You are on page 1of 4

Sejarah mencatat kasus Phar Mor Inc. sebagai kasus fraud yang melegenda dikalangan auditor keuangan.

Eksekutif di Phar Mor secara sengaja melakukan fraud untuk mendapatkan keuntungan financial yang
masuk ke saku pribadi individu di jajaran top manajemen perusahaan.

Phar Mor Inc, termasuk perusahaan retail terbesar di Amerika Serikat yang dinyatakan bangkrut pada
bulan Agustus 1992 berdasarkan undang-undangan U.S. Bangkruptcy Code.

Pada masa puncak kejayaannya, Phar Mor mempunyai 300 outlet besar di hampir seluruh negara bagian
dan memperkerjakan 23,000 orang karyawan. Produk yang dijual sangat bervariasi, dari obat-obatan,
furniture, electronik, pakaian olah raga hingga videotape. Dalam melakukan fraud, top manajemen Phar
Mor membuat 2 laporan ganda. Satu laporan inventory, sedangkan laporan lain adalah laporan bulanan
keuangan (monthly financial report). Satu set laporan inventory berisi laporan inventory yang benar (true
report), sedangkan satu set laporan lainnya berisi informasi tentang inventory yang di adjustment dan
ditujukan untuk auditor use only.

Demikian juga dengan laporan bulanan keuangan, laporan keuangan yang benar berisi tentang
kerugian yang diderita oleh perusahaan, ditujukan hanya untuk jajaran eksekutif. Laporan lainnya adalah
laporan yang telah dimanipulasi sehingga seolah-olah perusahaan mendapat keuntungan yang
berlimpah.

Dalam mempersiapkan laporan-laporan tersebut, manajemen Phar Mor sengaja merekrut staf dari
Kantor Akuntan Publik (KAP) Cooper & Lybrand. Staf-staf tersebut yang kemudian dipromosikan menjadi
Vice President bidang financial dan kontroler, yang dikemudian hari ternyata terbukti turut terlibat aktif
dalam fraud tersebut.

Dalam kasus Phar Mor, salah satu syarat agar internal audit bisa berfungsi, yaitu fungsi control
environment telah diberangus. Control environment sangat ditentukan oleh attitude dari manajemen.
Idealnya, manajemen harus mendukung penuh aktivitas internal audit dan mendeklarasikan dukungan
itu kesemua jajaran operasional perusahaan. Top manajemen Phar Mor, tidak menunjukkan attitude
yang baik. Manajemen kemudian malah merekrut staf auditor dari KAP Cooper & Librand untuk turut
dimainkan dalam fraud. Langkah ini bukan tanpa perencanaan matang. Staf mantan auditor kemudian
dipromosikan menduduki jabatan penting, tetapi dengan imbalan harus membuat laporan-laporan
keuangan ganda.
Sejauh ini manajemen Phar Mor telah membuktikan tentang teori : The Fraud Triangle. Yaitu teori yang
menerangkan tentang penyebab fraud terjadi. Menurut teori ini, penyebab fraud terjadi akibat 3 hal :
Insentive/Pressure, Opportunity dan Rationalization/ Attitude.

Insentive/Pressure adalah ketika manajemen atau karyawan mendapat insentive atau justru mendapat
tekanan (presure) sehingga mereka commited untuk melakukan fraud. Opportunity adalah peluang
terjadinya fraud akibat lemahnya atau tidak efektifnya kontrol sehingga membuka peluang terjadinya
fraud. Sedangkan rationalization/ attitude menjelaskan teori yang menyatakan bahwa fraudterjadi
karena kondisi nilai-nilai etika lokal yang membolehkan terjadinya fraud. Dalam kasus Phar Mor, setidak-
tidaknya top manajemen telah membuktikan satu dari tiga penyusun triangle, yaitu : top manajemen
telah melakukan Insentive/Pressure.

Analisis

Dari kasus dijelaskan bahwa terdapat kecurangan yang dilakukan oleh Phar Mor secara sengaja untuk
mendapatkan keuntungan financial dan keterlibatan auditor dalam menutupi fraudtersebut. Auditor
tersebut secara langsung telah melanggar kode etik atau profesionalisme auditor.

Tindak Kecurangan (fraud) adalah suatu salah saji dari suatu fakta bersifat material yang diketahui tidak
benar atau disajikan dengan mengabaikan prinsip-prinsip kebenaran, dengan maksud menipu terhadap
pihak lain dan mengakibatkan pihak lain tersebut dirugikan.

Timbulnya fraudpada umumnya merupakan gabungan antara motivasi dan kesempatan. Motivasi dapat
muncul dari adanya dorongan kebutuhan dan kesempatan berasal dari lemahnya pengendalian intern
dari lingkungan, yang memberikan kesempatan terjadinya fraud. Semakin besar dorongan kebutuhan
ekonomi seseorang yang berada dalam lingkungan pengendalian yang lemah, maka semakin kuat
motivasinya untuk melakukan fraud.

Dengan demikian ada tiga unsur penting yang terkandung dalam fraud, yaitu:

* Niat/ kesengajaan

* Perbuatan tidak jujur

* Keuntungan yang merugikan pihak lain


Audit investigatif merupakan pengujian secara mendalam terhadap fakta-fakta dengan tujuan untuk
menentukan apakah telah terjadi tindak pidana, perdata, atau pelanggaran disiplin. Pada dasarnya audit
investigasi adalah mencari kebenaran, apakah terjadi kecurangan (fraud) atau tidak.

Karena tujuan audit investigasi adalah untuk mengidentifikasi dan mengungkap kecurangan atau
kejahatan, maka pendekatan, prosedur dan teknik yang digunakan di dalam audit investigatif relatif
berbeda dengan pendekatan, prosedur dan teknik yang digunakan di dalam audit keuangan, audit
kinerja atau audit dengan tujuan tertentu lainnya. Dalam audit investigatif, seorang auditor memulai
suatu audit dengan praduga/ indikasi akan adanya kemungkinan kecurangan dan kejahatan yang akan
diidentifikasi dan diungkap melalui audit yang akan dilaksanakan. Kondisi tersebut, misalnya, akan
mempengaruhi siapa yang akan diwawancarai terlebih dahulu atau dokumen apa yang harus
dikumpulkan terlebih dahulu. Selain itu, dalam audit investigatif, jika memiliki kewenangan, auditor
dapat menggunakan prosedur dan teknik yang umumnya digunakan dalam proses penyelidikan dan
penyidikan kejahatan, seperti pengintaian dan penggeledahan.

Audit investigatif seharusnya dilaksanakan oleh orang-orang yang mempunyai pengalaman dan keahlian
dalam melaksanakan audit investigatif. Auditor yang belum memiliki pengalaman dan keahlian harus
mendapat bimbingan dari auditor lain yang memiliki pengalaman dan keahlian audit investigatif. Auditor
investigatif juga perlu mempunyai pemahaman yang cukup tentang hal-hal yang akan diaudit terutama
menyangkut peraturan yang berlaku serta proses bisnis yang berkaitan dengan hal-hal yang akan diaudit.
Secara khusus, auditor yang akan melaksanakan audit investigatif juga harus mempunyai pemahaman
yang cukup tentang ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan hal-hal yang akan diaudit
maupun ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan pengungkapan kejahatan misalnya Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.

Pendekatan Audit Investigasi

Sebagaimana halnya penyelidikan dan penyidikan, audit investigatif bisa dilaksanakan secara reaktif atau
proaktif.

1. Reaktif

Audit investigatif dikatakan bersifat reaktif apabila auditor melaksanakan audit setelah menerima atau
mendapatkan informasi dari pihak lain mengenai kemungkinan adanya tindak kecurangan dan kejahatan.
Audit investigatif yang bersifat reaktif umumnya dilaksanakan setelah auditor menerima atau
mendapatkan informasi dari berbagai sumber informasi misalnya dari auditor lain yang melaksanakan
audit reguler, dari pengaduan masyarakat, atau karena adanya permintaan dari aparat penegak hukum.
Karena sifatnya yang reaktif maka auditor tidak akan melaksanakan audit jika tidak tersedia informasi
tentang adanya dugaan atau indikasi kecurangan dan kejahatan. Dalam kasus ini dapat dijelaskan bahwa
auditor dapat melakukan audit investigasi, karena indikasi terjadinya fraudtelah ter-publishke media.

2. Proaktif

audit investigatif dikatakan bersifat proaktif apabila auditor secara aktif mengumpulkan informasi dan
menganalisis informasi tersebut untuk menemukan kemungkinan adanya tindak kecurangan dan
kejahatan sebelum melaksanakan audit investigatif. Auditor secara aktif mencari, mengumpulkan
informasi dan menganalisis informasi-informasi yang diperoleh untuk menemukan kemungkinan adanya
kecurangan dan kejahatan. Audit investigatif yang bersifat proaktif perlu dilakukan pada area atau
bidang-bidang yang memiliki potensi kecurangan atau kejahatan yang tinggi. Audit yang bersifat proaktif
dapat menemukan kemungkinan adanya kecurangan dan kejahatan secara lebih dini sebelum kondisi
tersebut berkembang menjadi kecurangan atau kejahatan yang lebih besar. Selain itu audit investigatif
yang bersifat proaktif juga dapat menemukan kejahatan yang sedang atau masih berlangsung sehingga
pengumpulan bukti untuk penyelidikan, penyidikan dan penuntutan kejahatan tersebut lebih mudah
dilaksanakan.

Hasil dari suatu audit investigatif, baik yang bersifat reaktif maupun proaktif dapat digunakan sebagai
dasar penyelidikan dan penyidikan kejahatan oleh aparat penegak hukum. Berdasarkan hasil audit
tersebut, aparat penegak hukum akan mengumpulkan bukti-bukti yang relevan sesuai dengan kaidah
hukum yang berlaku untuk kepentingan penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan. Dari kasus yang
dipaparkan dapat dikemukakan bahwa dengan dilakukannya audit investigatif, segala bukti kecurangan
yang ditemukan dijadikan pedoman atau alat bukti dalam pemeriksaaan di pengalidan. Phar Mor Inc
sendiri telah dinyatakan bangkrut pada bulan Agustus 1992 berdasarkan undang-undangan U.S.
Bangkruptcy Code.

You might also like