Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
HIV pada manusia berasal dari infeksi silang spesies oleh virus
simian didaerah pedesaan Afrika, mungkin akibat kontak langsung
manusia dengan darah primata yang terinfeksi. Bukti terbaru adalah bahwa
pasangan primata HIV-1 dan HIV-2 ditularkan kepada manusia melalui
beberapa peristiwa yang berbeda (setidaknya tujuh). Analisis evolusi
sekuens menempatkan masuknya SIV CPZ pada manusia yang menyebabkan
peningkatan HIV-1 grup M pada sekitar tahun 1930. Diduga, trasmisi
seperti ini terjadi berulang kali seiring pertambahan umur, tetapi
perubahan sosial, ekonomi, dan perilaku tertentu yang terjadi pada
pertengahan abad 20 menyebabkan keadaan yang memungkinkan infeksi
virus ini meluas, menjadi banyak ditemukan pada manusia, dan mencapai
proporsi epidemik.
1.3 Tujuan
ISI
a. Dicurigai AIDS pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala
mayor dan satu gejala minor dan tidak ada sebab-sebab imunosupresi yang
lain seperti kanker, malnutrisi berat, atau pemakaian kortikosteroid yang
lama.
Gejala mayor :
- Penurunan berat badan lebih dari 10%
- Diare kronik lebih dari 1 bulan
- Demam lebih dari satu bulan (kontinyu atau intermiten)
Gejala minor :
Gejala minor :
- Limfadenopati generalisata
- Kandidasis oro-faring
- Infeksi umum yang berulang
- Batuk persisten
- Dermatitis generalisata
- Infeksi HIV pada ibunya
Awal tahun 1993, CDC telah merivisi lagi kriteria untuk definisi AIDS
sebagai Amerika Serikat dan tidak untuk negara industri lainnya. Termasuk AIDS
adalah semua HIV positif dengan jumlah sel limfosit CD4 kurang ari 200/mm3.
Sedangkan Kanada, Australia dan Eropa menambah 3 gejala penyakit lain sebagai
Namun, infeksi HIV/AIDS saat ini juga telah mengenai semua golongan
masyarakat, baik kelompok resiko tinggi maupun masyarakat umum. Jika pada
awalnya, sebagian besar odha berasal dari kelompok homoseksual maka kini
telah terjadi pergeseran dimana persentase penularan secara heteroseksual dan
pengguna narkotika semakin meningkat. Beberapa bayi yang terbukti tertular HIV
dari ibunya menunjukkan tahap yang lebih lanjut dari tahap penularan
heteroseksual (Djoerban dan Djuazi, 2006).
HIV 1 dan HIV 2 merupakan suatu virus RNA yang termasuk retrovirus
dan lentivirus. HIV 1 penyebarannya lebih luas di hampir seluruh dunia,
sedangkan HIV 2 ditemukan pada pasien-pasien dari afrika barat dan Portugal
HIV 2 lebih mirip dengan monkey virus yang disebut SIV ( simian
immunodeficiency virus). Antara HIV 1 dan 2 intinya mirip, tetapi selubung
luarnya sangat berbeda (Juwono, 2004).
HIV mempunyai enzim reverse trans criptase yang terdapat didalam inti
HIV dan akan mengubah RNA virus menjadi DNA. Inti HIV merupakan protein
yang dikenal dengan p24, dan bagian luar HIV yang berupa selubung glikoprotein
terdiri dari selubung transmembran gp 41 dan bagian luar berupa tonjolan-
tonjolan yang disebut gp 120. Gen yang selalu ada pada struktur genetic virus
HIV adalah gen untuk kode inti p24, dan gen yang mengkode polymerase RTase.
Sedangkan gen yang mengkode selubung luar akan sangat bervariasi dari satu
strain virus dengan yang lainnya. Bahkan pada seorang pengidap HIV selubung
luar ini dapat berbeda-beda (Juwono, 2004).
HIV terdapat dalam darah dan cairan tubuh seorang yang telah tertular,
walaupun orang tersebut belum menunjukkan keluhan atau gejala penyakit. HIV
hanya dapat ditularkan bila terjadi kontak langsung dengan cairan tubuh atau
darah. Dosis virus memegang peran penting. Makin besar jumlah virusnya makin
besar kemungkinan infeksinya. Jumlah virus yang banyak ada dalam darah,
sperma, cairan vagina dan serviks dan cairan otak. Dalam saliva, air mata, urin,
keringat, dan air susu hanya ditemukan sedikit sekali (Juwono, 2004).
1. Hubungan Seksual
Baik secara vaginal, oral ataupun anal dengan orang pengidap. Ini adalah
cara yang paling umum terjadi, meliputi 80-90% dari total kasus sedunia.
Lebih mudah terjadi penularan apabila terdapat lesi penyakit kelamin dengan
ulkus atau peradangan jaringan seperti herpes genitalis, sifilis, gonorea,
klamidia, kankroid dan trikomoniasis. Risiko pada seks anal lebih besar
disbanding seks vaginal, dan risiko juga lebih besar pada yang receptive dari
pada yang insertive. Diketahui juga bahwa epitel silindris pada mukosa
rectum, mukosa uretra laki-laki dan kanalis servikalis ternyata mempunyai
reseptor CD4 yang merupakan target utama HIV (Juwono, 2004).
Manifestasi virus infeksi HIV sangat luas spektrumnya, karena itu ada
beberapa macam klasifikasi. Yang paling umun di pakai adalah klasifikasi yang di
buat oleh CDC,USA, sebagai berikut : (Juwono,2004).
Masa Inkubasi
1. Infeksi Akut
Fase akut akan diikuti fase kroni asimtomatik yang lamanya bisa bertahun-
tahun. Walaupun tidak ada gejala, kita tidak dapat mengisolasi virus dari daerah
pasien dan ini berarti bahwa selama fase ini pasien juga terinfeksius. Tidak
diketahui secara pasti apa yang terjadi pada HIV pada fase ini. Mungkin terjadi
replikasi lambat pada sel-sel tertentu dan laten pada sel-sel lainnya. Tapi jelas
bahwa aktivitas HIV tetap terjadi dan ini dibuktikan dengan menurunnya fungsi
sistem imun dari waktu ke waktu. Mungkin dari jumlah virus tertentu tubuh masih
dapat mengantisipasi system imun dalam kompensasi (Juwono,2004).
Pada kebanyakan kasus, gejala pertama yang mincul adalah PGL. Ini
menunjukkan adanya hiperaktivitas sel limfosit B dalam kelenjar limfe, dapat
persisten selama bertahun-tahun, dan pasien tetap merasa sehat. Terjadi progesi
bertahap dengan adanya hyperplasia folikel dalam kelenjar limfe sampai
timbulnya involusi dengan adanya invasi sel limfosit T8 . Ini merupakan reaksi
tubuh untuk menghancurkan sel dendritik folikel yang terinfeksi HIV. Disamping
itu infeksi pada otak juga sering terjadi. Walaupun dikatakan konsentrasi HIV
paling banyak dalam likuor serebrospinal, umumnya sulit mendeteksi kelainan
psikoneurologi pada fase ini (Juwono,2004).
2.6 Diagnosis
Diagnosis AIDS dapat dibuat bila terdapat satu atau lebih gejala penyakit
yang termasuk indikator AIDS dan pemeriksaan laboratorium sebagai bukti
adanya infeksi HIV (seperti yang tercantum dalam lampiran definisi kasus
menurut CDC, USA) (Juwono,2004).
Pemeriksaan Laboratorium
2.8 Patogenesis
Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV karena virus
mempunyai afinitas tehadap molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+ berfungsi
mengoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi
tersebut menyebabkan gangguan respons imunn yang progresif.
Kejadian infeksi HIV primer dapat dipelajari pada model infeksi akut
Simian Immunodeficiency Virus (SIV). SIV dapat menginfeksi limfosit CD4+ dan
monosit pada mukosa vagina. Virus dibawa oleh antigen presenting cells ke
kelenjar getah bening regional. Pada model ini, virus dideteksi pada kelenjar getah
bening yang mengekpresikan SIV dapat dideteksi dengan hibridasi in situ dalam 7
sampai 14 hari setelah inokulasi. Viremia SIV dideteksi 7-21 hari setelah infeksi.
Puncak jumlah sel yang mengekpresikan SIV dikelenjar getah bening
berhubungan dengan puncak antingenemia p26 SIV. Jumlah sel yang
mengekpresikan virus di jaringan limfoid kemudian menurun secara cepat dan
dihubungkan sementara dengan pembentukan respons imun spesifik. Koinsiden
dengan menghilangnya veremia adalah peningkatan sel limfosit CD8+
menyebabkan kontrol optimal terhadap replikasi HIV. Replikasi HIV berada pada
keadaan steady-state beberapa bulan setelah infeksi. Kondisi ini bertahan relatif
stabil setelah beberapa tahun, namun lamanya sangat bervariasi. Faktor yang
mempengaruhi tinkat replikasi HIV tersebut, dengan demikian juga perjalanan
2.9 Komplikasi
HIV unik dalam hal berbagai organisme dan keganasan yang terjadi.
Sebagian besar di antaranya memiliki hubungan dengan satu lokasi, namun dalam
keadaan penurunan drastis sel CD4 (<50 sel/mm3),manifestasi diseminata lebih
mungkin terjadi.
Penyakit ini umum terjadi dan bervariasi mulai dari yang ringan hingga
yang menunjukan infeksi diseminata atau keganasan yang mengancam nyawa.
Sebagian besar pasien terkena pada saat tertentu dan jenis serta keparahan
seringkali bergantung pada tingginya hitung CD4.
b. Penyakit gastrointestinal
Penyakit esofagus biasanya timbul dengan keluhan nyeri saat menelan dan
disfagia.
Kandidiasis merupakan penyebab pada 80% kasus (terjadi pada 30%
pasienn dengan OCP). Plak pseudomembranosa tampak saat memeriksa
barium meal sebagai defek pengisian (filling defects) (Gambar 13.1) dan
saat endoskopi
Penyakit usus halus sering berhubungan dengan diare cair bervolume
banyak, nyeri perut, dan malabsorpsi. Bila terdapat imunodefisiensi
sedang (100-200 CD4 sel/mm3) , Cryptosporidium, mikrosporidium, dan
Giardia merupakan penyebab yang mungkin bisa kadar CD4 <50
sel/mm3, Nycobacterium avium-intracellulare (MAI) san CMV merupakan
diagnosis alternatif
Penyakit usus besar timbul sebagai diare (sering berdarah) bervolume
sedikit yang disertai dengan nyeri perut. Suatu patogen enterik bakterial
standar mungkin berperan seperti Clostridium difficile.
c. Penyakit hepatobilier
Selain itu, sampai saat ini kurikulum nasional pendidikan HIV/AIDS intuk
mahasiswa kedokteran, kedokteran gigi, kesehatan masyarakat, dan tenaga
keperawatan masih dalam proses awal penyusunan. Penyelesaian kurikulum ini
penting untuk disegerakan mengingat kebutuhan akan tenaga kesehatan yang
mengerti seluk-beluk HIV/AIDS sudah amat mendesak.
Pengadaan tempat untuk tesHIV dan konseling yang mudah dicapai dan
suasana akrab dengan klien akan menyebabkan orang-orang yang meraa
mempunyai resiko tinggi beringan kaki mendatangi tempat-tempat tes dan
konseling HIV tersebut. Dengan konseling, diharapkan orang yang terinfeksi HIV
akan menerapkan seks aman dan tidak menularkan HIV ke oran lain. Sayangnya
tempat-tempat tersebut masih langka sekali. Di Jakatra hanya dad beberapa buah,
sementara di luar Jakarta sukar ditemukan.
Rehabilitasi/Edukasi
Rehabilitasi ditujukan pada pengidap atau pasien AIDS dan keluarga atau
orang terdekat, dengan melakukan konseling yang bertujuan untuk: (Juwono,
2004).
1. Pengobatan untuk menekan replikasi HIV dengan obat anti retroviral (ARV).
3. Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi lebih baik dan
pengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial dan dukungan agama
serta tidur yang cukup dan menjaga kebersihan.
1. Virus HIV
2. Infeksi oportunistik
3. Kanker skunder
4. Status kekebalan tubuh
5. Simtematis dan suportif
1. Obat antiretrovirus
Bila dilihat dari kemungkinan tempat-tempat kerja obat ada
beberapa tempat yang mungkin di teliti adalah : pada reseptor CD4
(dengan CD4 soluble) penghambatan enzym reverse transciptase (misalnya
: analog nukleosid seperti AXI, dll, ddC dan obat non nivarapine). Bisa
dengan menghambat translasi dan transkipsi dengan antagonis Tat
ribosom,dan terapi gen. Dapat dengan protease inhibitor untuk
menghambat pelepasan HIV. Yang sudah dipakai secara luas adalah :
- Zidovudine (AZT) merupakan analog thymidine. Sebagai terapi
pertama anti retrovirus, bila jumlah CD4 <500/mm2. Efek pemakaian
obat ini yang menguntungkan pemakaian obat ini adalah : dapat
memperpanjang masa hidup (1-2 tahun), mengurangi frekuensi dan
berat infeksi oportunistik, menunda progresivitas penyakit,
memperbaiki kualitas hidup pasien, mengurangi resiko penularan
perinatal, mengurangi kadar Ag p24 dalam serum dan cairan spinal.
Terapi profilaktik :
Pemberian profilaktik :
-interleukin 2 -levamisol
Menurut Djoerban dan Djauzi (2006) obat anti retroviral terdiri dari
beberapa golongan seperti nucleoside reverse transcriptase inhibitor, nleotide
reverse transcriptase inhibitor, non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor, dan
inhibitor protease. Saat ini regimen pengobatan anti retroviral yang dianjurkan
WHO adalah kombinasi dari 3 obat ARV. Terdapat beberapa regimen yang dapat
dipergunakan dengan keunggulan dan kerugian masing-masing.
Tabel. Kombinasi ART untuk Terapi inisial (Djoerban dan Djauzi, 2006).
*Tidak dianjurkan pada wanita hamil trimester pertama atau wanita yang
berpotensi tinggi untuk hamil
Evaluasi Pengobatan
3.1 Kesimpulan
- AIDS dapat didefinisikan sebagai suatu sindrom atau kumpulan gejala
penyakit dengan karakteristik defisiensi imun yang berat, dan
merupakan manifestasi stadium akhir infeksi HIV. Antibodi HIV
positif tidak identik dengan AIDS, karena AIDS harus menunjukkan
adanya suatu atau lebih gejala penyakit akibat defisiensi sitem imun
seluler .
- HIV 1 dan HIV 2 merupakan suatu virus RNA yang termasuk
retrovirus dan lentivirus. HIV 1 penyebarannya lebih luas di hampir
seluruh dunia, sedangkan HIV 2 ditemukan pada pasien-pasien dari
afrika barat dan Portugal.
- Tiga Cara Penularan HIV :
o Hubungan Seksual
o Kontak Langsung dengan Darah/produk Darah/Jarum Suntik
o Secara Vertikal, dari ibu hamil pengidap HIV kepada bayinya,
baik selama hamil, saat melahirkan ataupun setelah melahirkan.
Risiko sekitar 25-40%, terdapat <0,1% dari total kasus sedunia
- Manifestasi virus infeksi HIV sangat luas spektrumnya, karena itu ada
beberapa macam klasifikasi. Yang paling umun di pakai adalah
klasifikasi yang di buat oleh CDC,USA, sebagai berikut :
o Grup 1 : infeksi akut
o Grup II : infeksi kronik asimtomatik
o Grup III : persistent generalized lymphadenopathy
o Grup IV : penyakit lain
Sub grup A : penyakit konstitusional
Sub grup B : penyakit neurologis
Sub grup C : penyakit infeksi sekunder
Sub grup D : kanker sekunder
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada mahasiswa lebih dapat
mengenal mengenai demam tifoid dan mencari lebih banyak pengetahuan tentang
penyakit ini khusunya dalam pemberian obat yang rasional untuk pasien dengan
penyakit ini. Agar nantinya kita sebagai seorang farmasis dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien dalam hal disini yaitu pasien yang menderita demam tifoid.
Ditjen PP&PL. 2011. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan
Terapi Antiretroviral Pada Orang Dewasa. Jakarta : Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Djoerban, Z dan Djuazi, S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, Edisi
IV. Jakarta : FK UI.
Juwono, R. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Jakarta : FK UI.