Professional Documents
Culture Documents
Hubungan Persepsi Terhadap Iklan Di Televisi Dengan Perilaku Swamedikasi Pelajar SMU Negeri Di
Surabaya
The practice of self medication is the most common form of health seeking behavior in the community.
Most of them got information about over the counter drugs for self medication from drugs advertising on
television. The aim of this study was to measure the correlation between drug advertising and self
medication behavior and to obtain description of proper self medication behavior in the community.
Data were collected by questionaires from 254 respondents. It was conducted in 2004. The sampling
method used was stratified random sampling. Respondents were high school students in Surabaya who
ever had headache, taking medicine by they own decision, and getting information by the drug
advertising on television. The Dependent variable of this study is the perception of respondents to the
drug advertising on television and the Independent variable is self medication behavior. These two
variables were correlated with Product Moment coefficients.
This study found that drug advertising on television had influences the self medication behavior
among teenagers while description of proper self medication as follows: a) 57,9% of respondents
practiced proper self medication. b) the indicator of self medication behavior that influenced by
advertising was the compliance of respondents to follow the direction of used of the drugs.
merupakan sebab terbanyak orang membeli obat pereda Perhitungan besar sampel (sample size) yang akan
rasa sakit yang dijual bebas (Septadina, 2003). Sakit diambil dihitung berdasarkan rumus proporsi Issac &
kepala dapat terjadi karena berbagai macam sebab dan Michael sebagai berikut ( Zainuddin, 1999):
pemicu. Oleh karena itu mengetahui penyebab sakit n= N . Z2. p . q
kepala adalah langkah penting untuk menentukan d . (N-1) + Z2 p. q
2
Tabel 2. Korelasi antara persepsi pelajar SMU negeri di Apabila ketepatan pemilihan obat ini dikorelasikan dengan
Surabaya terhadap iklan dan perilaku swamedikasi persepsi responden terhadap iklan obat di televisi maka akan
Persepsi Sangat tidak baik 8 (3.1 %) menghasilkan nilai hubungan yang searah dan signifikan.
responden Tidak baik 185 (72.8 %) Tabel tersebut menunjukkan bahwa persepsi responden
terhadap iklan Baik 61 (24 .0%) terhadap iklan obat di televisi memberikan pengaruh yang
Perilaku Sangat tidak 5 (2.0 %) lemah terhadap perilaku pemilihan obat yang tepat.
swamedikasi benar Korelasi antara persepsi dengan perilaku mengetahui
Tidak benar 102 (40.2 %) adanya efek samping obat
Benar 126 (49.5 %)
Sangat benar 24 (8.3 %) Tabel 5. Korelasi antara persepsi pelajar SMU negeri di
Korelasi Pearson, p=0.000, r=0, 439 Surabaya terhadap iklan dan perilaku mengetahui
adanya efek samping obat
Berdasarkan tabel 2 maka korelasi antara persepsi
responden terhadap iklan obat sakit kepala adalah 0,439. Persepsi Sangat tidak 8 (3.1%)
Nilai tersebut menunjukkan adanya hubungan yang searah responden baik
antara variabel persepsi dan perilaku swamedikasi. terhadap iklan Tidak baik 185 (72.8 %)
Korelasi antara persepsi dengan perilaku mengetahui Baik 61 (24 .0%)
ketepatan waktu penggunaan obat sakit kepala Perilaku Tahu 82 (32.3 %)
Korelasi antara persepsi responden terhadap iklan obat di mengetahui
televise dengan ketepatan waktu penggunaan obat sakit adanya efek Tidak Tahu 172 (67.7 %)
kepala diukur dengan koefisien korelasi Pearson (tabel 3). samping obat
Korelasi Pearson, p=0.000, r=0, 171
Tabel 3. Korelasi antara persepsi pelajar SMU negeri di
Surabaya terhadap iklan dan perilaku mengetahui Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa korelasi
ketepatan waktu penggunaan obat sakit kepala antara persepsi dengan kewaspadaan terhadap efek
Persepsi Sangat tidak baik 8 (3.1 %) samping adalah sebesar 0,171 sehingga dapat
responden Tidak baik 185 (72.8 %) diinterpretasikan bahwa ada hubungan yang searah
terhadap iklan Baik 61 (24 .0%) meskipun signifikansinya rendah.
Perilaku Korelasi antara persepsi dengan perilaku mengetahui
mengatahui Tidak Benar 121 (47.6 %) sumber informasi
ketepatan waktu
penggunaan obat Tabel 6. Korelasi antara persepsi pelajar SMU negeri di
sakit kepala Surabaya terhadap iklan dan perilaku mengetahui
Benar 133 (52.4%) sumber informasi
Korelasi Pearson, p=0.000, r=0, 345 Persepsi Sangat tidak 8 (3.1%)
Obat yang biasa digunakan responden adalah obat responden baik
sakit kepala 78% (198) dan obat flu 22%. Berdasar tabel terhadap iklan Tidak baik 185 (72.8 %)
3 dapat diketahui bahwa korelasi antara persepsi dengan Baik 61 (24 .0%)
ketepatan waktu penggunaan obat sakit kepala adalah Perilaku Sangat Tidak 1 (0.4 %)
sebesar 0.345 sehingga dapat diinterpretasikan bahwa mengetahui Benar
ada hubungan yang searah antara variabel persepsi sumber Tidak Benar 67 (26.4 %)
dengan ketepatan waktu penggunaan obat sakit kepala. informasi Benar 139 (54.7 %)
Korelasi antara persepsi dengan perilaku mengetahui Sangat Benar 47 (18.5 %)
ketepatan pemilihan obat yang digunakan Korelasi Pearson, p=0.000, r=0, 254
Tabel 4. Korelasi antara persepsi pelajar SMU negeri di Pada tabel 6 ditunjukkan bahwa korelasi antara persepsi
Surabaya terhadap iklan dan perilaku mengetahui dengan ketepatan sumber informasi adalah sebesar 0,245
ketepatan pemilihan obat yang digunakan sehingga dapat diinterpretasikan bahwa ada hubungan yang
searah meskipun signifikansinya rendah.
Persepsi Sangat tidak 8 (3.1%) Korelasi antara persepsi dengan perilaku mengetahui
responden baik ketepatan dosis obat
terhadap iklan Tidak baik 185 (72.8 %) Tabel 7. Korelasi antara persepsi pelajar SMU negeri di
Baik 61 (24 .0%) Surabaya terhadap iklan dan perilaku mengetahui
Perilaku Sangat tidak 5 (2.0 %) ketepatan dosis obat
mengetahui benar Persepsi Sangat tidak 8 (3.1%)
ketepatan Tidak benar 102 (40.2 %) responden baik
pemilihan obat Benar 126 (49.5 %) terhadap iklan Tidak baik 185 (72.8 %)
yang digunakan Sangat benar 24 (8.3 %) Baik 61 (24 .0%)
Korelasi Pearson, p=0.000, r=0, 219 Perilaku Tidak Benar 128 (50.4 %)
14 Majalah Farmasi Airlangga Vol.6 No.1, April 2008 Dianawati O., et.al.
benar maka swamedikasi yang dilakukan oleh masyarakat kerjasama yang integral antara tenaga kesehatan,
diharapkan akan mengalami peningkatan kualitas sehingga pemerintah, maupun seluruh elemen masyarakat.
mencapai hasil pengobatan seperti yang diinginkan. Untuk meningkatkan kualitas pengobatan sendiri, di
Efek afektif iklan adalah kemampuan iklan untuk samping upaya-upaya untuk meningkatkan pengetahuan
membentuk dan merubah sikap seseorang. Semua sikap dan keterampilan masyarakat dalam memilih obat dan
bersumber pada organisasi kognitif, yaitu pada menganalisis secara kritis informasi obat, juga
informasi dan pengetahuan yang dimiliki seseorang. diperlukan upaya-upaya untuk mengendalikan informasi
Secara singkat sikap ditentukan oleh sumber-sumber yang bersifat komersil. Tujuannya agar informasi yang
informasi yang salah satunya adalah media massa, disediakan benar, dapat dipertanggung-jawabkan secara
media massa tersebut tidak mengubah sikap secara ilmiah, tidak menyembunyikan risiko pengobatan, tidak
langsung. Media massa mengubah dulu citra dan citra menyesatkan atau mengarahkan masyarakat kepada
mendasari sikap. Komunikasi yang disampaikan dalam persepsi tertentu sehingga dapat mengakibatkan
periklanan mungkin tidak secara langsung menimbulkan penggunaan obat yang tidak tepat.
perilaku tertentu, tetapi cenderung mempengaruhi cara Produk obat yang diiklankan ini dalam praktiknya
seseorang mengorganisasikan citranya tentang sepenuhnya harus dikendalikan dan diawasi, agar tidak
lingkungan, dan citra inilah yang mempengaruhi cara menyimpang dari kaidah yang telah ditentukan.
berperilaku (Rahmat, 2000). Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan bersama
Sikap selalu diarahkan pada objek, kelompok, Menkes dan Menpen Nomor 252/Men. Kes/SKB/VI
ataupun orang tertentu. Apabila masyrakat mengetahui I/1980 dan nomor 122/Kep/Men. Pen/1980 tentang
bahwa penggunaan obat bebas untuk mengatasi keluhan pengendalian dan pengawasan iklan obat, makanan
ringan sekalipun mempunyai rambu-rambu yang harus minuman, kosmetika dan alat kesehatan.
ditaati maka masyarakat akan mempunyai sikap yang Pelaksanaannya dilakukan di bawah persetujuan pihak
positif terhadap sumber informasi. Pada tahun 1960, Depkes, mulai dari pemberian nomor pendaftaran
Joseph Klapper melaporkan hasil penelitiannya sampai dapat atau layakkah iklan produk obat tersebut
mengenai efek komprehensif media massa yang salah dimuat di media periklanan. Dengan prosedur demikian,
satu kesimpulannya adalah komunikasi massa terbukti pemerintah berharap dapat melindungi masyarakat
cukup efektif dalam mengubah sikap pada bidang- terhadap pemakaian obat yang tidak tepat dan atau
bidang dimana pendapat orang lemah, misalnya pada merugikan kesehatan.
iklan komersial (Rahmat, 2000). Sebelum Undang-Undang periklanan berjalan secara
Filosofi Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care) optimal sebagai akibat belum terbangunnya kesadaran
menurut International Pharmaceutical Federation dan profesionalitas oknum, baik itu pelaku maupun
adalah tanggung jawab profesi dengan tujuan untuk pembuat kebijakan, amat diperlukan adanya
mencapai keluaran yang dapat meningkatkan atau peningkatan kerja sama dengan pihak-pihak yang
menjaga kualitas hidup pasien. Dengan demikian peran berkompeten dalam mengawasi mekanisme pasar
profesi kefarmasian telah mengalami perubahan yang tentang peredaran obat sampai ke tangan masyarakat
cukup besar dengan berkembangnya ruang lingkup serta menyaring informasi yang diberikan agar tidak
asuhan kefarmasian. menyesatkan. Ini semua bertujuan agar nantinya
Dengan melihat aspek kebutuhan informasi untuk masyarakat terlindungi dari hal-hal yang merugikan dan
meningkatkan kualitas pengobatan sendiri, maka menjadikan masyarakat lebih dewasa dalam menilai
diperlukan suatu upaya untuk membekali masyarakat baik tidaknya suatu informasi.
agar mempunyai ketrampilan mencari informasi secara Kesimpulan. Persepsi terhadap iklan obat di televisi
cepat dan benar serta idak hanya mengandalkan iklan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku
sebagai satu-satunya sumber informasi Pendidikan obat swamedikasi remaja di Surabaya. Informasi yang ada
kepada masyarakat bertujuan antara lain agar: pada iklan obat mampu menimbulkan kepercayaan pada
(1)Masyarakat mengerti bahwa informasi obat secara masyarakat sehingga pengetahuan hasil persepsi
cepat dapat diperoleh dari kemasan/ Package Insertnya. tersebut akan mempengaruhi perilakunya dalam
(2)Masyarakat mampu mengenali bahwa berbagai nama menggunakan obat sakit kepala.
dagang obat sebenarnya mempunyai kandungan bahan
aktif yang sama atau hampir sama. Lebih jauh agar DAFTAR PUSTAKA
masyarakat mampu membedakan kandungan aktif dan Aulton M.E, Collet D.M. (1990) Pharmaceutical
merek obat. (3) Masyarakat mengetahui cara pemakaian Practice. Edinburg: London, Melbourne & New
obat dengan benar, mewaspadai efek samping maupun York..
kontra indikasi, serta mengetahui keterbatasan Budhianto T.G. (2002) Banyak iklan Produk Kesehatan
swamedikasi. (4) Masyarakat mampu menelaah secara Bermasalah. Kompas: Jakarta. 14 Juni 2002.
sederhana kualitas informasi obat. Dahlan MS., (2008). Statistik untuk kedokteran dan
Filosofi Pharmaceutical Care membawa konsekuensi kesehatan. Salemba Medika
bahwa asuhan kefarmasian merupakan proses Departemen Kesehatan RI. (1994) Keputusan Mentri
kolaboratif yang bertujuan untuk mengidentifikasi, Kesehatan RI tentang Pedoman Periklanan obat
mencegah, dan menyelesaikan masalah obat dan Bebas. Nomor 386/Men.Kes/SK/IV/1994. Direktorat
masalah yang terkait dengan kesehatan. Peningkatan Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.
kualitas swamedikasi hanya dapat dilakukan dengan adanya Ganiswara (ed). (1995). Farmakologi dan Terapi. Edisi
16 Majalah Farmasi Airlangga Vol.6 No.1, April 2008 Dianawati O., et.al.
IV. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Septadina, I.S, (2003). Penggunaan Analgesik Untuk
Gasperz, V. (1991). Tehnik Penarikan Sampel Untuk Mengatasi Sakit Kepala Pada Masyarakat
Penelitian Survey. Edisi pertama . Tarsito: Bandung. Perkotaan. Universitas Sriwijaya.
Gunarsa, S.D. (2000). Psikologi Perkembangan Anak dan Singarimbun M, dan Efendi S. (1987). Metode Penelitian
Remaja. Edisi X. PT BPK Gunung Mulia: Jakarta. Survey. LP3ES: Jakarta. Edisi kedua.
Jalaluddin, R., Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi. PT Sukasediati N, (2000).Peningkatan Mutu Pengobatan
Remaja Rosdakarya: Bandung. Sendiri Menuju Kesehatan untuk Semua. Puslitbang
Farmasi, BadanLitbangkes Depkes.
Suryawati S, (1997). Menuju Swamedikasi yang
Rasional. Pusat Studi farmakologi klinik dan
kebijakan obat Universitas gadjah Mada:
Yogyakarta.
Undang-Undang Republik Indoesia Nomor 23 Tahun
1992 Tentang Kesehatan
Zainuddin M., (1999). Metodologi Penelitian. Airlangga
University Press: Surabaya.