You are on page 1of 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Identitas Buku
Judul Buku : Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian
Pengarang/Penulis : Prof.Dr. H. Endang Komara, M.Si
Penerbit : Refika Aditama
Kota Penerbitan : Bandung
Tahun Terbit : Cetakan ke-1 2011
Cetakan ke-2 2014
Jumlah Halaman : 136 Halaman

B. Alasan Pengambilan Buku


Filsafat pada dasarnya adalah pengetahuan tentang kebijaksanaan, prinsip-prinsip
mencari kebenaran, atau berfikir rasional-logis mendalam dan bebas (tidak terkait dengan
tradisi, dogma agama) untuk mencari kebenaran.Masyarakat umunya mengenal filsafat
sebagai pemikiran mendalam terhadap suatu hal.Segala hal di tinjau dari pemikiran akal yang
logis.Berarti, filsafat ilmu merupakan pemikiran mendalam dalam lingkup ilmu. Namun
banyak pertanyaan mengenai filsafat ilmu, Hal ini memicu Saya tertarik untuk mengetahui
lebih banyak lagi tentang tentang filsafat ilmu sehingga Saya memilih buku yang bertema
filsafat ilmu untuk di jadikan sebagai book report. Buku yang Saya pilih berjudul Filsafat
Ilmu dan Metodologi Penelitian . Buku ini adalah buah karya Prof. Dr. H. Endang
Komara, M.Siyang diterbitkan oleh penerbit Rafika.

BAB II
Resume Buku Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian

BAB I
A. Sejarah Filsafat Ilmu
Filsafat berasal dari bahasa Yunani, Philos yang berarti cinta dan Shopia yang berarti
kebijaksanaan. Sedangkan ilmu adalah bagian dari pengetahuan demikian pula seni dan
agama.Jadi pengetahuan mencakup ilmu, seni dan agama.Sedangkan filsafat merupakan
bagian dari pengetahuan tersebut sebab pada mulanya filsafat identik dengan pengetahuan
(baik teoritk maupun praktik).
Cikal bakal filsafat berlangsung sekitar abad ke-6 SM hingga awal abad pertengahan,
antara kurang lebih 600 tahun SM hingga tahun 200SM. Pada tahap ini bangsa Yunani
berfikir sedalam-dalamnya tentang berbagai fenomena alam yang begitu beragam,
meninggalkan mitos-mitos untuk kemudian meneliti berdasarkan reasoning power.
Pada zaman ini lahir beberapa filusuf yang berjasa besar dalam
perkembangannya,Thales ( 625-545 SM), Anaximandros (610-540 SM), Anaximanes (
538-480 SM),Pythagoras ( 580-500 SM), Xenephanes ( 570-480 SM), Heraklistos (
540-475 SM) dan seterusnya.Thales misalnya yang pertamakali mempertanyakan dasar dari
alam dan segala isinya.Anaximadros, bahwa segala sesuatu adalah aperion (yang tak
terbatas) yang disebabkan oleh penceraian (eksrisis).Sedangkan Anaximanes berpendapat
bahwa segala sesuatu adalah hawa dan udara. Dan Thales dan kawan-kawan sebagai inspirasi
bagi munculnya teori tentang proses kejadian sesuatu (evolusionisme).
Aristoteles (384-322 SM) yang dasar-dasar berpikirnya tidak bisa dilupakan dan tetap
mendominasi ilmuwan Eropa hingga sekarang. Logika Aristoteles bertahan hingga saat ini
karena dapat diaplikasikan mutakhir sebagai ilmu dan teknologi.Pada mulanya logika ini
menjelma dalam prinsip kausalitas ilmu alam (natural science), kemudian menjelma menjadi
logika ekonomi di dalam industry dan ekonomi.
Kerajaan-kerajaan bangsa Arab pada masa ini memiliki andil dalam perkembangan
filsafat ilmu. Perkembangan islam yang begitu pesat dan dengan perlahan-lahan didudukinya
daerah Romawi dan Yunani para ilmuwan Islam memberikan khazanah berbeda yang sesuai
dengan ciri dan penalaran yang sesuai dengan mereka sendiri. Maka bangsa Arablah yang
mengisi masa kesenjangan perkembangan ilmu dan pengetahuan Eropa pada saat dilanda
kegelapan.
Pasca Helenisme dan Romawi disusul dengan masa Pratrisik, dimana masa ini adalah
masa bapak-bapak gereja kira-kira pada abad ke-18.Kemudian dilanjutkan dengan masa
Skolastik, yang mana masa ini diajarkan oleh sekolah-sekolah gereja.Pada masa ini ada
gerakan Renaissance dan Aufklarung (abad ke-15) dimana masyarakat dapat bebas tanpa
terikat oleh agama, tradisi, sistem, otoritas politik, dan sebagainya.
Filsafat mencoba menjawab secara perlahan bagaimana cara mengatasi permasalahan
dengan semangat kebebasan manusia dalam hidup dan kehidupannya. Diawali
dengan Bacon (1561-1626 M) disamping anak-anak Renaissance, sepertiCopernicus (1473-
1630 M), Galileo (1564-1642 M), Kepler (1571-1630 M), dengan kemajuan natural
science dimana hasil penemuannya yang sangat menakjubkan, maka timbullah gagasan untuk
menerapkan metode tersebut dalam filsafat, misalkan Newton(1643-1727 M)
dengan Philosophae Naturalis Principia Mathematic, Decrates (1596-1650 M)
dengan Disour de la Methode, Spinoza (1632-1677 M) dengan Thic yang mana mereka
semua dijuluki bapak filsafat modern.

B. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya


Filsafat dapat dikelompokan pada bagian pengetahuan, dimana pegetahuan
tersebut mencakup ilmu, seni, dan agama. Akan tetapi lama kelamaan ilmu-ilmu khusus
menemukan kekhasannya sendiri untuk kemudian memisahkan diri dari filsafat.Gerak
spesialisasi ilmu-ilmu itu semakin cepat pada zaman modern, pertama ilmu-ilmu ektra, lalu
diikuti ilmu sosial seperti ekonomi, sosiologi, sejarah, psikologi, dan seterusnya.
Jujun S. Suriasumanteri menggolongkan pengetahuan menjadi tiga kategori umum,
(1) pengetahuan yang baik dan yang buruk (yang disebut dengan etika/agama); (2)
pengetahuan tentang indah dan yang jelek (yang disebut estetika/seni), dan (3) pengetahuan
tentang yang benar dan yang salah (yang disebut logika/ilmu).Ilmu merupakan suatu
pengetahuan yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah tersebut tak lagi
merupakan misteri.
Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang objek
tertentu, termasuk di dalamnya ilmu. Dengan demikian ilmu merupakan bagian dari
pengetahuan yang diketahui oleh manusia disamping berbagai pengetahuan lainnya, seperti
seni dan agama. Sisi lain dari pengetahuan mencoba mendeskripsikan sebuah gejala dengan
sepenuh-penuh maknanya, sementara ilmu mencoba mengembangkan semua model yang
sederhana mengenai dunia empiris dengan mengabstaksikan realitas menjadi beberapa
variabel yang terkait dalam sebuah hubungan yang bersifat rasional.
Untuk menetapkan dasar pemahaman tentang filsafat ilmu tersebut, sangat bermanfaat
menyimak 4 titik pandang dalam filsafat ilmu, yaitu:
1. Filsafat ilmu adalah perumusan world-view yang konsisten dengan teori-teori ilmiah yang
penting. Menutut pandangan ini adalah merupakan tugas filusuf ilmu untuk mengelaborasi
implikasi yang lebih luas dari ilmu.
2. Filsafat ilmu adalah suatu eksposisi dari presupposition dan predisposition dari para
ilmuwan.
3. Filsafat ilmu adalah suatu disipin ilmu yang di dalamnya terdapat konsep-konsep dan teori-
teori tentang ilmu yang dianalisis dan diklasifikasikan.
4. Filsafat ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua.
Filsafat ilmu sebagai kelanjutan dari perkembangan filsafat pengetahuan, adalah juga
merupakan cabang filsafat.Ilmu yang objek sasarannya adalah ilmu, atau secara popular
disebut dengan ilmu tentang ilmu.

C. Objek Kajian Filsafat Ilmu


Tiang penyangga pengetahuan terdiri dari tiga komponen yaitu ontology,
epistemology dan aksiologi. Ontologi menjelaskan mengenai pertanyaan apa, epistemology
menjelaskan pertanyaan tentang bagaimana, dan aksiologi menjelaskan tentang pertanyaan
untuk apa.
Ontologi merupakan asas dalam menetapkan batas ruang lingkup wujud yang menjadi
objek penelaahan serta penafsiran tentang hakikat realitas (metafisika). Ontologi meliputi
permasalahan apa hakikat ilmu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan
pengetahuan itu, yang tidak terlepas dari pandangan tentang apa dan bagaimana yang ada
(being) itu. Paham idealism atau spiritualisme, matrealisme, dualism, pluralism dan
seterusnya merupakan paham ontologisme yang menentukan pendapat dan bahkan keyakinan
kita masing-masing tentang apa dan bagaimana kebenaran dan kenyataan yang hendak
dicapai dan ilmu itu.
Secara ontologisme, ilmu membatasi lingkup penelaahan kelimuannya hanya pada
daerah-daerah yang berbeda dalam jangkauan pengalaman manusia.Objek penelaahan yang
berada dalam batas pra pengalaman (seperti penciptaan manusia) dan pasca-pengalaman
(seperti penciptaan surge dan neraka) diserahkan kepada ilmu lain (agama).
Ontologi keilmuan juga merupakan penafsiran tentang hakikat realitas dari objek
ontologis keilmuan, sebagaimana dituturkan sebelumnya. Penafsiran metafisik keilmuan
harus didasarkan pada karakteristik objek ontologis sebagaimana adanya (das sein) dengan
deduksi-deduksi yang dapat diverifikasi secara fisik. Ilmu justru merupakan pengetahuan
yang bisa dijadikan alat untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang mencerminkn das sein agar
dapat menjelaskan, meramalkan dan mengontrol fenomena alam.
Epistemologi adalah asal muasal, metode-metode dan sahnya ilmu
pengetahuan.Terdapat tiga persoalan pokok dalam bidang estemologi, (1) Apakah sumber
pengetahuan itu?Dari manakah datangnya pengetahuan yang benar itu? Dan bagaimana cara
mengetahuinya?; (2) Apakah sifat dasar pengetahuan itu?Apa ada dunia yang benar-benar di
luar pikiran kita? Dan kalau ada, apakah kita bisa mengetahuinya?; (3) Apakah pengetahuan
itu benar (valid)? Bagaimana kita dapat membedakan yang benar dari yang salah.
Epistemologi meliputi tatacara dan sarana untuk mencapai pengetahuan. Sarana yang
digunakan yakni: akal, pengalaman, budi, intuisi atau sarana yang lain. Ditunjukan
bagaimana kelebihan atau kelemahan suatu cara pendekatan dan batas-batas validitas dari
suatu yang diperoleh melalui suatu cara pendekatan ilmiah.
Secara garis besar terdapat dua aliran pokok dalam epistemologi, yaitu rasionalisme
dan empirisme, yang pada gilirannya kemudian muncul beberapa isme lain, misalnya
rasionalisme kritis (kritisime), fenomenalisme, intuisionisme, dan positivisme.
Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang pada
umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Aksiologi meliputi nilai-nilai, parameter
bagi apa yang disebut sebagai kebenaran atau kenyataan itu, sebagaimana kehidupan kita
yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan fisik materil dan
kawasan simbolik yang masing-masing menunjukan aspeknya sendiri. Lebih dari itu,
aksiologi juga menunjukan kaidah-kaidah apa yang harus diperhatikan didalam menerapkan
ilmu kedalam praksis.
Pertanyaan mengenai aksiologi menurut Kattsoft (1987:331) dapat dijawab melalui
tiga cara. Pertama, nilai sepenuhnya berhakikat subjektif.Ditinjau dari sudut pandang ini,
nilai merupakan reaksi yang diberikan oleh manusia sebagai perilaku dan akebenarannya
tergantung kepada pengalaman mereka; kedua, nilai merupakan kenyataan ditinjau dari segi
ontologisme namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu.Nilai-nilai tersebut merupakan
esensi logis dan dapat diketahui melalui akal.Pendirian ini dinamakan objektivisme
logis;ketiga, nilai merupakan unsur objektif yang menyusun kenyataan yang demikian
disebutobjektivisme metafisik.
Dalam pendekatan aksiologis bahwa pada dasarnya ilmu harus digunakan dan
dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia.Dalam hal ini maka ilmu menurutnya dapat
dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan
memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta kelestarian atau keseimbangan alam
(Jujun, 1986:6).
Fungsi dari filsafat ilmu adalah memberikan landasan filosofis dalam memahami
berbagai konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk
membangun teori ilmiah.Selanjutnya dikatakan bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi
yaitu sebagai confirmatory theories yaitu mendeskripsikan relasi normative antara hipotesis
dengan evidensi dan theory of explanation yakni berupaya menjelaskan berbagai fenomena
kecil maupun besar secara sederhana.

BAB II
Pengetahuan Ilmu dan Filsafat
A. Pengetahuan
Manusia itu tahu sesuatu, tahu akan dunia sekitarnya, tahu akan dirinya sendiri, dan
tahu akan orang-orang lain. Ada empat gejala tahu yaitu, (a) Manusia ingin tahu, (b) Manusia
ingin tahu yang benar, (c) Objek tahu ialah yang ada dan yang mungkin ada, dan (d) Manusia
tahu bahwa ia tahu. Orang yang tahu disebut memiliki pengetahuan.Jadi pengetahuan adalah
hasil dari tahu.
Dalam pengetahuan ada pengakuan terhadap sesuatu.Ada dua sesuatu dalam putusan
sehingga putusan selalu ada bagiannya, yaitu yang menjadi dasar pengakuan dan yang diakui
terhadap dasar itu.Dasar pengakuan itu disebut subjek yang diakui terhadap subjek itu
dinamakan predikat.Putusan tidak harus dicetuskan dengan kata.Bisa jadi putusan hanya
dicetuskan dalam hati manusia saja.
Berdasarkan dua macam putusan itu maka pengetahuan pun ada dua
macam;pengetahuan khusus yang mengenai sesuatu yang satu atau tertentu saja
dan pengetahuan umum yang berlaku bagi seluruhnya. Kedua pengetahuan itu didapatkan
dengan pengalaman, baik pengalaman yang dialami sendiri maupun didapat dari pengalaman
orang lain. Pengetahuan ini diperoleh dari pengalaman yang berkenaan dengan panca indra
manusia. Degan kata lain pengetahuan adalah sesuatu yang berhubungan dengan panca indra
manusia.
Pada umumnya objek yang ada diluar kesadaran hanya memungkinkan pengetahuan
manusia karena objek itu memberi perangsang kepada manusia untuk tahu.Objek memberi
perangsang kepada manusia untuk tahu.Hasil yang dicetuskan berupa putusan, yang berarti
manusia mengakui hubungan sesuatu terhadap sesuatu. Dengan kata lain objek memberikan
rangsangan kepada manusia untuk mengatakan sesuatu. Dalam pengetahuan itu diakui
hubungan sesuatu terhadap sesuatu.
Dalam mengungkapkan kepastian jangan ada kata sangsi atau tidak yakin dengan apa
yang diucapkan. Mencapai kebenaran yang mengandung kebenaran amat memuaskan dan
disebut keyakinan.Keyakinan adalah sikap mental atas dasar kepastian bahwa ada kebenaran,
tetapi kebenaran yang diselidiki sendiri.Dalam pengetahuan erat hubungannya antara
keyakinan dan kepercayaan.

B. Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang bertujuan mencapai kebenaran ilmiah
tentang objek tertentu, yang diperoleh melalui pendekatan atau cara pandang (approach),
metode (method), dan sistem tertentu. Beberapa pertanyaan mengenai apa yang sedang dia
teliti akan menghasilkan:
1. Ilmu pengetahuan filosofi yang mempersoalkan hakiakt atau esensi sesuatu (pengetahuan
universal).
2. Ilmu pengetahuan kausalistik, artinya selalu mencari sebab-musabab keberadaanya
(pengetahuan umum bagi semua jenis benda).
3. Ilmu pengetahuan yang bersifat deskriptif-analitik, yaitu mencoba menjelaskan sifat-sifat
umum yang dimiliki oleh suatu jenis objek.
4. Ilmu pengetahuan yang bersifat normative, yaitu mencoba memahami norma suatu objek
yang dari sana akan tergambar tujuan dan manfaat dari objek tersebut.
Menurut objek formalnya, ilmu pengetahuan itu berbeda-beda dan banyak jenisnya
serta sifatnya.Ada yang tergolong ilmu pengetahuan fisis (ilmu pengetahuan alam), ilmu
pengetahuan non-fisis (ilmu pengetahuan sosial dan humaniora serta ilmu pengetahuan
ketuhanan) karena pendekatannya menurut segi kejiwaan.Ilmu pengetahuan fisis termasuk
ilmu yang bersifat kuantitatif, sementara ilmu pengetahuan non-fisis merupakan ilmu yang
bersifat kualitatif.
Cara pandang dan sistem merupakan hal yang sangat menentukan tercapainya
kebenaran ilmiah. Ada enam sistem yang lazim dikenal dalam ilmu pengetahuan:
a. Sistem tertutup, sistem ini tidak memungkinkan masuknya unsur-unsur baru ke dalamnya.
b. Sistem terbuka, sistem ini memang dimaksudkan untuk memberikan peluang bagi masuknya
unsur-unsur baru kedalamnya.
c. Sistem alami, sistem ini memang sudah sejak awal merupakan suatu kesatuan yang utuh
dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan sejak awal.
d. Sistem buatan, sistem ini jelas hasil karya manusia. Hal ini diciptakan untuk memenuhi
kebutuhan manusia itu sendiri.
e. Sistem yang berbentuk lingkaran, sistem ini merupakan perkembangan dari sistem buatan,
yang dibuat untuk lebih memudahkan tercapainya salah satu tujuan hidup. Dalam sistem ini
masalah sentralnya diletakan pada sentral dari satu lingkaran.
f. Sistem yang berbentuk garis lurus, sistem ini juga perkembangan dari sistem buatan, namun
agar dapat mencapai tujuan harus menyusun menurut jejang-jenjang dari yang paling tinggi
ke yang paling rendah.
Kebenaran ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang jelas dari suatu objek materi
yang dicapai menurut objek forma (cara pandang) tertentu dengan metode yang sesuai dan
ditunjang dengan sistem yang relevan. Ada tiga teori pokok tentang kebenaran keilmuan
yaitu:
1. Teori saling hubungan (Coherence Theory)
Sering disebut teori konsistensi, karena menyatakan bahwa kebenaran itu tergantung
pada adanya saling hubungan diantara ide-ide secara tepat, yaitu ide-ide yang sebelumnya
telah diterima sebagai kebenaran.Bradley (Soetrisno dan SRD Rita Hanfie, 2007)
mengatakan, bahwa sesuatu proposisi itu cenderung benar jika koheren dengan pengalaman.
Tingkat saling berhubungan adalah ukuran bagi tingkat kebenaran itu sendiri.
Semakin terdapat saling hubungan diantara ide-ide yang semakin meluas maka akan
menunjukan kesahihan kebenaran yang semakin jelas pula. Teori ini menkankan pada sifat
rasional intelektual.Dimana segala ide-ide harus logis, masuk akal dan tidak bertentangan
dengan realita.
2. Teori Persesuaian (Correspondence Theory)
Teori ini menyesuaikan antara fakta dengan fakta itu sendiri.Fakta bukan hanya
sekedar ide saja tapi memang real dengan pernyataan ide tersebut.Teori korespondensi
menekankan apakah ide itu merupakan fakta itu sendiri atau bukan. Persesuaian antara arti
yang dikandungdi berbagai pendapat dengan apa yang merupakan fakta-faktanya merupakan
kriteria bagi teori korespondensi.
Rogers (Calvin Hall, 1995) mengatakan bahwa, kebenaran itu terletak pada
kesesuaian antara esensi atau arti yang diberikan dengan esensi yang terkandung dalam hal
atau objek itu sendiri.Russel memperjelasnya dengan mengatakan bahwa kebenaran adalah
persesuaian antara arti yang terkandung oleh perkataan-perkataan yang telah ditentukan, dan
kesesuiannya berupa identiknya arti-arti tersebut.
3. Teori Kegunaan (Pragmatic Theory)
Dalam kehidupan sehari-hari kita menuntut sesuatu yang lebih praktis dan langsung
menimbulkan konsekuensi yang menguntungkan. Pragmatism mewarnai pandangannya
sebagai berikut: Pada umumnya teori memandang masalah kebenaran menurut segi
kegunaannya.
Kebenaran menurut pragmatism bergantung pada kondisi yang berupa manfaat
(utility), kemungkinan dapat dikerjakan (workability), dan konsekuensi yang memuaskan
(satisfactory result).Ketiga teori tersebut kelihatannya tidak bisa dipakai sebagai pedoman
untuk mengukur kebenaran realitas sebagai objek materi pada filsafat ilmu pengetahuan
karena masing-masing mempunyai titik kelemahan.Namun secara ontologisme dan
epistemologis tampaknya bisa memberikan jalan keluar bagi pemecahan persoalan yang
muncul dalam realitas itu sendiri.Karena ilmu pengetahuan mempunyai aspek yang etis maka
teori koheren, koresponden, dan pragmatis perlu dipertimbangkan secara bersamaan.

BAB III
Filsafat Ilmu Dan Metodologi Penelitian
A. Keberadaan Ontologi
Ontologi adalah penjelasan tentang keberadaan atau eksistensi yang
mempermasalahkan akar-akar( akar yang paling mendasar tentang apa yang disebut ilmu
pengetahuan itu). Suriasumantri (1993), yang dipermasalahkan adalah akar-akarnya hingga
sampai menjadi ilmu.
Dalam tahap ontologis ini manusia mulai mengambil jarak dari objek sekitar, tidak
seperti pada dunia mistis dimana objek berada dalam kesemestaan yang bersifat difus dan
tidak jelas batas-batasnya.Maka ontologis ini memberikan batasan terhadap objek tertentu.
Dalam memcahkan masalah penalaran atau logika.Ilmu membatasi hanya masalah
yang konkret pada dunia nyata yang dapat dipecahkan atau permasalahan yang dikaji
berdasarkan pengetahuan manusia.Keseimbangan ilmu-ilmu agar kita tidak mudah terjatuh
pada kebingungan.Karena sesungguhnya setiap ilmu itu saling melengkapi dan memberikan
batasannya yang sesuai.
Menurut Rapar (1996) ontologis dikatakan sebagai metafisika umum.Hal ini
dimaksudkan untuk membedakan dan memisahkan eksistensi yang sesungguhnya dari
penampakan dan penampilan eksistensi itu. Menurutnya pula ada tiga teori ontology:
1. Idealisme. Teori ini mengajarkan bahwa ada yang sesungguhnya berda di dunia ide.Segala
sesuatu yang tampak dan terwujud nyata dalam alam inderawi hanya merupakan gambaran
atau banyangan dari yang sesungguhnya, yang berada di dunia ide.
2. Materialisme. Materialisme menolak hal-hal yang tidak kelihata. Baginya, yang ada
sesungguhnya adalah keberadaan yang semata-mata bersifat material atau sama sekali
tergantung pada material. Pada intinya segala sesuatu yang bersifat realitas mungkin
dijelaskan secara material.
3. Dualisme. Dualisme mengajarkan bahwa substansi individual terdiri dari dua tipe
fundamental yang berada dan tak dapat diredukasikan kepada yang lainnya.Pada intinya
dualisme mengakui bahwa realitas teridiri dari materi secara fisis dan mental atau
keberadaannya tidak kelihatan secara fisis.
Refleksi ontologis berbentuk suatu lingkaran hermeunitis antara pengalaman dan
mengada, tanpa mampu dikatakan mana yang lebih dahulu. Dikatakan oeh Baker, bahwa
dalam ontologis tidak ada rumus yang tepat , yang ada hanya mungkin sebagai kesimpulan
uraian.

B. The Quest Of Knowledge


Filsafat ilmu menjelaskan tentang duduk perkaran ilmu atau science itu, apa yang
menjadi landasan asumsinya, bagaimana logikanya (doktrin netralistik, etik), apa hasi-hasil
empirik yang dicapainya serta batas-batas kemampuannya. Metodologi penelitian
menjelaskan tentang upaya pengembangan ilmu berdasarkan tradisi-tradisinya, yang terdiri
dari dua bagian, yaitu deduktif dan induktif.Demikian pula yang dicapainya, yang disebut
pengetahuan atau knowledge, baik yang bersifat deskriptif (kualitatif dan kuantitatif) maupun
yang bersifat hubungan (proposisi tingkat rendah, proposisi tingkat tinggi dan hukum-
hukum).
The Quest of Knowledge adalah upaya manusia untuk mengetahui tentang Tuhan,
alam semesta, lingkungan ( baik alamiah maupun sosial), dan dirinya (baik fisik maupun
perilakunya). Sudah menjadi kodratnya bahwa manusia ingin mengetahui segala-galanya dan
bertanya untuk mendapatkan jawabannya. Dengan kata lainQuest of Knowledge adalah usaha
manusia untuk mengetahui tentang ilmu Tuhan.
Dalam hal ini manusia menggunakan segala kemampuannya dan akal
budinya. Dengan dianugerahkannya rasio dan rasa kepada manusia yang mana merupakan
kemampuan manusia untuk menempatkan sesuatuhal yang masing-masing dan tidak dapat
dicampur adukan.
Kemampuan rasio terletak pada kemampuan membedakan dan atau menggolongkan,
menyatakan secara kuantitatif ataupun kualitatif dan menyatakan hubungan-hubungan dan
mereduksi hubungan-hubungan. Kemampuan rasa terletak pada kreativitas yang merupakan
kegaiban, karena langsung berhubungan dengan Tuhan. Kreativitas ini lah yan menjadi
permulaan disegala bidang, nalar, ilmu, etika dan estetika.
Rasio menghasilkan ilmu dan ilmu menemukan dan mengungkapkan sunatullah, yang
lebih kita kenal dengan hukum-hukum nomologis, bersifat kekal abadi dan netral yang
menghasikan etika atau moral, dengan hukum-hukumnya yang disebut hukum normatif dan
bersifat imperatif. Sedangkan rasa dijaga dengan petunjuk-petunjuk Tuhan, dan dengan
kebesaran Tuhan.
Oleh sebab itu upaya Quest of Knowledge setiap hari, pertama harus kuat memahami
ilmu atau humanitas, dan kedua, dalam mencapai kebenaran, tidak cukup
dengan verifikasi seperti dalam ilmu barat, akan tetapi verifikasi yang dibarengi
denganvalidasi. Adapun landsan validasi tidak lain adalah firman Alloh SWT.

C. The Knower, Nalar dan Knowledge


Sudah menjadi kehendak Alloh SWT bahwa manusia selalu ingin mengetahui
segalanya karena manusia diberi kemampuan untuk itu. Secara analitik, kemampuan untuk
mengetahui itu dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kemampuan kognitif, kemampuan untuk mengetahui (dalam arti kata seperti mengerti,
memahami, menghayati) dan mengingat apa yang diketahui. Landasan kognitif adalah rasio
atau akal.Kognisi bersifat netral.
2. Kemampuan afektif, ialah kemampuan untuk merasakan tentang yang diketahuinya itu, ialah
rasa cinta dan rasa indah. Afeksi tidak bersifat netral.Landasan afeksi adalah rasa, atau qalbu,
dan disebut hati nurani.Rasa inilah yang menghubungkan manusia dengan kegaiban yang
merupakan kreativitas manusia.Rasa ini dapat menjadi kelebihan manusia sekaligus menjadi
kelemahan manusia, karena rasa juga bersifat polarity dimana antara yang baik dengan yang
buruk hanya berbeda tipis.Rasa mempengaruhi rasio.Rasio tidak dapat berjalan ketika rasa
sudah melenceng dari yang seharusnya.
3. Kemampuan konatif, adalah kemampuan untuk mencapai apa yang dirasakan itu. Kondisi
adalah will, kemauan, keinginan, dan hasrat, yaitu daya dorong untuk mencapai (atau
menjauhi) segala apa yang didiktekan oleh rasa. Kemampuan untuk bergerak dalam
menentukan rasa adalah konatif.
Dari ketiga kemampuan di atas, kognitif, afektif dan konatif, kemampuan afektiflah
yang mejadi titik pusat dan pada bidang kemampuan afektif inilah (terutama) manusia
mendapat petunjuk-petunjuk Tuhan di satu pihak, dan atas seizing Tuhan pula manusia
mendapat rongrongan setan yang terus-menerus tiada hentinya di lain pihak.

D. Nalar atau Berpikir


Segala sesuatu yang dapat diindra manusia disebut pengalaman atau experience,
sedangkan segala sesuatu yang tidak dapat diindra oleh manusia disebut metafisika
(meta=beyond, metafisika = beyond experience). Berpikir tentang pengalaman disebut
berpikir empirical, dan berpikir tentang dunia metafisika disebut berpikir transcendental.
Perkataan philosophy berasal dari kata Yunani yang berarti menyukai kearifan. Para
filusuf Yunani kuno menemukan cara yang diidamkann tersebut, yang disebut pembuktian
rasional atau rational proof, dalam logika dan matematika. Dalam logika Aristoteles dengan
silogismenya, sedangkan dalam matematika Euclid menemukan cara pembuktian rasional dan
geometri.
Dunia nalar sekarang mengakui empat ciri cara berpikir filsafat Plato yakni: (1) ada
tanda-tanda bahwa dalam studi berbagai ilmu yang telah ditelaah harus dihubungkan dan
dipandang sebagai satu sistem; (2) ada satu kontras tentang sensible
appearance danintelligible reality. Yang disebut pertama adalah kejadian-kejadian yang
biasa, yang terhadapnya kita hanya bisa beropini saja, sedangkan yang kedua adalah objek
sistem matematika yang terlepas dari waktu dan berbagai form seperti kebaikan (goodnees)
dan keadilan (justice).Istilah untuk intelligible reality adalah idea, yang satu dan tidak
berubah-ubah dan menurut Plato hanya idea saja yang bisa menjadi objek pengetahuan; (3)
keputusan tertinggi pada ilmu hanyalah bila idea tersebut mencapai (the form of the good),
dengan menunjukan mengapa benda-benda soyogianya harus seperti itu; (4) pandangan
(insight) intelektual seyogianya dicapai dengan metode khusus yang
disebutdialectic.Dialectic ini tak lain adalah apa yang sekarang kita sebut dengan logika.

BAB IV
Dasar-Dasar Penelitian
A. Ilmu Sebagai Pengetahuan
Ilmu adalah pengetahuan, tetapi tidak semua pengetahuan adalah ilmu. Pengetahuan
adalah pembentukan pemikiran asosiatif yang menghubungkan atau menjalin sebuah
pemikiran dengan kenyataan atau dengan pikiran lain berdasarkan pengalaman yang
berulang-ulang tanpa pemahaman mengenai kausalitas (sebab-akibat) yang hakiki dan
universal. Ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang menjelaskan kausalitas (hubungan sebab-
akibat) dari suatu objek menurut metode-metode tertentu yang merupakan suatu kesatuan
yang sistematis.Dari kedua pengertian tersebut jelas bahwa pengetahuan bukan hanya
ilmu.Pengetahuan merupakan bahan utama bagi ilmu.
Ilmu bertujuan untuk menjelaskan tentang segala yang ada di alam semesta. Sifat
pertama dari ilmu ialah bahwa ilmu menjelajah dunia empirik tanpa batas sejauh dapat
ditangkap oleh panca indera (dan indera lain). Kedua ialah bahwa tingkat kebenaran yang
dicapainya pun relative atau tidak sampai kepada tingkat kebenaran yang mutlak.Sebagai
sifat yang ketiga dari ilmu ialah bahwa ilmu menemukan proposisi-proposisi (hubungan
sebab-akibat).
Sebenarnya komponen ilmu yang hakiki adalah fakta dan teori, namun terdapat pula
komponen lain yang disebut fenomena atau konsep.Ilmu merupakan fakta, sedangkan jalinan
fakta keseluruhannya disebut teori. Lebih jelasnya dinyatakan bahwa teori adalah jalinan
fakta menurut meaningfull construct. Ini berarti bahwa teori adalah seperangkat konsep,
definisi, dan proposisi yang berhubungan satu sama lain, yang menunjukan fenomena secara
sistematis, dan bertujuan untuk menjelaskan (explanation) dan meramalkan (prediction)
fenomena.
Teori mempunyai peranan dalam perkembangan ilmu, yaitu sebagai orientasi, sebagai
konseptualisasi dan klasifikasi, secara generalisasi sebagai peramal fakta, dan sebagai points
to gaps in our knowledge. Teori sebagai orientasi, yaitu memberikan orientasi kepada
ilmuwan sehingga dengan teori tersebut dapat mempersempit cakupan yang akan ditelaah,
sedemikian rupa sehingga dapat menentukan fakta mana yang diperlukan. Teori sebagai
konseptualisasi dan klasifikasi, yaitu dapat memberikan petunjuk tentang kejelasan hubungan
antara konsep dan fenomena atas dasar klasifikasi tertentu.Teori sebagai peramal fakta, yaitu
dengan meramal ialah berpikir deduktif dengan konsekuensi logis (baik menurut waktu
maupun tempat).

B. Tingkat Kemantapan Teori


Setiap bidang ilmu menpunyai tingkat kemantapan yang berbeda, misalnya pada ilmu
sosial, ilmu relatif muda perkembangannya.Sampai sekarang mungkin masih banyak yang
belum paham mana yang dimaksud dengan teori yang benar-benar dapat menjelaskan dan
meramalkan fenomena, padahal sejak dahulu telah berpikir teori dan pengaplikasian didalam
masyarakat yang belum tepat.
Untuk pengetahuan kemasyarakatan banyak dinyatakan dalam
bentuk folkwisdom(kebijaksanaan rakyat/masyarakat) seperti pepatah atau pribahasa,
meskipun banyak yang tidak benar.Pemikiran pada tingkat taksonomikal, semua ilmu dalam
perkembangannya melalui pemikiran taksonomikal untuk sampai pada eksplanasi dan
prediksi.Tugasnya untuk mengklasifikasikan kedalam kelompok-kelompok ke dalam kategori
yang tepat, dengan penerapan nama-nama yang sesuai dan benar.
Sifat-sifat dari taksonomi antara lain: (1) dalam taksonomi terdapat definisi dan
deskripsi; dan (2) dari deskripsi yang dibuat dapat dilihat perbedaan dari kesamaan atau
kesamaan dari perbedaan. Penelitian yang dilakukan dalam pekerjaan taksonomikal adalah
studi deskriptif. Secara ringkas pekerjaan taksonomikal ini digambarkan sebagai berkut:
1. Unit dari fenomena: definisi pengertian atau ungkapan yang menjawab pertanyaanwhat.
2. Hubungan antara unit-unit: taksonomi (klasifikasi dari definisi).
3. Apliksi unit pada subject matter baru: diagnosis (menyatakan sesuatu yang dihadapi itu
termasuk kelas apa).
4. Bentuk atau jiwa dari penelitian: studi deskriptif (gambaran tentang apa dari fenomena yang
dipelajari itu).
Pemikiran teoretik adalah pekerjaan yang melangkah kepada teori. Teori pada
dasarnya menerangkan atau menjelaskan bahkan meramalkan tentang mengapa (apa
sebabnya) fenomena yang menjadi perhatian itu terjadi. Jadi konsep atau pengertian sebagai
abstraksi dari fenomena itu diarahkan kepada mencari hubungan kausalitas yang berlaku
umum. Kalimat hubungan kausalitas tidak lain adalah proposisi.
Secara ringkas pekerjaan teretikal itu sebagai berikut:
1. unit dari fenomena: proposisi (pengertian atau ungkapan yang menjawab pertanyaanwhy).
2. Hubungan antara unit-unit: klasifikasi (hubungan kausalitas dari proposisi).
3. Aplikasi unit kepada subject matter baru: eksplanasi (menyatakan hal-hal apa yang
menyebabkan fenomena terjadi).
4. Bentuk atau jiwa dari penelitian: studi verifikasi (pengujian proposisi sementara).

C. Berpikir Induktif dan Deduktif


Dalam observasi fakta dari fenomena dikumpulkan, diamati, diklasifikasikan dan
diklarifikasi, disusun secara teratur (sistematis) kemudian dibuat generalisasinya sebagai
kesimpulan.Dari sinilah terwujud hukum, dalil, atau teori dari suatu ilmu.Pekerjaan yang
semacam ini disebut induksi (menginduksi). Atau dengan kata lain pekerjaan induktif dimulai
dari hal-hal yang khusus (particular) yang terpikirkan sebagai kelas dari suatu fenomena,
menuju generalisasi.
Kebalikan dari induktif adalah deduktif.Berangkat dari hal yang umum (dari
induksi/teori/dalil/hukum) kepada hal-hal yang khusus. Prinsip dasarnya ialah segala yang
dipandang benar pada semua peristiwa dalam satu kelas atau jenis, berlaku pula sebagai hal
yang benar pada semua peristiwa yang terjadi pada hal yang khusus, asal yang khusus ini
benar-benar merupakan bagian atau unsur dari hal yang umum itu.Penalaran deduktif biasa
menggunakan silogisme dalam menyimpulkan.Proposisi yang pertama disebut premis mayor
dan yang kedua disebut premis minor.

Metode Ilmiah
Metode ilmiah merupakan prosedur atau langkah-langkah sistematis dalam
mendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu.Ilmu merupakan penegtahuan yang didapatkan
melalui metode ilmiah. Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu
dengan langkah-langkah sistematis.
Garis besar langkah-langkah sistematis keilmuan adalah: (1) mencari, merumuskan
dan mengidentifikasi masalah; (2) menyusun kerangka pikiran (logical construct); (3)
merumuskan hipotesis (jawaban rasional terhadap masalah); (4) menguji hipotetsis secara
empirik; (5) melakukan pembahasan; dan (6) menyimpukan. Tiga langkah pertama
merupakan metode penelitian, sedangkan langkah-langkah selanjutya bersifat teknis
penelitian.
Mencari, merumuskan dan mengidentifikasi masalah, yaitu menetapkan masalah
penelitian, apa yang dijadikan masalah penelitian dan apa objeknya. Menyusun kerangka
pemikiran, yaitu mengalikan jalan pemikiran menurut kerangka yang logis atau
menurutlogical construct. Hal ini tidak lain mendudukperkarakan masalah yang diteliti
(diidentifikasi) dalam kerangka teoretis yang relevan dan mampu menangkap, menerangkan,
serta menunjukan perspektif terhadap masalah itu.
Merumuskan hipotesis, bahwa hipotesis adalah kesimpulan yang diperoleh dari
penyusunan kerangka pikiran, berupa proposisi deduksi.Merumuskan berarti membentuk
proposisi yang sesuai dengan kemungkinan serta tingkat kebenarannya.
Menguji hipotesis ialah membandingkan atau menyesuaikan (matching) segala yang
terkandung dalam hipotesis dengan data empirik.Perbandingan atau penyesuaian itu pada
umumnya didasarkan pada peikiran yang beranggapan bahwa di alam ini suatu peristiwa
mungkin tidak terjadi secara tersendiri. Menurut Jhon Stuart Mills, cara paling sedethana
untuk mengetahui faktor penyebab timbulnya suatu akibat ialah dengan membandingkan
berbagai peristiwa dalam suatu fenomena. Oleh karena itu, ia mengajukan tiga macam
metode, yaitu method of agreement, Method of Difference, dan Method of concomitant
variation.
Ketiga metode ini dijadikan pegangan maka untuk menguji hipotesis dapat ditentukan
rancangan pengujiannya. Namun data atau informasi empirik apa yang terkandung dalam
hipotesis. Operasionalisasi variabel ialah menentukan indikator-indikator variabel.Idikator itu
masih ada yang berbentuk informasi ataupun telah berbentuk data.Dalam menentukan
indikator variabel-variabel itu (operasionalisasi) maka persoalan validitas (keabsahan) dan
reliabilitas (ketepatan) memegang peranan penting.Ini sangat erat hubungannya dengan
tingkat ketepatan dalam sebuah penelitian.
Membahas dan menyimpulkan; dalam membahas sudah termasuk pekerjaan
interpretasi terhadap hal-hal yang ditemukan dalam penelitian.Dalam interpretasi, pikiran kita
diarahkan pada dua titik pandang, pertama, kerangka pikiran (Logical construct) yang telah
disusun, bahkan ii merupakan frame of work pembahasan penelitian.Kedua,pandangan
diarahkan kedepan, yaitu mengaitkan kepada variabel-variabel dari topik aktual.
Hasil pembahasan tidak lain ialah kesimpulan. Kesimpulan penelitian adalah
penemuan dari hasil interpretasi dan pembahasan.Penemua dari interpretasi dan pembahasan
harus merupakan jawaban terhadap pernyataan penelitian sebagai masalah, atau sebagai bukti
dari penerimaan terhadap hipotesis yang diajukan. Pernyataan dalam kesimpulan dirumuskan
dalam kalimat yang tegas, padat, tersususn dari kata-kata yang yang baik dan pasti,
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan tafsiran yang berbeda dengan yang lain.
Dapat diperhatikan bahwa ada tiga tingkatan penelitian untuk sampai pada
perwujudan ilmu atau teori.Pertama, penelitian dalam upaya mencari masalah atau menjajagi
masalah.Kedua, penelitian dalam upaya mengembangkan masalah.Ketiga,penelitian dalam
upaya menguji jawaban terhadap masalah.Dari ketiga macam penelitian tesebut dapat dikaji
metode-metode yang didasarkan kepada tujuan dan objek-objeknya, yaitu ada yang bertujuan
mempelajari, mendeskripsi (mencanderakan), mendeteksi (mengungkapkan), dan ada pula
yang menyelidiki hubungan kausalitas.
Studi kasus atau penelitian kasus (case study) bertujuan mempelajari secara
mendalam mengenai keadaan kehidupan sekarang dengan latar belakangnya dalam interaksi
dengan lingkungan dari suatu sosial unit seperti individu, kelembagaan, komunitas ataupun
masyarakat.
Penelitian korelasional (corraletion research) bertujuan untuk mendeteksi atau
mengungkap sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi faktor
lain. Yang didasarkan pada koefisien korelasi (kadang-kadang penelitian ini dilandasi
hipotesis).Penelitian ini bertujuan untuk meneyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat
dari suatu peristiwa atau fenomena.Ada dua macam penelitian, explanatory
survey danexperiment research. Penelitian survai adalah penyelidikan kausalitas dengan cara
medasarkan pada pengamatan terhadap akibat yang terjadi, dengan mencari faktor-faktor
yang mungkin menjadi penyebabnya, melalui data tertentu. Sedangkan penelitian eksperimen
penyelidikannya dengan cara mengenakan faktor penyebab (treatment atau perlakuan)
kepada kelompok eksperimental, kemudian dikaji akibat yang terjadi, untuk meyakinkan
bahwa yang terjadi itu benar-benar sebagai akibat perlakuan, biasanya dibandingkan dengan
kelompok kontrol yang tidak dikenai perlakuan.

E. Teknik Penelitian
Teknik penelitian menyangkut bagaimana caranya dan alat-alat penelitian apa yang
diperlukan untuk membangun ilmu melalui penelitian. Pelaksanaan penelitian dapat dibagi
menjadi menjadi empat fase kegiatan, yaitu fase persiapan, pengumpulan data atau informasi,
pengolahan data atau informasi, dan penulisan laporan penelitian.
Alat-alat penelitian yang dipergunakan untuk menangkap atau merekam atau
mencatat data atau informasi dari objek, efektivitas dan atau fungsinya, dapat dipengaruhi
oleh kemahiran subjek dan oleh kondisi objek serta oleh situasi dimana penelitian dilakukan.
Fase-fase peneitian adalah sebagai berikut: (1) ke dalam fase persiapan, termasuk langkah-
langkah menetapkan atau meruskan atau mengidentifikasi masalah, menyusun kerangka
pemikran atau pendekatan masalah, merumuskan hipotesis (jika bertujuan memverifikasi),
menentukan rancangan uji hipotesis atau teknik analisis (jika tidak menguji hipotesis), (2) ke
dalam fase pengumpulan data ata informasi masih menyangkut pengujin hipotesis atau teknik
analisis; (3) kedalam fase pengolahan data juga masih bersangkutan dengan pengujian
hipotesis atau teknik analisis; dan (4) ke dalam fase penyusunan atau penulisan laporan
bersangkutan dengan langkah pembahasn dan pembuatan kesimpulan.

F. Sikap Ilmiah
Cendikiawan ilmu mengajukan unsur-unsur sikap ilmiah (scientific attitude) yang
harus dimiliki dan menjadi ciri bagi peneliti, antara lain:
1. Sikap ingin tahu: sikap bertanya/penasaran (bukan sok tahu) terhadap sesuatu, karena
mungkin ada hal-hal/bagian-bagian/unsur-unsur yang gelap, yang tidak wajar, atau ada
kesenjangan. Hal ini bersambung dengan sikap-sikap skeptic, kritis tetapi objektif dan free or
not from etique?
2. Skeptis: bersikap ragu-ragu terhadap pernyataan-pernyataan yang belum cukup kuat dasar-
dasar pembuktiannya.
3. kritis: cakap menunjukan batas-batas suatu soal, mampu membuat perumusan masalah,
mampu menunjukan perbedaan dan persamaan sesuatu hal dibanding dengan yang lainnya
(komparatif), cakap menempatkan suatu pengertian pada kedudukan yang tepat.
4. objektif: mementingkan peninjauan tentang objeknya; pengaruh subjek perlu dikesampingkan
meskipun tidak sepenuhnya. Dengn kata lain, memang tidak mungkin mencapai objektivitas
yang mutlak.
5. Free from etique: memang benar bahwa ilmu itu nomologis, artinya mempunyai tugas
menilai apa yang benar dan apa yang salah, namun apakah tidak sebaiknya memerhatikan
etika? Artinya memerhatikan pula yang baik dan yang buruk bagi kemanusiaan (kehidupan):
science is not only for science but also for people. Mungkin masih ingat pula pandangan
Einstein terhadap ilmu yang harus normatif: science without religion is blind, reigion
without science is lame.
6. Budi pekerti yang melengkapi sikap ilmiah, seperti: (1) tabah hati yakni sabar dan tawakal
dalam segala kesukaran; (2) keras hati yakni berminat/berhasrat dan bersemangat; (3) rendah
hati, seperti ilmu padi, kian berisi kian merunduk; (4) jujur yakni tidak melakukan apa yang
salah/buruk, melainkan mengamalkan apa yang benar dan apa yang baik; (5) toleran yakni
menenggang/menghargai pendapat/pandangan/pikiran orang lain meski bertentangan dengan
pendiriannya, kemudian berupaya untuk mencapai kemufakatan/kesamaan pandang.
7. Rajin dan tekun, riang dan gembira, suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan, dan atau
sehat rohani dan jasmani.

BAB V
Jenis Pengetahuan
A. Pengetahuan Ilmiah
Secara sederhana pengetahuan ilmiah adalah jenis pengetahuan yang diperoleh dan
dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah atau dengan menerapkan cara kerja atau
metode ilmiah. Sedangkan yang dimaksud dengan metode ilmiah adalah prosedur atau
langkah-langkah sestematis yang perlu diambil guna memperoleh pengetahuan yang
didasarkan atas persepsi inderawi dan melibatkan uji hipotesis serta teori secara terkendali.
Terdapat hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam memahami ciri-ciri pokok
pengetahuan ilmiah.Pertama, ilmuwan harus tahu tentang ciri-ciri pokok dan perilaku jenis-
jenis objek tertentu.Kedua, pengetahuan ilmiah memperoleh penandasan induktif bukan
deduktif. Aspek ketiga, pengamatan dalam proses kerja ilmiah bukanlah asal-asalan, tetapi
pengamatan yang terencana dalam suatu percobaan yang terkendali.
Pengetahuan ilmiah tidak berkemban melulu dengan menetang penyimpulan
berdasarkan apa yang telah diketahui. Untuk dapat berkembang dibutuhkan imajinasi, baik
dalam merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan menyusun hipotesis untuk menjawab
pertayaan tersebut.Di sinilah tempatnya penemual ilmiah (scientific invention) terjadi.Bukan
hanya mesin dan alat-alat yang ditemukan untuk pertama kali, tetapi juga hipotesis dan teori
ilmiah.
Peran hakiki imajinasi dalam pengembangan pengetahuan ilmiah juga diilustrasikan
oleh penemuan yang dihasilkan bukan oleh proses generalisasi, tetapi oleh suatu reputasi atau
pengguguran suatu teori atau pandangan yang dianggap sudah diketahui.
Penegtahuan ilmiah memang ada, tetapi bukan sebagai pengetahuan yang pasti benar,
melainkan pengetahuan yang dikatakan mendekati kebenaran.Artinya, suatu kepercayaan
yang mempunyai dasar kokoh untuk menganggap suatu pernyataan tentang dunia sampai
tingkat ketepatan pengukuran tertentu (lepas dari ketidak tepatan kecil-kecil) adalah benar.
Pengetahuan seringkali dipahami sebagai suatu bentuk kepercayaan
individual.Namun, sains sebenarnya juga merupakan suatu bentuk kepercayaan sosial, suatu
pengetahuan yang melibatkan peran komunitas ilmuwan dan masyarakat.Implikasi dari sifat
sosial sains terhadap pembenaran penetahuan menjadi fokus perhatian epistemologi
sosial.Kalau epistemologi individual secara garis besar adalah teori pengetahuan dan
pembenaranya yang berlaku untuk kelompok orang atau masyarakat.

B. Pengetahuan Moral
Penilaian dan putusan moral pada dasarnya berakar pada latar belakang budaya
seseorang.Sekurang-kurangnya ada dua varian besar dalam pandangan seperti
ini.Pertama,relativisme budaya dan kedua nonkogtivisme.Pandangan tersebut menekankan
bahwa penilaian dan putusan moral pada dasarnya berakar pada latar belakang budaya
seseorang. Yang pertama menerima bahwa ada kebenaran dan penilaian dan putusan moral,
tetapi bersifat relatif terhadap kebudayaan tempat penilaian dna putusan itu dibuat.
Sedangkan yang kedua berpendapat bahwa penilaian dan putusan moral tidak termasuk
wacana yang mau menegaskan benar salah, tetapi bermaksud mengungkapkan perasaan atau
sikap si penilai ataupun pendengar terhadap hal yang dibicarakan.Perasaan dan sikap ini
relatif terhadap kebudayaan tempat orang lahir dan dibesarkan.

C. Pengetahuan Religius
Beberapa konsep dan prinsip yang berlaku dalam membahas kemungkinan adanya
pengetahuan moral dapat dipakai untuk memberi terang pada persoalan tentang penegtahuan
yang religious itu mungkin.Pernyataan bahwa Tuhan itu ada dan memiliki sifat-sifat tertentu
seperti Mahakuasa, Maharahim, Maha Pengasih dan Penyayang dan sebagainya merupakan
pokok iman dan bukan materi pengetahuan manusia. Dalam hal ini tolak ukur keberanan
rasiu maupun kebenaran factual atau empiris tidak berlaku untuk pernyataan religius
Dalam filsafat ketuhanan, klaim bahwa kebenaran dan sifat-sifat Tuhan tidak dapat
secara rasional diketahui, baik secara apriori maupun aposteriori, sesungguhnya sudah
disangkal.Argument ontologis bagi adanya Tuhan, misalnya berangkat dari premis apriori
bahwa Tuhan sebagai yang Maha sempurna, adalah suatu yang lebih besar daripada-Nya tak
dapat dipikirkan.Maka secara logis, Tuhan haruslah ada.

D. Metafisika
Metafisika berasal dari bahasa Yunani meta(sesudah sesuatu atau dibalik sesuatu)
dan pysika (nyata, konkret dan dapat diukur dan dijangkau oleh pancaindera). Eksistensi
dibalik atau sesudah yang fisik (metafisik) perlu dikaji.Nama ilmunya ontology.Jadi ontologi
adalah ilmu yang mengkaji tentang sesuatu dibalik yang fisik atau sesuatu sesudah yang fisik.
Langeveld mengutip Nicolai Hartman yang mengartikan metafisika sebagai: (1)
tempat khusus yang diperuntukan bagi objek-objek transenden, daerah spekulatif bagi
tanggapan-tanggapan tentang Tuhan, kebebasan dan jiwa, dan (2) metafisika dapat diartikan
sebagai pangkalan bagi sistem spekulatif, teori-teori dan tanggapan dunia terhadap sesuatu
yang eksistensinya di luar dimensi yang fisik empirik.
Istilah metafisik untuk pertama kali dipopulerkan Androcinos dari Rhodes sekitar
tahun 70 SM. Sedangkan Anton Bakker (1992:15) berpandangan bahwa metafisika
sebenarnya sudah berkembang sebelum Andronicos memunculkan gagasannya.Ia menyebut
bahwa metafisika sudah berkembang sejak abd ketiga SM. Pada awalnya dapat dipakai untuk
berbicara mengenai masalah-masalah yang lebih fundamental, mendalam dan substansif
dalam berbagai lingkungan kehidupan.
Aristotelles menitikberatkan pada aspekdunia fisik sebagai yang sebenarnya
keadaan.Jadi tidak ada eksistensi yang metafisik dibalik yang fisik.Sedangkan Plato masih
tetap memberi keseimbangan antara adanya kenyataa yang bersifat fisik dan keadaan yang
berada di balik yang fisik.Berpijak pada landasan teoretis tersebut, maka
istilah metafisikatempaknya memang bukan istilah yang di sebut Aristoteles lebih suka
menyebut proto phylosopia (filsafat pertama) dibandingkan dengan menggunakan
istilah metafisika.
Istilah lain yang digunakan Aristoteles selain proto phylosopia dalam mengartikan
hakikat sesuatu adalah: (1) filsafat pertama (first phylosopy); (2) pengetahuan tentang sebab
akibat (knowledge of Couse); (3) studi tentang yang tidak dapat digerakan (the study of the
eternal and immovable); dan (5) theology, yakni suatu ilmu yang membincangkan tentang
Tuhan serta bagaimana manusia harus berhadapan dengan Tuhan.
Hubungan antara metafisika dengan filsafat ilmu dapat diibaratkan seperti dua sisi
mata uang yang sulit dipisahkan meski gampang dibedakan.Filsafat ilmu membincangkan
persoalan metafisika lebih karena hampir tidak ada satu ilmu pun yang terlepas dari persoalan
metafisika. Bahkan dalam banyak hal, ilmu dan pengkaji ilmu yang kering makna metafisika
akan berakibat pada keringnya makna ilmu itu sendiri.
Perkembangan ilmu; baik ilmu fisika, biologi dan ilmu sosial, yang dihasilkan oleh
ilmuwan berujung pada menjauhnya manusia dari sifat transcendental, ketuhanan.Dan itu
telah dibuktikan dengan munculnya paham ateisme serta nilai-nilai pengetahuan secular yang
dibangun ilmuwan dengan jenis ini.Harus diakui bahwa meski aliran tadi berdampak sangat
negatif terhadap runtuhnya nilai-nilai ketuhanan, secara pragmatis, paham ini dapat pula
berdampak positif.Sebab ketika aspek metafisik keilmuan dipahami sebagai dinamik materi,
konsekuensinya manusia tidak akan pernah puas untuk terus melakukan penelanjangan
terhadap basis keilmuan.
Selain kegunaan metafisika dan hubungannya dengan ilmu pengetahuan, ada juga
beberapa peran yang diperoleh ilmu pengetahuan melalui pengkajian terhadap metafisika.
Diantara peran-peran itu adalah: (1) metafisika mengajarkan tentang cara berpikir yang
cermat dan tidak kenal lelah dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Seorang metafisikus
selalu mengembangkan pemikirannya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
bersifatenigmatic (teka-teki) yang belum pernah diobservasi sekalipun sampai pada titik yang
tidak berujung. (2) metafisik menuntut originalitas berpikir yang sangat diperlukan bagi ilmu
pengetahuan. Metafisikus senantiasa berupaya menemukan hal-hal baru yang belum
diungkap.Sikap semacam ini menuntut kreatifitas dan rasa ingin tahu besar terhadap suatu
persoalan. (3) metafisika memberikan bahan pertimbangan yang matang bagi pengembangan
ilmu pengetahuan, terutama pada wilayah pra anggapan, sehingga persoalan yang diajukan
memiliki landasan berpijak yang kuat. (4) metafisika membuka peluang bagi terjadinya
perbedaan visi dalam melihat realitas. Ia tidak memiliki kebenaran yang benar-benar absolut.

BAB VI
Peran Filsafat Ilmu Dalam Pengembangan Metode Ilmiah
A. Abstrak
Filsafat ilmu menjelaskan tentang duduk perkara ilmu atau science yang menjadi
landasan asumsi logika (doktrin netralistik etik), hasil-hasil empirik yang dicapai, serta batas-
batas kemampuannya.Metodologi penelitian menjelaskan tentang upaya pengembanga ilmu
berdasarkan tradisi-tradisi, yang terdiri dari dua bagian, yaitu deduktif maupun
induktif.Demikian pula tentang hasil-hasil yang dicapai, berbentuk pengetahuan baik
deskriptif (kualitatif dan kuantitatif) maupun yang bersifat hubungan (proporsi tingkat
rendah, proporsi tingkat tinggi, dan hukum-hukum).
Filsafat ilmu ataupun metodologi penelitian bersifat mengisi dan memperluas
cakrawala kognitif tentang apa yang disebut ilmu, yang diharapkan akan menimbulkan
pengertian untuk disiplin dalam berkarya ilmiah, sekaligus meningkatkan motivasi sebagai
ilmuwan untuk melaksanakan tugas secara sungguh-sungguh.

B. Pendahuluan
Upaya manusia untuk mengetahui tentang Tuhan, alam semesta, lingkungan (baik
alamiah maupun sosial), dan dirinya (baik fisik maupun perilakunya) dilakukan melalui
kegiatan berpikir, baik secara induktif maupun deduktif.Mengetahui merupakan kenikmatan
atau kebahagiaan. Karena manusia bisa mengetahui (dalam arti kata yang lebih mendalam:
memahami, mengerti, menghayati), maka derajat manusia lebih tinggi daripada binatang,
bahkan lebih tinggi daripada malaikat.
Apa yang dipelajari sejauh ini adalah ilmu-ilmu barat, yaitu ilmu yang lahir dan
berkembang di dunia barat, yang akar-akarnya digali dari filsafat Yunani kuno. Tidak ada
salahnya melanjutkan tradisi itu, namun kita harus konsekuen dengan ideolgi Negara kita
Pancasila yang disebutkan pada sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
Tuhan memberikan kemampuan kepada manusi untuk menemukan, mengerti dan
menghayati ilmu, suatu kemampuan yang tidak diberikan-Nya kepada ciptaan-Nya yang lain.
Kant, mengatakan bahwa ilmu itu a priori.
Upaya quest of knowledge itu menggunakan segala kemampuannya, yaitu akal
budinya. Ilmu barat lebih menekankan pada akal atau rasio dan kurang menempatkan budi
dan rasa, sedangkan ilmu timur menekankan pada budi dan rasa dan sedikit atau tidak
menggunakan rasio, maka Pancasila menghendaki untuk menggunakan rasio secara seimbang
pada tempat dan takaran yang benar. Rasio dan rasa merupakan kemampuan yang
dilimpahkan oleh Tuhan kepada manusia, yang kedua-duanya mempunyai kemampuan dan
keunggulan masing-masing untuk digunakan pada tempat masing-masing dan tidak boleh
dicampur aduk-adukan.
Manusia, dengan bersenjatakan pengetahuannya, dapat memilih untuk menjalani roda
kehidupan yang diridloi Alloh dan tetap pada keilmuannya.Dalam hal ini guidancebagi
manusia adalah moral (yang bersemayam di dalam rasa).Rasio, dengan patokan-patokannya
yang sangat terperinci, mampu menjaga diri untuk tidak terkena godaan setan.Rasa yang
tidak berpatokan itu dijaga dengan petunnjuk Tuhan, dan dengan kebesaran Tuhan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peran filsafat ilmu dalam pengembangan
metode ilmiah sangat penting karena para mahasiswa dituntut harus dapat membuat karya
tulis yang sesuai dengan kaidah-kaidah cara berfikir ilmiah, baik untuk pemahaman tugas
dari setip mata kuliah yang diberikan oleh dosen maupun tugas akhir, berupa skripsi, tesis
ataupun disertasi.

C. Pembahasan
1. Peran Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu menurut Beerling (1988:1-4) adalah penyelidikan tentang ciri-ciri
mengenai pengetahuan ilmiah dengan cara-cara untuk memperoleh pengetahuan.Filsafat ilmu
erat kitannya dengan filsafat pengetahuan atau epistemologi, yang secara umum menyelidiki
syarat-syarat serta bentuk-bentuk pengalaman manusia, juga mengenai logika dan
metodologi.
Cony (M. Zainuddin 2006:21-22) menjelaskan tentang empat titik pandang dalam
filsafat ilmu: (1) filsafat ilmu adalah perumusan world view yang konsisten dengan teori-teori
ilmiah yang penting. Menurut pandangan ini, adalah merupakan tugas filusuf ilmu untuk
mengelaborsi implikasi yang lebih luas dari ilmu; (2) filsafat ilmu adalah eksposisi
dari presupposition dan pre-disposition dari para ilmuan; (3) filsafat ilmu adalah suatu
disiplin ilmu yang didalamnya terdapat konsep dan teori tentang ilmu yang dianalisis dan
diklasifikasikan; (4) filsafat ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua, filsafat ilmu
menuntut jawaban terhadap pertanyaan sebagi berikut : (a) karakteristik apa yang
membedakan penyelidikan ilmiah dari tipe penyelidikan lain; (b) kondisi yang bagaimana
yang patut dituruti oleh para ilmuwan dalam penyelidikan alam; (c) kondisi yang bagaimana
yang harus dicapai bagi suatu penjelasan ilmiah agar menjadi benar; (d) status konitif yang
bagaimana dari prinsip dan hukum ilmiah.
Tiap-tiap pengetahuan memiliki tiga komponen yang merupakan tiang penyangga
tubuh pengetahuan yang disusunnya.Komponen tersebut adalah ontologi, epistemologi dan
aksiologi. Ontologi menjelaskan pertanyaan apa, epistemologi menjelaskan tentang
pertanyaan bagaimana dan aksiologi menjelaskan pertanyaan tentang untuk apa.

2. Metode Ilmiah
Metode ilmiah merupakan prosedur atau langkah-langkah sistematis dalam
mendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu.Ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan
melalui metode ilmiah. Metode adalah suatu orosedur atau cara untuk mengetahui segala
sesuatu dengan langkah-langkah sistematis. Garis besar langkah-langkah sistematis keilmuan
menurut Soetrisno dan SRD Rita Hanafie (2007:157) sebagai berikut:
1. Mencari, merumuskan, dan mengidentifikasi masalah.
2. menyusun kerangka pemikiran (logical construct).
3. Merumuskan hipotesti (jawaban rasional terhadap masalah).
4. Menguji hipotesis secara empirik.
5. Melakukan pembahasan.
6. Menarik kesimpulan.
Cara yang paling sederhana untuk menemukan jawaban pertanyaan penelitian
(research question) adalah melalui data sekunder. Wujudnya berupa beberapa kemungkinan
misalnya:
a. Melihat suatu proses dari perwujudan teori.
b. Melihat linkage dari proposisi suatu terori, kemudian bermaksud memperbaikinya.
c. Merisaukan keberlakuan suatu dalil atau model di tempat tertentu atau pada waktu tertentu.
d. Melihat tingkat informative value dari teori yang telah ada. Kemudian bermaksud
meningkatkannya.
e. segala sesuatu yang tidak dapat dijelaskan dengan teori yang telah ada atau belum dapat
dijelaskan secara sempurna.

BAB III
Analisa Keunggulan dan Kekurangan Buku Filsafat Ilmu dan Mbetodologi Penelitian

3.1 Keunggulan
Keunggulan buku Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitianyaitu dapat dijadikan
sebagai referensi salah satu upaya mencari ilmu pengetahuan yang benar.Buku ini disajikan
secara sederhana.Kajian utama buku ini adalah memberikan bekal dalam perancangan riset
yang didasari oleh fundamental filsafat ilmu yang masih diakui kebenarannya sampai
sekarang. Berakar pada filsafat ilmu dan metodologi penelitian guna mencari ilmu
engetahuan yang benar, buku ini membahas paradigma filsafat, berpikir filsafat, metodologi,
pengetahuan dan moral, dasar penelitian, metode ilmiah, dan pengukuran skala.
3.2 Kekurangan
Buku ini tidak menunjukkan kekurangan yang sangat mencolok, karena pembahasan
dalam buku ini sudahlah tepat sasaran, yaitu membahas kajian lingkup filsafat ilmu dan
metode-metode yang dikemukakan dalam melakukan penelitian ataupun riset.Hanya saja
bahasa yang digunakan agak sulit untuk dicerna dan juga ada beberapa penulisan kata yang
salah pengetikannya.Biasanya dapat langsung dipahami oleh kalangan pelajar mahasiswa dan
kalangan tingkat di atasnya, karena memang pada dasarnya sasaran buku ini adalah untuk
melakukan sebuah penelitian.

3.3 Penutup
Buku Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian ini sangat sempurna bagi kalangan
pelajar mahasiswa dan kalangan di atasnya.Dapat dijadikan sebagai referensi karena
didalamnya memuat materi-materi yang lengkap mengenai pemikiran mendalam tentang ilmu
dan metodologi penelitian.
BAB I

PENDAHULUANN

1.1 LATAR BELAKANG

Istilah ilmu bukan sesuatu yang asing bagi kita. Selama duduk di bangku sekolah, kita mempelajari
ilmu. Namun hakikat ilmu sendiri, tidak semua orang mengetahuinya. Bahkan masih banyak diantara
kita yang tidak tahu perbedaan antara ilmu dan pengetahuan. Lebih parah lagi, ada beberapa
kosakata dalam bahasa Indonesia yang mengkonotasikan seolah-olah tidak semua ilmu itu baik.
Misalnya kata ilmu hitam, ilmu sihir, ilmu tenung, ilmu santet dan lain-lain.

Agar pemahaman tentang ilmu tidak semakin melenceng, ada baiknya kita mempelajari filsafat ilmu.
Tentu bukan hanya belajar di bangku kuliah. Sebab apa yang kita pelajari di perkuliahan cenderung
berupa teori. Sehingga untuk lebih memperdalam pemahaman serta untuk membangun pola pikir
kritis mahasiswa, maka membaca buku filsafat ilmu adalah solusinya.

Filsafat adalah induk dari segala ilmu pengetahuan. Filsafat dan sains (ilmu pengetahuan) adalah dua
hal yang tak terpisahkan. Filsafat dan sains memiliki hubungan, memiliki beberapa persamaan dan
perbedaan pula. Manusia berpikir belum tentu berfilsafat. Manusia berfilsafat sudah pasti dirinya
berfikir. Namun, sebelum kita mempelajari lebih dalam tentang filsafat ilmu, akan lebih baik jika kita
mengetahui pengertian filsafat, dasar-dasar pengetahuan, ruang lingkup filsafat, hubungan,
perbandingan, manfaat, dan perkembangan filsafat ilmu itu sendiri. Dalam makalah ini, semua hal
tersebut akan dibahas satu per satu.

1.2 TUJUAN

1) Memperdalam pengetahuan tentang filsafat ilmu.

2) Membangun pola pikir kritis mahasiswa.

1.3 MANFAAT

1) Untuk memenuhi tugas mata kuliah filsafat ilmu

2) Untuk menambah pengetahuan tentang bagaimana filsafat itu dan apa saja yang menjadi dasar
dalam filsafat.
BAB II

PEMBAHASAN

1.1. IDENTITAS BUKU

1. Buku Utama ( Buku Pertama )

1) Judul buku : Filsafat Ilmu

2) Pengarang : Prof. Dr. Ahmad Tafsir

3) Penerbit : PT. Ramaja Rosdakarya

4) Kota Terbit : Bandung

5) Tahun terbit : 2009 (cetakan keempat)

6) Tebal Buku : 247 halaman

7) Ukuran : 22 cm x 16 cm

2. Buku Pembanding ( Buku Kedua )

1) Judul buku : Man & The Universe: The Philosophers of Science


2) Pengarang : Lucretius, Nicholas Copernicus, Francis Bacon, Rene

Descartes, Auguste Comte, Charles Darwin, Henri Bergson, Sigmund Freud, Alfred North Whitehead,
Sir James Jean, Sir Arthus Stanley Eddington, Albert Einstein

3) Penerbit : Modern Pocket Library

4) Kota Terbit : New York

5) Tahun terbit : 1954

6) Tebal Buku : 484 halaman

7) Ukuran : 10,5 x 16,5 Cm

1.2. RINGKASAN ISI BUKU PERTAMA

Sumber : Filsafat Ilmu

BAB I

FILSAFAT ILMU

Sebelum dijelaskan apa yang dimaksud dengan filsafat ilmu, ada baiknya jika disinggung kembali
makna dari filsafat. Istilah filsafat yang merupakan terjemahan dari philolophy (bahasa Inggris)
berasal dari bahasa Yunani philo (love of ) dan Sophia (wisdom). Jadi secara etimologis filsafat
artinya cinta atau gemar akan kebajikan (love of wisdom). Cinta artinya hasrat yang besar atau yang
berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh. Kebijaksanaan artinya kebenaran sejati atau kebenaran
yang sesungguhnya. Filsafat berarti hasrat atau keinginan yang sungguh-sungguh akan kebenaran
sejati. Conny Semiawan menyatakan bahwa filsafat ilmu pada dasarnya adalah ilmu yang berbicara
tentang ilmu pengetahuan (science of sciences) yang kedudukannya di atas ilmu lainnya. Merujuk
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat ilmu adalah salah satu cabang filsafat yang
menelaah ilmu secara filosofis dengan lingkup kajian ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Obyek
dari filsafat ilmu adalah ilmu itu sendiri. Di sini juga mengandung pemahaman bahwa filsafat ilmu
adalah suatu kearifan, manifestai dari kebijakan dengan melibatkan cara berpikir abstrak-rasional
yang menyeluruh untuk menggali hakikat ilmu pengetahuan.

BAB II

HAKIKAT ILMU PENGETAHUAN DAN FILSAFAT

Bagian ini akan membahas beberapa istilah kunci yaitu: ilmu, ilmu pengetahuan, dan sains. Dari
ketiga istilah ini kemudian muncul istilah ilmiah. Menurut Prof. Dr. Ahmad Tafsir, kata ilmu dalam
bahasa Arab berasal dari kata al-ilm yang terjemahan bahasa Inggrisnya adalah knowledge.
Dalam pengertian ini, al-ilmi mencakup seluruh hal yang diketahui manusia, baik yang kasat mata,
maupun yang gaib. Namun dalam al-ilmi dalam terjemahan bahasa Indonesia ilmu biasanya
kemudian disamakan dengan science dalam terjemahan bahasa Inggrisnya.[3] Ahmad Tafsir
kemudian berpegang pada istilah pengetahuan (knowledge) yang ia bagi menjadi tiga katagori
dengan karakter-karakter khusus.

Namun menurut pemahaman umum, apa yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan adalah sains itu
sendiri. Pada gilirannya, apa yang disebut dengan ilmiah (sesuatu yang memenuhi standar sebagai
ilmu pengetahuan) adalah sains. Tegasnya, pengetahuan yang benar (diakui sebagai kebenaran)
yang bisa dipercaya adalah ilmu pengetahuan dalam arti sains dengan segala syarat-rukunnya.
Kemudian istilah ilmu pengetahuan ini pada gilirannya disamakan dengan istilah ilmu saja. Jadi
yang disebut sebagai ilmu adalah sains itu sendiri.

Apakah ilmu dalam pengertian sains ini? Ralp Ross dan Ernest Van Den Haag menyatakan: Science is
empirical, rational, general and cumulative; and it is all four at once (ilmu adalah sesuatu yang
bersifat empiris, rasional, yang umum dan tersusun, dan keempat-empatnya terkumpul secara
serentak). Hatta mengatakan bahwa pengrtian Filsafat lebih baik tidak dibicarakan lebih dulu, nanti
bila orang telah banyak mempelajari filsafat orang itu akan mengerti dengan sendirinya apa filsafat
itu.[4] Langeved juga berpendapat seperti itu, katanya, setelah orang berfilsafat sendiri, barulah ia
maklum apa filsafat itu; makin dalam ia berfilsafat akan semakin mengerti ia apa filsafat itu.

Menurut Prof. Dr. Ahmad tafsir, Hatta dan Langeved itu benar, tetapi apa salahnya mencoba
menjelaskan pengertian filsafat dalam bentuk suatu uraian. Dari uraian itu diharapkan pembaca
mengetahui apa filsafat itu, sekalipun belum lengkap. Dari situ akan dapat ditangkap apa itu
pengetahuan filsafat.

Yang Lebih menarik dari buku ini adalah memuat uraian mengenai perbedaan makna logis dan
rasioanal. Dua kata yang acap kali mempunyai kemiripan makna, namun penulis membedakannya.
Penulis juga membagi pengetahuan manusia pada tiga kapling yaitu pengetahuan sain, pengetahuan
filsafat dan pengetahuan mistik. Penulis menjelaskan setiap kapling tersebut dengan ontologi,
epistemologi dan aksiologi beserta contoh-contoh yang dapat diterima oleh akal manusia.
BAB III

ONTOLOGI: HAKIKAT APA YANG DIKAJI

Metafisika

Metafisika adalah bidang telaah filsafat yang merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran
filsafati termasuk pemikiran ilmiah.

Beberapa Tafsiran Metafisika

1) Supernaturalisasi adalah paham yang menyatakan bahwa terdapat ujud-ujud bersifat gaib
(supernatural) dan ujud-ujud ini bersifat lebih tinggi atau lebikuasa dibandingkan dengan alam yang
nyata.

2) Naturalisme adalah paham yang menyatakan bahwa gjala-gejala alam tidak disebabkan oleh
pengaruh kekuatan yang bersifat gaib, melainkan oleh kekuatan yang tedapat dalam alam itu sendiri,
yang dapat dipelajari dan dengan demikian dapat kita ketahui.

Asumsi

Asumsi merupakan dugaan-dugaan sementara yang belum jelas kebenarannya, karena belum ada
fakta pendukung yang valid. Ilmu sebagai pengetahuan yang berfungsi membantu dalam
memecahkan masalah praktis sehari-hari, tidaklah perlu memiliki kemutlakan seperti halnya agam.
Walaupun demikian sampai tahap tertentu ilmu memiliki keabsahan dalam melakukan generalisasi.

Peluang

Peluang adalah kemungkinan kejadian.

Beberapa Asumsi Dalam Ilmu

1) Asumsi yang mendasari telah ilmiah

2) Asumsi yang mendasari telaah moral

Batas-Batas Penjelajahan Ilmu


Batas-Batas Penjelajahan Ilmu adalah pengalaman manusia dan pengetahuan yang telah diuji
kebenaranya secra empiris.

Cabang-Cabang Ilmu

Ada dua cabang utamanya ilmu, yaitu:

1) Filsafat alam yang kemudian menjadi ilmu-ilmu alam (the natural science)

2) Filsafat moral yang kemudian menjadi ilmu-ilmu sosial (the social science)

Disamping kedua cabang ilmu itu terdapat juga ilmu yang lainnya yaitu:

1) Ilmu Humaniora

2) Ilmu Matematika

. BAB IV

EPISTIMOLOGI: CARA MENDAPATKAN PENGETAHUAN YANG BENAR

Jarum Sejarah Pengetahuan

Jarum Sejarah Pengetahuan pada waktu dulu kriteria kesamaan yang menjadi konsep dasar. Semua
meyatu dalam kesatuan yang batas-batasnya kabur dan mengambang. Tidk terdapat jarak antara
objek yang satu dengan objek yang lain, antara ujud yang satu dengan ujud yang lain. Konsep dasar
ini baru mengalami perubahan fundamental dengan berkembangnya abad Penalaran pada
pertengahan abad ke 17. Pohon pengetahuan mulai dibeda-bedakan paling tidak berdasarkan apa
yang diketahui, bagaimana cara mengetahuinya dan untuk apa pengetahuan itu dipergunakan.
Berdasarkan objek yang ditelaah mulai dibedakan ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu social. Dari cabang
ilmu yang satu sekarang ini diperkirakan berkembang lebih dari 650 cabang disiplin ilmu.

Pengetahuan

Pengetahuan pada hakekatmya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu obyek
tertentu, termasuk kedalamnya adalah ilmu. Jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang
diketahui oleh manusia disamping berbagai jenis pengetahuan lainya seperti seni dan agama.
Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung turut
memperkaya kehidupan kita.

Setiap jenis pengetahuan mempunyai cirri-ciri spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana
(epistimologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Jika ilmu mencoba
mengembangkan sebuah model yang sederhana mengenai dunia empiris dengan mengabstraksikan
realitas menjadi beberapa variable yang terikat dalam sebuah hubungan yang bersifat rasional, maka
seni (paling tidak seni sastra), mencoba mengungkapkan obyek penelaahan itu sehingga menjadi
bermakna bagi pencipta dan mereka yang meresapinya, lewat berbagai kemampuan manusia untuk
menangkapnya, seperti pikiran emosi dan pancaindra.

Seni menurut Moctar Lubis, merupakan produk dari daya inspirasi dan daya cipta manusia yang
bebas dari cengkraman dan belenggu berbagai ikatan. Karya seni bersifat penuh dan rumit namun
tidak bersifat sistematik.

Sebuah karaya seni yang baik biasanya mempunyai pesan yang ingin disampaikan kepada manusia
yang bias mempengaruhi sikap dan prilaku mereka. Itulah sebabnya seni memegang peran penting
dalam pendidikan moral dan budi pekerti suatu bangsa.

Satu jembatan yang menghubungkan antara seni terapan dengan ilmu dan teknologi adalah
pengembangan konsep teoritis yang besifat mendasar yang selanjutnya dijadikan tumpuan untuk
mengembangkan pengetahun ilmiah yang bersifat integral. Ilmu dan filsafat dimulai dengan akal
sehat sebab tak mempunyai landasan permulaan lain untuk berpijak.

Metode Ilmiah

Metode Ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu
didapat dari metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmu sebab ilmu merupakan
pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat tertentu.

Syarat yang harus dipenuhi agar pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang
dinamakan dengan metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerjanya
pikiran, sehingga pengetahuan yang dihasilkan mempunyai karakteristik tertentu yang diminta oleh
pengetahuan ilmiah, yaitu sifat rasional dan teruji yang memungkinkan tubuh pengetahuan yang
disusun merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan.

Dalam hal ini metode ilmiah mencoba menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif dalam
membangun tubuh pengetahuannya. Proses kegiatan ilmiah menurut Ritchie Calder dimulai ketika
manusia mengamati sesuatu. Sehingga, karena masalah ini berasal dari dunia empiris, maka proses
berpikir tersebut diarahkan pada pengamatan objek yang bersangkutan yang bereksistensi dalam
dunia empiris pula.

Karena masalah yang dihadapinya adalah nyata maka ilmu mencari jawaban pada dunia yang nyata
pula. Ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan fakta pula, apapun juga teori yang
menjembataninya (Einstein).

Teori merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara secara rasional digabungkan
dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang
berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Adapun tahapan dalam kegiatan ilmiah, yaitu:

1) Perumusan Masalah
2) Penyusunan kerangka berpikir

3) Perumusan hipotesis

4) Pengujian hipotesis

5) Penarikan kesimpulan.

Struktur Pengetahuan Ilmiah

Pengetahuan yang diproses menurut metode ilmiah merupakan pengetahuan yang memenuhi
syarat-syarat keilmuan, dan dengan demikian dapat disebut pengetahuan ilmiah atau ilmu. Ada pun
struktur pengetahuan ilmiah sebagai berikut :

1) Teori yang merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor
tertentu dari sebuah disiplin keilmuan.

2) Hukum yang merupakan pernyataan yang menyatakan hubungan antara dua variabel atau
lebih dalam suatu kaitan sebab akibat.

3) Prinsip yang dapat diartikan sebagai pernyataan yang berlaku secara umum bagi sekelompok
gejala-gejala tertentu yang mampu menjelaskan kejadian yang terjadi.

4) Postulat yang merupakan asumsi dasar yang kebenarannya kita terima tanpa dituntut
pembuktiannya.

BAB V

AKSIOLOGI : NILAI KEGUNAAN ILMU

Ilmu dan Moral

Benarkah bahwa makin cerdas, maka makin pandai kita menemukan kebenaran, makin benar maka
makin baik pula perbuatan kita? Apakah manusia mempunyai penalaran tinggi, lalu makin berbudi,
sebab moral mereka dilandasi oleh anlisis yang hakiki, atau sebaliknya makin cerdas maka makin
pandai pula kita berdusta?. Masalah moral berkaitan dengan metafisika keilmuan, maka dalam
tahap manipulasi ini masalah moral berkaitan dengan cara penggunaan pengetahuan ilmiah.

Ontologi diartikan sebagai pengkajian mengenai hakikat realitas dari objek yang di telaah dalam
membuahkan pengetahuan, aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan
dari pengetahuan yang diperoleh. Sokrates minum racun, John Huss dibakar sebagai contoh betapa
ilmuan memiliki landasan moral, jika tidak ilmuan sangat mudah tergelincir dalam prostitusi
intelektual.
Tanggung Jawab Sosial Ilmuan

Seorang ilmuan mempunyai tanggung jawab sosial di bahunya. Bukan saja karena ia adalah warga
masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung dengan di masyarakat yang yang lebih
penting adalah karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam keberlangsungan hidup manusia.

Sampai ikut bertanggung jawab agar produk keilmuannya sampai dan dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat. Sikap sosial seorang ilmuan adalah konsisten dengan proses penelaahan keilmuan yang
dilakukan. Sering dikatakan bahwa ilmu itu bebas dari sistem nilai. Ilmu itu sendiri netraldan para
ilmuanlah yang memberikannya nilai.

Nuklir dan Pilihan Moral

Seorang ilmuan secara moral tidak akam membiarkan hasil penemuannya dipergunakan untuk
menindas bangsa lain meskipun yang mempergunakan itu adalah bangsanya sendiri. Seorang ilmuan
tidak boleh berpangku tangan, dia harus memilih sikap, berpihak pada kemanusiaan. Pilihan moral
memang terkadang getir sebab tidak bersifat hitam di atas putih. Seperti halnya yang terjadi pada
Albert Einstein diperintahkan untuk membuat bom atom oleh pemerintah negaranya.

Seorang ilmuan tidak boleh menyembunyikan hasil penemuannya, apapun juga bentuknya dari
masyarakat luas serta apapun juga konsekuensi yang akan terjadi dari penemuannya itu. Seorang
ilmuan tidak boleh memutar balikkan temuannya jika hipotesis yang dijunjung tinggi tersusun atas
kerangkan pemikiran yang terpengaruh preferensi moral ternyata hancur berantakan karena
bertentangan dengan fakta-fakta pengujian

Revolusi Genetik

Revolusi Genetik merupakan babakan baru dalam sejarah keilmuwan manusia sebab sebelum ini
ilmu tidak pernah menyentuh manusia sebagai objek penelaah itu sendiri. Hal ini buka berarti bahwa
sebelumnya tidak pernah ada penelaahan ilmiah yang berkaitan dengan jasad manusia, tentu saja
banyak sekali, namun penelaahan-penelaahan itu dimaksudkan untuk mengembangkan ilmu dan
teknologi.

Dengan penelitian genetika maka masalahnya menjadi sangat lain, kita tidak lagi menelaah organ-
organ manusia dalam upaya untuk menciptakan teknologi yang memberikan kemudahan bagi kita,
melainkan manusia itu sendiri sekarang menjadi objek penelaah yang akan menghasilkan bukan lagi
teknologi yang memberikan kemudahan, melainkan teknologi untuk mengubah manusia itu sendiri.
Pembahasan ini berdasarkan kepada asumsi bahwa penemuan dalam riset genetika akan
dipergunakan dengan itikad baik untuk keluhuruan manusia.

You might also like