diagnosis klinis syok, dapat ditentukan melalui perubahan

denyut nadi, tekanan denyut nadi, tekanan darah sistolik, pernafasan,

capilary refil time, dan pengeluaran urin.

Tabel 1. Derajat Syok Hipovolemik setelah Perdarahan

Class I Class II Class III Class IV

Blood loss (mL) >750 750-1500 1500-2000 >2000

Blood loss (%) >15% 15-30% 30-40% >40%

Heart rate/min <100 >100 >120 >140

Systolic Blood Nomal Normal Decreased Decreased

Pressure

Pulse Pressure Normal Decreased Decreased Decreased

Respiratory rate 14-20 20-30 30-40 <35

16
Capilary refill Delayed Delayed Delayed Delayed

Urine ouput >30 20-30 5-15 Minimal

(mL/hr)

Mental status Slightly Anxious Confused Confused and

anxious lethargic

5. Gejala Klinis

Gejala dan tanda pada syok hipovolemikakibat perdarahan maupun

yang bukansama meski ada perbedaan pada kecepatan timbulnya syok.

Sama seperti hipovolemik syok yang terjadi akibat perdarahan internal dan

eksternal, dimana gejala dan tanda pada perdarahan internsal tidak terlalu

jelas, dimana gejala pada umunya pasien akan mengeluhkan lemah lesu

dan penurunan kesadaran. Gejala lain seperti kelemahan, pusing,

kebingungan, kencing yang berkurang, ekstremitas yang dingin harus

dicari pada pasien.

Pada pasien dengan perdarahan akibat trauma, mekanisme dari luka

atau cedera harus di cari serinci mungkin untung menyingkirkan beberapa

perdarahan internal. Gejala-gejala lainnya sesuai dengan penyebab syok

hipovolemik, seperti pada gangguan vaskular, gejala seperti sakit pada

dada, abdomen atau punggung akan dikeluhkan oleh pasien. Gejala

muntah darah atau buang air besar berdarah akan dikeluhkan pada pasien

dengan perdarahan saluran cerna.1,2,4

6. Klasifikasi Syok

a. Hipovolemia ringan dengan perdarahan dibawah 20 persen volume

darah menimbulkan takikardi ringan Penurunan perfusi hanya pada

jaringan dan organ non vital seperti kulit, lemak, otot rangka, dan

17
tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama dengan perfusi

rendah, tanpa adanya perubahan jaringan yang menetap

(irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin normal

atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau

ringan .

b. Pada hipovolemia sedang dengan perdarahan 20-40% dari volume

darah, pasien menjadi gelisah dan takikardia lebih terlihat

meskipun tekanan darah dapat normal pada posisi berbaring,

namun dapat ditemukan dengan jelas hipotensi ortostatik dan

takikardia.

c. Pada hipovolemia berat dengan perdarahan lebih dari 40% dari

volume darah, maka gejala klasik syok akan muncul, tekanan darah

menurun dan tidak stabil meskipu dengan posisi berbaring, pasien

menderita takikardia hebat, oliguria, agitasi atau bingung. Perfusi

ke susunan saraf pusat dipertahankan dengan baik sampai syok

bertambah berat. Penurunan kesadaran merupakan gejala

penting.Perubahan dari shock yang sedang menjadi berat bisa

sangat cepet, jika tidak dilakukan tindakan untuk membalikkan

keadaan, terutama pada pasien usia lanjut, dapat pasien dengan

penyakit penyerta, kematian tidak terhindarkan. Dekompensasi

yang berprogresif dan kematian sel yang tidak dapat sembuh

kembali dapat menjadi fatal jika, penanganan tidak maksimal.

Tabel 2. Gejala Klinis Syok Hipovolemik4

Ringan Sedang Berat

(< 20% volume (20-40% volume (> 40% volume darah)

18
darah) darah)

Ekstremitas dingin Sama, ditambah: Sama, ditambah:

Waktu pengisian Takikardi Hemodinamik tak

Kapiler meningkat stabil

Diaporesis Takipnea

Vena kolaps Oliguria Takikardi bergejala

Cemas Hipotensi ortostatik Hipotensi

Perubahan kesadaran

Harus dibedakan syok akibat hipovolemik dan akibat kardiogenik karena

penatalaksanaan yang berbeda. Keduanya memang memiliki penurunan curah

jantung dan mekanisme kompensasi simpatis. Tetapi dengan menemukan adanya

tanda syok kardiogenik seperti distensi vena jugularis, ronki dan gallop S3 maka

semua dapat dibedakan.

7. Penatalaksanaan

Tujuan dari penangan syok adalah memperbaiki perfusi jaringan,

memperbaiki oksigenasi tubuh, dan mempertahankan suhu tubuh.

Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus

segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan sesuai dengan

penyebab. 1,2,4

Prinsip yang digunakan dalam Advance Trauma life support adalah

ABC. Jalan nafas (A = air way) pasien bebas, pertimbangan apakah perlu

pemasangan pipa endotrakeal, pemasangan pipa endotrakeal dipilih pada

pasien dengan curiga adanya trauma inhalasi atau kasus lainnya yang

dapat menganggu jalur nafas pasien. Pernafasan (B = breathing) harus

19
terjamin, pertimbangan apakah perlu penggunaan ventilasi buatan dan

pemberian oksigen 100%. Defisit volume peredaran darah (C =

circulation) harus diatasi dengan pemberian cairan intravena dan bila perlu

pemberian obat-obatan inotropik untuk mempertahankan fungsi jantung

atau obat vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi perifer. 3 langkah

diatas merupakan langkah yang penting untuk mengatasi syok.5

Manajemen cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat

berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input

cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu

termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk

kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan

menurunkan angka mortalitas.2,5

Larutan parenteral pada syok hipovolemik yang dapat digunakan

berupa cairan kristaloid, koloid, dan darah. Perdarahan yang banyak (syok

hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada fungsi kardiovaskuler.

Untuk perbaikan sirkulasi, langkah pertama yang dilakukan adalah

pemasangan jalur intravena dan pengambilan darah untuk pemeriksaan

laboratorium rutin, golongan darah, dan bila perlu Cross test. Jika

hemoglobin rendah maka cairan pengganti yang terbaik adalah tranfusi

darah. Jumlah cairan yang diberikan pertama kali dengan pemberikan

infus Saline atau Ringer Laktat 20 cc/kg.Penggunaan albumin atau koloid

lainnya tidak menunjukkan kelebihan dibandingkan dengan penggunaan

kristaloid. Penggunaan kristaloid dipilih karena keuntungan dari harga dan

ketersediaan.

20
Pemberian darah pada awal shok karena perdarahan, dimana pasien

tidak memberikan respons positif terhadap pemberian infus kristaloid

sebanyak 40cc/kg. Bila hemodinamik tetap tak stabil, berarti perdarahan

atau kehilangan cairan belum teratasi. Kehilangan darah yang berlanjut

dengan kadar hemoglobin 10 g/dL perlu penggantian darah dengan

transfusi. Jenis darah transfusi tergantung kebutuhan. Disarankan agar

darah yang digunakan telah menjalani tes cross-match (uji silang), bila

sangat darurat maka dapat digunakan Packed red cells tipe darah yang

sesuai atau O-negatif.1,4,5

Pemantauan dilakukan terus menerus terhadap pernapasan, denyut

nadi, tekanan darah, suhu badan, kesadaran, dan pulse

oksimetri.Pemantauan pengeluaran urine melalui kateter urin, dengan

target pengeluaran urin 0.5 cc/kg.4,5

Pada keadaaan yang berat atau hipovolemia yang berkepanjangan,

dukungan inotropik dengan dopamin, vasopressin atau dobutamin dapat

dipertimbangkan untuk mendapatkan kekuatan ventrikel yang cukup

setelah volume darah dicukupi dahulu. Pemberian norepinefrin infus tidak

banyak memberikan manfaat pada hipovolemik. Pemberian nalokson

bolus 30 mcg/kg dalam 3 -5 menit dilanjutkan 60 mcg/kg dalam 1 jam

dalam dekstros 5% dapat membantu meningkatkan MAP.2

8. Komplikasi

Syok yang berkelanjutan akan menjadi kerusakan organ yang

mencetuskan sindroma distres respirasi dewasa, gagal ginjal akut,

koagulasi intravaskuler diseminata, dan gagal multiorgan yang

menyebabkan kematian.3

21
9. Prognosis

Syok Hipovolemik selalu merupakan darurat medis. Namun, gejala-

gejala dan hasil dapat bervariasi tergantung pada:6

- Derajat dari darah yang hilang

- Jumlah volume darah yang hilang

- Tingkat kehilangan darah

- Cedera yang menyebabkan kehilangan

- Penyakit penyerta kronis, seperti diabetes dan jantung, paru-paru,

dan penyakit ginjal

B. FRAKTUR FEMUR
1. ANATOMI TULANG FEMUR

Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi yaitu


acetabulum dengan bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian
terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir
pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul
dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala
femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur
bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi
dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan
bagian bawah dari leher femur.

22
2. FRAKTUR FEMUR
a. Definisi
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan
tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan
korteks; biasanya patahan itu lengkap dan fragmen tulang bergeser.
Bilamana tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar
atau permukaan kulit atau kulit diatasnya masih utuh ini disebut fraktur
tertutup (atau sederhana), sedangkan bila terdapat luka yang
menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara luar atau permukaan
kulit yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi ini disebut
fraktur terbuka. Rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu
seperti degenerasi tulang atau osteoporosis.1,3
b. Klasifikasi
Klasifikasi alfanumerik pada fraktur, yang dapat digunakan dalam
pengolahan komputer, telah dikembangkan oleh (Muller dkk., 1990).
Angka pertama menunjukkan tulang yaitu :3

1. Humerus
2. Radius/Ulna
3. Femur
4. Tibia/Fibula

23
Sedangkan angka kedua menunjukkan segmen, yaitu :
1. Proksimal
2. Diafiseal
3. Distal
4. Maleolar

Untuk fraktur femur yang terbagi dalam beberapa klasifikasi


misalnya saja pada fraktur collum, fraktur subtrochanter femur ini banyak
terjadi pada wanita tua dengan usia lebih dari 60 tahun dimana tulang sudah
mengalami osteoporotik, trauma yang dialami oleh wanita tua ini biasanya
ringan (jatuh terpeleset di kamar mandi) sedangkan pada penderita muda
ditemukan riwayat mengalami kecelakaan. Sedangkan fraktur batang
femur, fraktur supracondyler, fraktur intercondyler, fraktur condyler femur
banyak terjadi pada penderita laki laki dewasa karena kecelakaan ataupun
jatuh dari ketinggian. Sedangkan fraktur batang femur pada anak terjadi
karena jatuh waktu bermain dirumah atau disekolah.

3. Patofisiologi
Fraktur terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana
trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, ada 2 faktor yang
mempengaruhi terjadinya fraktur yaitu ekstrinsik (meliputi kecepatan, durasi
trauma yang mengenai tulang, arah dan kekuatan), intrinsik (meliputi
kapasitas tulang mengabsorbsi energi trauma, kelenturan, kekuatan adanya
densitas tulang tulang). Hal yang dapat menyebabkan terjadinya patah pada
tulang bermacam-macam antara lain trauma (langsung dan tidak langsung),
akibat keadaan patologi serta secara spontan. Trauma langsung menyebabkan
tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma
tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh
dari daerah fraktur, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.

Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar, membengkok,


kompresi bahkan tarikan. Sementara kondisi patologis disebabkan karena
kelemahan tulang sebelumnya akibat kondisi patologis yang terjadi di dalam
tulang. Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan
arahnya. Sementara fraktur spontan terjadi akibat stress tulang yang terjadi
terus menerus. Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup.

24
Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu terjadi fraktur,
perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak
sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih
dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat
tersebut, aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang
disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau
penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di
tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan
kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat
anoksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini di namakan sindrom compartment.

Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan


ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur
tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti
tendon, otot, ligament dan pembuluh darah. Pasien yang harus imobilisasi
setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit
karena penekanan, hilangnya kekuatan otot.

25
4. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam :3

a. Fraktur collum femur :

Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu


misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter
mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun
disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi
yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam :

Berikut ini adalah klasifikasi fraktur leher femur berdasarkan Garden1,3

Stadium I adalah fraktur yang tak sepenuhnya terimpaksi.


Stadium II adalah fraktur lengkap tetapi tidak bergeser.
Stadium III adalah fraktur lengkap dengan pergeseran sedang.
Stadium IV adalah fraktur yang bergeser secara hebat.

26
Gambar 4.1 Klasifikasi fraktur leher femur menurut Garden2

A. Stadium I C. Stadium III


B. Stadium II D. Stadium IV

Fraktur leher femur harus ditatalaksana dengan cepat dan tepat sekalipun
merupakan fraktur leher femur stadium I. jika tidak, maka akan berkembang
dengan cepat menjadi fraktur leher femur stadium IV. Selain Garden, Pauwel juga
membuat klasifikasi berdasarkan atas sudut inklinasi leher femur seperti yang
tertera pada gambar 4.2, yaitu sebagai berikut: 2

Tipe I, yaitu fraktur dengan garis fraktur 30.


Tipe II, yaitu fraktur dengan garis fraktur 50.
Tipe III, yaitu fraktur dengan garis fraktur 70.

A B C

Gambar 4.2 Klasifikasi fraktur leher femur menurut Pauwel2

A. Tipe I B. Tipe II C. Tipe III

Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)

b. Fraktur trochanter femur :

27
Ialah semua fraktur yang terjadi antara trokanter minor dan trokanter
mayor. Fraktur ini bersifat ekstra artikuler dan sering terjadi pada orang tua
diatas umur 60th.

Dibagi atas :

1. Fr. Stabil

2. Fr. Tidak stabil

Diklasifikasikan atas empat tipe :

tipe 1 : fraktur melewati trokanter mayor dan trokanter minor tanpa


pergeseran
tipe 2 : fraktur melewati trokanter mayor dan disetai pergeseran
trokanter minor
tipe 3 : fraktur disertai fraktur komunitif
tipe 4 : fraktur yang disertai dengan fraktur spiral femur.

c. Fraktur subtrochanter femur :

Fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter


minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan
mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu :

tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor


tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter
minor
tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanter
minor

d. Fraktur batang femur (dewasa)

Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung


akibat kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian,
patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak,
mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur
batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan
daerah yang patah. Dibagi menjadi :

28
- Fraktur Tertutup

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan


keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman sindroma kompartement.

Fraktur femur kanan 1/3 distal Fraktur femur kanan 1/3 proksimal

spiraldisplaced tertutup kominutif displaced tertutup

29
- Fraktur Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan
antara tulang patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;

Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil,
biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam
menembus keluar.

Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena


benturan dari luar.

Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak
banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)

e. Fraktur supracondyler femur :

Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi


dislokasi ke posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan
dari otot otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini
disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi
gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.

f. Fraktur intercondyler femur :

Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular,


sehingga umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.

g. Fraktur condyler femur :

Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan


adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

5. Manifestasi klinik

Anamnesis

Biasanya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan ketidakmampuan


menggunakan tungkai yang mengalami cedera, fraktur tidak selalu dari tempat
yang cedera suatu pukulan dapat menyebebkan fraktur pada kondilus femur,
batang femur, pattela, ataupun acetabulum. Umur pasien dan mekanisme
cedera itu penting, kalau fraktur terjadi akibat cedera yang ringan curigailah
lesi patologik nyeri, memar dan pembengkakan adalah gejala yang sering

30
ditemukan, tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur dari cedera jaringan
lunak, deformitas jauh lebih mendukung.1,3

b. Pemeriksaan fisik

a) Look : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang


abnormal, angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi
hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka
memiliki hubungan dengan fraktur, cedera terbuka
b) Feel : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian
distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi.
Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan
pembedahan
c) Movement : Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi
lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan
sendi sendi dibagian distal cedera.
6. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan radiologi
Macam-macam pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan untuk
menetapkan kelainan tulang dan sendi :
Foto Polos
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya
fraktur. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan
untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk
menghindarkan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi
sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.
Tujuan pemeriksaan radiologis :
Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
Untuk konfirmasi adanya fraktur
Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen
serta pergerakannya
Untuk menentukan teknik pengobatan
Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-
artikuler

31
Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru

Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:


Dua posisi proyeksi, dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada
antero-posterior dan lateral
Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas
dan di bawah sendi yang mengalami fraktur
Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto
pada ke dua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis.
Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur
pada dua daerah tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau
femur, maka perlu dilakukan foto pada panggul dan tulang
belakang.
Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur
tulang skafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga
biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari kemudian.2

Gambar 5.1. Fraktur batang femur


*Dikutip dari kepustakaan 7

Pemeriksaan radiologis lainnya :


CT-Scan : suatu jenis pemeriksaan untuk melihat lebih
detail mengenai bagian tulang atau sendi, dengan membuat foto
irisan lapis demi lapis. Pemeriksaan ini menggunakan pesawat
khusus.8

32
MRI : MRI dapat digunakan untuk memeriksa hampir
semua tulang, sendi, dan jaringan lunak. MRI dapat digunakan
untuk mengidentifikasi cedera tendon, ligamen, otot, tulang rawan,
dan tulang.9

Gambar 5.2. MRI, kepala femur tampak pipih yang disebabkan


fraktur kompresi.

H. DIAGNOSIS

Terdapat tanda klinis yang menunjang adanya fraktur:

Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan dengan sinar x harus dilakukan dengan 2


proyeksi yaitu anterior posterior dan lateral, kekuatan yang hebat sering menyebabkan
cedera pada lebih dari satu tingkat karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau
femur perlu juga diambil foto sinar x pada pelvis dan tulang belakang.3

I. PENATALAKSANAAN

Prinsip-prinsip pengobatan fraktur


1. Pertolongan pertama membersihkan jalan napas, menutup luka dengan
verban yang bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena
agar penderita merasa nyaman dan mengurangi nyeri sebelum diangkut
dengan ambulans
2. Penilaian klinis nilai luka, apakah luka tembus tulang atau tidak, adakah
trauma pembuluh darah atau saraf atau trauma alat-alat dalam yang lain.
3. Resusitasi kebanyakan penderita dengan fraktur multiple tiba di rumah
sakit dengan syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi

33
pada frakturnya sendiri berupa transfusi darah dan cairan-cairan lainnya serta
obat-obat anti nyeri.

Prinsip Pengobatan ada 4, yaitu :


1. Recognition (diagnosis dan penilaian fraktur)
Awal pengobatan perlu diperhatikan :
Lokalisasi fraktur
Bentuk fraktur
Menentukan teknik yang sesuai dengan pengobatan
Komplikasi yang mungkin selama dan sesudah pengobatan
2. Reduction
Mengurangi fraktur dengan cara reposisi fraktur. Harus dengan posisi yang
baik yaitu:
Alignment yang sempurna
Aposisi yang sempurna
3. Retention
Imobilisasi fraktur
4. Rehabilitation
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.
Tujuan Pengobatan fraktur :
1. REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi
Tertutup : fiksasi eksterna, Traksi (kulit, sekeletal)
Terbuka : Indikasi :
1. Reposisi tertutup gagal
2. Fragmen bergeser dari apa yang diharapkan
3. Mobilisasi dini
4. Fraktur multiple
5. Fraktur Patologis

2. IMOBILISASI / FIKSASI
Tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai Union.
Jenis Fiksasi :
Ekternal / OREF

34
Gips ( plester cast)
Traksi
Indikasi :
Pemendekan (shortening)
Fraktur unstabel : oblique, spiral
Kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar

1. Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur hunerus


2. Skin traksi
Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan
kembali ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan kulit
akan lepas.
3. Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.
Dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur, lutut),
pada tibia atau kalkaneus ( fraktur kruris)

Komplikasi Traksi :
1. Gangguan sirkulasi darah beban > 12 kg
2. Trauma saraf peroneus (kruris) droop foot
3. Sindroma kompartemen
4. Infeksi tmpat masuknya pin

Terapi operatif dengan membuka frakturnya


ORIF (Open Reduction internal fixation)
1. Reposisi terbuka dan fiksasi interna
Keuntungan :
Reposisi anatomis
Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar
Indikasi :
Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avaskular nekrosisnya
tinggi. Misalnya fraktur talus dan fraktur collum femur
Fraktur yang tidak bisa direposisi tetutup, misalnya fraktur avulse dan
fraktur dislokasi

35
Fraktur yang dapat direposisi tetapi sullit dipertahankan
Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik
dengan operasi, misalnya fraktur femur
2. Excisional Arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi
3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis
Dilakukan excise caput femur dan pemasangan endoprosthesis

Gambar. Fiksasi internal

3. UNION
4. REHABILITASI

J. PROSES PENYEMBUHAN
Penyembuhan tulang terbagi menjadi 5, yaitu :
1. Fase Hematoma
Pembuluh darah di sekitar tulang yang mengalami fraktur robek, akibatnya,
tulang disekitar fraktur akan kekurangan nutrisi dan akhirnya mati sekitar 1-2
mm.

2. Fase Proliferasi Sel

36
Pada 8 jam pertama fraktur merupakan masa reaksi inflamasi akut dengan
proliferasi sel di bawah periosteum dan masuk ke dalam kanalis medulla.
Bekuan hematom diserap secara perlahan dan kapiler baru mulai terbentuk.

3. Fase Pembentukan Kalus


Sel yang berproliferasi bersifat kondrogenik dan osteogenik. Sel-sel ini akan
membentuk tulang dan juga kartilago. Selain itu sel yang berproliferasi
tersebut juga membentuk osteoklas yang memakan tulang-tulang yang mati.
Massa seluler yang tebal tersebut dan garam-garam mineralnya terutam
kalsium membentuk suatu tulang imatur yang disebut woven bone. Woven
bone ini merupakan tanda pada radiologik bahwa telah terjadi proses
penyembuhan fraktur

4. Fase Konsolidasi
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan akan
membentuk jaringan tulang yang lebih kuat oleh aktivitas osteoblas.

37
5. Fase Remodeling
Jika proses penyatuan tulang sudah lengkap, maka tulang yang baru akan
membentuk bagian yang menyerupai dengan bulbus yang meliputi tulang
tanpa kanalis medularis. Pada fase ini resorbsi secara osteoklastik tetap terjadi
dan tetap terjadi osteoblastik pada tulang.

K. KOMPLIKASI
Komplikasi fraktur antara lain1,3,4,5:
1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
a. Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan
darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bisa menyebabkan
penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang
rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak

38
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh
darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau
karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stress pasien akan
memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjasinya globula lemak pada
aliran darah.
c. Sindroma Kompartement merupakan masalah yang terjadi saat perfusi
jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan
jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran kompartement otot
karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau
balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi kompatement otot karena
edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya :
iskemi,dan cidera remuk).
d. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak ada nadi, CRT
menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
e. Infeksi
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
f. Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan
adanya Volkmans Ischemia.

2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union,
delayed union, dan non union.
a. Malunion
b. Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupakan kelainan
penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan deformitas,
angulasi atau pergeseran.
c. Delayed Union

39
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union
merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan
suplai darah ke tulang.
d. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion di
tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang
membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan karena
aliran darah yang kurang. 3

L. PROGNOSIS
Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang
menakjubkan. Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur
dapat sembuh tanpa jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang
hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur mulai terjadi segera setelah
tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan
memadai smapai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti
imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting dalam penyembuhan,
selain faktor biologis yang juga merupakan suatu faktor yang sangat esensial
dalam penyembuhan fraktur.2

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Apley. A Graham, louis Solomon.Buku Ajar Orthopedi dan fraktur sistem


Alpley. Penerbit widya medika. Jakarta
2. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
1994
3. Sjamsuhidajat. R, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah ed 2. Penerbit buku
kedokteran EGC. Jakarta.2005
4. Schwartz. Intisari Prinsip Prinsip Ilmu Bedah ed 6. Penerbit buku
kedokteran EGC. Jakarta 2000
5. Doherty G M. Current Surgical Diagnosis and Treatment. USA : MC Graw
Hill. 2006
6. Reksoprodjo, Soelarto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Hal 457-484. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
7. Traksi dan metode pemasangannya yang diunduh dari halaman website
www.emedicine.medscape.com.

41

You might also like