Professional Documents
Culture Documents
A. RIWAYAT PENEMU
1. George Herbert Mead
Sejarah Teori Interaksionisme Simbolik tidak bisa
dilepaskan dari pemikiran George Harbert Mead (1863-
1931). Mead dilahirkan di Hadley, satu kota kecil di
Massachusetts. Karir Mead berawal saat beliau menjadi
seorang professor di kampus Oberlin, Ohio, kemudian
Mead berpindah pindah mengajar dari satu kampus ke
kampus lain, sampai akhirnya saat beliau di undang untuk
pindah dari Universitas Michigan ke Universitas Chicago oleh John Dewey. Di
Chicago inilah Mead sebagai seseorang yang memiliki pemikiran yang original
dan membuat catatan kontribusi kepada ilmu sosial dengan meluncurkan the
theoretical perspective yang pada perkembangannya nanti menjadi cikal bakal
Teori Interaksi Simbolik, dan sepanjang tahunnya, Mead dikenal sebagai ahli
sosial psikologi untuk ilmu sosiologis. Mead menetap di Chicago selama 37
tahun, sampai beliau meninggal dunia pada tahun 1931 (Rogers. 1994: 166).
Semasa hidupnya Mead memainkan peranan penting dalam membangun
perspektif dari Mahzab Chicago, dimana memfokuskan dalam memahami suatu
interaksi perilaku sosial, maka aspek internal juga
perlu untuk dikaji (West-Turner. 2008: 97). Mead tertarik pada interaksi, dimana
isyarat non verbal dan makna dari suatu pesan verbal, akan mempengaruhi pikiran
orang yang sedang berinteraksi. Dalam terminologi yang dipikirkan Mead, setiap
isyarat non verbal (seperti body language, gerak fisik, baju, status, dll) dan pesan
verbal (seperti kata-kata, suara, dll) yang dimaknai berdasarkan kesepakatan
bersama oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu interaksi merupakan satu
bentuk simbol yang mempunyai arti yang sangat penting (a significant symbol).
Menurut Fitraza (2008), Mead tertarik mengkaji interaksi sosial, dimana dua atau
lebih individu berpotensi mengeluarkan simbol yang bermakna. Perilaku
seseorang dipengaruhi oleh simbol yang diberikan oleh orang lain, demikian pula
perilaku orang tersebut. Melalui pemberian isyarat berupa simbol, maka kita dapat
mengutarakan perasaan, pikiran, maksud, dan sebaliknya dengan cara membaca
simbol yang ditampilkan oleh orang lain.
2. Herbert Blumer
Blumer yang lahir 7 Maret 1900 di St Louis, Missouri. Dia tinggal di sana
bersama orang tuanya dan kuliah di University of Missouri 1918-1922. Setelah
lulus, dia mendapatkan posisi mengajar di sana, tetapi pada tahun 1925 ia pindah
ke Universitas Chicago. Saat belajar sosiologi di Universitas Chicago, ia bermain
sepak bola profesional untuk Cardinals Chicago. Setelah menyelesaikan gelar
doktornya pada 1928, ia menerima posisi mengajar di Universitas Chicago, di
mana dia melanjutkan penelitian sendiri dan penelitian Mead. Blumer adalah
bendahara sekretaris dari American Association sosiologis 1930-1935, dan editor
American Journal of Sosiologi 1941-1952. Pada tahun 1952, ia pindah
dari University of Chicago , dan memimpin dan mengembangkan Departemen
Sosiologi di University of California, Berkeley yang baru terbentuk. Pada tahun
1952, ia menjadi presiden America sosiology Association. Herbert Blumer
meninggal pada 13 April 1987.
B. SEJARAH TEORI
Walaupun di atas hanya sedikit disindir tentang nama John Dewey dan William
James, kita tidak boleh lupa bahwa leluhur intelektual dari teori Interaksi
memiliki sifat yang dinamis, yang pada masanya memang bukanlah suatu
pemikiran yang popular. Bisa dikatakan, mereka memiliki pandangan yang
berbeda dengan kaum cendekiawan yang lain pada waktu itu. Mereka
dimana pada saat itu dasar pemikiran Mead terpecah menjadi dua Mahzab,
dimana kedua mahzab tersebut berbeda dalam hal metodologi, yaitu (1) Mahzab
Chicago (Chicago School) yang dipelopori oleh Herbert Blumer, dan (2) Mahzab
Iowa (Iowa School) yang dipelopori oleh Manford Kuhn dan Kimball Young
gagasan orisinal tentang teori Interaksi Simbolik dan juga turut berkontribusi
dalam teori itu. Apalagi, mahzab ini juga mengajukan beberapa cara baru dalam
melihat self (diri), tetapi pendekatan mereka dinilai eksentrik; walaupun begitu
George Herbert Mead dan temannya, John Dewey berasal dari mahzab Chicago.
Mead mempelajari filsafat dan juga ilmu sosial dan juga sering member ceramah
tentang teori Interaksi Sosial. Sebagai seorang guru yang dihormati banyak pihak,
Mead memainkan peranan penting dalam mengembangkan perspektif dari mahzab
sosial.
Kedua teori ini berbeda pendapat terutama mengenai metodologi. Mead dan
menggunakan metode yang sama dengan makhluk yang lain yang bukan manusia.
Mahzab Iowa mengadopsi suatu system yang lebih bersifat kuantitatif dalam
penekatan mahzab mereka. Kuhn meyakini bahwa konsep dati Interaksi Simbolik
kuisioner yang berisikan 20 pertanyaan tentang diri. Kuisioner ini nantinya diisi
oleh responden.
Tapi, sebagian dari rekan di Iowa kecewa terhadap metode tentang self yang
seperti ini. Mereka yang merasa kecewa kemudian memisahkan diri dari mahzab
Iowa dan membentuk suatu mehzab Iowa baru. Salah satu pemimpin dari mahzab
Iowa baru ini adalah Carl Couch. Couch dan asosiasinya mulai memelajari
mengorek informasi yang disadap dari hasil uji 20 pernyataan milik Kuhn.
BAB II
ISI TEORI
Teori Interaksi Simbolik didasarkan pada gagasan mengenai diri kita dan
hubungannya dengan lingkungan sosial kita. Dengan pondasi dari ranah ilmu
sosiologi, teori Interaksi Simbolik mengajarkan kita bahwa manusia adalah
makhluk yang selalu berinteraksi. Dan dalam proses ineteraksi itu, mereka saling
bertukar makna melalui ucapan tertentu atau tindakan mereka .
Blumer mengatakan bahwa terdapat 3 prinsip utama dari teori Interaksi Simbolik
ini, yaitu makna (meaning), bahasa(language), dan pemikiran(thought). Prinsip
ini mengantarkan kita kepada sebuah pemahaman terhadap diri seseorang dan
bagaimana dia bersosialisasi di lingkungan sosialnya.
Berikut adalah penjelasan lebih lanjut dari poin-poin yang diberikan oleh LaRossa
dan Donald. C.Reitzes yang pemahamannya kurang lebih sama dengan
pemahaman yang diberikan Blumer.
1. Pentingnya makna bagi manusia
Blumer mengatakan bahwa pemahaman akan makna muncul dari kehidupan
sosial yang dimiliki oleh suatu individu. Dengan kata lain, sifat yang dimiliki
oleh makna atas suatu objek adalah tidak terikat; makna tidak sekonyong-
konyong muncul dengan sendirinya di alam semesta. Makna timbul dari
penggunaan berbahasa di kehidupan kita. Faktanya, tujuan dari interaksi,
menurut Interaksi Simbolik, adalah menciptakan makna. Bayangkan apabila
proses komunikasi tidak terjadi suatu pemahaman akan makna yang sama,
pastilah proses komunikasi akan sulit sekali berlangsung secara efektif.
Contohnya saja saat ada dua orang yang berjanji untuk bertemu di suatu
tempat. Dalam perjanjian yang mereka buat, terdapat suatu makna yang
berbeda maksudnya yang ditangkap oleh kedua belah pihak.
A: Saya berkata bahwa Anda harus bersiap-siaplah secepat yang kamu bisa
B:Satu jam itu sudah cepat bagi saya
A: Tapi maksud saya Anda harus telah siap dalam waktu 15 menit
B:Anda tidak bilang begitu.
Makna yang kita ciptakan untuk melambangkan sesuatu adalah suatu hasil
dari interaksi sosial dan juga merepresentasikan kesetujuan kita untuk
menggunakan makna tertentu pada lambang-lambang tertentu. Misalnya saja,
cinta sejati dilambangkan dengan cincin yang melingkar di jari manis kanan.
Cincin ini dianggap melambangkan ikatan suci yang kuat dan sah. Tentu
saja bagi siapapun yang pro terhadap pernikahan, lambang ini (cincin di jari
manis) merupakan sesuatu yang positif. Namun lain halnya dengan mereka
yang tampak tidak setuju terhadap lembaga pernikahan. Mereka tentu akan
memandang cincin itu sebagai sesuatu yang negative. Bahkan sebuah cincin
bisa menghasilkan makna yang berbeda, tergantung dari individu yang
memandangnya.
Siapakah Anda ?
Darimana konsep diri didapatkan? Tentu saja konsep diri didapatkan lagi-lagi
dari proses interaksi dengan orang lain. Tidak seperti hak asasi, konsep diri
tidak didapatkan begitu saja saat seseorang lahir ke dunia. Konsep diri
haruslah dipelajari di kehidupan sosial. Menurut teori Interaksi Simbolik, bayi
tidak memiliki sense individual. Selama tahun pertama kehidupannya,
manusia mulai membedakan dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Disinilah
tahap perkembangan konsep diri terjadi untuk pertama kalinya. Interaksi
Simbolik beranggapan bahwa proses ini berkembang sejalan dengan
kemahiran si inidividu akan berbahasa dan juga kemampuannya untuk
merespon orang-orang di sekitarnya dan juga bagaimana dia memandang
feedback yang diberikan orang lain.
PEMAPARAN
Blumer mengajukan premis pertama, bahwa human act toward people orthings on the basis of
the meanings they assign to those people or things. Maksudnya, manusia bertindak atau bersikap
terhadap manusia yang lainnya pada dasarnya dilandasi atas pemaknaan yang mereka kenakan
kepada pihak lain tersebut.
Sebagai contoh, dalam film Kabayan, tokoh Kabayan sebenarnya akan memiliki makna yang
berbeda-beda berpulang kepada siapa atau bagaimana memandang tokoh tersebut. Ketika
Kabayan pergi ke kota besar, maka masyakat kota besar tersebut mungkin akan memaknai
Kabayan sebagai orang kampung, yang kesannya adalah norak, kampungan. Nah, interaksi
antara orang kota dengan Kabayan dilandasi pikiran seperti ini. Padahal jika di desa tempat dia
tinggal, masyakarat di sana memperlakukan Kabayan dengan cara yang berbeda, dengan
perlakuan lebih yang ramah. Interaksi ini dilandasi pemikiran bahwa Kabayan bukanlah sosok
orang kampung yang norak.
Premis kedua Blumer adalah meaning arises out of the social interaction that people have with
each other. Pemaknaan muncul dari interaksi sosial yang dipertukarkan di antara mereka. Makna
bukan muncul atau melekat pada sesuatu atau suatu objek secara alamiah. Makna tidak bisa
muncul dari sananya. Makna berasal dari hasil proses negosiasi melalui penggunaan bahasa
(language)dalam perspektif interaksionisme simbolik.
Ketika kita menyebut Kabayan tadi dengan bahasa kampungan, konsekuensinya adalah kita
menarik pemaknaan dari penggunaan bahasa kampungan tadi. Kita memperoleh pemaknaan
dari proses negosiasi bahasa tentang kata kampungan. Makna dari kata kampungan tidaklah
memiliki arti sebelum dia mengalami negosiasi di dalam masyarakat sosial di mana simbolisasi
bahasa tersebut hidup. Makna kata kampungan tidak muncul secara sendiri, tidak muncul secara
alamiah. Pemaknaan dari suatu bahasa pada hakikatnya terkonstruksi secara sosial.
Premis ketiga Blumer adalah an individuals interpretation of symbols is modified by his or her
own thought process. Interaksionisme simbolik menggambarkan proses berpikir sebagai
perbincangan dengan diri sendiri. Proses berpikir ini sendiri bersifat refleksif. Menurut Mead,
sebelum manusia bisa berpikir, kita butuh bahasa. Kita perlu untuk dapat berkomunikasi secara
simbolik. Bahasa pada dasarnya ibarat software yang dapat menggerakkan pikiran kita.
Cara bagaimana manusia berpikir banyak ditentukan oleh praktek bahasa. Bahasa sebenarnya
bukan sekedar dilihat sebagai alat pertukaran pesan semata, tapi interaksionisme simbolik
melihat posisi bahasa lebih sebagai seperangkat ide yang dipertukarkan kepada pihak lain secara
simbolik. Komunikasi secara simbolik.
Perbedaan penggunaan bahasa pada akhirnya juga menentukan perbedaan cara berpikir manusia
tersebut. Contoh sederhana adalah cara pikir orang yang berbahasa indonesia tentunya berbeda
dengan cara pikir orang yang berbahasa jawa. Begitu pula orang yang berbahasa sunda akan
berbeda cara berpikirnya dengan orang yang berbahasa inggris, jerman, atau arab.
BAB IV
EVALUASI
Kritik terhadap Teori Interaksi Simbolik dapat dilihat dari berbagai sisi, antara lain :
Beberapa orang beranggapan kalau teori Interaksi Simbolik ini terlalu luas. Teori ini
mengkover terlalu banyak bidang. Memang berguna sekali kalau memiliki teori yang
mampu menerangkan banyak sisi dari perilaku manusia, tapi saat suatu teori berniat
untuk menjelaskan semuanya, akan sangat rumit dan samar saat ada orang yang ingin
mencoba mengaplikasikan teori itu dalam kehidupan.
Teori Interaksi Simbolik dinyatakan bersalah karena 2 alasan. Pertama, teori ini terlalu
berfokus pada sisi individu. Kedua, teori ini mengabaikan beberapa konsep penting yang
diperlukan untuk melengkapi suatu penjelasan
Interaksi simbolik bukanlah suatu teori yang utuh karena memiliki banyak versi, dimana
konsep-konsep yang ada, tidak digunakan secara konsisten.
KESIMPULAN
Manusia atau individu hidup dalam suatu lingkungan yang dipenuhi oleh simbol-simbol. Tiap
individu yang hidup akan memberikan tanggapan terhadap simbol-simbol yang ada, seperti
penilaian individu menanggapi suatu rangsangan (stimulus) dari suatu yang bersifat fisik.
Pemahaman individu terhadap simbol-simbol tidak dating dengan sendirinya, tetapi merupakan
suatu hasil pembelajaran dalam berinteraksi di tengah masyarakat, dengan cara
mengkomunikasikan simbol-simbol yang ada disekitar mereka, baik secara verbal maupun
perilaku non verbal.
Ciri khas dari teori interaksi simbolik terletak pada penekanan manusia dalam proses saling
menterjemahkan, dan saling mendefinisikan tindakannya, tidak dibuat secara langsung
antarastimulus-response, tetapi didasari pada pemahaman makna yang diberikan terhadap
tindakan orang lain melalui penggunaan simbol-simbol, interpretasi, dan pada akhirnya tiap
individu tersebut akan berusaha saling memahami maksud dan tindakan masing-masing, untuk
mencapai kesepakatan bersama.
Daftar Rujukan
Wood, Julia T. 2004. Communication Theories in Action Third Edition, Canada: Thomson
Wadsworth
Soeprapto, Riyadi. 2007. Teori Interaksi Simbolik. Averroes Community - Membangun Wacana
Kritis Rakyat. Melalui http://www.averroes.or.id/research/teori-interaksionisme-simbolik
http://indiwan.blogspot.com/2007/08/teori-interaksionisme- simbolik.html
http://guruagungsuper.webnode.com/news/teori-interaksi-simbolik/
http://yearrypanji.wordpress.com/2008/03/17/teori-interaksionisme-simbolik/
http://sobek.colorado.edu/SOC/SI/si-blumer-bio.htm